• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.2. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada genus Goniobasis sebesar 45,37 ind/m² (K), 14,23% (KR), dan 88,88% (FK). Hal ini disebabkan karena stasiun1 memiliki nilai kadar organik substrat (2,272%), seperti terlihat pada Tabel 5 yang paling tinggi yang merupakan faktor utama untuk pertumbuhan makrozoobentos seperti ketersediaan nutrisi pada perairan tersebut. Umumnya jumlahGoniobasis sp. akan melimpah pada tempat yang dangkal serta pada perairan dengan pH air = 6, akan tetapi genus Goniobasis juga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap

Tabel 2. Nilai Kepadatan (ind/m²), Kepadatan Relatif (%), dan Frekuensi Kehadiran (%), pada Setiap Stasiun Penelitian

No. Genus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK 1. Sphaerium 24,69 6,82 88,88 27,16 10,02 66,66 21,60 15,83 88,88 - - - 2. Macrobrachium 16,05 3,11 33,33 6,17 1,73 22,22 6,17 2,52 22,22 - - - 3. Palaemonetes 18,52 3,59 33,33 17,28 4,81 33,33 11,11 4,54 33,33 - - - 4. Pseudosucinaea 33,22 9,94 100 - - - 17,56 12,94 66,66 15,74 8,73 66,66 5. Paludestrina - - - 48,76 22,23 66,66 - - - - 6. Pomatiopsis 34,87 11,47 100 - - - 33,64 21,43 66,66 7. Floridobia 6,17 1,2 33,33 - - - 2,47 1,01 11,11 - - - 8. Apella 41,35 13,67 77,77 46,29 22,24 66,66 26,54 18,01 77,77 48,14 37,83 77,77 9. Goniobasis 45,37 14,23 88,88 30,55 15,31 66,66 23,45 13,94 66,66 - - - 10. Viviparus - - - 11,11 4,76 33,33 11. Truncatella 39,81 12,14 88,88 - - - 18,26 11,37 55,55 12. Lioplax 21,60 6,36 66,66 - - - 2,43 1,05 11,11 13. Campeloma 13,58 2,63 33,33 - - - 8,64 3,53 33,33 - - - 14. Thiara 43,21 12,15 100 35,71 19,05 77,77 35,80 24,12 88,88 15,43 11,64 55,55 15. Haemodipsa 1,23 0,24 11,11 3,70 1,03 22,22 - - - - 16. Progomphus - - - 7,40 2,06 33,33 3,70 1,51 33,33 4,93 2,11 33,33 17. Plathemis 3,70 0,72 33,33 4,93 1,37 33,33 4,93 2,02 22,22 2,43 1,05 22,22 18. Ectopria 4,93 0,96 33,33 - - - - 19. Notonecta 3,70 0,72 22,22 - - - - Jumlah 352 99,95 227,95 99,85 161,97 99,97 152,15 99,97

pH sehingga dapat hidup pada perairan dengan pH air >6. Nilai pH air yang didapatkan pada stasiun ini sebesar 7,2 (Tabel 5), dimana masih cukup baik untuk kehidupan hewan tersebut. Menurut Cole (1983), adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan karena adanya penambahan atau kehilangan Co melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air.

Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 1 terdapat pada genus Haemodipsa sebesar 1,23 ind/m² (K), 0,24% (KR) dan 11,11% (FK). Hal ini disebabkan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan genus ini salah satunya substrat dasar berupa pasir, dimana genus ini menyukai hidup di daerah lembab, dan adanya vegetasi. Menurut Haynes (1976), genus Haemodipsa sp. biasanya ditemukan pada substrat dasar yaitu berlumpur, adanya vegetasi, dan perairan yang lembab. Nilai kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap daerah lingkungan adalah berbeda-beda.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 2 terdapat pada genus Paludestrina

sebesar 48,76 ind/m² (K), 22,23% (KR), dan 66,66% (FK). Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran dari genus Paludestrina

disebabkan kondisi perairan yang mendukung bagi kehidupan genus ini seperti substrat dasar perairan (berbatu dan berpasir) seperti terlihat pada Tabel 5 dan nilai faktor fisik kimia perairan yang masih cukup baik untuk kehidupan makrozoobentos tersebut. Menurut Wargadinata (1995), Paludestrina akan melimpah pada perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir.

Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 2 terdapat pada genus Haemodipsa sebesar 3,70 ind/m² (K), 1,03% (KR) dan 22,22% (FK). Hal ini disebabkan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan genus ini salah satunya substrat dasar perairan. Menurut Adriana (2008), genus Haemodipsa ditemukan didaerah dengan substrat berlumpur, adanya vegetasi rerumputan dan didaerah yang lembab.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 3 terdapat pada genus Thiara sebesar 35,80 ind/m² (K), 24,12% (KR), dan 88,88% (FK). Hai ini disebabkan pada stasiun 3 memiliki intensitas cahaya yang paling yaitu 1846 (seperti terlihat pada

Tabel 5) yang mendukung untuk menghasilkan nutrisi yang dijadikan makrozoobentos sebagai makanannya. Secara keseluruhan nilai faktor fisik kimia (Tabel 5) masih sesuai untuk kehidupan genus ini, selain itu disertai juga dengan kondisi substrat dasar berupa berbatu dan berpasir (seperti terlihat pada tabel 5) cukup baik untuk kehidupan hewan tersebut. Menurut Hutchinson (1993) Thiara

umumnya melimpah pada perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir. Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 3 terdapat pada genus Floridobia sebesar 2,47 ind/m² (K), 1,01% (KR) 11,11% dan (FK). Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk kehidupannya seperti substrat dasar perairan, dimana genus ini akan melimpah di daerah yang berlumpur sedangkan substrat pada lokasi ini berupa berbatu dan berpasir (seperti terlihat pada Tabel 5). Menurut Dillon (2002), Floridobia sp. umumnya hidup pada perairan dengan substrat dasar perairan berupa berlumpur.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi kehadiran tertinggi di stasiun 4 terdapat pada genus Apella sebesar 48,14 ind/m² (K), 37,83% (KR), dan 77,77% (FK). Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sangat mendukung untuk kehidupanya seperti nilai BOD yang cukup bagus yaitu 0,9 mg/L pada (Tabel 5) dibandingkan dengan stasiun yang lain. Hal lain yang mempengaruhinya adalah pada stasiun 4 memiliki penetrasi cahaya yang lebih tinggi yaitu 425 cm (seperti terlihat pada Tabel 5). Menurut Brower (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila komsumsi O selama periode 5 hari sebesar berkisar 5 mg/L maka perairan itu masih tergolong baik. Biasanya genus Apella

menyukai hidup di perairan yang bersih dan disebabkan tingginya oksigen terlarut pada stasiun ini sebesar (7,0) seperti yang terlihat pada Tabel 5. Menurut Pennak (1978), genus Apella banyak ditemukan perairan dengan substrat dasar berbatu dan berpasir.

Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran terendah di stasiun 4 terdapat pada genusLioplax sebesar 2,43 ind/m² (K), 1,05% (KR) dan 11,11%. Hai ini disebakan kondisi perairan yang kurang mendukung untuk kehidupan bentos seperti kadar organik yang rendah yaitu 1,554% dan substrat dasar perairan berupa berbatu dan berpasir (seperti terlihat di Tabel 5). Menurut Bouchard

(2012), genus ini banyak ditemukan pada habitat dasarnya berupa berlumpur. Semakin kecil jumlah spesies dan adanya beberapa individu yang jumlahnya lebih banyak mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang kemungkinan disebabkan adanya tekanan ekologi atau gangguan dari lingkungan sekitarnya. Menurut Sastrawijaya (2009)dalamMarmita (2013), keanekaragaman makrozoobentos pada setiap stasiun berkaitan juga dengan faktor lingkungan yang ada pada tiap-tiap stasiun.

