• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 NILAI EKONOMI KAWASAN LAGUNA SEGARA ANAKAN

1. Nilai Manfaat Langsung ( Direct Use Value – DUV )

Nilai manfaat langsung merupakan manfaat yang diperoleh secara langsung dari ekosistem laguna seperti halnya kayu mangrove dan ikan (Barton 1994). Lebih lanjut Merlo and Briales 2000 dalam Vo (2012) menyatakan manfaat

langsung lainnya adalah sumber energi, perikanan, budaya dan rekreasi. Penelitian ini dalam penghitungan nilai manfaat langsung menggunakan rumus:

Dimana :

DUV : Direct Use Value

DUV1 : Nilai tegakan pohon (log kayu mangrove)

DUV2 : Nilai kayu bakar

DUV3 : Nilai nipah

DUV4 : Nilai satwa

DUV5 : Nilai perikanan

DUV6 : Nilai Bibit Mangrove

DUV7 : Nilai pembelajaran

DUVn : Direct Use Valueke-n

Nilai manfaat langsung tegakan pohon (log kayu mangrove) dihitung berdasakan data tegakan, kerapatan serta diameter kayu, dengan menggunakan rumus Nilwan et al (2003) :

Dimana :

NMTKM : Nilai Manfaat Tegakan Kayu Mangrove

Vha : Volume kayu mangrove ha-1 tahun-1 (½� d2 TK)

P : Harga Kayu Bakar (Rp) C : Biaya operasional (Rp)

(asumsi 30% nilai tegakan, Marlianingrum 2007)

Nilai manfaat langsung kayu bakar dihitung dari rata-rata produksi kayu bakar berbahan mangrove di lokasi penelitian dengan rumus (Marlianingrum 2007) :

Dimana :

NMKB : Nilai Manfaat Tegakan Kayu Mangrove

Xha : Volume kayu mangrove ha-1 tahun-1 (½� d2 TK)

P : Harga Kayu Bakar (Rp) C : Biaya operasional (Rp)

Nilai manfaat langsung perikanan laguna dihitung berdasar hasil tangkapan ikan, udang, kepiting, kerang didekati dengan menggunakan teknik EOP (effect of Production). Pendkatan produktifitas dalam penilaian ekonomi sumberdaya alam dilakukan dengn asumsi bahwa sumberdaya alam dipandang sebagai input bagi suatu produk final (final goods) yang bernilai bagi publik, dan kapasitas produksi dari sumberdaya alam tersebut dinilai dari seberapa besar kontribusi sumberdaya alam tersebut kepada produksi produk final (Adrianto et al, 2007). Untuk itu diperlukan metode EOP dengan langkah sebagai berikut :

(a) Pendugaan fungsi permintaan

Dimana :

Q = Jumlah sumberdaya yang dimanfaatkan

X1 = Harga pasar per satuan sumberdaya di lokasi studi

X2, X3, ..., Xn = Variabel-variabel yang mencerminkan kondisi

sosial ekonomi dari pengguna sumberdaya (b) Transformasi intersep baru fungsi permintaan

...(2) ̅̅̅ ̅̅̅ ̅̅̅̅ ...(3) (c) Transformasi fungsi permintaan ke fungsi permintaan asal,

Jika diartikan sebagai dan adalah , maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut :

... (4) (d) Menduga total kesediaan membayar

∫ ...(5) Dimana :

U = Utilitas atau kesediaan membayar dari pemanfaatan sumberdaya

f(Q) = Fungsi permintaan

a = Jumlah pengguna sumberdaya

(e) Mengukur nilai sumberdaya yang harus dibayarkan. Hal tersebut dengan melakukan perkalian antara nilai f(Q) dengan ̅, yaitu :

̅ ...(6)

(f) Menduga Consumen Surplus (CS) yang merupakan nilai langsung pemanfaatan sumberdaya yaitu :

CS = U – PQ ...(7) (g) Mengetahui nilai ekonomi (EV) sumberdaya dengan :

EV = CS * N ...(8) 2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value, IUV)

