• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

B. Nilai-nilai Pendidikan Islam

Nilai pendidikan Islam adalah pendidikan yang dijalankan atas dasar ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah Nabi SAW dan contoh serta informasi yang berasal dari para sahabat, ulama, filosof dan cendekiawan muslim. Dalam pelaksanaannya, pendidikan Islam paling tidak harus mengacu pada empat nilai dasar, yaitu : keimanan dan ketaqwaan, penghargaan kepada keberadaan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, nilai kebebasan dan kemerdekaan, serta nilai tanggung jawab sosial.

Sebutan Islam pada pendidikan Islam tidak cukup dipahami sebatas "ciri khas". Ia berimplikasi sangat luas pada seluruh aspek menyangkut nilai pendidikan Islam, sehingga akan melahirkan pribadi-pribadi khalifah dan 'abid. (Ismail SM, 2001: 131). Ali' Ashraf menyebutnya tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah merealisasikan kepasrahan penuh pada Allah pada tingkat individual, komunitas dan umat)(Ali Ashraf,1398: 44).

Nilai-nilai pendidikan itu, dapat diambil oleh seorang anak melalui proses pengajaran (nasehat-nasehat) dan keteladanan dalam artian apa yang dicontohkan oleh kedua orang tua, sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak.

Di bawah ini, adalah konsep yang diterapkan oleh Luqman dalam mendidik anaknya. (safardanil21.blogspot.co.id/2015/05)

.

“Dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya, ketika dia member

pelajaran kepadanya, “wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah,

sesugguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar.”(Q.S Luqman: 13).

Nlai pendidikan yang terkandung dalam surah ini, yaitu bagaimana seharusnya menjadi seorang pendidik dalam berikan pengajaran kepada anak. Setelah melihat bagaimana Lukman dalam mendidik anak, maka dilanjutkan dengan ayat berikutnya yang membahas atau mengajar kita bagaimana dalam bergail dan berbuat baik kepada kedua orang tua:

“Dan kami wasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Q.S. Luqman : 14).

Menurut sebagian para ulama, ayat diatas bukanlah bagian pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan Al-qur‟an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua yang menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT. Dan kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Nilai pendidikan yang harus kita ambil yaitu bagaimana cara untuk mempergauli kedua orang tua baik mereka sudah lanjut usia yang dalam pemeliharaan kita. Lalu menekankan tentang pentingnya berbuat baik kepada orang tua, maka dalam ayat dibawah ini dinyatakan pengecualian untuk mentaati perintah kedua orangtua:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu

yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Luqman : 15).

Asbab nuzul ayat ini berkenaan Sa‟ad bin Malik. Sa‟ad bin Malik mengatakan, “aku sangat mencintai ibuku. Saat aku masuk islam ibuku tidak setuju dan berkata, „anakku, kau pilih salah satu, kamu tinggalkan Islam atau aku tidak akan makan sampai aku mati. Aku bertekad untuk tetap memeluk Islam. Namun ibuku malaksanakan ancamannya selama tiga hari tiga malam. Aku bersedih dan berkata, „ibu, jika ibu memiliki seribu jiwa (nyawa) dan satu persatu meninggal,

aku akan tetap dalam Islam. Karena itu terserah ibu mau makan atau tidak, ahirnya ibuku pun luluh dan mau makan kembali.” (H.R. at-Tabrani).

Nilai-nilai pendidikan yang bias kita ambil jika dikaitkan dengan Al-qur‟an surah Lukman ayat 15 adalah peran orangtua bukanlah segalanya, melainkan terbatas dengan peraturan dan norma-norma ilahi. Dalam dunia pendidikan, pendidik tidak mendominasi secara mutlak, tidak semua harus diterima oleh anak didik melainkan anak didik perlu memilah yang benar berdasarkan nilai-nilai Islamiyah. Yaitu merujuk pada Al-qur‟an dan As-sunnah. Dalam persoalan keduniaan, kita harus mematuhi kedua orang tua dan berbakti atau memberikan haknya, namun kalau persoalan aqidah tidak seharusnya kita mengikuti.

“wahai anakku, sesungguhnya jika ada (seuatu perbuatan) seberat biji sawi,

dan berada di dalam batu karang atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha

Mengetahui.”(Q.S Luqman:16).

Ayat diatas merupakan lanjutan nasihat Lukman kepada anaknya. Bahwa sekecil apapun itu, akan ada balasan dari perbuatan tersebut. Nilai pendidikanyang bisa kita ambil yaitu pengarahan kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu yang dikerjakan melainkan ada balasan sekecil apapun itu. Dan kita sebagai seorang pendidik, kita terus meluruskan walaupun menyangkut hal-hal kecil.

“wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang

ma‟ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa yang

menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.” (Q.S Luqman:17).

Ayat atas adalah lanjutan nasihat dari Lukman kepada anaknya, terkait perintah sholat, dan menyuruh anaknya memerintahkan kepada setiap orang untuk melakukan hal-hal yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan kemungkaran dan bersabarlah. Karena hal yang ketiga tersebut merupakan hal-hal yang diutamakan. Dalam menjalankan wasiat Lukman tersebut tidaklah mudah melainkan ada banyak rintangan yang dihadapi ketika menyampaikan hal-hal yang baik. Ini sama halnya yang dirasakan Rasulullah saat berdakwah, betapa banyak rintangan yang dialami sampai-sampai beliau rela dilempari kotoran dan batu untuk menegakkan kebenaran. Nilai pendidikan yang bisa diambil dari ayat ini adalah kewajiban mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain. Sebagai seorang pendidik, perlunya kesabaran dan penuh kasih sayang tanpa membedakan peserta didik.

