• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Basral berdasarkan skenario film setelah novel Nagabonar Jadi 2 (2007).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Basral berdasarkan skenario film setelah novel Nagabonar Jadi 2 (2007)."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Novel Sang Pencerah

1. Latar Belakang Novel Sang Pencerah

Sang Pencerah adalah novel kedua yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral berdasarkan skenario film setelah novel Nagabonar Jadi 2 (2007). Novel Sang Pencerah merupakan novel adaptasi dari sebuah film yang juga berjudul Sang Pencerah yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan di rilis pada tahun 2010. Novel tersebut diterbitkan atas kerjasama dengan MVP Pictures dan didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU) Bandung.

Bagi Akmal (penulis novel), nama Kiai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah memiliki pengaruh tersendiri dalam kehidupannya, karena Akmal menamatkan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah VI Tebet Timur, Jakarta Selatan. Karena itu, penulisan novel ini membawa Akmal kembali pada pengalaman masa kecil ketika hidup dalam suasana Kemuhammadiyahan (Basral, 2010: xiii - xiv). Novel ini tercipta berkat keinginan besar dan kegigihan Akmal Nasery Basral untuk menovelisasikan kisah hidup K.H. Ahmad Dahlan dalam berdakwah dan mendirikan organisasi Muhammadiyah.

Novelisasi kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan perjuangannya dalam mendirikan organisasi Muhammadiyah ditulis dan dikemas oleh Akmal dengan cukup menarik. Berbeda dengan kebiasaan novelisasi skenario para

(2)

penulis lain yang umumnya hanya sekedar memindahmediakan format skenario ke dalam bentuk novel, Akmal melakukan pendalaman materi skenario dengan memperkaya bahan penulisan, serta mengubah sudut pandang penceritaan dari mata sang tokoh protagonis, sehingga hasilnya adalah sebuah novel yang melengkapi kisah film, bukan mengulangi apa yang sudah dilihat oleh penonton (Basral, 2010: 459).

Kisah K.H. Ahmad Dahlan yang ditulis oleh Akmal dalam novel Sang Pencerah mengambil sudut pandang tokoh utama. Tokoh “aku” dalam novel ini menceritakan kehidupan K.H. Ahmad Dahlan sejak kecil, remaja, hingga dewasa. Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan yang dikemas dalam novel ini mampu menyajikan aspek aspek dari segi kehidupan, seperti aspek dari segi keagamaan yang menjadi topik utama dalam novel ini, dari segi sosial, segi politik, pendidikan, dan masih banyak lagi. Cerita dalam novel ini pun tidak luput sedikitpun dari sudut kehidupan sosok K.H. Ahmad Dahlan yang selalu menghadirkan nilai - nilai positif dari perjalanan hidupnya dan kehidupan orang – orang atau tokoh yang berperan penting dalam mendukung cerita yang terdapat dalam novel.

Novel ini mampu menghadirkan sosok K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, seorang yang sedikit bicara tetapi kaya gagasan, teguh hidup sederhana tetapi mampu mengembangkan amal yang mengubah dunia, suka berdebat tetapi hangat bersahabat. Dengan gaya bahasa yang mengalir, novel ini menuntun pembaca menapaki jalan terang kehidupan tanpa harus

(3)

menggurui (Basral, 2010: i). Sosok K.H. Ahmad Dahlan dalam novel ini juga dikenal dengan sosok yang arif, bijaksana, dan rendah hati terhadap semua orang dan semua kalangan.

Kisah – kisah dan bahkan anekdot – anekdot hidup Ahmad Dahlan masih menjadi referensi simbolik bagi sebagian warga Muhammadiyah dalam menarasikan dan menerjemahkan ulang gerakan modernisme Islam di Indonesia. Akmal bukan saja berani membingkai perjalanan kisah hidup Ahmad Dahlan secara lebih realistis, tetapi juga menawarkan referensi bagi generasi baru bahwa sebuah gagasan besar haruslah diekspresikan secara serius dan ulet, bahkan melalui hal – hal yang kecil (Basral, 2010: iii).

Banyak tokoh lahir menjadi cermin bagi yang lain, dalam berpikir, berucap, dan bertindak. K.H. Ahmad Dahlan adalah salah satu dari cermin yang dimiliki negeri ini, bagi generasinya dan bagi kita para penerusnya (Basral, 2010: ii). Makna positif yang mesti dilihat dari novel ini adalah perannya dalam dua hal, pertama, memindahkan Ahmad Dahlan dari dunia mitos dan akademik ke dunia nyata dan populer di tengah masyarakat. Kedua, menghidupkan kembali ghirah warga Muhammadiyah untuk mengkaji pendiri organisasi dan ajarannya.

2. Karakter Tokoh dalam Novel Sang Pencerah

Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut yang mengakar pada suatu benda atau individu yang menentukan baik buruknya suatu benda atau individu tersebut. Begitu

(4)

juga pada sebuah karya fiksi seperti novel atau cerpen. Pada dasarnya, sebuah cerita akan menarik apabila karakter yang dimiliki dari suatu tokoh berbeda – beda (Tarigan, 2015: 73).

Para pembaca fiksi sudah tentu ingin mengenal, mengetahui, rupa atau watak para tokoh cerita. Oleh karena itu, sang pengarang harus dapat melukiskan rupa, pribadi atau watak para tokoh; sang pengarang harus dapat melukiskan rupa, pribadi atau watak para tokoh; sang pengarang harus dapat membuat pelukisan tokoh atau character delineation dengan sebaik – baiknya. (Tarigan, 2015: 133)

Apabila dilihat dari karakter tokoh dalam karya fiksi, terdapat beberapa karakter tokoh yang menentukan watak dari tokoh tersbut. Karakter tokoh diantaranya ada yang memiliki karakter protagonis, antagonis, dan tritagonis. Protagonis biasanya diperankan oleh tokoh utama, dan karakter yang dimiliki dari sang tokoh tersebut adalah sifat atau watak yang baik. Tokoh protagonis dalam sebuah karya fiksi seperti novel biasanya diceritakan dari awal cerita sampai di penghujung cerita. Sedangkan pada tokoh antagonis, biasanya diperankan oleh tokoh kedua atau yang bertolak belakang langsung dengan tokoh protagonis, karena tokoh ini biasanya diperankan oleh tokoh yang memiliki karakter jahat atau tidak pernah sependapat oleh tokoh protagonis. Tokoh tritagonis merupakan tokoh penengah, ciri dari karakter tokoh ini yaitu menjadi pemisah atau penengah antara tokoh protagonis dan antagonis yang biasanya disebabkan karena adanya konflik dalam kehidupan yang menyangkut tokoh – tokoh tersebut.

