• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL LE TOUR DU MONDE

EN QUATRE-VINGTS JOURS KARYA JULES VERNE:

TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK

LUCIEN GOLDMANN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Prodi Sastra Prancis

Oleh

Ika Octafia Saputri 2311410006

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi,

hari : Kamis

tanggal : 7 Agustus 2014

Mengetahui:

Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dosen Pembimbing,

Dr. Zaim Elmubarok, M. Ag Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd

(3)

iii

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada,

hari : Rabu

tanggal : 13 Agustus 2014

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Dr. Abdurrachman Faridi, M.Pd Ai Sumirah Setiawati, S.Pd, M.Pd

NIP 195301121990021001 NIP 197601292003122002

Penguji I,

Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum NIP 197409271999031002

Penguji II, Penguji III,

Dra. Anastasia Pudji T., M.Hum Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd

(4)

iv

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Ika Octafia Saputri NIM : 2311410006 Prodi : Sastra Prancis

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing Fakultas : Bahasa dan Seni

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Tinjauan Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” yang saya tulis dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui proses penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan, baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung, telah disertai identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan karya tulis. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing skripsi ini membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri.

Demikian, pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.

Semarang, Yang membuat pernyataan,

(5)

v

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Dua puluh tahun dari sekarang

Anda pasti akan menyesal karena

tidak berani mengambil risiko

untuk melakukan hal yang Anda

inginkan. Pergi jelajahi dunia,

tinggalkan zona nyaman Anda.

Bertualanglah dengan cara Anda

sendiri. Jelajahi. Bermimpilah.

Telusurilah - Mark Twain.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan

kepada:

1. Bapak Ibu tercinta sebagai

wujud dharma bakti ananda

atas kasih sayang yang telah

diberikan.

2. Almamater Universitas Negeri

(6)

vi

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour Du Monde En Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Tinjauan

Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum yang telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Dr. Zaim Elmubarok, M.Ag yang dengan segala kebijakannya di tingkat jurusan telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

vii

5. Penguji Skripsi Bapak Suluh Edhi Wibowo, S.S, M.Hum dan Ibu Dra. Anastasia Pudji T., M.Hum atas bimbingan, saran, dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Ibu Dosen serta Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.

7. Keluarga tercinta (Bapak Suprapto, Ibu Ici Purwa Handayani, Adik-adikku: Selin dan Azhar, Mbah Uti, Alm. Mbah Kakung, Tante-tanteku, Om, dan Sepupu-Sepupuku) atas segala perhatian, kasih sayang, dukungan moral dan materiil yang selalu diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Sahabat-sahabat kos (Misky, Tiara, Zizah, Intan, Ika Ayu, Devi, Arum, Tami, Puri) yang telah menghadirkan banyak keceriaan dan motivasi dalam hidup. 9. Teman-teman Sastra Prancis Unnes angkatan 2010: Rosyid, Vica, Ryan,

Sella, Vita, dan Lisa yang teristimewa.

10. Seluruh teman-teman Sastra dan Pendidikan Bahasa Prancis Unnes atas segala kebersamaan, semangat, dan keakraban yang telah diberikan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bagi para pembaca pada umumnya dan pecinta karya sastra pada khususnya.

Semarang , Juli 2014

(8)

viii

viii SARI

Saputri, Ika Octafia. 2014. Pandangan Dunia Dalam Novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours Karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Ahmad Yulianto, S.S, M.Pd

Kata Kunci: Pandangan Dunia, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel petualangan klasik karya Jules Verne yang ditulis pada akhir abad ke-19. Novel tersebut bercerita tentang kisah petualangan mengelilingi dunia dalam 80 hari dan merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diciptakan Jules Verne untuk menggambarkan kehidupan masyarakat dunia dan masyarakat Inggris khususnya pada saat itu.

Penelitian atas novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours menggunakan teori Strukturalisme Genetik dari Lucien Goldmann dengan analisis utama adalah pandangan dunia pengarang. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1) struktur karya sastra, 2) fakta kemanusiaan, 3) subjek kolektif, 4) dialektika, dan terutama 5) pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

Korpus data penelitian ini adalah novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitik, sedangkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi.

(9)

ix

ix

Pandangan dunia dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours adalah pandangan dunia yang menyangkut tentang persoalan fiksi ilmiah dan futurisme yang dianut oleh pengarang yaitu Jules Verne. Verne memberikan pandangannya bahwa perjalanan mengelilingi dunia pada saat itu nantinya akan dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak hanya untuk para penjelajah ataupun para petualang sejati berkat adanya kemajuan teknologi transportasi. Selain itu, Verne mengungkapkan pula pandangan tentang dominasi kekuasaan Inggris melalui daerah-daerah koloni yang dilalui tokoh utama, Phileas Fogg selama perjalanan berkeliling dunia.

(10)

x

x

LA VISION DU MONDE DANS LE ROMAN LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS PAR JULES VERNE: UNE PERSPECTIVE DU

STRUCTURALISME GÉNÉTIQUE DE LUCIEN GOLDMANN Ika Octafia Saputri, Ahmad Yulianto

Département des langues et littératures étrangères Faculté des langues et des arts, Université d'État de Semarang

EXTRAIT

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est un roman d‟aventure de Jules Verne qui a été écrit à la fin du 19ème siècle. Ce roman raconte l‟histoire du voyage au tour du monde en 80 jours et l‟un des œuvres littéraires de Jules Verne qui a été écrit pour décrire la société du monde, en particulier la société anglaise dans son époque.

Cette recherche a pour but de décrire la vision du monde de l‟auteur dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours selon l‟approche du Structuralisme Génétique de Lucien Goldmann. Cette recherche vise à décrire: 1) la structure de l'œuvre littéraire, 2) le fait humain, 3) le sujet collectif, 4) la dialectique, et surtout 5) la vision du monde.

Le corpus de cette recherche est le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne. La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche est la méthode d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée dans cette recherche est la technique d‟analyse de contenu.

(11)

xi

xi

domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le voyage.

(12)

xii

xii RÉSUMÉ

Saputri, Ika Octafia. 2014. La Vision du Monde dans le Roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours de Jules Verne. Mémoire. Département des Langues et des Littérature Etrangères. Faculté des Langues et des Arts. Université d‟Etat de Semarang.

Les mots clés : La Vision du Monde, Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours

1. Introduction

L‟œuvre littéraire est une image des sentiments, des expériences et des

réflexions entre la vie et l'auteur. La littérature présente une image de la vie, et la vie elle-même est une réalité sociale (Damono 2002:1).

