• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Echinodermata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Biotik

4.1.1 Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Echinodermata.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai Kepadatan Populasi (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Populasi (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun penelitian

NO Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK I Asteroidae 1 Achantaster plancii 0,011 1,694 66,66 0,011 1,940 66,66 0,015 3,198 66,66 - - - 2 Culcita sp - - - 0,015 2,645 66,66 0,005 1,066 33,33 - - - 3 Linkia laevigata 0,066 10,169 100 0,144 24,691 100 0,111 21,321 100 0,075 10,638 100 4 Protoreaster nodosus 0,005 0,847 33,33 0,011 1,940 66,66 - - - - II Crinoidae 5 Colobometra sp 0,033 5,084 100 0,033 5,291 100 0,025 5,330 100 0,025 3,546 66,66 6 Comanthus sp 0,115 19,491 100 0,165 29,100 100 0,145 30,916 100 0,155 21,985 100 III Echinodae 7 Diadema sp 42,372 0,255 100 0,085 14,991 100 0,099 21,108 100 0,299 41,134 100 8 Echinometra sp 0,045 7,627 100 0,011 1,763 33,33 - - - 0,055 7,801 100 IV Holothuroidae 9 Actinopyga lecanora 0,005 0,847 33,33 0,005 0,881 33,33 0,005 1,066 33,33 0,005 0,709 33,33 10 Holothuria atra - - - 0,015 2,645 66,66 0,011 2,132 66,66 0,011 1,418 66,66 11 Holothuria edulis 0,005 0,847 33,33 0,015 2,645 66,66 0,005 1,066 33,33 0,011 1,418 33,33 12 Holothuria sp 0,022 3,389 66,66 0,015 2,645 66,66 0,015 3,198 66,66 0,022 2,833 66,66 13 Pearsonothuria graffei 0,045 7,627 100 0,055 8,818 100 0,045 9,594 100 0,066 8,510 100

Ket: Stasiun 1: Daerah terkena tsunami Stasiun 2: Daerah kontrol.

Stasiun 3: Daerah tempat wisata

Stasiun 4: Daerah terkena tsunami dan dekat pemukiman masyarakat

Hasil perhitungan pada stasiun 1 mendapatkan bahwa spesies Diadema sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 0,255 ind/m2 (K), 42,372% (KR) dan 100% (FK). Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada 3 spesies yaitu Protoreaster

nodosus, Actinopyga lecanora dan Holothuria edulis yaitu sebesar 0,005 ind/m2 (K), 0,847% (KR) dan 33,33% (FK). Tingginya nilai kepadatan Diadema sp pada stasiun

ini, karena hewan ini menyukai terumbu karang yang rusak atau mati dan batuan. Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), habitat hewan ini adalah koloni karang mati, pasir, batu dan terumbu karang. Pada stasiun ini tidak ada ditemukan Culcita sp dan Holothuria atra, hal ini karena rendahnya persen tutupan karang pada stasiun ini, selain itu hewan ini sering hidup pada substrat yang berupa rumput laut atau padang lamun sedangkan substrat di tempat ini berupa batu, pasir, koloni karang. Kondisi lingkungan di stasiun ini memiliki terumbu karang yang rusak karena pengaruh dari tsunami yang terjadi pada tahun 2004, tidak terdapat aktivitas masyarakat atau bahan pencemar yang merusak kondisi lingkungannya. Kondisi faktor fisik kimia perairan masih tergolong alami dan tidak terdapat bahan-bahan pencemar yang merusak lingkungan.

Hasil pada stasiun 2 mendapatkan bahwa spesies Comanthus sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 0,165 ind/m2 (K), 29,100% (KR) dan 100% (FK). Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada spesies Actinopyga lecanora, sebesar 0,005 ind/m2 (K), 0,881% (KR) dan 33,33% (FK). Kondisi lingkungan stasiun ini merupakan kontrol, dimana tidak terdapat aktivitas masyarakat atau bahan pencemar yang merusak kondisi lingkungannya dan memiliki terumbu karang yang baik. Kondisi faktor fisik kimia perairan (Tabel 4.6) pada daerah ini masih tergolong alami dan cocok untuk pertumbuhan Echinodermata dan tidak ditemukan bahan-bahan pencemar yang mempengaruhi perairan ini. Rendahnya Actinopyga lecanora ditemukan pada stasiun ini karena penelitian dilakukan pada siang padahal hewan ini aktif pada malam hari. Menurut Brotowidjoyo (1994), teripang (Actinopyga lecanora) ini jarak ditemukan karena memiliki sifat bergerak/merayap lambat sekali, biasanya bersembunyi dalam lubang atau celah batu atau menanamkan diri dalam lumpur atau pasir laut dan hanya bagian posteriornya saja yang nampak. Umumnya hewan ini aktif pada malam hari berkeliaran pada mencari makan.

