• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISIKAISEKI RYORI PADA MASYARAKAT JEPANG

3.2 Nilai Keindahan Menurut Agama Budha Dalam Kaiseki Ryori

1. Sugimori (Model Pohon Cedar)

Model ini disebut sugimori karena masakannya disusun membentuk kerucut menyerupai pohon cedar (sugi). Ruang kosong di sekeliling masakannya memberikan udara segar dalam pengaturan ini. Pengaturan ini sering digunakan untuk mukouzuke(masakan sashimi atau hidangan ikan yang tidak dimasak), dengan irisan tipis ikan yang berkulit putih seperti sea bream dan sea bass.

Dalam cara mengatur penyajiannya, letak potongan sashimi di bagian tengah dasar tempat penyajian, lalu susun potongan-potongan ikan ke atas hingga membentuk kerucut. Cara mengatur penyajian ini memiliki alasan yaitu dari pengaturan ini ada hubungannya dengan sudut penglihatan. Karena para tamu melihat dari atas sehingga posisi makanan terlihat di tengah. Bila diletakkan benar-benar di tengah, ruang kosong itu akan menjadi terlihat sangat luas.

Ketinggian dari kerucut bervariasi sesuai dengan masakan yang disajikan.

Untuk wadah yang tidak terlalu cekung kerucut itu harus berada sedikit di atas pinggiran seperti sebuah gunung yang mengintip di atas awan, sedangkan untuk wadah yang cekung ujung kerucut harus berada di bawah pinggiran, seperti pohon cedar yang menjulang di sebuah lembah 9

Konsep keindahan yang terdapat pada agama Budha terdapat dalam model sugimori, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong pada sekeliling masakan dan juga model sugimori mengadaptasi bentuk yang ada di alam yaitu pohon cedar, bentuknya dapat berubah - ubah sesuai dengan wadah yang digunakan, wadah yang digunakan tidak memiliki tutup, warnanya gelap dan suram. Adaptasi lain dari bentuk yang ada di alam adalah bila wadah untuk model sugimori yang memiliki pinggiran yang tinggi maka akan terlihat seperti pohon yang ada di lembah, dan bila pinggiran wadah yang digunakan rendah akan terlihat seperti gunung yang menjulang sampai ke awan. Bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan musim. Hal ini sesuai dengan

9Yamamoto; 1985:40-41

pendapat Koren (1994) yang mengatakan bahwa unsur keindahan dalam agama Zen-Budha yaitu wabi-sabi adalah berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mengadaptasi sesuatu yang ada di alam, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram, dan juga sesuai dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta. Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas. Wadah penyajian tidak diisi penuh hingga menutupi seluruh permukaan wadah, melainkan diberikan garis tepi yang dianggap sebagai ruang kosong tersebut.

2. Wanmori (Model Mangkuk)

Model wanmori adalah model yang unik dalam Kaiseki Ryori. Masakan wanmori merupakan bagian terpenting dari Kaiseki Ryori yang terdiri dari berbagai macam bahan yang disajikan dalam sup yang berwarna bening, menggunakan mangkuk yang lebih besar daripada yang digunakan untuk sup miso. Dalam pengaturan ini penting untuk memperhatikan keseimbangan antara ukuran mangkuk dan jumlah bahan yang digunakan, oleh sebab itu penting untuk mengecek mangkuk terlebih dahulu.

Dalam penyajiannya, pertama bahan-bahan diletakkan di bagian tengah dasar wadah. Lalu sayuran ditambahkan untuk menambah warna. Keuntungan dari wadah bertutup adalah makanan dapat tetap hangat selain itu para tamu juga bisa menikmati kejutan kecil dan kekaguman ketika tutup wadah dibuka. Yang harus diperhatikan

adalah agar pengaturan tidak berubah saat masakan dibawa ke hadapan tamu, untuk menghindari rusaknya kejutan tersebut. Dalam gambar 3.9 terdapat ruang kosong dibagian pinggir sekitar masakan wanmori (Yamamoto; 1985:43).