“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong)

dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”( QS.

Luqman:18).

kehidupan sehari-hari kita. Kadang kala orang yang pernah kenal baik dengan kita, saat mendapati posisi yang tinggi seakan malu dan memalingkan muka saat bertemu karena posisi dan status sosial sudah beda lagi dengan kita. Telah digambarkan diatas nasihat Lukman kepada anaknya, yaitu nasihat untuk tidak menyombongkan diri, dan jangan berjalan dengan angkuh. Karena itu merupakan perbutan yang tidak disukai oleh Allah SWT. Nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah etika dalam berbicara atau berdialog untuk tidak merendahkan orang yang kita ajak bicara atau bertukar fikiran. Ayat ini mengajarkan kita konsep berdialog antara sesama manusia.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman:19).

Allah SWT berfirman:“Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara

keledai”. Mujahid dan banyak Ulama berkata bahwa perumpamaan

keledai orang yang mengangkat suaranya tinggi-tingi, disamping merupakan hal yang dimurkai oleh Allah.

Dengan demikian, nilai pendidikan Islam mempunyai dua orientasi.

Pertama, ketuhanan, yaitu penanaman rasa takwa dan pasrah kepada Allah sebagai Pencipta yang tercermin dari kesalehan ritual atau nilai sebagai hamba Allah. Kedua, kemanusiaan, menyangkut tata hubungan dengan sesama manusia, lingkungan dan makhluk hidup yang lain yang berkaitan dengan status manusia

sebagai khalifatullah fi al ardh. Secara epistemologis, nilai pendidikan Islam diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama tentu saja adalah A1- Qur'an dan Sunnah (Hasan Langgulung, 1980 : 196 – 202). Uraian mengenai kedudukan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai nilai pendidikan Islam dapat dilihat antara lain, menetapkan Al-Qur'an sebagai landasan epistemologis nilai-nilai pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Akan tetapi, justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.

Seperti yang dikatakan dalam Al- Quran surah Al-Baqarah ayat 2 berbunyi:

Yang artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan pada-Nya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (PT. Karya Toha Putra, 2011: 2)

Dalam penafsiranya, (Kitab ini) yakni yang dibaca oleh Muhammad SAW (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya) bahwa ia benar-benar dari Allah SWT. Kalimat negatif menjadi predikat dari subyek 'Kitab ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai penghormatan (menjadi petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa

dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api neraka.

Demikian juga dengan kebenaran Sunnah sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam. Secara umum Sunnah dipahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perbuatan, perkataan dan ketetapannya. Al-qur‟an surah Al-Ahzab ayat 21 berbunyi :

Yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (PT. Karya Toha Putra, 2011: 420)

Dalam penafsiranya, sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagi kalian, dapat dibaca uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain mereka. Kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanatun dan prilakunya senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh Allah adalah jaminan Allah bahwa mencontoh Nabi dalam segala hal adalah suatu keharusan.

Dalam nilai pendidikan Islarn, Sunnah Nabi mempunyai dua fungsi, yaitu :

pertama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an yang umumnya masih bersifat global, kedua, menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992: 47). Dengan ungkapan lain, keberadaan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai landasan epistemologis pendidikan Islam tidaklah terputus atau terpisah, tetapi satu rangkaian yang hidup dan dinamis seperti dikehendaki oleh Islam. Dari sini nilai pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah menunjukkan nilai keilmiahannya.

Pelaksanaan nilai pendidikan Islam dengan situasi sosial kemasyarakatan dan tidak tercerabut dari akar sejarah. Nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan landasan utama Al-Qur'an dan Sunnah dan menjadi bahan masukan yang berharga, dengan pertimbangan memberikan kemaslahatan kepada manusia dan menjauhkan kerusakan. Dengan dasar ini, pendidikan Islam diletakkan dalam kerangka sosiologis, selain menjadi sarana pewarisan kekayaan sosial budaya yang positif bagi kehidupan manusia. Kemudian, warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam. Dalam hal ini, contoh-contoh yang dilakukan para sahabat, hasil pemikiran para utama, filosof, cendekiawan muslim, khususnya berkaitan dengan pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan nilai pendidikan Islam.

Pemikiran mereka ini pada dasarnya merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam. Terlepas dari hasil refleksi itu apakah berupa idealisasi atau

kontekstualisasi ajaran Islam, yang jelas warisan pemikiran ini mencerminkan dinamika Islam dalam menghadapi kenyataan kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Karena itu, ia dapat diperlakukan secara positif dan kreatif untuk pengembangan pendidikan Islam.

Para ahli pendidikan muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktek pendidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan seputar eksistensi manusia dalam pendidikan Islam. Tanpa kejelasan tentang konsep manusia, pendidikan akan dijalankan dengan cara meraba-raba. Menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan difahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu seutuhnya (Ali Ashraf, 1989: 01). Nilai Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didik dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatannya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual Islam dan sangat sadar akan nilai etik Islam. (Abdurrahman An-Nahlawy, 1989: 183) Dengan demikian, seseorang yang telah menempuh pendidikan Islam akan percaya bahwa manusia bukan hanya seorang makhluk ciptaan Allah di bumi saja, melainkan juga sebagai makhluk spiritual yang dikaruniai kekuatan untuk mengontrol dan mengatur alam raya atas izin Tuhan. Bahkan, dia juga sebagai makhluk yang kehidupannya berlangsung tidak hanya di dunia saja, tetapi juga berlanjut hingga kehidupan akhirat.

BAB III

Dokumen terkait