• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai – Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral

Menurut Kurniawan (2012: 33), pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Saebani (2012: 43) menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah sistem pengajaran yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Sumber ajaran Islam yang dimaksudkan adalah Al – Qur‟an dan As – Sunnah. Dengan pengertian ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa setiap pendidikan yang bukan bersumber dari ajaran Islam tidak dikategorikan sebagai pendidikan Islam.

Dari analisis peneliti terhadap novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral, peneliti menguraikan tentang nilai – nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam novel Sang Pencerah baik berupa dialog, maupun teks yang terkandung dalam novel. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan akhlak

Akhlak atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Ilyas, 2012: 2). Dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral terkandung adanya nilai pendidikan akhlak, yaitu ditandai dengan contoh teks – teks sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai pendidikan akhlak dalam novel Sang Pencerah

Hal Signifier (Penanda) Signified (Petanda) 2 “Kiai Dahlan dengan cepat menghaturkan

sembah yang lazim dilakukan masyarakat Jawa. Biasanya sembah itu dilakukan cukup lama, namun karena yang melakukan adalah seorang Kiai yang cukup berpengaruh, Sultan segera memberi isyarat agar Kiai Dahlan menghentikan sembahnya”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Kiai Dahlan kepada Sri Sultan

10 “dari atas mimbar itulah wajah bapakku yang berpengetahuan tinggi tetapi sangat rendah hati, selalu menyempatkan untuk menatap wajahku walau sesaat di tengah penuhnya jamaah”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan oleh ayah dari Kiai Dahlan kepada

anaknya, yaitu sifat rendah hati.

42 –

“Murid STOVIA bicara bahasa Belanda itu biasa Pono”.

Nilai akhlak yang ditujukan kepada Kiai

43 “Iya wis, tapi aku lihat tatapan mata mereka sinis sekali terhadap dua orang Kiai yang sedang lewat. Aku nggak kenal mereka, tapi aku yakin mereka juga Islam, atau paling tidak orangtua mereka beragama Islam. Tetapi dari cara bicara dan gaya mereka melihat dua orang Kiai yang jalan nyeker itu, aku kesal, marah, juga benci pada diriku sendiri yang nggak bisa melakukan apa – apa”.

yaitu akhlak yang kurang baik.

43 “aku pernah diajak bapakku ke Stasiun Tugu untuk melepas seorang kawannya yang mau haji. Aku ikut naik ke kereta api yang menuju ke Batavia. Ternyata di dalam kereta itu ada dua pintu yang memisahkan penumpang seperti kita dan orang Belanda, seolah – olah kita ini penyakit yang harus dijauhi. Pandangan orang – orang berambut pirang itu seperti melontarkan hinaan terhadap rombongan pengantar jamaah haji yang naik ke dalam kereta”.

Nilai akhlak yang ditujukan oleh orang Belanda kepada penduduk asli yaitu akhlak yang kurang baik.

44 “kata bapakku itu ungkpan no, artinya kita harus selalu menghormati ibu. Kanjeng Nabi juga bilang kita harus lebih dulu menghormati ibu, tiga kali lebih banyak dibanding menghormati bapak”.

Nilai akhlak yang menjelaskan bahwa kita harus lebih banyak

menghormati ibu dari pada menghormati bapak.

62 “jamaah yang berada di dekat pintu Masjid menyingkir, dan mulai mengambil posisi berjongkok menyembah di kanan kiri pintu, membuat lajur terbuka yang bisa dilewati Sri Sultan menuju maksura, tempat shalat khusus bagi Kanjeng Sri Sultan yang berbentuk bujur sangkar, terbuat dari kayu dengan lantai yang lebih tinggi

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh jamaah kepada Sri Sultan berupa penghormatan.

dibandingkan lantai yang lainnya”.

63 “salah seorang ulama yang sangat aku hormati adalah Kiai Abdul Hamid Lempuyang Wangi. Beliau orang yang berilmu tinggi, dan sangat sederhana seperti lazimnya para Kiai. Beliau punya satu kebiasaan yang menonjol, yaitu rasa sayang yang luar biasa terhadap anak – anak yatim piatu”.