Nilai manfat tidak langsung merupakan manfaat yang dieroleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung seperti halnya penahan abrasi atau pencegah intrusi air laut, daerah pemijahan, asuhan dan tempat mencari makan (Barton, 1994). Manfaat tidak langsung lainnya adalah hutan mangrove sebagai penyimpan karbon, penjernih air (water purification), biodiversitas, pengendali erosi, serta sebagai habitat mahluk hidup (Fausold et al 1996 dalam Vo 2012). Dalam penelitian ini, nilai manfaat tidak langsung didekati dengan menghitung manfaat

fungsi biologis dan fungsi fisik ekosistem laguna. Fungsi biologis sebagai habitat pemijahan, nilai kemampuan penyediaan pakan serta tempat asuhan dan pembesaran. Nilai fungsi fisik khususnya hutan mangrove dititi beratkan sebagai penyimpan karbon. Nilai total dari manfaat tidak langsun ini atau Indirect Use Value (IUV) dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

IUV : Indirect Use Value

IUV1 : Tempat pemijahan atau asuhan atau pembesaran

IUV2 : Produsen pakan alami atau serasah

IUV3 : Penyimpan karbon

IUVn : Indirect use value ke-n

Nilai manfaat tidak langsung sebagai daerah pemijahan diestimasi dengan menggunakan rumus hubungan regresi antara luasan mangrove dengan upaya penangkapan (effort) dan produksi udang, merujuk pada Barbier and Strand 1998), sedangkan manfaat tidak langsung hutan mangrove sebagai penyimpan karbon merujuk pada Marlianingrum (2007) dan manfaat produksi pakan merujuk pada Sukardjo (1995).

3. Option Value

Manfaat pilihan ekosistem hutan mangrove di kawasan laguna Segara Anakan didekati menggunakan nilai manfaat dari keanekaragaman hayati (biodiversity). Manfaat pilihan ini adalah nilai dari keanekaragaman hayati (biodiversity) yang daat ditangkap dari keberadaan hutan mangrove. Ruitenbeek (1991) mengemukakan nilai biodiversity hutan mangrove di Indonesia US$ 15/ha/tahun.

Selanjutnya, nilai Total Ekonomi (TEV, Total Economic Value) diformulasikan :

Dimana :

TEV : Total Economic Value DUV : Direct Use Value IUV : Indirect Use Value OV : Option Value

Hasil dan Pembahasan Nilai Manfaat Langsung

Nilai manfaat kayu untuk bangunan

Potensi kayu mangrove sebagai bahan bangunan perlu diperhitungkan dalam penilaian ekonomi ini. Pemanfaatan kayu mangrove digunakan oleh sebagian masyarakat sekitar laguna. Nilai manfaat langsung tegakan pohon dihitung berdasarkan data tegakan, kerapatan dan diameter kayu. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik pertumbuhan mangrove Segara Anakan hasil penelitian Santoso (1998) yang menunjukkan bahwa

pertumbuhan mangrove di Kawasan Segara Anakan berkisar antara 12,3 – 26,5 meter kubik per hektar per tahun atau rata-rata 19,4 meter kubik per hektar per tahun. Hal ini disebabkan karena kondisi pertumbuhan mangrove yang tidak merata kerapatannya, banyaknya tumbuhan gulma seperti warakas, gadelari dan jerujon serta meningkatnya sedimentasi di kawasan tersebut. Harga log kayu saat ini adalah Rp 100.000,00 dan ongkos produksi 30% (Marlianingrum 2007) maka diperoleh harga bersih log kayu Rp 70.000,00 per m3 sehingga diperoleh manfaat kayu sebesar Rp 1.358.000,00 per hektar per tahun. Sehingga dalam satu tahun kawasan ini nilai ekonomi log kayu dari 3.890,1 hektar luasan hutan mangrove yang ada di kawasan ini adalah Rp. 5.282.755.800,00