Hasil perhitungan pada stasiun 3 diperoleh bahwa spesies Comanthus sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi sebesar 0,145 ind/m2 (K), 30,916% (KR) dan 100% (FK). Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah didapatkan pada Culcita sp, Actinopyga

lecanora dan Holothuria edulis sebesar 0,005 ind/m2 (K), 1,066% (KR) dan 33,33% (FK). Hal ini karena kondisi faktor fisik kimia perairan sesuai bagi pertumbuhan

Comanthus sp misalnya suhu, pH, Intensitas Cahaya dan substrat dasar perairan

berupa pasir, batu dan koloni karang. Stasiun ini merupakan tempat wisata, terdapat tempat penginapan dan tempat menyelam wisatawan. Daerah ini masih memiliki terumbu karang yang baik karena aktivitas masyarakat tidak terlalu berpengaruh terhadap lingkungan. Menurut Koesbiono (1979), kadar organik pada substrat adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobenthos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobenthos tersebut. Pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan benthos.

Di daerah ini tidak ditemukan Protoreaster nodosus dan Echinometra sp. Hal ini karena Protoreaster nodosus memiliki bentuk tubuh yang unik dan warna yamg menarik sehingga banyak masyarakat yang mengambil. Selain itu hewan ini sering hidup pada substrat yang berupa rumput laut atau padang lamun sedangkan substrat di tempat ini berupa batu, pasir, koloni karang. Romimohtarto & Juwana (2001), menyatakan hewan ini peka terhadap lingkungan, tetapi mempunyai kemampuan regenerasi tinggi sehingga dapat menyembuhkan diri jika ada luka.

Hasil perhitungan pada stasiun 4 mendapatkan bahwa spesies Diadema sp memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi, sebesar 0,299 ind/m2 (K), 41,134 % (KR) dan 100% (FK). Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran yang terendah pada Actinopyga lecanora sebesar 0,005 ind/m2 (K), 0,709% (KR) dan 33,33% (FK). Jenis Achantaster plancii,

Culcita sp dan Protoreaster nodosus tidak ada ditemukan pada lokasi ini karena

substrat yang dijumpai berupa karang mati, batu, pasir dan sedikit dijumpai karang hidup sedangkan habitat Echinodermata adalah terumbu karang. Kondisi lingkungan pada stasiun ini, memiliki terumbu karang yang rusak (kategori buruk). Rusaknya terumbu karang pada daerah ini bukan karena pengaruh Diadema sp yang banyak, tetapi karena pengaruh dari tsunami yang terjadi pada tahun 2004 dan terdapat aktivitas masyarakat seperti pemukiman penduduk, keramba udang, penggunaan kapal mesin sehingga membuat terumbu karang rusak. Menurut Wargadinata (1995), menyatakan beberapa genus benthos ada yang dapat mentolerir perubahan faktor

lingkungan yang besar dan drastis atau dapat mentolerir faktor lingkungan yang sangat ekstrim.

Hasil penelitian yang dilakukan bila dibandingkan dengan penelitian Eddy Y. (2003) yang berada di Aceh Selatan Nanggroe Aceh Darussalam maka diperoleh keanekaragaman echinodermata di daerah ini lebih banyak dibanding perairan P. Rubiah. Daerah Aceh Selatan ditemukan sebanyak 20 spesies dari 5 kelas Echinodermata sedangkan di P. Rubiah terdapat 13 spesies dari 4 kelas Echinodermata. Rendahnya Echinodermata di P. Rubiah karena pengaruh bencana tsunami yang melanda tempat ini tahun 2004, dimana terjadi kerusakan terumbu karang sebagai habitat dari hewan ini sedangkan daerah Aceh Selatan memiliki lingkungan yang masih baik untuk pertumbuhan Echinodermata.

4.1.2 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen

Dokumen terkait