Nilai akhlak yang dilakukan oleh Kiai

Dahlan kepada ulama yang berilmu tinggi yaitu

berupa penghormatan.

84 “kalau untuk soal sedekah itu tidak usah khawatir Wis. Masjid Gedhe selalu melakukan pemberian sedekah setiap hari Jum‟at, sehingga umat Islam menjadi banyak terlihat pada hari itu. Nada suara Mas Noor tegas seperti biasa”.

Nilai akhlak berupa sedekah pada setiap hari jum‟at kepada umat Islam di Kauman.

127 “yang tidak disangka – sangka oleh rombongan yang ingin menyogok itu adalah Mbah Sholeh mengubah sebongkah batu menjadi emas di depan mata mereka yang menunjukkan pesan bahwa kalau Mbah mau, dia bisa mendapatkan harta lebih banyak dari yang ditawarkan tentara Belanda itu”.

Nilai akhlak dari mbah Sholeh Darat yang memiliki karomah tetapi beliau tetap rendah hati.

129 “assalamu‟alaikum, ujar Kiai Sholeh Darat membuyarkan lamunanku. Wa‟alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh, Kiai, jawabku dengan sangat gembira melihat Kiai karismatik ini sudah berada di depanku. Segera kuambil tangannya dan kucium”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Kiai Dahlan kepada mbah Sholeh Darat dengan mencium tangan beliau.

192 “maaf Kiai, celana saya kena kotoran sapi. Najis, kata salah

Nilai akhlak yang berupa sifat ikhlas yang

seorang pedagang. Bagaimana shalat bisa diterima Gusti Allah?” “kalau begitu tunggu sebentar”, jawabku sambil masuk ke masjid mengambil tiga lembar kain daganganku, dan kembali keluar menyerahkan kain – kain itu kepada para pedagang sapi. “pakai kain ini.”

”tapi ini kan dagangan Kiai?” ujar salah seorang pedagang sapi. “tidak apa – apa, saya ikhlas buat sampeyan”.

ditunjukkan kepada Kiai Dahlan dengan

memberikan dagangannya.

221 – 222

“saya yang melakukannya pakde!” aku melihat ke arah datangnya suara. Dirjo! Keponakan Kiai Penghulu itu mengangkat tangannya tinggi – tinggi. “aku yang meminta kawan – kawanku untuk membuat shaf baru itu”.

Nilai akhlak berupa kejujuran Dirjo yang mau mengakui perbuatannya yang telah mengubah arah kiblat Masjid Gedhe Kauman.

292 “silakan tunggu disini Kiai, ujar seorang penggawa keraton dengan nada hormat kepada Kiai Dahlan yang menjabat sebagai Khatib Masjid Gedhe Kauman. “Kanjeng Sinuwun akan segera datang”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan dengan nada yang sopan oleh seorang penggawa keraton kepada Kiai Dahlan.

3 “biasanya Kiai Dahlan selalu menatap lawan bicaranya. Namun terhadap Sri Sultan, dia tidak bisa sejelas itu melakukannya”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan dengan menjaga

pandangannya terhadap Sri Sultan.

50 “dalam cerita rakyat, beliau kadang – kadang disebut juga sebagai Kakek Bantal, yang mengajarkan cara – cara baru dalam bercocok tanam, dan mengobati masyarakat sekitar tanpa memungut biaya”.

Nilai akhlak dengan sifat keikhlasan yang

ditunjukkan dengan mengobati tanpa memungut biaya oleh Kakek Bantal.

19 “itu benar, Darwis. Yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya di sisi Allah Ta‟ala hanyalah ketakwaannya. Tapi kamu harus ingat juga bahwa Kanjeng Sultan disebut Sayyidin Panatagama Khalifatullah, wakil Allah SWT di muka bumi ini untuk urusan agama. Jadi sebagai pemimpin, beliau juga harus mendapat penghormatan yang lebih layak dari pada yang dipimpin. Ujar bapak”.