La littérature peut être considérée comme un phénomène social (Luxembourg 1984: 23) parce que la littérature est écrite dans une période liée directement aux normes et aux règles de la société de son époque. La littérature est une institution sociale qui utilise la langue comme le medium (René Wellek et Austin Warren 1990:109).

Le genre de la littérature qui est souvent considéré comme un reflet de la réalité de la vie est le roman. Le roman est un genre littéraire qui est considéré le plus dominant pour présenter les éléments sociaux (Ratna 2008:335). L‟œuvre littéraire peut aussi refléter le point de vue de son auteur sur de divers sujets qui sont observés dans l'environnement. L‟image des phénomènes sociaux qui sont produits dans la société est présentée par l'auteur dans les différentes formes et genres.

Je choisis le roman de Jules Verne comme l‟objet de recherche, en raison

(13)

xiii

xiii

d'aventures et de science-fiction (http://fr.wikipedia.org/wiki/Jules_Verne). Il a réussi d‟écrire quelque chose qui va devenir une réalité à l'avenir, comme les

aventures des explorateurs, les aventures d‟inventeur, les aventures de la guerre

galactique qui sont devenus une légende pour des adultes et les contes étonnants pour des enfants (Beaumarchais 2001 : 204).

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est l'un des romans populaires écrit par Jules Verne. Ce roman raconte les aventures du personnage principal, Phileas Fogg qui parie avec ses collègues du Reform Club qu'il peut faire le tour du monde en 80 jours. Ce roman a été publié en 1873 et souvent été adapté aux diverses formes, comme le film, la série de télévision, le théâtre et l'animation. Ce roman a été reconnu depuis longtemps et ce jour, il mérite d‟appréciation.

2. Théorie

J‟utilise la théorie du Structuralisme génétique. C‟est une théorie qui est

développé par Lucien Goldmann, un philosophe et sociologue Roumain-Français (Ratna 2008:121). Cette théorie se construite à la réaction de la stagnation du Structuralisme qui analyse plutôt sur les éléments intrinsèques. Structuralisme génétique porte aussi l‟attention aux choses en dehors des œuvres littéraires telles

que les conditions sociales qui affectent leur création. Comprendre des œuvres littéraires basé sur l'approche du Structuralisme génétique n'est pas possible sans considérer des facteurs sociaux, parce que ces facteurs donnent la cohésion de la structure d‟œuvre littéraire (Goldmann 1970:585).

(14)

xiv

xiv

appelle la vision du monde. Le Structuralisme génétique est une théorie qui peut reconstruire la vision du monde. Cette vision n'est pas une réalité, mais plutôt une réflexion imaginative. Goldmann a déclaré que la littérature est une expression de la vision du monde imaginaire (Faruk 2012:71).

Cette théorie est fondée sur les éléments intrinsèques et extrinsèques. Dans les éléments intrinsèques il y ales structures des œuvres, comme: le thème, les personnages, la séquence, etc. Les éléments extrinsèques dans le Structuralisme génétique sont partagés en quatre sujets: le fait humain, le sujet collectif, la dialectique et la vision du monde.

2.1 Les structures des œuvres a. Le thème

Le thème est un sujet principal dans le roman qui est soulevé par l'auteur. Le thème dans le roman est large et abstrait car il peut impliquer tous les problèmes dans la vie.

b. Les personnages

Les personnages selon Abrams (1981:20) sont ceux qui apparaissent dans un récit ou un drame interprété par le lecteur et ont des qualités morales, certaines exprimées à travers la parole et l'action. Les personnages peuvent être divisés en deux : les personnages principaux et les personnages supplémentaires.

c. La séquence

(15)

xv

xv

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

La situation temporelle, spatiale, et sociale signifient le temps, la géographique, et le contexte social (comme les habitudes, les coutumes, les traditions, etc.) dans l‟histoire.

e. Le point de vue

Le point de vue est une façon de raconter une histoire. Il y a quatre modes de transmettre le point de vue selon Schmitt et Viala (1982: 55-59): le mode de vision externe, le mode de vision interne, le mode de vision par en-dessus, les modes de vision mêlés.

2.2 Le fait humain

Le fait humain est tous les activités ou les comportements humains tant les verbales que les physiques qui sont compris par la science. Le fait humain est le fait historique qui a lieu pour créer des œuvres littéraires. En général, le fait

humain explique la révolution sociale, humanitaire, politique, économique qui sont décrites par l‟auteur à travers une œuvre littéraire. Le fait humain peut être

divisé en deux types : le fait individuel et le fait social. 2.3 Le sujet collectif

(16)

xvi

xvi

féodaliste, capitaliste, socialiste) (Faruk 2012:63). Karl Marx divise la société en deux classes principales : la bourgeoise et l‟ouvrière.

2.4 La dialectique

La méthode dialectique est une méthode qui cherche à comprendre entre les opinions différentes ou les circonstances contradictoire des unes aux autres. Le processus dialectique se compose de trois phases. Le mécanisme d‟action de cette

méthode est la thèse, l‟antithèse, et la synthèse. Théoriquement, tous les faits

peuvent être considérés comme une thèse littéraire et a ensuite tient la négation. Avec la négation, la thèse et l‟antithèse se perdent et se transforment en réalité de

haute qualité, à savoir la synthèse elle-même. 2.5 La vision du monde

La vision du monde est un ensemble d‟idées sociales, religieuses,

philosophiques produite par la classe dominante dans la société. En utilisant cette analyse, on peut savoir s‟il y a une relation entre la littérature et la société à travers la vision du monde de l‟auteur qui s‟exprime dans le roman. En

conséquence, les lecteurs savent la vision du monde de l‟auteur. 3. Méthodologie de la Recherche

J‟utilise l‟approche du Structuralisme génétique de Lucien Goldmann dans

(17)

xvii

xvii

La méthode d'analyse utilisée dans cette recherche est la méthode d‟analytique descriptive. Ensuite, la technique d'analyse utilisée dans cette

recherche est la technique d‟analyse de contenu.

4. Analyse

4.1 Les structures des œuvres a. Le thème

Le thème principal dans le roman est le récit d‟aventure parce que ce roman raconte le voyage du personnage principal, Phileas Fogg et son serviteur français, Jean Passepartout qui font le tour du monde en 80jours.

b. Les Personnages

Il y a quatre personnages principaux dans le roman : 1. Phileas Fogg

Phileas Fogg est l‟héros dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours. Il a réussit à gagner le pari et il fait le tour du monde seulement pour prouver que ce projet est faisable. Tout d‟abord, on peut voir le portrait physique de Phileas Fogg dans la citation suivante :

(1) C'était un homme qui pouvait avoir quarante ans, de figure noble et belle, haut de taille, que ne déparait pas un léger embonpoint, blond de cheveux et de favoris, front uni sans apparences de rides aux tempes, figure plutôt pâle que colorée, dents magnifiques.