Indikator biologi adalah biota air yang keberadaannya dalam suatu ekosistem perairan menunjukkan kondisi spesifik dari perairan tersebut, dimana mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa genus Apella dan Thiara pada semua stasiun penelitian dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas perairan. Hal ini disebabkan kedua genus ini tahan terhadap tekanan lingkungan dan perubahan faktor-faktor lingkungan yang terdapat pada perairan tersebut. Pada setiap stasiun penelitian ini memiliki nilai faktor fisik-kimia yang relatif sama, dimana kedua genus ini mampu mentoleransi segala perubahan lingkungan baik perairan yang berkualitas baik maupun tercemar. Menurut Sastrawijaya (2000), perbedaan batas toleransi antara dua jenis populasi terhadap faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi.

Adapun genus makrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai bioindikator hanya terdapat beberapa stasiun yaitu genus Sphaerium, Pseudosucinaea,

Paludestrina, Pomatiopsis, Goniobasis, Truncatella, dan Lioplax. Hal ini disebabkan beberapa genus tersebut mampu mentolelir perubahan faktor-faktor lingkungan yang luas pada perairan tertentu, seperti genus Sphaerium dimana genus ini akan melimpah di perairan yang dangkal dan perairan yang bersih serta pada perairan dengan pH air=6, sedangkan pH yang didapatkan pada semua staiun berkisar 7,1-7,2 (seperti terlihat pada Tabel 5), sehingga tidak banyak genus ini ditemukan. Makrozoobentos tersebut hanya mampu mengakumulasi beberapa bahan-bahan kimia yang tercemar pada perairan tersebut, sehingga hanya beberapa stasiun saja ditemukan genus tersebut. Menurut Sastarwijaya (2000), pertumbuhan dan perkembangan organisme akan berjalan dengan baik apabila lingkungannya mendukung dan berada dalam batas toleransi yang mampu

ditorerirnya. Kemampuan organisme untuk mentolerir kondisi perairan serta kualitas makanan yang tersedia yang diperoleh dari bahan organik yang masuk ke perairan

4.2 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Makrozoobentos pada Setiap Stasiun

Dari penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian didapatkan Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) makrozoobentos terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian

Stasiun

1 2 3 4

Keanekaragaman (H’) 1,75 1,5 1,45 1,40

Keseragaman (E) 0,77 0,82 0,92 0,78

Berdasarkan Tabel 3 dapat nilai indeks keanekaragaman (H’) yang didapatkan pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 1,40-1,45 yang tergolong keanekaragaman rendah. Hal ini disebabkan banyaknya aktivitas yang terdapat di setiap stasiun yang mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos. Menurut Krebs (1985), nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar antar 0-2,302 menandakan keanekaragaman rendah. Indeks keanekaragaman menyatakan kekayaan spesies dalam komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pemabagian individu per spesies. Nilai ini akan semakin meningkat jika jumlah spesies semakin banyak dan proporsi jenis semakin merata.

Indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 1,75 sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu sebesar 1,40. Hal ini dapat disebabkan stasiun 1 memiliki kondisi yang baik untuk keberadaan makrozoobentos. Nilai keanekaragaman di setiap stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu, jumlah spesies dan penyebaran individu dari masing-masing spesies. Menurut Brower et. al (1990), keanekaragaman dan keseragaman jenis makrozoobentos di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan interaksi antara yang hidup di setiap perairan.

Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 3 berkisar antara 0,77-0,92. Nilai ini adalah tergolong baik dimana nilainya berada diantara 0-1 yang menyatakan bahwa makrozoobentos tersebar merata. Indeks keseragaman (E) digunakan untuk menegtahui kemerataan proporsi masing-masing jenis ikan disuatu ekosistem, hal ini sesuai dengan pendapat Krebs (1978), semakin kecil nilai (E) maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi dan penyebaran individunya mendominasi populasi bila nilainya semakin besar maka akan semakin besar pula keseragaman suatu populasi dimana jenis dan jumlah individu tiap jenisnya merata atau seragam.

4.3 Indeks Similaritas (IS) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian

Dokumen terkait