Nilai akhlak yang menunjukkan Kanjeng Sultan sebagai pemimpin sudah seharusnya

mendapat penghormatan yang lebih layak dari pada yang dipimpin.

30 “ilmu bapak rasanya tak akan pernah sebanding dengan Imam Syafi‟i maupun para imam lainnya, Anakku”.

Nilai akhlak berupa kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Kiai Abu Bakar kepada Kiai Dahlan.

33 “dengan cepat aku dekati pengemis itu dan kuberikan telur asin yang tadinya aku niatkan untuk adik – adikku. Pengemis itu pasti lebih membutuhkan”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Darwis kepada pengemis, yaitu dengan memberi telur asin yang dibawanya.

37 “aku mengerjapkan mata berkali – kali. seperti inikah leluhurku yang alim itu? kuambil tangannya dengan cepat untuk kucium. Tangannya besar dan berat dan kasar. Tangan orang – orang yang terbiasa bekerja keras. “Darwis ayo bangun. Darwis,” suara ibu membangunkanku dengan lembut”.

Nilai akhlak yang

ditujukan kepada leluhur Kiai Dahlan yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan mencium tangannya.

46 “Kiai Haji Muhammad Fadlil itu pedagang yang bertanggung jawab, bu. Beliau tak mau menjual barang yang jelek semata – mata untuk mengejar keuntungan duniawi”.

Nilai akhlak berupa tanggung jawab Kiai Fadlil terhadap barang dagangannya.

59 “kamu jangan lama – lama, jangan sampai Kanjeng Sultan sudah di masjid kamu baru datang”.

Nilai akhlak yang biasa ditunjukkan oleh warga Kauman kepada Sri Sultan ketika di masjid.

62 “suasana berubah menjadi jauh lebih hening setelah kedatangan Sri Sultan”.

Nilai akhlak berupa tingkah laku yang ditunjukkan oleh warga Kauman kepada Sri Sultan ketika beliau sudah

memasuki masjid.

64 “di rumahnya yang berukuran cukup besar namun sangat sederhana, Kiai Hamid sering kali membuat masakan bagi anak – anak yatim dan para muridnya seperti aku”.

Nilai akhlak berupa kesederhanaan dan rasa kasih sayang Kiai Hamid kepada anak – anak yatim dan para muridnya seperti Darwis.

76 “tahu kiai, jawab mereka dalam nada pelan, dan kembali menundukkan wajah”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan oleh murid – murid Kiai Dahlan kepada beliau berupa sikap sopan santun.

91 “aku terus berjalan sampai melihat beberapa orang pengemis dan anak – anak gembel yang sedang tiduran di jalan. “sudah pada makan?” tanyaku disambut gelengan kepala mereka”.

Nilai akhlak suka menolong yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada pengemis dan anak – anak gembel di

“ini, coba dibagi yang adil, ujarku sambil membagikan makanan sesajen itu kepada mereka. Wajah mereka langsung berubah ceria, dan berulang kali menyebutkan terima kasih kepadaku”.

pinggir jalan.

89 “atau mau ikut bude sekarang?” tanya ibuku. Aku tersenyum malu dan langsung menundukkan wajah ketika dia menatapku. “jangan sekarang ya bude? Aku mau bantu ibu di rumah”.

Nilai akhlak ketaatan dan kesopanan Darwis kepada ibunya.

99 “baiklah mas Darwis, aku ada urusan dulu”. Salah seorang takmir berdiri menyalami mas Darwis dan yang lain. Aku menganggukkan kepala ke arah mas Darwis, yang dia sambut dengan anggukan cepat juga. Itu sudah cukup bagiku, apalagi setelah melihat cara mas Darwis menjelaskan pendapatnya secara tegas namun tetap sopan”.