Nilai manfaat kayu bakar

Ranting – ranting mangrove masih merupakan sumber energi bagi sebagian masyarakat, utamanya bagi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya kawasan laguna itu sebagai pengrajin gula. Hasil wawancara dengan 12 responden pengrajin gula merah menunjukkan bahwa mereka mengambil sendiri dan sebagian dijual untuk pengasapan ikan. Pengambilan kayu nakar dilakukan 2-4 kali dalam seminggu utamanya dilakukan saat sore hari sekitar 2 jam saat pukul 15.30 – 17.30 sebanyak 0,5 – 1,5 meter kubik per trip atau rata-rata 1,13 meter kubik per trip. Kayu bakar tersebut dijual dengan harga Rp. 50.000,00 per meter kubik. Dengan modal rokok seharga Rp 12.500,00 per hari. Dengan diasumsikan pemanfaat ranting kayu mengrove sebagai kayu bakar untuk kebutuhan bahan bakar pembuatan gula merah, maka banyaknya pengambil kayu bakar adalah sama dengan perajin gula merah ditiap-tiap desa.

Dari hasil wawancara dengan kelompok masyarakat diketahui bahwa penderes nira dari masing masing desa adalah, 55 orang penderes Desa Ujung Alang, 15 penderes Desa Ujung Gagak, 21 penderes Desa Klaces dan 125 orang penderes Desa Panikel, maka dalam kawasan ini terdapat 216 orang melakukan kegiatan ini. Dengan rata-rata pengambilan adalah 3 trip per minggu, maka dalam setahun terdapat 32.400 trip pengambilan dengan rata- rata 1,25 meter kubik. Dengan asumsi biaya biaya bekal adalah Rp12.500,00 tiap trip dan biaya tetap Rp.50.000,00 sebagai harga golok, maka nilai kayu bakar kawasan tersebut adalah Rp 1.609.200.000,00 per tahun (Lampiran 5).

Nilai manfaat nipah

Sampai saat ini daun nipah masih digunakan sebagian masyarakat untuk pembuatan atap dan pembungkus gula. Pencari daun nipah sekitar 25 orang dari 2 desa di kawasan ini yaitu Desa Panikel dan Ujung Alang. Dengan rata- rata pengambilan 4 trip tiap minggunya, serta 25 ikat tiap trip nya. Dengan harga jual Rp. 7.000, 00 tiap dua ikat, dan pengambilan dilakukan selama 40 minggu, maka didapat pendapatan sebesar Rp 328.750.000,00 per tahun dari kawasan LSA ini. (Lampiran 6)

Nilai manfaat satwa

Walau sudah jarang dilakukan, tapi kekayaan hutan mangrove akan keberagaman satwanya masih menjadi primadona pemburu satwa liar utamanya burung dan ular. Kegiatan ini sangat dibutuhkan keahlian dan kecakapan khusus sehingga tidak banyak orang melakukannya. Ada sekitar 9

orang penduduk Desa Ujung Alang dan Ujung Gagak yang melakukannya. Kegiatan ini dilakukan disaat musim kemarau atau saat ngember sekitar 1-2 trip per minggu atau 15 minggu selama setahun, sehingga didapat 30 trip setahun. Jumlah perolehan sekitar 2-8 ekor burung dengan rata-rata 3 ekor burung pada tiap trip nya. Harga burung sangat bervariasi tergantung dari jenis, kesukaan pembeli dan ukurannya, dengan harga Rp 75.000,00 – Rp.150.000,00 per ekor, rata-rata harga adalah Rp. 100.000,00 per ekor Penerimaaan berkisar Rp. 250.000,00 per trip. Biaya yang dikeluarkan oleh pemburu ini adalah biaya jaring, perbekalan, investasi perahu dengan modal bahan bakar 1 liter setiap tripnya. Nilai manfaat satwa kawasan ini Rp. 71.775.000,00 per tahun (Lampiran 7).