2. Passepartout

(18)

xviii

xviii

(2) Passepartout était un brave garçon, de physionomie aimable, aux lèvres un peu saillantes, toujours prêtes à goûter ou à caresser, un être doux et serviable, avec une de ces bonnes têtes rondes que l'on aime à voir sur les épaules d'un ami. Il avait les yeux bleus, le teint animé, la figure assez grasse pour qu'il pût lui-même voir les pommettes de ses joues, la poitrine large, la taille forte, une musculature vigoureuse, et il possédait une force herculéenne que les exercices de sa jeunesse avaient admirablement développée.

3. Détective Fix

Détective Fix est le rival de Monsieur Fogg. Il est anglais. Il est persuadé que Fogg est le voleur de la « Bank of England ». Fix suit Fogg dans tous les destinations pour ne le pas perdre de vue et pour le pouvoir arrêter dans une colonie anglaise avec un mandat d‟arrestation, puisqu‟il y a une récompense

s‟il a du succès. Regardez la citation suivante :

(3) Cet homme se nommait Fix, et c'était un de ces « détectives » ou agents de police anglais, qui avaient été envoyés dans les divers ports, après le vol commis à la Banque d'Angleterre. Ce Fix devait surveiller avec le plus grand soin tous les voyageurs prenant la route de Suez, et si l'un d'eux lui semblait suspect, le « filer » en attendant un mandat d'arrestation.

4. Aouda

Aouda est une jeune princesse indienne qui est sauvé par Passepartout et Fogg dans la forêt indienne quand elle était condamnée à mort après que son mari, le rajah du Bundelkund est mort. Elle accompagne Fogg pour trouver des parents en Europe et pour échapper aux bourreaux. Dans le roman, Verne décrit une fois Aouda comme la citation suivante :

(19)

xix

xix c. La séquence

La séquence dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est la séquence progressive, parce que l'histoire est racontée dans l'ordre narratif et chronologique qui se divise en quelques étapes suivantes:

1. La situation initiale : quand les personnages principaux comme Phileas Fogg et Passepartout soulevés dans l‟histoire avec la situation, le contexte,

le temps qui leur accompagnent.

2. L’élément déclencheur : il y a le vol à la Banque d‟Angleterre et une nouvelle que le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours pour la première fois.

3. Les nœud : le pari entre Phileas Fogg et les membres du Reform-Club sur le voyage autour du monde.

4. Le dénouement : le voyage autour du monde avec de nombreuses aventures.

5. La situation finale : Phileas Fogg a réussi à faire le tour du monde en 80 jours.

d. La situation temporelle, spatiale, et sociale

La situation temporelle : les événements dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours s‟est passé en 1872. On peut voir dans la citation suivante:

(20)

xx

xx

La situation spatiale : il y a beaucoup de principales villes, pays et continents décrits dans le roman (Bombay, Calcutta, Hong Kong, Yokohama, San Francisco, New York, etc.). Regardez la citation suivante:

(6) De Londres à Suez par le Mont-Cenis et Brindisi, …

De Suez à Bombay,…

-- De Bombay à Calcutta,…

-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine),…

-- De Hong-Kong à Yokohama (Japon),…

-- De Yokohama à San Francisco,…

-- De San Francisco New York,…

-- De New York à Londres,…

La situation sociale : la société du monde au 19ème siècle, en particulier la société anglaise et la société qui vivent dans la région traversée par Phileas Fogg pendant le voyage.

e. Le point de vue

L‟histoire dans le roman Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours est

racontée à travers les modes de vision mêlés. L‟histoire est délivrée par un narrateur qui sait toutes les actions, les pensées et les sentiments des personnages, mais aussi par la première personne et la troisième personne. Voici la citation qui représente la narration d‟un narrateur:

(7) En l'année 1872, la maison portant le numéro 7 de Saville-row, Burlington Gardens -- maison dans laquelle Sheridan mourut en 1814 --, était habitée par Phileas Fogg…

La citation qui représente la narration de la première personne (le mode de vision interne) se trouve dans la citation suivante :

(8) … j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans

(21)

xxi

xxi

pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des incendies

remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis valet de

chambre en Angleterre.

Ensuite, la citation qui représente la narration de la troisième personne (le mode de vision externe) est dans la citation suivante :

(9) … il n'était prodigue de rien, mais non avare, car partout où il

manquait un appoint pour une chose noble, utile ou généreuse, il l'apportait silencieusement et même anonymement.

4.2 Le fait humain

Il y a six faits humains décrits tout au long de l‟histoire, ce sont : a) le fait sur des nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes du société anglaise qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de chemin de fer en Inde et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); le fait sur la rituelle des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; le fait sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie.

4.3 Le sujet collectif

Le sujet collectif décrit dans le roman comprend la classe bourgeoise et la classe ouvrière. La classe bourgeoise est représentée par Phileas Fogg avec ses collègues du Reform Club. Regardez la citation suivante :

(22)

xxii

xxii

En revanche, la classe ouvrière est représentée par Passepartout, le serviteur de Phileas Fogg. Regardez la citation suivante :

(11)… j'ai fait plusieurs métiers. J'ai été chanteur ambulant, écuyer dans

un cirque, faisant de la voltige comme Léotard, et dansant sur la corde comme Blondin ; puis je suis devenu professeur de gymnastique, afin de rendre mes talents plus utiles, et, en dernier lieu, j'étais sergent de pompiers, à Paris. J'ai même dans mon dossier des

incendies remarquables… voulant goûter de la vie de famille, je suis

valet de chambre en Angleterre.