(5)

Setiap novel pasti memperlihatkan bagaimana karakter manusia terbangun dan tercipta oleh keadaan. Dengan adanya karakter dari setiap tokoh novel, diharapkan pembaca dapat mengikuti dan merasakan setiap alur adegan dalam novel tersebut. Tokoh yang terdapat dalam novel Sang Pencerah antara lain adalah:

a). K.H. Ahmad Dahlan

Sebelumnya adalah Muhammad Darwis, setelah Ia pergi menuntut ilmu di Mekah selama lima tahun kemudian pulang ke Indonesia, Ia mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Ahmad Dahlan kecil pun dikenal oleh masyarakat kraton kasultanan ngayogyakarta hadiningrat sebagai seorang yang arif, bijaksana, dan memiliki rasa ingintahu yang tinggi, terutama dalam bidang keagamaan. Begitu juga dengan Ahmad Dahlan setelah kembalinya dari mekah, beliau pun memiliki bekal ilmu yang sangat banyak mengenai ilmu Agama, sehingga beliau menjadi dakwah di Yogyakarta, khususnya di Kauman tempat beliau tinggal.

Beliau merupakan anak dari K.H. Abu Bakar dan Nyai Siti Walidah. Istri dari K.H. Ahmad Dahlan adalah Siti Walidah, yaitu anak dari Kiai dan Nyai Fadlil yang merupakan paman dan bibi dari beliau. Pada saat K.H. Ahmad Dahlan berumur 22 tahun, beliau memiliki satu orang anak yang diberi nama Siti Johanah binti Ahmad Dahlan, kemudian di umur yang sama, sosok ibu yang selama ini dibangga – banggakan oleh

(6)

beliau dipanggil oleh sang Khaliq. Berpulangnya Siti Aminah meninggalkan beliau dan yang lain selama – lamanya menyebabkan kedukaan yang amat mendalam bagi masyarakatnya. Tapi hal tersebut tidak membuat K.H. Ahmad Dahlan larut dalam kesedihan dan kedukaan yang mendalam, beliau tetap semangat menjalani hari – harinya bersama istri dan buah hatinya.

Karakter tokoh dari sosok K.H. Ahmad Dahlan adalah karakter tokoh protagonis atau karakter tokoh yang dimiliki oleh peran/tokoh utama. Karakter ini adalah penyabar, baik, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi (Basral, 2010: 20).

b). K.H. Abu Bakar

K.H. Abu Bakar adalah ayah dari K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan istri dari Nyai Siti Walidah. Beliau merupakan pemuka agama yang memiliki karakter jiwa sosial yang tinggi, penyabar, rendah hati, dan mau berbagi dengan siapapun. Beliau merupakan keturunan ke sepuluh dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan salah satu wali yang mendakwahkan Agama Islam di pulau Jawa. Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan salah satu anggota dari WaliSongo. K.H. Abu Bakar juga adalah Imam Masjid Gedhe Kraton, beliau merupakan orang yang disegani dan dihormati oleh warga Kauman dan Kraton selain Sultan Hamengkubuwono (Basral, 2010: 29).

(7)

Siti Aminah atau Nyai Abdullah merupakan istri dari K.H. Abu Bakar yang juga ibu dari K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah putri dari Kiai Haji Ibrahim, seorang penghulu Kasultanan yang cukup terpandang. Anak dari pernikahan Siti Amanah dan K.H. Abu Bakar adalah tujuh, yaitu lima anak perempuan, dan dua orang anak laki – laki termasuk K.H. Ahmad Dahlan. Karakter dari Siti Aminah ibu K.H. Ahmad Dahlan ini adalah penyabar, penyayang, terutama kepada anak – anaknya seperti K.H. Ahmad Dahlan (Basral, 2010: 33).

d). Siti Walidah

Siti Walidah merupakan istri K.H. Ahmad Dahlan yang juga anak dari Kiai dan Nyai Fadlil. Siti Walidah dikenal sebagai seorang yang baik hati dan memiliki paras yang indah, sehingga banyak warga Kauman yang ingin menjadikannya sebagai menantunya. Tetapi orang tua Siti Walidah dan orang tua K.H. Ahmad Dahlan sudah merencanakan akan menjodohkan mereka sejak kecil, sampai akhirnya mereka menikah di umur yang relatif muda.

Ia menikah dengan K.H. Ahmad Dahlan pada umur 17 tahun, dan saat itu K.H. Ahmad Dahlan berumur 21 tahun. Mereka dikaruniai 7 anak yang masing – masing diberi nama Johanah binti Ahmad Dahlan, Siradj Dahlan bin Ahmad Dahlan, Siti Busyro binti Ahmad Dahlan, Irfan Dahlan bin Ahmad Dahlan, Siti Aisyah binti Ahmad Dahlan, Siti Zaharah binti

(8)

Ahmad Dahlan, dan yang terakhir adalah Dandanah binti Ahmad Dahlan (Basral, 2010: 43).

e). Muhammad Fadlil

Muhammad Fadlil yang biasa dipanggil Kiai Fadlil merupakan ayah dari Siti Walidah, istri K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah Kiai yang juga dikenal sebagai pedagang kain batik. Beliau adalah seorang yang ramah, baik hati, dan tidak mudah marah, Beliau juga cukup disegani dan dihormati oleh warga – warga Kauman karena beliau seorang pemuka agama seperti K.H. Abu Bakar ayah dari K.H. Ahmad Dahlan (Basral, 2010: 51).

f). Nyai Fadlil

Nyai Fadlil merupakan Ibu dari Siti Walidah yang juga istri dari Muhammad Fadlil atau yang biasa dipanggil Kiai Fadlil. Beliau adalah seorang yang teguh dalam menekuni dagangannya dengan membantu sang suami Kiai Fadlil dalam berdagang Kain batik di pasar Beringharjo (Basral, 2010: 56).

g). Pono

Pono adalah sahabat K.H. Ahmad Dahlan sejak kecil. Mereka adalah dua sejoli yang apabila bermain selalu bersama. Pono dikenal sebagai sosok yang dermawan, baik hati, dan suka menolong. Ayahnya

(9)

meninggal sejak Ia masih berumur kurang lebih 10 tahun (Basral, 2010: 45).