Nilai manfaat perikanan – kepiting

Perhitungan dilakukan dengan wawancara pada 17 nelayan kepiting dengan 8 responden nelayan pintur dan 9 nelayan wadong dengan rata-rata usia 43 tahun, pendidikan SD dan SMP dengan jumlah keluarga rata-rata 5 orang. Rata-rata produksi kepiting harian adalah 2,765 kilogram per trip pada kedua alat tersebut dengan dengan jumlah nelayan wadong dan pintur di Segara Anakan berkisar 197 nelayan yang melakukan madong, istilah penangkapan dengan menggunakan wadong. Ada juga penggunaan pintur untuk melakukan penangkapan kepiting, tapi hal tersebut sudah tidak banyak dilakukan serta terdapat 151 nelayan pintur. Rata-rata nelayan menggerahkan 30- 40 wadong dalam tiap operasinya, dan 10 hingga 15 wadong tersebut akan terisi kepiting. Pengoperasian wadong tergantung air pasang. Dengan demikian tiap nelayan wadong melakukan operasi sekitar 270 trip setiap tahunnya. Demikian juga dengan pintur, hanya 3 warga desa yang melakukannya dengan hasil tangkapan sekitar 2,5 kilogram per hari dengan rata-rata trip sama dengan wadong, 270 trip. Hasil regresi linear berganda menunjukkan beberapa parameter (Lampiran 8) sehingga membentuk fungsi permintaan sebagai berikut :

Dari fungsi diatas dapat diperoleh kurva permintaan terhadap kepiting seperti yang terlihat pada Gambar 33.

Gambar 33 Kurva permintaan terhadap sumberdaya kepiting

Selanjutnya nilai sumberdaya kepiting dapat dihitung dengan mencari besaran surplus konsumen sebesar Rp. 42.006.332,77 (Lampiran 9) yang kemudian dikalikan dengan jumlah nelayan kepiting sebanyak 348 nelayan sehingga diperoleh nilai Rp 14.618.203.803,96

Nilai manfaat perikanan – kerang

Diperoleh 8 responden nelayan kerang, dengan rata-rata usia 42 tahun dengan pendidikan tingkat SD dan SMP dan jumlah keluarga 5 orang. Oleh sebagian masyarakat, perikanan – kerang merupakan kegiatan sambilan oleh mayoritas warga pengumpul kerang, walau ada beberapa warga yang menjalaninya sebagai aktifitas utama, sehingga diasumsikan nelayan di kawasan ini melakukan kegitan mencari kerang 270 trip per tahun dan anak –anak dapat melakukannya disela waktu pulang sekolah sebanyak 2-4 kali seminggu. Dengan harga Rp 2.000,00 per kilogram didapat rata-rata perolehan kerang adalah 7 ember. Hasil regresi linear berganda menunjukkan beberapa parameter (Lampiran 10) sehingga membentuk fungsi permintaan sebagai berikut :

Dari fungsi diatas dapat diperoleh kurva permintaan terhadap sumberdaya kerang seperti yang terlihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Kurva permintaan terhadap sumberdaya kerang

Selanjutnya nilai sumberdaya kerang dapat dihitung dengan mencari besaran surplus konsumen sebesar Rp. 25.824.060,77 (Lampiran 11) yang kemudian dikalikan dengan jumlah nelayan kerang sebanyak 230 nelayan sehingga diperoleh nilai Rp 5.939.533.977,10

Nilai manfaat perikanan – udang

Hasil perhitungan terhadap 35 responden menghasilkan rata–rata trip pada keseluruhan alat tangkap udang di laguna ini adalah 187 trip dengan pendapatan tiap tripnya diperoleh udang rata-rata 2,534 kilogram. Hal tersebut dengan perincian jaring apong pada tiap tahunnya dioperasikan sekitar 132 trip dengan produksi sekitar 2,45 kilogram per trip, jala 240 trip dengan produksi 2,75 kilogram per trip, dan jaring 144 trip dengan produksi 2,15 kilogram per trip, dengan rata-rata harga Rp 30.000,00 per kilogram. Para nelayan Segara Anakan yang melakukan penangkapan udang menggunakan jaring apong, jala othek dan jala ini berpendidikan SD sampai SMA dengan anggota keluarga 5 orang, dan rata-rata usia 28 tahun. Jaring apong ini merupakan jaring kantong mirip trawl yang dipasang menetap di suatu tempat dengan menghadap arus air surut. Jala othek adalah jala kecil yang dioperasikan di perairan dangkal.