Nilai akhlak berupa sikap sopan santun yang

ditunjukkan oleh salah seorang takmir masjid kepada Darwis dan yang lain, juga yang

ditunjukkan oleh Darwis ketika menjelaskan pendapatnya. 113 “terima kasih bapak. Aku mencium tangan

bapak dan ibu. Semoga Walidah nanti tidak mengecewakan harapan bapak ibu”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh kesopanan Walidah kepada orang tuanya dengan mencium tangan kedua orang tuanya. 159

– 160

“belakangan ini bukan hanya pesanan di Jogja yang banyak, tapi juga dari beberapa kota lain. Aku yakin kau sudah tau

bagaimana kejujuran Nabi SAW. Sebagai pedagang. Tapi tidak ada salahnya jika aku ingatkan bahwa kita memang harus jujur dalam berniaga. Jika barang dagangan kita ada yang kurang sempurna, tak bisa kita jual dengan harga yang sama seperti barang yang

Nilai akhlak berupa kejujuran Kiai Fadlil yang mencontohkan Kiai Dahlan dalam berniaga dalam dagangannya.

bagus. Ujar Kiai Fadlil”.

166 “aku rasa bapak masih belum perlu

digantikan. Khutbah – khutbah bapak masih ditunggu jamaah, dan disukai Ngarsa Dalem. Ilmuku belum ada apa – apanya dibandingkan keluasan ilmu dan wawasan yang bapak miliki.”

Nilai akhlak berupa kerendahan hati Kiai Dahlan yang secara tidak langsung ditujukan kepada ayahnya mengenai

perbandingan ilmu dan wawasan beliau. 229 “aku selalu berharap bahwa para kiai yang

telah dididik untuk selalu melakukan

tabayun dalam segala hal, tidak ikut ceroboh mengucapkan kata – kata yang belum

mereka yakini sepenuhnya”.

Nilai akhlak berupa tabayun yang seharusnya ditujukan oleh Kiai supaya tidak ceroboh dalam berucap.

235 “Jono itu hanya marbut yang menyampaikan surat Daniel, kataku. Buat apa kita

menghabiskan tenaga dengan memarahi orang yang keliru?”.

Nilai akhlak berupa kesabaran Kiai Dahlan yang tidak ambisius untuk memarahi orang yang keliru.

262 “mataku terasa perih karena bahagia melihat keseriusan Mas Saleh. Dulu saat aku pergi haji, Mas Saleh juga yang menanggung biaya perjalananku ke Tanah Suci. Kini dengan uang Mas Saleh lagi aku akan melanjutkan perjuanganku di Kauman”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan seorang kakak kepada adiknya, dengan membantu adiknya yang kesulitan.

264 “tidak usah kau pikirkan soal pengembalian Dahlan, aku ikhlas. Katanya disambut anggukan Nyai Saleh”.

Nilai akhlak berupa keikhlasan yang ditunjukkan oleh Kiai Saleh dan istrinya, Nyai Saleh.

357 “Dahlan, agama itu ageming ati, pakaian hati. Sikap dan tindakan kita adalah cerminan hati kita, menunjukkan apa yang sedang kita pikirkan. Orang – orang

Nilai akhlak yang

menunjukkan bahwa sikap dan hati seseorang adalah cerminan hatinya, karena

memandang kita dari sikap dan kelakuan kita Dahlan, dari akhlak kita, bukan hanya dari kata – kata yang keluar dari mulut kita, ujar Mas Noor”.

orang – orang memandang kita dari akhlak kita sendiri.

370 “itulah yang sering dilupakan umat Islam sendiri, akhlak, ujarku. Kanjeng Nabi Muhammad itu dibekali Allah SWT dengan banyak mukjizat. Tapi yang lebih sering diceritakan Al – Qur‟an dan juga kesaksian dari para sahabat – sahabat, bahkan musuh – musuh Nabi yang kafir, adalah bukan

kehebatan mukjizat – mukjizat beliau, tapi kelembutan akhlaknya yang mulia, ujarku sambil bangkit dari kursi”.

Nilai akhlak yang dicontohkan oleh

Rasulullah SAW kepada umat Islam, tetapi terkadang umat Islam sering melupakannya.