h). Ibu Pono

Ibu Pono adalah ibu dari Pono, sahabat dari K.H. Ahmad Dahlan. Beliau dan Pono merupakan keluarga yang sederhana, dalam artian tidak semua keinginan yang diinginkan dapat terwujud dengan baik, karena pada saat yasinan Pak Poniman, suami dari ibu pono, beliau meminjam uang untuk mengadakan acara yasinan 40 harinya Pak Poniman, ayah dari Pono. Ibu Pono merupakan seorang yang sederhana, dan ramah serta mudah bergaul dengan siapapun (Basral, 2010: 48).

i). Mas Noor

Mas Noor merupakan kakak ipar dari K.H. Ahmad Dahlan yang juga seorang Kiai. Digambarkan sebagai sosok yang memiliki banyak pengetahuan tentang ilmu Agama, tetapi tidak sombong terhadap ilmu yang dimilikinya (Basral, 2010: 71).

j). Mas Saleh

Mas Saleh adalah kakak ipar dari K.H. Ahmad Dahlan, beliau merupakan seorang Kiai dan juga pernah belajar di Makkah seperti adik iparnya, K.H. Ahmad Dahlan. Beliau digambarkan sebagai sosok yang rendah hati, mau berbagi tentang pengalamannya belajar di Makkah kepada K.H. Ahmad Dahlan yang juga akan menunaikan kewajibannya menuntut ilmu di Makkah (Basral, 2010: 78).

(10)

k). Mas Muhsin

Mas Muhsin adalah kakak ipar dari K.H. Ahmad Dahlan yang juga seorang Kiai. Beliau digambarkan sebagai seorang yang penurut terlebih terhadap seorang yang lebih tua darinya (Basral, 2010: 81).

l). Kiai Sholeh Darat

Kiai Sholeh Darat merupakan seorang Ulama besar yang memiliki Pondok Pesantren di daerah Semarang. Kiai sholeh darat adalah salah satu guru dari K.H. Abu Bakar, ayah dari K.H. Ahmad Dahlan. (Basral, 2010: 90).

m). Kiai Haji Kamaludiningrat

Kiai Haji Kamaludiningrat adalah seorang guru ngaji di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Beliau memiliki sifat yang tegas untuk urusan membaca Al – Qur‟an, karena itu murid – murid beliau selalu terdengar keras apabila sedang melantunkan ayat – ayat suci Al – Qur‟an, karena apabila suara mereka melunak sebentar saja, maka Kiai akan tahu siapa pemilik suara yang terlihat sedang tidak bersemangat (Basral, 2010: 103). n). Syaikh Abdul Kahar

Syaikh Abdul Kahar adalah teman dari K.H. Abu Bakar, ayah dari K.H. Ahmad Dahlan. Beliau tinggal di kampung Jawa. K.H. Ahmad Dahlan juga sempat tinggal selama lima hari di rumah Syaikh Abdul Kahar

(11)

sebelum keberangkatannya ke Jeddah, Mekah. Beliau digambarkan sebagai seorang yang suka menolong dan baik hati (Basral, 2010: 112).

o). Sri Sultan Hamengkubuwono VII

Nama asli dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII adalah Gusti Raden Mas Murtejo, merupakan putra tertua Sultan Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 13 Agustus 1877. Ia merupakan seorang yang bijaksana karena pada masa pemerintahannya banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya berjumlah 17 pabrik. Selain itu, beliau juga telah memerintah K.H. Ahmad Dahlan untuk kembali berhaji dan menimba ilmu di Mekah, dan dari pihak Kraton akan membiayai (Basral, 2010: 120).

p). Syaikh Abdul Ghaniy

Syaikh Abdul Ghaniy merupakan guru dari K.H. Ahmad Dahlan selama beliau menuntut ilmu dan sekaligus berhaji di Makkah. Syaikh Abdul Ghaniy merupakan Ulama besar yang baik hati, karena beliau juga yang mengantar K.H. Ahmad Dahlan ke tempat peristirahatan selama di Makkah (Basral, 2010: 128).

q). Syaikh Khayat dan Kiai Mahfudz

Syaikh Khayat dan Kiai Mahfudz adalah guru dari K.H. Ahmad Dahlan selama beliau belajar dan menuntut ilmu di Makkah. Syaikh

(12)

Khayat dan Kiai Mahfudz merupakan Ulama yang rendah hati dan mau berbagi, terutama berbagai dalam ilmu agama, oleh karenanya K.H. Ahmad Dahlan sangat senang bertemu dan menuntut ilmu dengan mereka di Makkah pada waktu itu (Basral, 2010: 136).

r). Daniel, Jazuli, Hisyam, dan Muhammad Sangidu

Daniel, Jazuli, Hisyam, dan Muhammad Sangidu adalah empat murid K.H. Ahmad Dahlan saat beliau mulai mengajar pengajian di langgar kidul Kauman. Berbeda dengan Daniel, Jazuli, dan Hisyam, Muhammad Sangidu merupakan adik tiri dari K.H. Ahmad Dahlan, yaitu anak dari ibu tiri beliau, atau istri kedua K.H. Abu Bakar setelah istri pertamanya Siti Aminah meninggal. Mereka berempat merupakan murid yang penurut dengan K.H. Ahmad Dahlan. Mereka merasa mendapatkan pengetahuan yang berbeda dari K.H Ahmad Dahlan, karena beliau mengajar mereka dengan metode yang sebelumnya belum pernah diterapkan di Kauman. Mereka pun menerimanya dengan senang hati (Basral, 2010: 87).

s). Dirjo, Tejo, Sadikun, Misbah

Tejo, Sadikun, dan Misbah merupakan teman dari Dirjo, keponakan dari Kiai penghulu Kamaludiningrat. Dirjo bersama teman – temannya digambarkan sebagai sosok pemberani, karena mereka telah membuat geger di Masjid Gedhe, karena telah membuat shaf baru sebagai arah kiblat shalat di Masjid Gedhe. Mereka menggaris shaf di Masjid Gedhe tanpa

(13)

sepengetahuan siapapun. Mereka mendengar bahwa Kiai Dahlan telah berasumsi bahwa shaf yang ada di Masjid Gedhe masih kurang tepat, karena menurut Kiai Dahlan shaf yang tepat adalah 45 derajat mengarah ke barat laut, oleh karena itu mereka menggaris shaf baru dengan kapur di atas lantai Masjid Gedhe dengan alasan bahwa mereka ingin menegakkan kebenaran (Basral, 2010: 189).