4.4 La dialectique

La dialectique dans le roman, c‟est la croyance que le voyage autour du

monde peut être réalisé en 80 jours. Mais, la négation / antithèse apparaît sous la forme d'opposition et le pari sur ce voyage. Ensuite, la synthèse se forme qu‟on

réussi à voyager en 80 jours ou moins. À ce moment-là quand ce roman a été écrit, ce voyage était impossible à faire mais aujourd‟hui on peut le réaliser moins

de quatre-vingts jours. 4.5 La vision du monde

La vision du monde dans le roman est la vision de science-fiction et futurisme adoptée par Jules Verne.

a. La Science-fiction

La Science-fiction est une forme de la littérature basée sur la science. La science-fiction dans le roman est effectivement projetée sur l'utilisation de la technologie du transport à cette époque. La présence de chemins de fer, le paquebot, et le canal de Suez leur permettent de voyager autour du monde. Regardez la citation suivante :

(23)

xxiii

xxiii De Suez à Bombay, paquebot -- De Bombay à Calcutta, railway

-- De Calcutta à Hong-Kong (Chine), paquebot -- De Hong-Kong à Yokohama (Japon), paquebot -- De Yokohama à San Francisco, paquebot -- De San Francisco New York, railroad

-- De New York à Londres, paquebot et railway

Verne exprime également dans le roman un phénomène de science-fiction en rapport de la ligne du calendrier international. La ligne du calendrier international est une ligne imaginaire à la surface de la terre qui sert à compenser l'ajout d'un temps quand on voyage vers l'est à travers différents zones d‟horaires. Quelqu'un qui va à l‟ouest et passe la ligne du calendrier international, devrait ajouter un jour de la date et l'heure qu'il croyait avant, tandis que ceux qui vont vers l'est devrait réduire un jour. Phileas Fogg et Passepartout, par exemple, ils ont négligé la différence du temps (la ligne du calendrier international) afin qu'ils pensent à perdre le pari et arriver tard pour retourner à Londres. Regardez la citation suivante:

(13)…, comment un homme si exact, si méticuleux, avait-il pu commettre cette erreur de jour ? Comment se croyait-il au samedi soir, 21 décembre, quand il débarqua à Londres, alors qu'il n'était qu'au vendredi, 20 décembre, soixante dix neuf jours seulement après son départ ?

Voici la raison de cette erreur. Elle est fort simple.

(24)

xxiv

xxiv

jour inconsciemment gagné. En d'autres termes, pendant que Phileas Fogg, marchant vers l'est, voyait le soleil passer quatre-vingts fois au méridien, ses collègues restés à Londres ne le voyaient passer que soixante-dix-neuf fois. C'est pourquoi, ce jour-là même, qui était le samedi et non le dimanche, comme le croyait Mr. Fogg, ceux-ci l'attendaient dans le salon du Reform-Club.

b. Le futurisme

Le futurisme est un mouvement littéraire et artistique européen au début du XXe siècle, qui rejette la tradition esthétique et exalte le monde moderne, en particulier la civilisation urbaine, la machine et la vitesse (http://fr.wikipedia.org/wiki/Futurisme).

Le futurisme dans le roman est exprimé aussi par les progrès technologiques et le développement des moyens de transport. En conséquence, le voyage autour du monde serait faisable par n'importe qui. Verne en tant que l'auteur est capable de prédire la prochaine étape dans l'évolution de la technologie humaine. Il a une grande connaissance et imagination pour voyager plutôt en esprit. Cette vision est exprimée à travers le personnage principal du roman, Phileas Fogg dans la citation suivante :

(14)Avait-il voyagé ? C'était probable, car personne ne possédait mieux que lui la carte du monde. Il n'était endroit si reculé dont il ne parût avoir une connaissance spéciale. Quelquefois, mais en peu de mots, brefs et clairs, il redressait les mille propos qui circulaient dans le club au sujet des voyageurs perdus ou égarés ; il indiquait les vraies probabilités, et ses paroles s'étaient trouvées souvent comme inspirées par une seconde vue, tant l'événement finissait toujours par les justifier. C'était un homme qui avait dû voyager partout, -- en esprit, tout au moins.

La vision du monde qui s'exprime à travers ce roman est portée non seulement par les personnages et l‟auteur mais également par tous les motifs

(25)

xxv

xxv

Passepartout permet au lecteur de se rendre compte de la puissance coloniale anglaise. Les personnages principaux dans ce roman sont en effet amenés à traverser bon nombres de colonies anglaises : Suez, Inde puis Hong Kong, etc. Regardez la citation suivante :

(15)Mr. Fogg inscrivit ces dates sur un itinéraire disposé par colonnes, qui indiquait -- depuis le 2 octobre jusqu'au 21 décembre -- le mois, le quantième, le jour, les arrivées réglementaires et les arrivées effectives en chaque point principal, Paris, Brindisi, Suez, Bombay, Calcutta, Singapore, Hong-Kong, Yokohama, San Francisco, New York, Liverpool, Londres,...

5. La Conclusion

Les structure de l'œuvre (comme le thème, les personnages, la séquence, etc.) a une relation avec la structure sociale de la société anglaise à cette époque, c‟est une image de l'attitude de la société anglaise sur le voyage autour du monde.

Le fait humain, c‟est le fait qui parle du contexte historique tout au long de l‟histoire. Je note qu‟il y a six faits humains qui sont décrits: a) le fait sur des

nombreuses sociétés à Londres; b) le fait sur les habitudes de la société anglaise qui aiment parier; c) trois faits sur le développement des moyens de transport et les progrès technologique (la présence du canal Suez, l‟ouverture de la section de

chemin de fer en Inde, et l'inauguration de l'Union Pacific Road en Amérique); d) le fait sur la rituelle par des adeptes de la déesse Kali en Inde; le fait sur la tradition de la cérémonie Sutty en Inde; e) le fait sur les habitudes des Mormons en Amérique qui favorisent la polygamie.

(26)

xxvi

xxvi

La dialectique dans ce roman : la thèse (le voyage autour du monde peut être fait en 80 jours), l‟antithèse (le pari sur ce voyage), ensuite la synthèse (on peut faire ce voyage en 80 jours ou moins)

La vision du monde dans ce roman, c‟est la vision sur la science-fiction et le

futurisme adoptée par Jules Verne. Verne inspire que le voyage autour du monde serait faisable par n'importe qui, grâce au développement des moyens de transport et aux progrès technologiques. Verne exprime également son point de vue sur la domination anglaise représentée par des colonies anglaises traversées pendant le voyage.

6. Remerciements

Je tiens à remercier mon père, ma mère, mon frère, et ma sœur de me supporter et de me combler toujours de leur amour. Ensuite, je remercie également mes professeurs de m‟avoir guidée et de m‟avoir donné un autre point

de vue pour voir la vie. Et finalement, je remercie aussi mes amis de leurs joies et de leurs bonheurs.

7. Bibliographie

Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. Canada: Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Arifin, Winarsih dan Farida Soemargono. 2007. Kamus Perancis-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Astuti, Rahmani. 2008. 80 Hari Keliling Dunia. Jakarta : Serambi.

Beaumarchais, Jean-Pierre de, Daniel Couty. 1988. Anthologie des Littéraires de Langues Français. Paris: Bordas.

(27)

xxvii

xxvii

Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Depdikbud.

Dini, N.H. 2004. 20000 Mil di Bawah Lautan. Jakarta: Enigma

Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Forster, E.M. 1979. Aspek-Aspek Novel diterjemahkan oleh Bagian Pembinaan dan Pengembangan Sastra dari judul asli Aspects of The Novel. Kuala

Hadi, Hardono. 1994. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) diterjemahkan dari judul asli The Philosophy of Knowlwdge. Yogyakarta: Kanisius (Anggota Ikapi).