Hasil regresi linear berganda menunjukkan beberapa parameter (Lampiran 12) sehingga membentuk fungsi permintaan sebagai berikut :

Dari fungsi diatas dapat diperoleh kurva permintaan terhadap sumberdaya udang seperti yang terlihat pada Gambar 35:

Gambar 35 Kurva permintaan terhadap sumberdaya udang

Selanjutnya nilai sumberdaya udang dapat dihitung dengan mencari besaran surplus konsumen sebesar Rp. 12.861.935,09 (Lampiran 13) yang kemudian dikalikan dengan jumlah nelayan udang sebanyak 972 nelayan sehingga diperoleh nilai Rp 12.501.800.907,48

Nilai Manfaat Ikan

Hasil perhitungan terhadap 35 responden menghasilkan rata–rata trip pada keseluruhan alat tangkap ikan di laguna ini adalah 187 trip dengan pendapatan tiap tripnya diperoleh ikan rata-rata 2,534 kilogram. Hal tersebut dengan perincian jaring apong pada tiap tahunnya dioperasikan sekitar 132 trip dengan produksi sekitar 2,45 kilogram per trip, jala 240 trip dengan produksi 2,76 kilogram per trip, dan jaring 144 trip dengan produksi 2,15 kilogram per trip, dengan rata-rata harga Rp 20.000,00 per kilogram. Para nelayan Segara Anakan yang melakukan penangkapan udang menggunakan jaring apong, jala othek dan jala ini berpendidikan SD sampai SMA dengan anggota keluarga 5 orang, dan rata-rata usia 28 tahun. Nelayan menggunakan beberapa jenis alat, seperti jaring kantong, jala dan pancing. Pancing saat ini jarang digunakan kecuali untuk rekreasi. Nelayan penangkap ikan ini sama dengan populasi nelayan udang yang memakai alat tangkap yang sama.

Hasil regresi linear berganda menunjukkan beberapa parameter (Lampiran 14) sehingga membentuk fungsi permintaan sebagai berikut :

Dari fungsi diatas dapat diperoleh kurva permintaan terhadap sumberdaya udang seperti yang terlihat pada Gambar 36:

Gambar 36 Kurva permintaan terhadap sumberdaya ikan

Selanjutnya nilai sumberdaya ikan dapat dihitung dengan mencari besaran surplus konsumen sebesar Rp. 34.530.064,53 (Lampiran 15) yang kemudian dikalikan dengan jumlah nelayan ikan sebanyak 972 nelayan sehingga diperoleh nilai Rp 33.563.222.723,16

Nilai Bibit Mangrove

Manfaat langsung berikutnya adalah tersedianya bibit mangrove. Niai manfaat dari ketersediaan bibit mangrove ini dijual kepada proyek atau kegiatan yang melakukan rehabilitasi mangrove, didapat dari nilai bibit mangrove yang diproduksi oleh masyrakat Kampung Laut. Pada saat ini kebutuhan bibit mangrove sekitar dan juga untuk pendidikan dan penelitian serta perbaikan lahan pesisir sekitar 1.000.000 pohon, dengan harga siap tanam 6 daun Rp. 1.000,00 per pohon. Biaya pembibitan sekitar Rp. 340,00 per bibit yang meliputi media, bambu, tali, plastik, biaya tenaga kerja Rp 620,00 per bibit untuk persiapan bendengan, pengumpulan buah mangrove, pengisian tanah dalam polybag, penanaman dan pemeliharaan, serta biaya perlengkapan Rp 10,00 per bibit dan biaya perlengkapan bangunan bibit Rp 30,00 per bibit.