t). Jono

Jono adalah seorang marbut Masjid Gedhe. Marbut merupakan penjaga dan pengurus Masjid. Jadi Jono merupakan penjaga dan pengurus Masjid Gedhe. Ia dikenal oleh murid – murid pengajian Kiai Dahlan seperti Daniel, Hisyam, dan Sangidu sebagai seorang yang sombong karena apabila bertemu mereka Jono selalu buang muka,tetapi Ia selalu taat perintah dan patuh terhadap Kiai Kamaludiningrat (Basral, 2010: 200). u). Nyai Saleh

Nyai Saleh adalah istri dari Kiai Saleh, yang juga merupakan saudara perempuan dari K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah seorang yang peduli dan perhatian terhadap adik kandung dan adik iparnya yang sekaligus sepupunya, yaitu Siti Walidah. Beliau juga yang membujuk Kiai Dahlan dan istrinya Siti Walidah ketika mereka akan pergi ke Semarang

(14)

untuk meninggalkan Kauman sementara paska peristiwa penghancuran secara paksa Langgar kidul milik Kiai Dahlan (Basral, 2010: 230).

v). Kiai Ibrahim

Kiai Ibrahim adalah kakek dari Kiai Dahlan dan Siti walidah yang juga merupakan ayah dari Siti Aminah dan Kiai Fadlil. Beliau merupakan seorang yang suka menolong, karena beliau ikut menyumbangkan dana untuk rencana pembangunan Langgar kidul yang sudah luluh lantak akibat ulah santri dari Kiai Kamaludiningrat (Basral, 2010: 245).

w). Bakker

Bakker adalah seorang pendeta asal Belanda yang diberi tawaran diskusi oleh Kiai Dahlan bahwa Kiai Dahlan meminta Pendeta Bakker untuk berpindah Agama Islam apabila ajaran Islam adalah ajaran yang paling benar, sedangkan Kiai Dahlan juga berjanji bahwa Ia akan berpindah Agama Kristen apabila Ajaran Kristen adalah ajaran yang paling benar. Pendeta Bakker lalu mempertimbangkan tawaran tersebut sebelum akhirnya kembali ke Belanda (Basral, 2010: 310).

x). Johanah

Johanah adalah anak pertama sekaligus putri pertama Kiai Dahlan dan Siti Walidah. Ia merupakan seorang yang penyayang terhadap adiknya, Siraj dan kedua orang tuanya, Kiai Dahlan dan Siti Walidah (Basral, 2010: 50).

(15)

Siraj adalah anak kedua sekaligus putra pertama dari Kiai Dahlan dan Siti Walidah. Ia merupakan seorang yang penurut terhadap kedua orang tuanya Kiai Dahlan dan Siti Walidah, juga kepada kakaknya, Johanah (Basral, 2010: 60).

z). Syaikh Rasyid Ridha

Syaikh Rasyid Ridha merupakan seorang yang ahli ibadah dan sudah berusia 39 tahun. Beliau merupakan murid dari Syaikh Jamaludin Al - Afghani dan Syaikh Muhammad Abduh. Beliau adalah seorang ulama yang berpengetahuan tinggi, bersikap kritis, dan memiliki ketegasan yang tinggi (Basral, 2010: 298).

3. Sinopsis Novel Sang Pencerah

Muhammad Darwis lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Yogyakarta. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya adalah perempuan, kecuali adik bungsunya, yang bernama Muhammad Sangiudi. Pada umur 15 tahun Ia pergi berhaji dan sekaligus menuntut ilmu di Makkah selama 5 tahun. Sepulang dari Makkah Ia menikah dengan Siti Walidah yang juga anak pamannya, yaitu Kiai Fadlil dan Nyai Fadlil. Ia juga mendakwahkan ilmunya yang Ia dapat dari Makkah seperti ilmu Falaq, ilmu Hadis, dan ilmu Qira’at yang Ia ajarkan di mushola dekat rumahnya yang biasa disebut sebagai langgar kidul.

Muhammad Darwis, tokoh utama dalam cerita ini, adalah nama sebenarnya dari K.H. Ahmad Dahlan. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga biasa

(16)

dan menjadi seseorang yang luar biasa. Ia menjadi pionir yang menggagas pemikiran bahwa Islam itu mudah dan membebaskan, bukan Agama yang menyulitkan seperti yang dianut di Jawa kuno pada saat itu. Spirit keagamaan tokoh Darwis ini berpadu manis dengan jiwa nasionalisme yang ada di dalam dirinya.

Dalam mendakwahkan ilmunya, Kiai Dahlan mendapat banyak rintangan, karena beliau sempat mengajarkan ilmu Agama kepada empat orang muridnya, yang salah satunya merupakan adik beliau, dengan menggunakan alat musik biola. Hal tersebut mengundang keanehan bagi warga Kauman yang saat itu belum atau masih awam terhadap alat musik, karena menurut mereka alat musik adalah buatan orang kafir. Mereka pun secara terang – terangan mengatakan bahwa Kiai Dahlan merupakan Kiai Kafir. Namun sosok Kiai Dahlan yang penyabar, beliau tidak seketika itu juga menggunakan amarahnya untuk memarahi warga Kauman atau menegur mereka, tetapi justru beliau bersabar dengan tidak mengindahkan omongan warga Kauman mengenai Kiai kafir tersebut.

Di Makkah, Kiai Dahlan belajar ilmu Falaq atau biasa disebut dengan ilmu perbintangan. Dari ilmu Falaq tersebut, Kiai Dahlan mencoba meluruskan arah kiblat pada waktu itu di Masjid Gedhe Kauman yang kurang tepat arah kiblatnya. Kiai Dahlan mencoba melakukan diskusi dengan para Kiai dari Kauman dan juga Kiai dari beberapa daerah di luar Yogyakarta. Setelah diskusi selesai dengan kurang memuaskan di hati Kiai Dahlan, karena

(17)

para Kiai tersebut kurang setuju dengan usul dari Kiai Dahlan, maka pada keesokan harinya di lantai Masjid Gedhe tersirat garis yang mengarah pada arah kiblat yang diusulkan oleh Kiai Dahlan. Seketika itu juga Kiai Penghulu Kamaludiningrat terlihat marah karena hal tersebut dianggap telah meremehkan Ngarsa Dalem dan dianggap telah menodai kesucian Masjid Gedhe.