Jan van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Teeuw, A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

(28)

xxviii

xxviii

http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari

http://manybooks.net/titles/vernejuletext97880jr07.html

http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Nov el_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_Novel

(29)

xxix

xxix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v KATA PENGANTAR ... vi SARI ... viii EXTRAIT ... x

DAFTAR ISI ... xxix DAFTAR LAMPIRAN ... xxxii BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 9 1.3.Tujuan Penelitian ... 9 1.4.Manfaat Penelitian ... 9 1.5.Sistematika Penulisan ... 10 BAB 2 LANDASAN TEORI

(30)

xxx

xxx

2.1.1.3 Alur/Plot ... 16 2.1.1.4 Latar ... 17 2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan ... 18 2.1.2 Fakta Kemanusiaan ... 18 2.1.3 Subjek Kolektif ... 19 2.1.4 Dialektika ... 20 2.1.5 Pandangan Dunia ... 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 24 3.2 Objek Penelitian ... 25 3.3 Sumber Data ... 25 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 26 BAB 4 MANIFESTASI PANDANGAN DUNIA JULES VERNE DALAM

NOVEL LE TOUR DU MONDE EN QUATRE-VINGTS JOURS 4.1 Struktur Karya Sastra ... 29

(31)

xxxi

xxxi

4.5 Pandangan Dunia ... 59 BAB 5 PENUTUP

(32)

xxxii

xxxii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ringkasan cerita Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne 2. Biografi Jules Verne

(33)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian sastra sangatlah beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan sastra menurut pemahaman mereka masing-masing. Sumardjo dan Saini K.M. (1991) mendefinisikan sastra sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan) (Esten 1978:9).

(34)

2

Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial (Ratna 2008:335). Alasan yang dapat dikemukakan, di antaranya : a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna 2008:335-336). Novel adalah sebuah cerita prosa fiksional yang panjang, memiliki plot khusus yang berkembang melalui tindakan, perkataan dan pemikiran dari karakter-karakter yang terdapat di dalamnya. Novel dalam The American College Dictionary (Tarigan 1984:164) adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang

tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau keadaan yang agak tidak beraturan.

(35)

3

mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk 2012:65-66).

Karya sastra dalam hal ini novel tentu memiliki banyak aspek, unsur, dan dimensi. Untuk dapat memahaminya, diperlukan sebuah penelitian sastra dalam membantu memahami isi cerita dan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam karyanya. Ratna (2008:13) menyatakan bahwa melakukan suatu penelitian adalah mengadakan pemahaman terhadap objek sebagaimana diprasyaratkan melalui keberadaannya, bukan semata-mata pemahaman peneliti, lebih-lebih pemahaman peneliti yang sudah dibekali dengan teori dan metode tertentu. Teori dan metode berkembang bersama-sama dengan karya sastra dalam kondisi yang saling melengkapi.

Peneliti memilih novel karya Jules Verne sebagai objek penelitian karena keistimewaan dan pandangan dunia sang pengarang. Jules Verne merupakan seorang pengarang novel berkebangsaan Perancis, yang dikenal sebagai perintis genre fiksi ilmiah. Fiksi ilmiah adalah suatu bentuk fiksi spekulatif yang terutama

membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual (http://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_ilmiah, diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.30 WIB).

(36)

4

Capitaine Grant (1867-1868), Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours (1873),

Des Ans de Vacances (1888)), petualangan-petualangan penerbangan (Cinq Semaines en Ballon (1862), De la Térre à la Lune (1865), Robur le Conquérant (1886)), eksplorasi jurang-jurang bumi-maritim (Voyage au Centre de la Terre (1876), Vingt Mille Lieues sous les Mers (1869)), tulisan-tulisan sejarahnya (Michel Strogoff (1876), Notre Contre Sud (1887)) menyajikan campuran rasionalitas dan emosi (Beaumarchais 1988:1525).

Karya-karya Jules Verne adalah proyeksi penemuan-penemuan baru yang pada awalnya merupakan bayangan atau idaman, yang ternyata menjadi realita di abad ke-20 (Dini 2004:vi). Ia berhasil menuliskan sesuatu yang akan menjadi kenyataan di masa mendatang, seperti petualangan si penjelajah, petualangan para penemu, petualangan perang galaksi yang menjadi legenda bagi orang dewasa dan dongeng yang menakjubkan bagi anak-anak (Beaumarchais 2001:204).

Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours merupakan novel karya Jules

(37)

5

yang setia yaitu Passepartout, Fogg berangkat melakukan perjalanan mengelilingi dunia dengan banyak petualangan yang terjadi di dalamnya.

Novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours terbit pertama kali pada tahun 1873 dan telah seringkali diadaptasi dalam berbagai bentuk, seperti film layar lebar, televisi, teater maupun animasi. Tercatat sebanyak dua kali karya tersebut telah diangkat ke layar lebar. Pertama, dirilis pada tahun 1956 dengan judul film Around the World in Eighty Days, dibintangi oleh David Niven dan Cantinflas, film ini memenangkan lima Piala Oscar dari delapan nominasi. Lantas yang kedua, pada tahun 2004 ada sebuah gubahan baru lagi Around the World in 80 Days dengan bintang utama Jackie Chan sebagai Passepartout dan Steve

Coogan sebagai Fogg. Pada tahun 1989 ada sebuah serial mini di TV yang dibintangi antara lain oleh Pierce Brosnan sebagai Fogg, Eric Idle sebagai Passepartout, dan Peter Ustinov sebagai Fix. BBC bersama dengan Michael Palin membuat acara Michael Palin: Around the World in 80 Days yang mengikuti rute dalam buku secara persis. Animasi Around the World in 80 days juga dibuat pada tahun 1972 oleh studio Kanada Rankin-Bass yang bekerja sama dengan Mushi dari Jepang sebagai bagian dari serial Festival of Family Classics. Begitu pula serial kartun satu musim berjudulkan Around the World in 80 days dibuat pada tahun 1972 oleh Air Programs International dari Australia (http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Hari diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB ).

(38)

6

tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh R. Moesa Sasradhimedja dengan judul "Mengelilingi Dunia Dalam 80 Hari" dan diterbitkan oleh Balai Pustaka(http://id.wikipedia.org/wiki/Mengelilingi_Dunia_Dalam_80_Haridiunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.35 WIB).