Pengaturan model wanmori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, disajikan dalam keadaan hangat, warnanya gelap dan suram. Unsur hangat, warnanya gelap dan suram merupakan unsur yang terdapat dalam wabi-sabi yang termasuk konsep keindahan dalam agama Budha. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994) yang, mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabi-sabi adalah berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mengadaptasi sesuatu yang ada di alam, bentuknya tidak jelas, halus, dan memiliki sudut, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram, segala sesuatu ada waktunya, dan hangat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas dan arti kata ‘wa’ dalam wabi-sabi yang salah satu artinya adalah seimbang, dalamartikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalamprinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

3. Tawaramori (Model Bal Beras)

Makanan yang memiliki bentuk unik (bulat, kotak, silinder, dan lain-lain) disusun seperti bal beras yang membentuk piramid, dengan tiga di bawah, dua di tengah dan satu di atas. Karena masakan yang disajikan memiliki kesamaan ukuran dan bentuk, pengaturan ini lebih geometris dan tepat dibandingkan dengan model bertumpuk (Yamamoto; 1985:44).

Pengaturan model tawaramori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, wadah yang digunakan terbuka, bahan yang digunakan sesuai dengan musim, dan warna pengaturan ini gelap dan suram. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994) yang, mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabi-sabi adalah berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram.

Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas, dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

4. Kasanemori (Model Bertumpuk)

Potongan ikan yang sudah tidak bertulang, baik mentah maupun dibakar, ditumpuk dengan cara yang sangat resmi dan natural, yang cocok dengan masakan yang memiliki berbagai bentuk. Pengaturan ini haruslah rapi dan rapat, tapi harus dilakukan agar saat diambil tidak membuat susunan itu berantakan. Susunan ini baik untuk masakan yang dibakar karena dapat menahan panas dengan baik (Yamamoto;

1985:44).

Pengaturan model kasanemori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, bentuknya tidak jelas, mangkuk yang digunakan tidak bertutup, warnanya gelap dan suram, dan bahan yang digunakan sesuai dengan musim. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994)

yang, mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabisabi adalah bentuknya tidak jelas, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram.

Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas, dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

5. Mazemori (Model Campur Aduk)

Model ini sering digunakan dalam pengaturan sayuran, yang menggunakan kombinasi berbagai bentuk dan warna (takiawase), acar sayuran (sunomono), sayuran dengan saus (aemono), dan sayuran yang direbus dan diberi soy sauce (hitashimono).

Selain namanya pengaturan ini tidak terdiri dari tumpukan yang sederhana seperti pada umumnya. Tapi bahan-bahan diatur dengan sangat indah di dalam mangkuk kecil dengan perhitungan keseimbangan yang sangat baik dengan ruang kosong di sekelilingnya. Seperti halnya pengaturan model sugimori, ukuran pengaturan ditentukan dari kecekungan wadah. Untuk wadah yang tidak terlalu cekung susunannya harus berada sedikit di atas pinggiran, sedangkan untuk wadah yang cekung bagian atas susunan harus berada di bawah pinggiran (Yamamoto; 1985:45).

Pengaturan model mazemori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, bentuknya tidak jelas, mangkuk yang digunakan tidak bertutup, keseimbangan antara masakan dengan ruang kosong disekeliling masakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994) yang,

mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabi-sabi adalah berorientasi pada masa kini, bentuknya tidak jelas, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka). Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas, dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

6. Yosemori (Model Mendekapkan)

Dua atau tiga bahan diatur bersebelahan saling melekat di satu wadah. Biasanya ikan atau daging adalah bahan utamanya dikombinasikan dengan sayuran. Jumlah proporsi dari daging dan sayuran kurang lebih sama atau porsi daging dapat sedikit lebih banyak. Bahan utama ditaruh di bagian depan wadah sedangkan sayuran taruh di bagian dasar wadah (Yamamoto; 1985:45-46).