Seiring dengan peristiwa yang terjadi di Masjid Gedhe Kauman, Kiai Penghulu Kamaludiningrat memerintah Kiai Dahlan agar supaya Kiai Dahlan menutup langgar kidul miliknya. Hal tersebut karena pada saat bulan Ramadhan, shalat tarawih yang terjadi di Masjid Gedhe lebih sedikit dibandingkan dengan di langgar kidul milik Kiai Dahlan. Para jamaah Masjid Gedhe yang biasanya melaksanakan shalat disana telah berpindah menjadi jamaah langgar kidul karena jumlah rakaat shalat tarawih yang ditetapkan oleh Kiai Dahlan di langgarnya lebih sedikit, yaitu berjumlah 11 rakaat, sedangkan di Masjid Gedhe berjumlah 23 rakaat. Kiai Dahlan tetap bersikeras untuk tidak menutup langgar miliknya, meskipun Kiai Penghulu Kamaludiningrat telah memerintahnya sebanyak tiga kali untuk menutup langgar tersebut dengan surat – surat yang telah diantarkan oleh marbut Masjid Gedhe.

Setelah kegigihan Kiai Dahlan untuk tetap tidak menutup langgar kidul miliknya meskipun Kiai Penghulu Kamaludiningrat telah menyuruhnya berulang kali, musibah pun datang dengan tidak disangka – sangka oleh Kiai

(18)

Dahlan maupun keluarganya dan murid – muridnya yang saat itu sedang tadarusan di langgar kidul. Tiba – tiba saja orang – orang suruhan Kiai Kamaludiningrat datang dan menanyakan keberadaan Kiai Dahlan, setelah diketahui bahwa Kiai Dahlan tidak ada di langgar tersebut mereka pun memaksa murid – murid Kiai Dahlan yang sedang tadarusan untuk pergi dari langgar karena mereka ingin memaksa untuk merobohkan langgar kidul yang merupakan tempat Kiai Dahlan dan murid – muridnya mengadakan pengajian. Akhirnya langgar tersebut dirobohkan secara paksa oleh orang – orang suruhan Kiai Penghulu Kamaludiningrat tanpa Kiai Dahlan menyaksikan langsung peristiwa miris yang dialaminya tersebut, karena Kiai Dahlan berada di rumah Kiai Fadlil yang merupakan mertua sekaligus paman beliau untuk menenangkan pikirannya akibat ulah orang – orang suruhan Kiai Penghulu Kamaludiningrat yang tidak tahu belas kasih tersebut membongkar paksa langgar yang selama ini menjadi sarana prasarana Kiai Dahlan untuk memberi ilmu pendidikan tentang Agama kepada murid – muridnya.

Setelah berbagai cobaan di alami oleh Kiai Dahlan, maka beliau pun memutuskan untuk meninggalkan Kauman tanpa sepengetahuan warga Kauman maupun saudaranya, kecuali keluarga beliau sendiri sudah mengetahui mengenai rencana beliau untuk meninggalkan Kauman. Kiai Dahlan sengaja merahasiakan hal tersebut, karena beliau khawatir akan tidak diijinkan apabila beliau memberitahu mengenai rencana keberangkatannya ke Semarang. Ketika beliau sudah di dalam gerbong kereta yang akan

(19)

membawanya ke Semarang, tiba – tiba Kiai Saleh dan Nyai Saleh datang untuk menjemput mereka kembali pulang. Hal tersebut terjadi karena Kiai Saleh dan Nyai Saleh mendatangi rumah Kiai Dahlan dan ternyata Kiai Dahlan dan keluarganya tidak ada di rumah, kemudian membawa kecurigaan Kiai Saleh dan Nyai Saleh terhadap Kiai Dahlan dan keluarganya bahwa mereka akan pergi meninggalkan Kauman. Setelah bertemu di kereta, Kiai Saleh dan Nyai Saleh membujuk adiknya Kiai Dahlan dan Siti Walidah untuk kembali ke Kauman, kemudian Kiai Saleh berkata bahwa beliau akan membantu untuk pembangunan kembali langgar kidul milik Kiai Dahlan yang sudah hancur akibat ulah orang – orang suruhan Kiai Penghulu Kamaludiningrat. Akhirnya, setelah Kiai Saleh berkata akan membantu pembangunan langgar kidul kembali milik adiknya Kiai Dahlan, akhirnya beliau pun memutuskan untuk kembali ke Kauman dan membatalkan kepergiannya ke Semarang.

Pembangunan kembali langgar kidul milik Kiai Dahlan dilakukan oleh murid – murid beliau dengan penuh semangat yang tinggi. Dibantu juga dengan pemuda – pemuda suruhan mas Saleh agar pembangunan tersebut cepat selesai. Setelah berminggu – minggu dibangun dengan jeri payah, akhirnya langgar kidul pun kini berdiri kembali. Setelah langgar tersebut kembali beridiri, Kiai Dahlan dan para murid – muridnya pun langsung menggunakannya untuk pengajian, kegiatan yang biasanya dilakukan oleh

(20)

Kiai dan murid – muridnya sebelum langgar kidul tersebut dirobohkan secara paksa.

Paska peristiwa yang sudah dialami Kiai Dahlan di langgarnya dan tuduhan yang diberikan oleh warga kampung Kauman, beliau pun memutuskan untuk melepas jabatannya sebagai tibamin (khatib amin) Masjid Gedhe. Setelah jabatan tibamin tersebut lengser dari posisi Kiai Dahlan, pada tahun 1904 Sri Sultan Hamengkubuwono VII memerintah atau meminta Kiai Dahlan untuk kembali ke Makkah menunaikan ibadah Haji, dan Kraton akan menanggung semua biaya pemberangkatan hingga beliau pulang ke tanah air. Mendengar hal tersebut, Kiai Dahlan pun merasa bahagia. Akhirnya beliau pun berangkat ke tanah suci dengan putra keduanya, yaitu Siraj Dahlan yang saat itu masih berusia enam tahun.

Sepulang dari tanah suci, Kiai Dahlan bergabung dengan organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Setelah Kiai Dahlan bergabung dan mencoba mendalami organisasi Budi Utomo, beliau pun tertarik untuk mendirikan suatu organisasi yaitu organisasi perkumpulan Islam yang sedang direncanakan oleh beliau.