Sedangkan kedua pada tahun 2008 novel tersebut baru diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Rahmani Astuti dengan judul “80 Hari Keliling Dunia” dan diterbitkan oleh Serambi. Adapun penerjemahan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours dalam bahasa Indonesia dilakukan tidak secara langsung

dari karya asli bahasa Perancis, melainkan melalui karya terjemahan bahasa Inggris yang berjudul Around the World in Eighty Days. Peneliti akan menggunakan terjemahan terjemahan Rahmani Astuti dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

(39)

7

dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat karya sastra yang bersangkutan (Faruk 2012:56).

Sastra dan masyarakat memiliki hubungan yang mesti dimediasi melalui pemikiran, gagasan, dan ideologi pengarang yang disebut sebagai pandangan dunia. Pada dasarnya pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia yang kolektif. Strukturalisme Genetik dianggap mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang yang merupakan bagian kolektif dari masyarakatnya. Pandangan tersebut bukanlah realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara imajinatif. Goldmann menyatakan bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner (Faruk 2012:71). Dengan begitu, hubungan keduannya bukan semata-mata hubungan material, tetapi dalam kerangka peran sastra sebagai dokumen dan media komunikasi sosial.

Menurut Goldmann ada lima konsep Strukturalisme Genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, struktur karya sastra dan dialektika. Peneliti mengawali penelitian dengan mengkaji struktur karya sastra, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

Hingga saat ini, tercatat sudah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan Strukturalisme Genetik. Salah satu diantaranya adalah skripsi berjudul “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Roman Germinal karya Emile Zola” oleh

(40)

8

tersebut mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan proses dialektika yang terdapat dalam roman Germinal karya Emile Zola.

Selain itu peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian lain guna memperkaya referensi penelitian. Sebuah tesis berjudul “20000 Mil di Bawah

Lautan sebagai Tanggapan Pembaca Indonesia terhadap Vingt Mille Lieues sous les mers karya Jules Verne: Tinjauan Resepsi” yang diajukan oleh Niken Herminningsih sebagai persyaratan mencapai gelar S2 Bidang Ilmu-Ilmu Humaniora, Program Studi Ilmu Sastra, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2006. Penelitian tersebut menganalisis tanggapan pembaca Indonesia terhadap Vingt Mille Lieues sous les mers karya Jules Verne menjadi 20000 Mil di Bawah Lautan oleh Nh. Dini sebagai bentuk resepsi terjemahan dengan memanfaatkan teori resepsi dan teori terjemahan dalam sastra sebagai bentuk transformasi dari segi konvensi bahasa, konvensi budaya, dan konvensi sastra.

(41)

9

Dengan demikian, penelitian berjudul “Pandangan Dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-vingts Jours karya Jules Verne: Kajian Strukturalisme

Genetik Lucien Goldmann” ini belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika dan terutama pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours dikaji melalui teori Strukturalisme Genetik Lucien

Goldmann?

1.3 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dalam kaitannya dengan dunia sastra.

(42)

10

Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan ide bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing untuk menganalisis karya sastra lain dengan menggunakan kajian Strukturalisme Genetik.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kajian Strukturalisme Genetik.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB 1 berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB 2 berisi Landasan Teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian ini yaitu Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.

BAB 3 berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data.

BAB 4 berisi Analisis terhadap novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts

Jours melalui kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann,

terutama pandangan dunia Jules Verne sebagai pengarang dalam novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours.

BAB 5 berisi Penutup, yaitu berupa Simpulan dan Saran.

(43)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

Fokkema dan Kunne-Ibsch dalam Ratna (2008:2) menyatakan bahwa penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang sudah ada. Teori tersebut disebut sebagai teori formal, karena secara formal sudah ada sebelumnya. Strukturalisme adalah sebuah teori yang telah ada sejak zaman Aristoteles, tetapi secara terus-menerus diperbaharui sepanjang sejarahnya, dan memperoleh bentuknya yang lebih sempurna awal abad ke-20. Selama hampir satu abad, sejak awal abad ke-20 hingga sekarang, tak terhitung jumlah penelitian dengan memanfaatkan teori yang sama, yaitu Strukturalisme. Aspek-aspek pembaruannya, baik disadari atau tidak terletak dalam memodifikasikan teori tersebut yang disesuaikan dengan hakikat objeknya. Strukturalisme Genetik (Goldmann), Semiotika (Saussure, Pierce), Resepsi (Jauss, Riffaterre, Culler), Interteks (Kristeva), Dekonstruksi (Derrida), dan Postrukturalisme pada umumnya (Genette, Chatman, Bakhtin, White, Barthes, Eco, Foucault, Lyotard, Baudillard, dan sebagainya), merupakan sejumlah teori utama atas dasar pemahaman unsur-unsur (Ratna 2008:5).

2.1 Strukturalisme Genetik dalam Sastra

(44)

12

suatu karya, yaitu manusia. Manusia sebagai subjek kreator menjadi satu sisi di luar karya yang penting. Pemahaman yang maksimal terhadap suatu karya akan tercapai manakala sisi historis (pengarang dan kenyataan sejarah saat karya sastra diciptakan) dapat diketahui.

Atas dasar kondisi itulah, dengan tetap berlandaskan pada teori Strukturalisme, Goldmann memunculkan teori Strukturalisme Genetik. Artinya, ia percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk 2012:56). Dengan demikian secara definitif Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur yang memberikan perhatian terhadap asal usul karya.

Ada lima konsep dalam Strukturalisme Genetik menurut Goldmann, yaitu struktur karya sastra, fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dialektika, dan pandangan dunia. Berikut penjelasan dari konsep-konsep tersebut:

2.1.1 Struktur Karya Sastra

Dalam konteks Strukturalisme Genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dari konsep struktur yang umum dikenal. Dalam esainya yang berjudul

The Epistemology of Sociology” (1981) Goldmann mengemukakan dua pendapat

(45)

13

itu, Goldmann telah mempunyai konsep struktur yang tematik. Pusat perhatiannya adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, karya sastra mempunyai struktur yang koheren dan terpadu (Faruk 2012:71).

Struktur karya sastra, dalam hal ini novel tetap menjadi sesuatu yang penting. Struktur novel merupakan hal pokok yang harus diketahui dan dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang. Analisis struktural merupakan prioritas lain sebelum yang lainnya karena tanpa itu kebulatan makna intrinsik tidak akan tertangkap (Teeuw 1983:61).

Struktur novel adalah hal-hal pokok dalam novel yang meliputi unsur-unsur intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, yaitu meliputi: cerita, peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan sebagainya (Nurgiyantoro 2009:23). Untuk mengkaji unsur intrinsik, peneliti membatasi pada unsur tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, dan sudut pandang penceritaan.