Berdasarkan pendekatan tersebut, apabila masyarakat Kampung Laut dapat memproduksi 350.000 bibit per tahun, maka diperoleh manfaat Rp. 350.000.000,00 per tahun. Dengan biaya ditekan sampai 50%, dengan asumsi lokasi pembibitan tersedia dekat, buah mangrove tersedia, tenaga kerja merupakan kerja sambilan serta tidak menyewa lahan serta dapat dilakukan masyarakat di pekarangannya sendiri, maka diperoleh nilai manfaat bersih 350.000 bibit x Rp.

500,00 = Rp. 175.000.000,00/tahun. Nilai manfaat ini memerlukan biaya tenaga kerja Rp. 108.500.000,00 (350.000 bibit dengan biaya tenaga kerja 50% x Rp 620,00), sehingga nilai manfaat bersih kawasan ini dari benih mangrove adalah Rp. 66.500.000,00 per tahun.

Nilai pembelajaran

Nilai pembelajaran termasuk didalamnya adalah wisata, dimana fungsi laguna ini sebagai suatu sistem yang unik sehingga menarik untuk dipelajari, juga adanya kegiatan sedekah laut saat akan memasuki musim panen ikan (Tabel 19).

Tabel 19 Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Kawasan Laguna Segara Anakan

Jenis Manfaat Nilai Manfaat Biaya Manfaat Bersih

Rupiah / tahun Rupiah / tahun Rupiah / tahun

Mangrove

1 Potensi Kayu 7.546.794.000 2.264.038.200 5.282.755.800,00

2 Potensi Kayu Bakar 2.025.000.000 415.800.000 1.609.200.000,00

3 Daun Nipah 385.000.000 56.250.000 328.750.000,00 4 Satwa 81.000.000 9.225.000 71.775.000,00 5 Bibit Mangrove 175.000.000 108.500.000 66.500.000,00 6 Perikanan Kepiting 14.618.203.803,96 Kerang Totok 5.939.533.977,10 Udang 12.501.800.907,48 Ikan 33.563.222.723,16 7 Nilai Pembelajaran 122.450.000 75.620.000 46.830.000,00 Nilai Ekonomi = 10.335.244.000 2.929.433.200 74.028.572.211,70

Sumber : Pengolahan Data Primer

Nilai pembelajaran menyangkut pendidikan dan penelitian dalam kawasan ini adalah Rp. 10.201,00 per hektar per tahun. Hal tersebut berdasarkan perhitungan pada tahun 2014 tercatat 12 penelitian dan 3 kunjungan lapangan. Kegiatan penelitian melibatkan 1-7 orang dalam tiap timnya, rata-rata 5 orang dalam tiap tim dengan kisaran waktu sekitar 5 hari. Kunjungan lapangan, seperti misalnya mahasiswa yang melakukan praktikum, rata-rata memiliki 30-40 peserta dengan kisaran waktu 2 hari. Para pengunjung ini biasanya menyewa perahu atau kendaraan air sebesar Rp 250.000,00 - 500.000,00 per trip dan biaya akomodasi Rp 50.000,00 per hari per orang. Pada Lampiran 16 menjelaskan kawasan ini memiliki nilai ekonomi pembelajaran sebesar Rp. 46.830.000,00 per tahun.

Nilai Manfaat Tidak Langsung

Nilai manfaat tidak langsung ini merupakan manfaat yang diperoleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung, seperti fungsi ekosistem tersebut sebagai penahan abrasi atau pencegah intrusi, daerah pemijahan, asuhan dan mencari makan (Barton, 1994). Manfaat selanjutnya adalah hutan mangrove sebagai

penyimpan karbon, penjernih air, biodiversitas, pengendali erosi, habitat (Fausold et al 1996 dalam Vo 2012). Dalam penelitian manfaat tidak langsung didekati demgan menghitung manfaat fungsi biologis dan fungsi ekologi serta fungsi fisik ekosistem sebagai penyimpan karbon. Fungsi biologis sebagai habitat pemijahan (spawning ground), nilai kemampuan penyediaan pakan (feeding ground), dan tempat asuhan dan pembesaran (nilai larva atau juvenile ikan). Nilai fungsi fisiknya sebagai penyimpan karbon dan pencegah intrusi air laut.

