• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pesan Dalam “Ngringkês” (Seni) atas kesadaran moral suatu masyarakat Tradisi terhadap konstruksi pemahaman etika dan

A PRESENTATION OF MORAL VALUES

D. Nilai Pesan Dalam “Ngringkês” (Seni) atas kesadaran moral suatu masyarakat Tradisi terhadap konstruksi pemahaman etika dan

Banyak hal dapat diungkapkan dengan estetika. Lihat saja bagaimana pandangan melihat suatu fenomena (seni) tradisi sebagai subjektif pelaku jemblungan dalam

mema-29 hami konsep hiburan telah menuntunnya

sebuah budaya. Keberadaan seni yang

kepada perubahan perilaku di atas panggung, menjadi sebuah bangunan ekspresi atas suatu

tentu dalam konteks menyajikan pertun-masyarakat, tentu tertuang di dalamnya

jukan. Konstruksi “ngringkês” diimplemen-berbagai pesan yang itu layak untuk

tasikan untuk menciptakan sebuah “garap” dipahami. Sebuah sudut pandang, menjadi

yang proporsional sebagai media hiburan. satu bingkai bagi kita dalam memaknai

28

Penanggap, adalah orang atau sekelompok orang yang memanfaatkan jasa pelaku jemblungan untuk menampilkan pertunjukannya dalam memenuhi suatu kebutuhan-kebutuhan tertentu.

29

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. (Jakarta: Balai Pustaka, 1984).

30

Hadirnya di atas panggung hiburan, lebih jibannya dalam memaknai diri sendiri pada menjelaskan unsur kesadaran pelaku atas sebuah kesatuan komunal. Hal itu secara kehadiran konsumen (penonton), sehingga tidak langsung akan menciptakan berbagai

pertunjukan jemblungan ini tidak semata- kerangka nilai dalam kehidupan secara

mata hadir sebagai sarana untuk memenuhi sistematis. Melalui konstruksi itu kemudian kebutuhan estetis pelaku saja, melainkan toleransi, integrasi sosial, gotong royong, juga bagi penonton atau penikmatnya dan lain sebagainya akan turut terbangun. sebagai pertimbangan dalam

meng-konstruksi “garap”.

III. PENUTUP

Berpijak pada penjelasan inilah,

kemudian penulis berfikir akan suatu sikap Melalui fenomena budaya musik itu,

yang tertuang dan seringkali didengungkan sesungguhnya penulis hendak menegaskan secara lisan dalam kehidupan masyarakat bahwa banyak makna pesan tersimpan dalam

(Jawa). Ungkapan “êmpan papan, êmpan sebuah konstruksi budaya. Hadirnya sebuah

panggonan” menjadi realitas yang harus kebudayaan tidak lain menjadi sebuah

dipahami setiap manusia dalam suatu representasi atas pemahaman berbagai nilai kehidupan, di mana istilah itu lebih dalam kehidupan masyarakat salah satunya

31

menjelaskan tentang pemahaman akan sikap dalam seni. Nilai-nilai yang hidup dalam tahu diri. Sadar akan keberadaannya dan sebuah bangunan seni, tidak lain merupakan menempatkan diri sesuai dengan porsinya suatu pesan yang penting untuk dipahami. dalam suatu konteks tertentu. Sesuai, bukan Keberadaan seni tidak hanya sekedar hanya sekedar menjadi sebuah posisi untuk menjadi materi untuk dinikmati, melainkan bertahan hidup, melainkan sebuah konstruksi juga dihayati, dipahami, dan dipelajari.

dalam menciptakan kehidupan yang Dalam hal ini, seni tidak hanya sekedar

harmonis. Setiap manusia pada kenyataan- menjadi sebuah manifestasi akan ekspresi nya dalam menjalani sebuah kehidupan, nilai estetis semata, melainkan juga menjadi selalu berada pada pemahaman akan sebuah media dalam menyampaikan keberadaannya sebagai makhluk sosial. berbagai makna pesan terkait dengan Hidup di dalam kebersamaan dengan keberadaannya sebagai sebuah media