2.1.1.1 Tema

(46)

14

Tema dalam sebuah novel adalah gagasan pokok cerita yang diangkat oleh pengarang. Tema tersebut bersifat luas dan abstrak karena dapat menyangkut segala persoalan di kehidupan. Peneliti meyakini bahwa tema dari sebuah novel dapat diketahui melalui penggolongan jenis novel itu sendiri.

Goldmann yang mendasarkan diri pada teori Lukacs membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu: a) idealisme abstrak, b) romantisme keputusasaan, dan c) novel-novel pendidikan (Faruk 2012: 75). Novel jenis pertama disebut idealisme abstrak karena dua hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak (Lukacs dalam Faruk 2012:75). Peneliti mencoba memberi contoh novel petualangan yang serupa dengan cerita Tintin termasuk ke dalam kategori yang demikian. Petualang semacam Tintin semata-mata mengandalkan dirinya sendiri, mampu mengalahkan sebuah negara menunjukkan persepsi yang sempit mengenai dunia, persepsi bahwa dunia mungkin hanya selebar “daun kelor” sehingga mudah ditaklukan dan

dengan demikian diasimilasi ke dalam diri.

(47)

15

Di dalam novel yang semacam ini dunia menjadi sangat luas tak terjangkau sehingga sang tokoh cukup hidup dalam dunianya sendiri.

Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero (tokoh utama) di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Interioritas (identifikasi) adalah sejauh mana subjek mengetahui objek sesuai dengan kadar pengetahuannya (Hadi 1994:45). Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero (tokoh utama) itu mengalami kegagalan. Tetapi ia mempunyai interioritas, sehingga ia menyadari sebab kegagalan itu. Oleh Lucaks novel pendidikan ini disebut sebagai “kematangan yang jantan”; Bumi Manusia karya Pramoedya merupakan contoh

yang baik bagi jenis novel ini (Faruk 2012: 76). 2.1.1.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku dalam cerita. Tokoh cerita menurut Abrams (1981:20) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

(48)

16

Terdapat perbedaan antara tokoh dan penokohan. Istilah tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita sedangkan penokohan lebih menunjuk pada kualitas pribadi tokoh seperti sifat, karakter, dan sikap. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgyantoro 2009: 164-165). Mengetahui karakter tokoh dalam suatu cerita, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh baik secara langsung maupun tidak langsung. Karakter tokoh tersebut dapat ditemukan di dalam teks cerita baik melalui perkataan, tindakan, ciri-ciri fisik, psikologis, maupun sosial tokoh.

2.1.1.3 Alur/Plot

Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan berdasarkan sebab akibat (Forster 1979:72). Schmitt dan Viala (1982:180) menyatakan alur atau sekuen merupakan rangkaian peristiwa pada suatu cerita yang terjalin secara beruntun dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga merupakan satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur berperan penting dalam novel, sebab tanpa alur maka dapat dipastikan sebuah cerita akan gagal merunut waktu. Alur yang baik yaitu merunut waktu, akan membuat pembaca mudah dalam memahami sebuah cerita.

(49)

17

bergerak dari bagian tengah, menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita (http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_Ekstrinsik_No vel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB).

Selain itu alur dalam cerita memiliki beberapa tahapan yaitu: a) Tahap pengenalan, tahap ini dimunculkan dalam sebuah cerita dengan mengenalkan tokoh, situasi, latar, waktu, dan sebagainya, b) Tahap peristiwa, yaitu tahap dimunculkannya suatu peristiwa sebagai penggerak cerita, c) Tahap muncul konflik, tahap dimunculkannya permasalahan yang menimbulkan pertentangan dan ketegangan antar tokoh, d) Tahap konflik memuncak, tahap permasalahan/ketegangan berada pada titik paling atas (puncak), e) Tahap penyelesaian, tahap permasalahan mulai ada penyelesaian (jalan keluar) menuju ke akhir cerita (http://www.academia.edu/5972916/pelajar_Unsur_Intrinsik_dan_ Ekstrinsik_Novel, diunduh pada tanggal 1 Februari 2014 pukul 15.00 WIB). 2.1.1.4 Latar

(50)

18

istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap yang tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks (Nurgyantoro 2009:233). 2.1.1.5 Sudut Pandang Penceritaan

Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menempatkan dirinya saat bercerita. Terdapat empat teknik penyampaian sudut pandang menurut Schmitt dan Viala (1982: 55-59), yaitu: a) Teknik sudut pandang dari luar yaitu sudut pandang dari seorang pengamat peristiwa di luar tokoh yang terdapat dalam cerita, b) Teknik sudut pandang dari dalam yaitu sudut pandang dari tokoh dalam cerita, baik melalui subjek orang pertama maupun orang ketiga, c) Teknik sudut pandang maha tahu yaitu sudut pandang dari seorang narator yang mengetahui segala tindakan, pikiran, dan perasaan para tokoh sehingga dapat menceritakan berbagai tindakan dalam waktu dan tempat yang berbeda dengan bebas, d) Teknik sudut pandang campuran yaitu teknik sudut pandang yang menggabungkan teknik sudut pandang dari luar, dalam, dan maha tahu.

2.1.2 Fakta Kemanusiaan

Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu seperti sumbangan bencana alam, aktivitas politik tertentu seperti pemilu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra (Faruk 2012:57).

(51)

19

merupakan fakta yang mempunyai dampak dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun politik antar anggota masyarakat. Fakta sosial mempunyai peranan dalam sejarah, sedangkan fakta individual tidak memilki hal itu (Faruk 2012:57).

Fakta-fakta kemanusiaan tumbuh sebagai respons dari subjek kolektif maupun individual terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam diri dan di sekitarnya. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya (Faruk 2012:58).

2.1.3 Subjek Kolektif

Subjek kolektif disebut juga subjek transindividual adalah subjek yang berparadigma dengan fakta sosial (historis). Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis) (Faruk 2012:63). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual (Goldmann dalam Faruk 2012:63). Subjek transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanyalah merupakan bagian. Subjek transindividual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.

(52)

20

menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia sebagaimana yang terbukti dari perkembangan tata kehidupan masyarakat primitif yang komunal ke masyarakat feodal, kapitalis, dan kemudian sosialis (Faruk 2012:63). 2.1.4 Dialektika

Di dalam perspektif Strukturalisme Genetik, karya sastra merupakan sebuah struktur koheren yang memiliki makna. Untuk memahami makna itu Goldmann mengembangkan sebuah metode yang bernama metode dialektik.