Nilai manfaat habitat pemijahan

Nilai manfaat laguna dan hutan mangrove sebagai habitat pemijahan dihitung melalui pendekatan model hubungan regresi antara luasan mangrove, upaya penangkapan dan produksi udang. Produksi udang ditentukan berdasarkan niai produkis udang yang dominan yaitu P. Merguensis (udang jerbung/peci/putih), M. Ensis (udang dogol) , P Monodon (Udang windu) yang didaratkan pada 11 TPI di wilayah Cilacap. Ketiganya merupakan udang yang dalam siklus hidupnya, fase juvenil dan pra dewasanya tumbuh di kawasan laguna. Perkembangan produksi tangkapan udang laut, upaya penangkapan dan luas mangrove selama 14 tahun (1999-2012) disajikan dalam Tabel 20 berikut ini.

Tabel 20 Perkembangan Produksi Udang (H), Upaya Tangkap (E) dan Luas Mangrove

Tahun Produksi Udang a Upaya Tangkap a CPUE a Luas Mangrove b

kg E kg/trip ha 1999 2.923.913,21 44.600 65,56 10.520 2000 1.308.453,28 45.280 28,90 10.118 2001 1.355.293,50 45.500 29,79 9.812 2002 1.865.728,20 46.120 40,45 9.677 2003 2.014.639,37 46.680 43,16 9.544 2004 2.039.335,80 47.700 42,75 9.272 2005 1.849.396,01 48.330 38,27 9.255 2006 2.263.023,18 48.900 46,28 9.238 2007 1.385.638,77 50.240 27,58 9.032 2008 2.181.908,82 51.170 42,64 8.830 2009 1.263.514,95 55.625 22,71 8.633c 2010 746.661,55 44.500 16,78 8.440c 2011 1.701.856,70 69.760 24,40 8.252c 2012 1.953.799,68 68.240 28,56 8.037c

Sumber: a Patria AD 2013 b Ardli ER 2008 c Listyaningsih 2013

Berdasarkan hasil regresi dari data 1999-2012 ini, hasil dari estimasi

parameter biologi mengikuti determinasi kombinasi dari α, r, dan q yang

merupakan hasil perbandingan tetap dari model. Hasil analisis regresi hubungan antara produksi udang, upaya tangkap, dan luas mangrove sehingga didapat persamaan (Nurfiarini, 2015) :

dimana :

h : produksi udang E : Upaya penangkapan M : Luasan Mangrove

Dengan rata-rata harga udang di wilayah Cilacap masing –masing udang jerbung Rp 70.000,00 – Rp. 100.000,00 per kilogram dengan rata-rata Rp 85.000,00 , udang peci Rp 40.000,00 per kilogram, udang dogol Rp 30.000,00 – Rp. 40.000,00 per kilogram dan udang windu / tepus Rp 110.000,00 per kilogram, dengan presentase komposisi penangkapan udang tersebut pada 2013 adalah 37%, 34%, 18% dan 11%, maka dapat dihitung nilai ekonomi habitat sebagai daerah asuhan adalah sebesar Rp. 324.456.473.718,92 dengan luasan dalam penelitian Nurfiarini adalah 8.234 ha, atau Rp. 39.402.277,98 per hektar. Sehingga dalam penelitian ini, dengan luasan hutan mangrove 1.788,7 hektar nilai manfaat nya adalah Rp 70.476.884.509,00.

Nilai manfaat penyimpan karbon

Berdasarkan penelitian Marlianingrum (2007) yang melakukan penelitian mangrove di Pulau Belakang Padang , yang memiliki kemiripan dengan mangrove di kawasan Segara Anakan yang didominasi oleh Rhizopora dan Nypah, mampu penyimpan karbon mencapai 1,81 ton per hektar. Berdasarkan hal tersebut pendugaan nilai manfaat penyimpan karbon di kawasan Laguna Segara Anakan dapat mengacu pada nilai manfaat penyimpan karbon di Pulau Belakang Padang yakni 1,81 ton per hektar. Bila diperhitungkan 1 US$ saat ini adalah Rp 13.370,00, berdasar Frankhauser et al (1997) yang menyatakan nilai tukar karbon adalah US$ 20 per ton karbon, maka nilai manfaat penyimpanan karbon di wilayah Laguna Segara Anakan ini pada lokasi penelitian 1.788,7 hektar adalah sebesar Rp 860.913.018,00 per tahun atau Rp. 481.320,00 per hektar.