berbagai norma yang berlaku. pembelajaran bagi masyarakat. Dalam

Keberadaan norma sebagai hukum tak jemblungan dengan memahami “ngringkês” tertulis seringkali dilanggar oleh karena tidak itu, manusia dapat belajar untuk menem-adanya sanksi hukum yang berlaku kecuali patkan diri dalam berbagai situasi dan sanksi sosial. Masyarakat cenderung apriori kondisi. Menempatkan diri tentu saja untuk terhadap keberadaan sanksi sosial. Maka tak mencapai titik proporsional agar dapat jarang jika kemudian muncul berbagai ekses diterima oleh unsur kehidupan yang lain. Hal seperti kesenjangan, kesalahpahaman, sikap ini sejalan dengan pemahaman bahwa arogan, dan lain sebaginya dari setiap manusia itu hidup dalam bingkai makhluk individu. Sehingga untuk membangun sosial. Persoalan dalam jemblungan ini kehidupan sosial yang harmonis tentu saja menjadi satu contoh kecil dari memahami sikap tahu diri perlu ditanamkan di setiap kekayaan budaya di negeri ini. Setidaknya, individu dalam suatu masyarakat. Menem- hal dapat menginspirasi masyarakat untuk patkan diri dalam kondisi sesuai dalam dapat lebih bijak memahami kekayaan kerangka tahu diri, tentu saja menghadirkan tradisinya, mempelajari dan merefleksikan-pemahaman atas kesadaran hak dan kewa- nya di dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T., 1988. Mitos, Kewibawaan dan Perilaku Budaya. Jakarta: Pustaka Grafika Kita.

Ahimsa-Putra, H. S. (Ed.), 2000.Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press.

Bennett, J. W., 1976. The Ecological Transition: Cultural Anthropology And Human

Adaptation. New York: Pergaman Press Inc.

Creswell, J. W, 2012. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Danesi, M., 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Hastanto, S., 2009. Konsep Pathêt dalam Karawitan Jawa. Surakarta: ISI Press.

Hutcheon, L., 2006. “A Theory of Adaptation” Routledge Taylor & Francis Group: New York.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Kutanegara, P. M. (2011) "Strategi Adaptasi Masyarakat Sempadan Sungai Code Terhadap

Perubahan Ekologi Pasca Erupsi Merapi." (Laporan Penelitian). Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada

Lalu, Y. P., 2010. Makna Hidup dalam Terang Iman Katolik 2, Agama-Agama Membantu Manusia Menggumuli Makna Hidupnya. Yogyakarta: Kanisius.

Mappadjantji Amien, A., 2005. Kemandirian Lokal; Konsepsi Pembangunan, Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Miranti, R., 2003. "Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor dalam Menghadapi Perubahan." Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Prawiroatmojo, 1981. Kamus Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: Gunung Agung

Santosa, 2011. Komunikasi Seni Aplikasi dalam Pertunjukan Gamelan. Surakarta: ISI Press.

Setiawati, R., 2003. "Ritual Dan Hiburan Dalam Tari Topeng." Jurnal Harmonia, Vol. IV

No.2/Mei Agustus 2003. Semarang: Fakultas Bahasa Dan Seni UNNES

Sholikhin, K.H. M., 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam, Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti. Yogyakarta: Narasi.

Soedarsono, R.M., 2003. Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial, dan Ekonomi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soedarsono, R.M., dan Tati Narawati, 2011. Dramatari di Indonesia, Kontinuitas dan

Perubahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Spiller, H., 2004. Gamelan, The Traditional Sounds of Indonesia. California: ABC-CLIO. Steward, J. H., 1979. Teori Perubahan Kebudayaan: Metodologi Evolusi Multilinier. (terj.)

London: University of Illionis Press.

Supanggah, R., 2007. Bothekan Karawitan II: “garap”. Surakarta: ISI Press.

Suryadmaja, G., 2011. "Perubahan Fungsi “Jêmblungan” Dukuh Pentongan Desa Samiran Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali." Skripsi, Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

I. PENDAHULUAN nologi. Modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya merupakan Indonesia adalah sebagai bangsa yang perubahan sosial yang terarah yang mempunyai berbagai macam seni budaya didasarkan pada suatu perencanaan, yang yang berkembang di dalam masyarakatnya. dinamakan social planning. Proses mordeni-Banyaknya jenis ragam seni budaya yang ada sasi meliputi bidang-bidang yang luas, dan berkembang dalam masyarakat meng- menyangkut proses disorganisasi, problem gambarkan kekayaan ragam seni budaya sosial, konflik antarkelompok, dan

hamba-Indonesia.Ragam seni budaya tersebut tan-hambatan terhadap perubahan.1

meliputi kebudayaan asli Indonesia yang

tersebar di daerah-daerah seluruh wilayah Arus mordenisasi memang membawa

Indonesia dan masih bersifat tradisional. kemajuan yang berarti bagi masyarakat,

namun perlu diperhatikan bahwa arus Sekarang ini kita telah masuk dalam modernisasi juga dapat menggerus identitas arus mordenisasi, di mana kita dihadapkan dan jati diri bangsa jika kita tidak bisa dengan masuknya kemajuan di berbagai menyikapinya dengan baik.Satu di antara bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, sekian usur kebudayaan yang menonjolkan budaya, serta ilmu pengetahuan dan