Metode dialektik sesungguhnya tidak berasal dari Goldmann sendiri. Metode itu telah ada jauh sebelumnya dan dikenal dalam masyarakat ilmu pengetahuan sebagai metode lingkaran hermeneutik atau ideologi Jerman (Seung dalam Faruk 2012:78). Prinsip dasar dari metode dialektik adalah pengetahuan mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan itu, Goldmann mengembangkan dua pasangan konsep dalam metode dialektik yaitu “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan” (Faruk 2012:77).

(53)

2012:77-21

78). Sudut pandang dialektik memandang bahwa tidak ada titik awal yang secara mutlak sahih dan tidak ada persoalan yang secara final pasti terpecahkan (Goldmann dalam Faruk 2012:77).

Goldmann dalam Faruk (2012: 79) menjelaskan yang dimaksud dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar. Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas bagian, sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.

Menurut Goldmann dalam (Faruk 2012:79) teknik pelaksanaan metode dialektik itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua, ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan membandingkannya dengan keseluruhan dengan cara menentukan: (1) sejauh mana setiap unit yang dianalisis tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; (2) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula; (3) frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu.

Untuk mempermudah pemahaman, adapun penjelasan lebih lanjut oleh Ratna (2008:52-53) tentang metode dialektika sebagai berikut:

(54)

22

secara terus-menerus. Oleh karena itulah, proses pemahamannya sama dengan hermeneutika, dalam bentuk spiral, bukan garis lurus.

Hegel yang merupakan filsuf idealis Jerman mengungkapkan pula bahwa tidak ada satu kebenaran yang absolut karena berlaku hukum dialektik, yang absolut hanyalah semangat revolusionernya (perubahan/pertentangan atas tesis oleh anti-tesis menjadi sintesis) (http://id.wikipedia.org/wiki/Dialektik diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.55 WIB).

2.1.5 Pandangan Dunia

Dibandingkan dengan tradisi sosiologi sastra marxis yang ada sebelumnya, Strukturalisme Genetik Goldmann memperlihatkan kemajuan dalam dua hal. Pertama, teori tersebut tidak menempatkan karya sastra sebagai cermin pasif belaka dari struktur sosial, melainkan memperhatikan pula struktur karya sastra itu sendiri sebagai teks yang koheren dan terpadu. Kedua, teori Goldmann itu memperlihatkan kecenderungan untuk tidak menghubungkan secara langsung struktur sosial dengan karya sastra, melainkan melalui mediasi pandangan dunia pengarang. Pandangan dunialah yang menjadi sumber koherensi antara struktur karya sastra dengan struktur sosial.

(55)

2012:65-23

66). Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial sehari-hari (Ratna 2008:126).

Pandangan dunia sebagaimana dimaksudkan dalam karya sastra, seperti telah diuraikan di atas, khususnya menurut visi Strukturalisme Genetik berfungsi untuk menunjukkan kecenderungan kolektivitas tertentu (Ratna 2008:126). Mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial sehari-hari (Ratna 2008:126).

Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya (Goldmann dalam Faruk 2012:67). Karena merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya, pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama itu (Goldmann dalam Faruk 2012:67).

(56)

24 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi pembahasan Metodologi Penelitian yang meliputi: Pendekatan Penelitian, Objek Penelitian, Sumber Data, Metode dan Teknik Analisis Data. 3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Strukturalisme Genetik. Pendekatan Strukturalisme Genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni yang hanya menganalisis karya sastra dari unsur intristiknya saja. Strukturalisme Genetik sekaligus memberikan perhatian pada hal-hal di luar karya sastra seperti kondisi sosial yang mempengaruhi lahirnya karya sastra. Pemahaman karya sastra yang didasarkan atas pendekatan Strukturalisme Genetik tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor-faktor tersebut memberi kepaduan pada struktur karya sastra (Goldmann 1970:585).

Terdapat hubungan homologi (kesamaan) antara struktur karya sastra dengan struktur sosial yang melahirkannya. Akan tetapi, hubungan homologi (kesamaan) tersebut, menurut Strukturalisme Genetik, tidaklah bersifat langsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebut dengan ideologi atau pandangan dunia pengarang. Pandangan dunia itulah yang pada gilirannya berhubungan langsung dengan struktur masyarakat.

(57)

25

suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk 2012:65-66). Kondisi struktural masyarakat dapat membuat suatu kelas yang ada dalam posisi tertentu dalam masyarakat itu membuahkan dan mengembangkan suatu pandangan dunia yang khas (Faruk 2012:65). Pendekatan Strukturalisme Genetik inilah yang dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran untuk menyelidiki suatu ilmu, sedangkan objek formal adalah sudut pandang subjek menelaah objek materialnya (www.one.indoskripsi.com diunduh pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 14.15 WIB).

Objek material dalam penelitian sastra dapat meliputi karya-karya sastra itu sendiri, yakni novel, teks drama, puisi, karya-karya epos kuno, hingga esai. Sedangkan objek formal dalam penelitian sastra dipandang sebagai unit analisis atau kajian yang digunakan untuk membedah karya sastra.

Objek material dalam penelitian ini adalah novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne dan objek formal dalam penelitian ini

adalah teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann. 3.3 Sumber Data

(58)

26

dalam penelitian ini yaitu novel Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours karya Jules Verne.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperlukan untuk mendukung hasil penelitian ini yang berasal dari literatur, artikel, dan berbagai sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian termasuk teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian dilanjutkan dengan analisis (Ratna 2008:53).

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi. Dasar dari pelaksanaan analisis isi adalah penafsiran dan memberikan perhatian pada isi pesan. Isi dalam analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan pembaca (Ratna 2008:48).

Gambar

Gambar Peta Perjalanan Le Tour du Monde en Quatre-Vingts Jours

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam bab ini diuraikan secara jelas kajian pustaka yang melandasi timbulnya gagasan dan permasalahan yang akan diteliti dengan menguraikan teori, temuan, dan

Indikator Ketercapaian : Mahasiswa mampu membuat iringan dan mampu mengiri lagu sesuai jenis lagu dengan harmonisasi yang bagus.. Materi Pokok/Penggalan Materi: Progresi akor pimer

[r]

Figure 2.1 A Geometry Expressions Model Showing Symbolic Input and Output. Geometry Expressions is very helpful to proof theorem. The facilities in operating tools help user

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Provinsi Banten-Pembangunan PLTS Distamben 369, selanjutnya disebut Pokja ULP, dengan ini mengumumkan bahwa :.. Pekerjaan : Pembangunan

Karakteristik teknis terpenting berdasarkan QFD Fase I adalah komposisi campuran bahan dispersi dengan latex , kesesuaian dimensi sarung tangan dan kebersihan pencucian cetakan

Program Studi Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan. waktu dan dukungan