Nilai Penahan Intrusi Laut

Berdasarkan perhitungan Paryono (1999), manfaat tak langsung hutan mangrove yang saat itu seluas 12.089,99 memberi manfaat Rp 38.628.739.140,00 atau Rp 3.277.814,00 per hektar. Kurs saat itu adalah Rp 9.780,00 per dollar US, maka nilai penahan intrusi air laut saat ini adalah Rp 4.481.019,83 per hektar atau sebesar Rp 8.014.976.113,52 dalam kawasan laguna segara anakan ini.

Nilai manfaat produksi pakan

Sukardjo (1995) dalam penelitiannya di daerah Kapuk, Muara Angke menyatakan bahwa hamparan mangrove menghasilkan gugur serasah sebanyak 13,08 ton per hektar per tahun atau sekitar 4,85 ton berat kering per hektar per tahun. Biomassa tersebut mengandung unsur hara N 10,5 kilogram per hektar atau setara 23,33 kilogram pupuk urea, unsur P atau Phosphor 4,72 kilogram per hektar per tahun atau setara 13,11 kilogram pupuk SP-36. Jika harga pupuk urea Rp 1.800,00 tiap kilogramnya dan pupuk SP-36 sebesar Rp 2.500,00 tiap kilogramnya maka diperoleh manfaat serasah mangrove sebagai sumber pakan adalah sebesar Rp. 74.769,00 per hektar per tahun, sehingga nilai ekonomi produksi pakan kawasan ini adalah Rp 133.735.572,00

Nilai Keanekaragaman Hayati

Nilai keanekaragaman hayati mengacu pada Ruitenbeek (1991) bahwa nilai biodiversity hutan mangrove Indonesia US$ 1.500/km2/tahun atau US$ 15 / ha/ tahun. Perhitungan tersebut menghantarkan keberadaan kawasan ini memiliki nilai keanekaragaman hayati sebesar Rp 358.713.757,50

Nilai Ekonomi Total Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove Kawasan Laguna Segara Anakan

Nilai ekonomi total (Tabel 21) pada kawasan Laguna Segara Anakan seluas 14.807,5 ha ini sebesar Rp 153.873.795.181,50.

Tabel 21 Nilai Ekonomi Total Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Laguna Segara Anakan seluas 14.807,5 ha pada 2016

No Jenis Manfaat Rincian Nilai

Rp / tahun

1 Manfaat Langsung 74.028.572.211,70

2 Manfaat Tidak Langsung 79.486.509.212,30

Habitat Pemijahan 70.476.884.508,93

Penyimpan Karbon 860.913.018,00

Penahan Intrusi Air Laut 8.014.976.113,52

Nilai Manfaat Produksi Pakan 133.735.571,85

3 Manfaat Pilihan (option value) 358.713.757,50

Jumlah 153.873.795.181,50

Simpulan

Nilai ekonomi total kawasan Laguna Segara Anakan dengan luasan area 14.807,5 ha yang meliputi Kecamatan Kampung Laut yang terdiri dari 4 desa ini memiliki nilai ekonomi total Rp 153.873.795.181,50 atau Rp 86.025.491,68 dari tiap ha hutan mangrove.

Dari nilai ekonomi total tersebut terdiri dari manfaat per tahun dari perikanan-kepiting sebesar Rp 14.618.203.803,96, perikanan-kerang Rp 5.939.533.977,10 , perikanan udang Rp. 12.501.800.907,48 dan perikanan-ikan sebesar Rp. 33.563.222.723,16. Nilai ekonomi manfaat langsung dari kawasan ini adalah Rp. 74.028.572.211,70, dan manfaat tidak langsung sebesar Rp