Pengaturan model kasanemori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, mangkuk yang digunakan tidak bertutup, warnanya gelap dan suram. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994) yang, mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabisabi adalah bentuknya tidak jelas, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram. Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas, dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

7. Chirashimori (Model Menyebar)

Model pengaturan ini digunakan untuk masakan hassun. Orang Jepang menganggap “sesuatu dari laut” atau kombinasi harmonis sea food dan sayuran yang diatur secara terpisah. Masakan ini biasanya disajikan sebagai teman minum sake antara tuan rumah dan tamu. Ketika bahan yang digunakan lebih dari dua, pengulangan bentuk, warna, dan rasa haruslah dihindari; caranya adalah dengan mengkombinasikan masakan yang bentuknya sangat kontras tapi ensambelnya harmonis. Kekontrasannya tidak boleh terlalu mencolok, karena harmonisasinya akan hilang (Yamamoto;

1985:47)

Pengaturan model kasanemori sesuai dengan konsep keindahan yang terdapat dalam agama Budha, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong, mangkuk yang digunakan tidak bertutup dan harmonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Koren (1994) yang, mengatakan bahwa ciri-ciri keindahan wabi-sabi adalah bentuknya tidak jelas, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka). Dan pendapat Ando (2007) yang menyatakan Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas dan arti kata ‘wa’ dalam wabi-sabi yang salah satu artinya adalah harmonis. Selain unsur-unsur dalam wabi-sabi, ada juga unsur kekosongan yang sesuai dengan pendapat Ando (2007) yang menyatakan bahwa dalam agama Zen memiliki prinsip kekosongan yang luas, dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

Keindahan dalam chaKaiseki Ryori dapat terlihat dari cara pengaturan, keselarasan antara masakan dan wadah yang digunakan, warna-warna dan bahan yang

sesuai dengan musim. Dalam pengaturan chaKaiseki Ryori mengandung konsep kekosongan dan unsur-unsur yang terdiri dari: bentuk yang berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mengadaptasi sesuatu yang ada di alam, bentuknya tidak jelas dan memiliki sudut, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram, segala sesuatu ada waktunya, dan hangat.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yamamoto (1985:37-38), bahwa konsep yang digunakan dalam mengatur penyajian chaKaiseki Ryori, yaitu konsep kekosongan. Orang Jepang menganggap kekosongan memiliki keindahan yang tersendiri, akan tetapi besarnya ruang kosong itu tidak boleh berlebihan. Wadah penyajian tidak diisi penuh hingga menutupi seluruh permukaan wadah, melainkan diberikan garis tepi yang dianggap sebagai ruang kosong tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ando (2007) bahwa dalam Zen memiliki ajaran tentang kekosongan yang luas dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), yang menyatakan bahwa dalam prinsip desain wabisabi, ada dua jenis ruang yaitu ruang ekonomis dan ruang kosong yang menggambarkan alam semesta. Menurut analisis penulis karena chaKaiseki Ryori memiliki konsep kekosongan, maka chaKaiseki Ryori memiliki keindahan yang sesuai dengan konsep keindahan dalam agama Budha, dan dalam artikel web Articles: House of Solitude (2004), mengatakan bahwa ruang kosong dalam prinsip desain wabi-sabi melambangkan alam semesta.

Sedangkan unsur-unsur yang terdiri dari: berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mengadaptasi sesuatu yang ada di alam, bentuknya tidak jelas, halus, dan memiliki sudut, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya

gelap dan suram, segala sesuatu ada waktunya, dan hangat, terdapat dalam unsur wabi-sabi yang merupakan konsep keindahan dalam agama Budha sesuai dengan pendapat Koren (1994), yang menyatakan bahwa unsur-unsur keindahan dalam wabi-sabi adalah: bentuk yang berubah-ubah, berorientasi pada masa kini, mengadaptasi sesuatu yang ada di alam, bentuknya tidak jelas dan memiliki sudut, mangkuk sebagai kiasan (bentuknya bebas dan terbuka), warnanya gelap dan suram, segala sesuatu ada waktunya, dan hangat.

Sudah sejak semula sebagai sebuah keindahan yang berbeda dari konsep umum, wabisabi sudah dihubungkan dengan Budha Zen. Dalam wabi-sabi terdapat berbagai inti ajaran agama dan filosofi Zen (Koren, 1994: 26-29)

BAB IV

Dokumen terkait