404 “salah seorang murid Indo menunjukkan sikap hormat kepadaku sebelum bertanya”. “Meneer Kiai, saya dengar dari kawan – kawan saya yang beragama Islam bahwa Meneer Kiai punya sekolah agama sore hari di Kauman. Apa betul Meneer Kiai?”

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh salah seorang murid Indo

kepada Kiai Dahlan berupa sikap penghormatan.

445 “baik Kiai, jawab Abdul Rosid sambil menghatur sembah kepada Kiai Penghulu sebelum berangkat”.

Nilai akhlak yang ditujukan oleh Abdul Rosid kepada Kiai Penghulu berupa penghaturan sembah.

447 – 448

“mungkin agar kita selalu eling terhadap tugas kita di dunia. Menjadi khalifah, menjadi pemimpin bagi diri sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain,

jawabku”.

Nilai akhlak dari tugas manusia di dunia yaitu sebagai khalifah atau pemimpin yang baik.

Teks penanda pada halaman 2 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono. Kiai Dahlan dipanggil untuk menghadap Sri Sultan, lalu Kiai Dahlan menghaturkan sembah kepada beliau, sembah yang dilakukan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan merupakan sembah yang lazim dilakukan oleh masyarakat jawa, sembah yang biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa kepada Sri Sultan biasanya cukup lama, tetapi karena yang melakukan adalah seorang Kiai, maka sembah yang dihaturkan pun tidak cukup lama.

Pada halaman 10 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai pendidikan akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Abu Bakar kepada Kiai Dahlan pada saat Kiai Abu Bakar sedang berkutbah di atas mimbar di Masjid Gedhe Kauman. Meskipun beliau merupakan seorang Kiai yang berpengetahuan tinggi, tetapi beliau tidak lupa untuk menyapa anaknya dengan menatap wajah anaknya yaitu Kiai Dahlan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kiai Abu Bakar yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi dalam bidang agama, tetap rendah hati kepada siapapun, termasuk anaknya sendiri.

Halaman 42 – 43 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang seharusnya tidak ditujukan kepada seorang Kiai yang berpenampilan apa adanya. Kiai yang nyeker membuat murid – murid STOVIA memandang dengan tatapan yang sinis, sehingga membuat Pono kesal. Hal tersebut menunjukkan

adanya akhlak yang kurang baik yang ditunjukkan oleh murid – murid STOVIA kepada Kiai yang sedang lewat.

Teks penanda pada halaman 43 juga menunjukkan sebuah deskripsi tentang nilai akhlak yang kurang baik, yaitu akhlak yang ditunjukkan oleh orang – orang Belanda pada saat di kereta. Pada saat Darwis di ajak ayahnya mengantar temannya untuk pergi haji, Darwis melihat di dalam kereta orang – orang Belanda tersebut memisahkan diri dengan rombongan haji penduduk asli Yogyakarta. Orang – orang Belanda tersebut menganggap kedudukan mereka seolah – olah lebih tinggi dari pada kedudukan penduduk asli tersebut, sehingga terdapat 2 pintu pemisah di dalam kereta yang memisahkan antara orang – orang Belanda dengan penduduk asli Yogyakarta.

Pada halaman 44 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan kepada seorang ibu. Darwis mengatakan kepada Pono bahwa dalam menghormati orang tua, khususnya ibu, harus benar – benar dengan tindak tanduk yang sangat baik. Darwis juga berkata kepada Pono bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga pernah berkata bahwa dalam menghormati seorang ibu, harus dilakuka lebih banyak dari pada menghormati bapak.

Halaman 62 menunjukkan sebuah deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan yang dilakukan oleh para jamaah Masjid Gedhe pada saat Sri Sultan Hamengkubuwono memasuki Masjid. Para jamaah melakukan penghormatan dengan posisi berjongkok menyembah di kanan kiri, mereka melakukan sembah sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa

kepada seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, seperti Sri Sultan Hamkengkubuwono tersebut.