Di langgar kidul milik Kiai Dahlan, beliau mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah yang saat itu sarana prasarananya menyerupai sekolah Belanda sehingga mengundang perhatian para warga Kauman bahwa Kiai Dahlan dianggap sudah gila pada mereka. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat Kiai Dahlan untuk terus berjuang mempertahankan

(21)

Madrasah Ibtidaiyah Diniyah agar tetap berdiri dengan sarana prasarana seperti sekolah Belanda dengan meja dan kursi yang menjadi sarana belajarnya meskipun sudah dianggap para warga Kauman bahwa Kiai Dahlan merupakan Kiai Kafir, karena sudah menyerupai orang – orang belanda yang kafir dalam memberikan pendidikan kepada murid – muridnya di Kauman. Meskipun begitu, tidak menyurutkan para semangat murid – murid Kiai Dahlan yang sejak awal selalu setia menemani beliau, yaitu Fahrudin, Sudja, Hisyam, Dirjo, dan Sangidu yang merupakan adik tiri Kiai Dahlan.

Tiba – tiba Kiai Dahlan teringat akan organisasi Islam yang akan didirikannya, mengenai perkumpulan Islam yang saat itu beliau masih bingung untuk memberikan nama untuk perkumpulan Islam yang akan didirikannya. Akhirnya beliau pun memutuskan untuk mengadakan diskusi dengan murid – murid setianya, yaitu Hisyam, Fahrudin, Sudja, Sangidu. Setelah diskusi berjalan dengan baik, akhirnya pun nama dari perkumpulan Islam yang akan dibentuk tersebut mendapatkan ide dari adik tiri Kiai Dahlan, yaitu Muhammad Sangidu. Ia mencetuskan nama dari perkumpulan Islam dengan nama “Muhammadiyah” yang artinya pengikut Nabi Muhammad SAW. Ide Sangidu pun mendapat respon positif dari murid – murid Kiai Dahlan yang lain termasuk Kiai Dahlan sendiri.

Setelah nama Muhammadiyah disetujui oleh organisasi Budi Utomo, akhirnya Kiai Dahlan pun menemui Sri Sultan Hamengkubuwono VII untuk meminta persetujuan bahwa akan didirikannya perkumpulan Islam

(22)

Muhammadiyah. Sri Sultan pun akhirnya mengizinkan perkumpulan Islam Muhammadiyah tersebut beridiri, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan Agama Islam, maka Sri Sultan pun memerintahkan Patih ndalem untuk menyampaikan permohonan izin itu kepada Kiai Penghulu Kamaludiningrat. Mendengar hal tersebut, Kiai Penghulu Kamaludiningrat bergegas untuk memberitahu anggota – anggota beliau yang rata – rata merupakan khatib amin Masjid Gedhe Kauman. Rapat pun dimulai di Pendopo Pengulon. setelah rapat selesai, keputusan Kiai Penghulu Kamaludinigrat adalah tidak mengizinkan perkumpulan Islam Muhammadiyah tersebut berdiri, akhirnya para pengikut yang sudah menandatangani surat persetujuan untuk bergabung dalam perkumpulan Islam Muhammadiyah itu pun membatalkannya.

Keputusan yang diberikan oleh Kiai Penghulu Kamaludinigrat bukanlah keputusan terakhir beliau, karena setelah diteliti lagi, ternyata beliau salah dalam membaca antara kata “resident” dengan kata “president”, setelah beliau mengetahui kesalahannya dalam membaca tersebut akhirnya beliau pun memutuskan untuk menyetujui perkumpulan Islam itu berdiri dan berdamai dengan Kiai Dahlan yang sebelumnya ada konflik mengenai ajaran Kiai Dahlan yang dianggap sudah melenceng dari ajaran Islam di Kauman yang seperti diajarkan oleh Kiai Penghulu Kamaludiningrat. Setelah segala peristiwa yang dialami oleh Kiai Dahlan baik suka maupun duka terlalui, akhirnya Perkumpulan Islam Muhammadiyah pun diresmikan oleh Kiai Dahlan pada 12 November 1912.

(23)

4. Kritik terhadap novel Sang Pencerah

Novel Sang Pencerah merupakan novel inspirasi dari sosok perjuangan Kiai Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah. Sejauh ini belum banyak novel – novel yang isinya dapat membuat pembacanya merasakan banyak kebermanfaatan yang di dapat dari Ia membaca sebuah novel. Novel ini seolah – olah dapat membawa pembacanya kembali ke jaman dimana negara Indonesia belum merdeka, yang saat itu masih dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda, khususnya di pulau Jawa.

Apalagi dibalik itu terdapat sosok yang dapat menginspirasi seperti Kiai Ahmad Dahlan, sosok yang saat itu dapat membimbing, mendidik, dan mengayomi masyarakat Yogyakarta dibalik kesulitan dan penderitaan masyarakat pada saat itu. Novel ini pun mendapat respon positif dari banyak kalangan, seperti sutradara film Sang Pencerah, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan masih banyak lagi. Dibalik respon positif tersebut, masih terdapat kekurangan dan juga kelebihan di dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral ini, kekurangan dan kelebihan itu adalah

Kekurangan dari novel Sang Pencerah ini yaitu novel ini diterbitkan setelah film sudah ditayangkan. Novel ini menjadi terbatas dalam eksplorasi cerita. Seandainya novel ini hadir terlebih dahulu maka alur ceritanya mungkin akan lebih menarik, karena penulis akan lebih bebas untuk berimajinasi. Penulis harus mengikuti alur yang skenarionya sudah ada dan

(24)

ditambahi fakta, kemudian didramatisasi. Tema yang ditampilkan juga terbatas tentang K.H. Ahmad Dahlan saja, padahal sebenarnya santri – santri K.H. Ahmad Dahlan masih bisa dieksplorasi, namun tidak mungkin. Pembaca lebih mudah menduga ending cerita. Ending ceritanya adalah berdirinya Muhammadiyah. Curiosity adalah faktor penting dalam sebuah novel, karena tanpa itu, novel akan terasa hambar. Tidak terdapat curiosity, passion, dan kejutan.