Teks penanda pada halaman 63 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan oleh Kiai Dahlan kepada Kiai Abdul Hamid Lempuyang Wangi. Beliau mengatakan bahwa Kiai Abdul Hamid merupakan seseorang yang berilmu tinggi, sangat sederhana, dan sangat sayang dengan anak – anak yatim piatu.

Pada halaman 84 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak yaitu sedekah. Mas Noor mengatakan kepada Darwis bahwa pemberian sedekah dari Masjid Gedhe kepada umat Islam di Kauman dilakukan pada setiap hari jumat, sehingga para jamaah akan terlihat banyak pada hari itu di Masjid Gedhe.

Halaman 127 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak oleh Mbah Sholeh Darat. Mbah Sholeh Darat yang mulanya ingin disogok oleh rombongan tentara Belanda dengan uang, beliau langsung menunjukkan sebuah karamah atau kehebatan beliau yakni beliau mengubah sebongkah batu menjadi emas di depan tentara Belanda tersebut, beliau menunjukkan bahwa jika Ia mau, Ia bisa mendapatkan harta yang lebih banyak dari pada yang ditawarkan oleh tentara Belanda tersebut. Hal tersebut menunjukkan sikap kerendah hati Mbah Sholeh Darat, yaitu dengan menolak dan memberi tahu kepada mereka bahwa tidak segalanya dapat dilakukan oleh harta atau materi.

Teks penanda pada halaman 129 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Kiai Sholeh

Darat. Pada saat Kiai Dahlan sedang melamun, tiba – tiba datanglah Kiai Sholeh Darat yang menghampiri Kiai Dahlan dan mengucapkan salam yang kemudian salamnya tersebut membuyarkan lamunan Kiai Dahlan dan seketika itu juga Kiai Dahlan menjawab salam yang dituturkan oleh Kiai Sholeh Darat kepada Kiai Dahlan, kemudian Kiai Dahlan tanpa menunggu – nunggu langsung menggamit tangan Kiai Sholeh Darat dan menciumnya. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu sikap pengehormatan yang dilakukan oleh seseorang yang lebih muda umurnya kepada seseorang yang lebih tua umurnya dan lebih tinggi ilmunya.

Pada halaman 192 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa keikhlasan Kiai Dahlan yang memberikan pakaian yang merupakan dagangannya kepada pedagang sapi untuk dikenakan pada saat shalat karena mengetahui bahwa pakaian yang dikenakan oleh pedagang sapi tersebut terkena najis, sehingga tidak sah untuk shalat.

Halaman 221 – 222 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni kejujuran Dirjo yang mengakui keberaniannya dalam membuat shaf baru di Masjid Gedhe Kauman. Ia mengakui perbuatannya tersebut kepada Kiai Penghulu yang merupakan pakdenya sendiri bahwa Ia dan kawan – kawannya yang telah membuat shaf baru di Masjid Gedhe Kauman.

Teks penanda pada halaman 292 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh penggawa keraton kepada Kiai Dahlan yang saat itu sedang menjabat sebagai khatib di Masjid Gedhe. Penggawa

tersebut mempersilahkan Kiai Dahlan dengan nada hormat ketika Kiai Dahlan hendak menemui Sri Sultan.

Pada halaman 3 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan, yakni dengan menundukkan pandangan ketika berbicara kepada Sri Sultan. Hal tersebut dilakukan beliau karena beliau sangat menghormati Sri Sultan, mengingat Sri Sultan memiliki kedudukan tertinggi di Yogyakarta.

Halaman 50 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa keikhlasan yang ditunjukkan oleh kakek Bantal kepada masyarakat tentang bagaimana caranya bercocok tanam dengan cara yang baru, dan beliau juga mengobati masyarakat tanpa memungut biaya, sehingga masyarakat berantusias untuk itu.

Teks penanda pada halaman 19 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa penghormatan. Kiai Abu Bakar berkata kepada anaknya,

Dokumen terkait