Kelebihan dari novel Sang Pencerah ini yaitu novel ini dengan sudut pandang orang kesatu, yaitu “Aku” (K.H. Ahmad Dahlan) menceritakan kisah hidupnya sendiri. K.H. Amad Dahlan bercerita mulai dari kehidupan masa kecil, remaja, pemuda, hingga dewasa, dan sampai berdirinya organisasi Muhammadiyah. Kisahnya yaitu tentang kesedihan, perjuangan, dan tetesan air mata. Kisah K.H. Ahmad Dahlan adalah kisah yang kompleks mulai konflik diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kita yang membaca novel ini akan mengerti bahwa Muhammadiyah adalah kristalisasi perjuangan K.H. Ahmad Dahlan, karena melalui Muhammadiyah ide – ide K.H. Ahmad Dahlan diaplikasikan secara nyata. Novel ini juga terasa lebih polos dan apa adanya, bahwa seorang Ulama kadang bisa bersikap terpuji dan kadang diluar dugaan. Ulama juga merupakan manusia biasa yang tidak luput dari dosa dan kesalahan. Hal tersebut terbukti dengan dirobohkannya langgar kidul milik K.H. Ahmad Dahlan oleh orang – orang suruhan Kiai Penghulu Kamaludiningrat. Apabila membaca novel ini maka secara tidak sadar kita

(25)

langsung belajar kehidupan kaum santri di Indonesia. Mereka hidup dalam kaidah dan norma yang unik. Contohnya adalah disamping berdakwah, pekerjaan K.H. Ahmad Dahlan adalah berdagang batik. Fakta bahwa Budi Utomo adalah mentor K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi Muhammadiyah adalah sesuatu yang menarik. Sebab, untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah harus masuk dalam organisasi Budi Utomo terlebih dahulu, karena pemerintah Hindia Belanda hanya percaya bahwa kaum terpelajar adalah yang mampu mendirikan organisasi.

B. Nilai – Nilai Pendidikan Islam yang Terkandung dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral

Menurut Kurniawan (2012: 33), pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Saebani (2012: 43) menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah sistem pengajaran yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Sumber ajaran Islam yang dimaksudkan adalah Al – Qur‟an dan As – Sunnah. Dengan pengertian ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa setiap pendidikan yang bukan bersumber dari ajaran Islam tidak dikategorikan sebagai pendidikan Islam.

Dari analisis peneliti terhadap novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral, peneliti menguraikan tentang nilai – nilai pendidikan Islam yang

(26)

terkandung dalam novel Sang Pencerah baik berupa dialog, maupun teks yang terkandung dalam novel. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan akhlak

Akhlak atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Ilyas, 2012: 2). Dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral terkandung adanya nilai pendidikan akhlak, yaitu ditandai dengan contoh teks – teks sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai pendidikan akhlak dalam novel Sang Pencerah

Hal Signifier (Penanda) Signified (Petanda) 2 “Kiai Dahlan dengan cepat menghaturkan

sembah yang lazim dilakukan masyarakat Jawa. Biasanya sembah itu dilakukan cukup lama, namun karena yang melakukan adalah seorang Kiai yang cukup berpengaruh, Sultan segera memberi isyarat agar Kiai Dahlan menghentikan sembahnya”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Kiai Dahlan kepada Sri Sultan

10 “dari atas mimbar itulah wajah bapakku yang berpengetahuan tinggi tetapi sangat rendah hati, selalu menyempatkan untuk menatap wajahku walau sesaat di tengah penuhnya jamaah”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan oleh ayah dari Kiai Dahlan kepada

anaknya, yaitu sifat rendah hati.

42 –

“Murid STOVIA bicara bahasa Belanda itu biasa Pono”.

Nilai akhlak yang ditujukan kepada Kiai

(27)

43 “Iya wis, tapi aku lihat tatapan mata mereka sinis sekali terhadap dua orang Kiai yang sedang lewat. Aku nggak kenal mereka, tapi aku yakin mereka juga Islam, atau paling tidak orangtua mereka beragama Islam. Tetapi dari cara bicara dan gaya mereka melihat dua orang Kiai yang jalan nyeker itu, aku kesal, marah, juga benci pada diriku sendiri yang nggak bisa melakukan apa – apa”.

yaitu akhlak yang kurang baik.

43 “aku pernah diajak bapakku ke Stasiun Tugu untuk melepas seorang kawannya yang mau haji. Aku ikut naik ke kereta api yang menuju ke Batavia. Ternyata di dalam kereta itu ada dua pintu yang memisahkan penumpang seperti kita dan orang Belanda, seolah – olah kita ini penyakit yang harus dijauhi. Pandangan orang – orang berambut pirang itu seperti melontarkan hinaan terhadap rombongan pengantar jamaah haji yang naik ke dalam kereta”.

Nilai akhlak yang ditujukan oleh orang Belanda kepada penduduk asli yaitu akhlak yang kurang baik.

44 “kata bapakku itu ungkpan no, artinya kita harus selalu menghormati ibu. Kanjeng Nabi juga bilang kita harus lebih dulu menghormati ibu, tiga kali lebih banyak dibanding menghormati bapak”.

Nilai akhlak yang menjelaskan bahwa kita harus lebih banyak

menghormati ibu dari pada menghormati bapak.

62 “jamaah yang berada di dekat pintu Masjid menyingkir, dan mulai mengambil posisi berjongkok menyembah di kanan kiri pintu, membuat lajur terbuka yang bisa dilewati Sri Sultan menuju maksura, tempat shalat khusus bagi Kanjeng Sri Sultan yang berbentuk bujur sangkar, terbuat dari kayu dengan lantai yang lebih tinggi

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh jamaah kepada Sri Sultan berupa penghormatan.

(28)

dibandingkan lantai yang lainnya”.

63 “salah seorang ulama yang sangat aku hormati adalah Kiai Abdul Hamid Lempuyang Wangi. Beliau orang yang berilmu tinggi, dan sangat sederhana seperti lazimnya para Kiai. Beliau punya satu kebiasaan yang menonjol, yaitu rasa sayang yang luar biasa terhadap anak – anak yatim piatu”.

Nilai akhlak yang dilakukan oleh Kiai

Dahlan kepada ulama yang berilmu tinggi yaitu

berupa penghormatan.

84 “kalau untuk soal sedekah itu tidak usah khawatir Wis. Masjid Gedhe selalu melakukan pemberian sedekah setiap hari Jum‟at, sehingga umat Islam menjadi banyak terlihat pada hari itu. Nada suara Mas Noor tegas seperti biasa”.

Nilai akhlak berupa sedekah pada setiap hari jum‟at kepada umat Islam di Kauman.

127 “yang tidak disangka – sangka oleh rombongan yang ingin menyogok itu adalah Mbah Sholeh mengubah sebongkah batu menjadi emas di depan mata mereka yang menunjukkan pesan bahwa kalau Mbah mau, dia bisa mendapatkan harta lebih banyak dari yang ditawarkan tentara Belanda itu”.

Nilai akhlak dari mbah Sholeh Darat yang memiliki karomah tetapi beliau tetap rendah hati.

129 “assalamu‟alaikum, ujar Kiai Sholeh Darat membuyarkan lamunanku. Wa‟alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh, Kiai, jawabku dengan sangat gembira melihat Kiai karismatik ini sudah berada di depanku. Segera kuambil tangannya dan kucium”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Kiai Dahlan kepada mbah Sholeh Darat dengan mencium tangan beliau.

192 “maaf Kiai, celana saya kena kotoran sapi. Najis, kata salah

Nilai akhlak yang berupa sifat ikhlas yang

(29)

seorang pedagang. Bagaimana shalat bisa diterima Gusti Allah?” “kalau begitu tunggu sebentar”, jawabku sambil masuk ke masjid mengambil tiga lembar kain daganganku, dan kembali keluar menyerahkan kain – kain itu kepada para pedagang sapi. “pakai kain ini.”

”tapi ini kan dagangan Kiai?” ujar salah seorang pedagang sapi. “tidak apa – apa, saya ikhlas buat sampeyan”.

ditunjukkan kepada Kiai Dahlan dengan

memberikan dagangannya.

221 – 222

“saya yang melakukannya pakde!” aku melihat ke arah datangnya suara. Dirjo! Keponakan Kiai Penghulu itu mengangkat tangannya tinggi – tinggi. “aku yang meminta kawan – kawanku untuk membuat shaf baru itu”.

Nilai akhlak berupa kejujuran Dirjo yang mau mengakui perbuatannya yang telah mengubah arah kiblat Masjid Gedhe Kauman.

292 “silakan tunggu disini Kiai, ujar seorang penggawa keraton dengan nada hormat kepada Kiai Dahlan yang menjabat sebagai Khatib Masjid Gedhe Kauman. “Kanjeng Sinuwun akan segera datang”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan dengan nada yang sopan oleh seorang penggawa keraton kepada Kiai Dahlan.

3 “biasanya Kiai Dahlan selalu menatap lawan bicaranya. Namun terhadap Sri Sultan, dia tidak bisa sejelas itu melakukannya”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan dengan menjaga

pandangannya terhadap Sri Sultan.

(30)

50 “dalam cerita rakyat, beliau kadang – kadang disebut juga sebagai Kakek Bantal, yang mengajarkan cara – cara baru dalam bercocok tanam, dan mengobati masyarakat sekitar tanpa memungut biaya”.

Nilai akhlak dengan sifat keikhlasan yang

ditunjukkan dengan mengobati tanpa memungut biaya oleh Kakek Bantal.

19 “itu benar, Darwis. Yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya di sisi Allah Ta‟ala hanyalah ketakwaannya. Tapi kamu harus ingat juga bahwa Kanjeng Sultan disebut Sayyidin Panatagama Khalifatullah, wakil Allah SWT di muka bumi ini untuk urusan agama. Jadi sebagai pemimpin, beliau juga harus mendapat penghormatan yang lebih layak dari pada yang dipimpin. Ujar bapak”.

Nilai akhlak yang menunjukkan Kanjeng Sultan sebagai pemimpin sudah seharusnya

mendapat penghormatan yang lebih layak dari pada yang dipimpin.

30 “ilmu bapak rasanya tak akan pernah sebanding dengan Imam Syafi‟i maupun para imam lainnya, Anakku”.

Nilai akhlak berupa kerendahan hati yang ditunjukkan oleh Kiai Abu Bakar kepada Kiai Dahlan.

33 “dengan cepat aku dekati pengemis itu dan kuberikan telur asin yang tadinya aku niatkan untuk adik – adikku. Pengemis itu pasti lebih membutuhkan”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan Darwis kepada pengemis, yaitu dengan memberi telur asin yang dibawanya.

37 “aku mengerjapkan mata berkali – kali. seperti inikah leluhurku yang alim itu? kuambil tangannya dengan cepat untuk kucium. Tangannya besar dan berat dan kasar. Tangan orang – orang yang terbiasa bekerja keras. “Darwis ayo bangun. Darwis,” suara ibu membangunkanku dengan lembut”.

Nilai akhlak yang

ditujukan kepada leluhur Kiai Dahlan yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan mencium tangannya.

(31)

46 “Kiai Haji Muhammad Fadlil itu pedagang yang bertanggung jawab, bu. Beliau tak mau menjual barang yang jelek semata – mata untuk mengejar keuntungan duniawi”.

Nilai akhlak berupa tanggung jawab Kiai Fadlil terhadap barang dagangannya.

59 “kamu jangan lama – lama, jangan sampai Kanjeng Sultan sudah di masjid kamu baru datang”.

Nilai akhlak yang biasa ditunjukkan oleh warga Kauman kepada Sri Sultan ketika di masjid.

62 “suasana berubah menjadi jauh lebih hening setelah kedatangan Sri Sultan”.

Nilai akhlak berupa tingkah laku yang ditunjukkan oleh warga Kauman kepada Sri Sultan ketika beliau sudah

memasuki masjid.

64 “di rumahnya yang berukuran cukup besar namun sangat sederhana, Kiai Hamid sering kali membuat masakan bagi anak – anak yatim dan para muridnya seperti aku”.

Nilai akhlak berupa kesederhanaan dan rasa kasih sayang Kiai Hamid kepada anak – anak yatim dan para muridnya seperti Darwis.

76 “tahu kiai, jawab mereka dalam nada pelan, dan kembali menundukkan wajah”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan oleh murid – murid Kiai Dahlan kepada beliau berupa sikap sopan santun.

91 “aku terus berjalan sampai melihat beberapa orang pengemis dan anak – anak gembel yang sedang tiduran di jalan. “sudah pada makan?” tanyaku disambut gelengan kepala mereka”.

Nilai akhlak suka menolong yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada pengemis dan anak – anak gembel di

(32)

“ini, coba dibagi yang adil, ujarku sambil membagikan makanan sesajen itu kepada mereka. Wajah mereka langsung berubah ceria, dan berulang kali menyebutkan terima kasih kepadaku”.

pinggir jalan.

89 “atau mau ikut bude sekarang?” tanya ibuku. Aku tersenyum malu dan langsung menundukkan wajah ketika dia menatapku. “jangan sekarang ya bude? Aku mau bantu ibu di rumah”.

Nilai akhlak ketaatan dan kesopanan Darwis kepada ibunya.

99 “baiklah mas Darwis, aku ada urusan dulu”. Salah seorang takmir berdiri menyalami mas Darwis dan yang lain. Aku menganggukkan kepala ke arah mas Darwis, yang dia sambut dengan anggukan cepat juga. Itu sudah cukup bagiku, apalagi setelah melihat cara mas Darwis menjelaskan pendapatnya secara tegas namun tetap sopan”.

Nilai akhlak berupa sikap sopan santun yang

ditunjukkan oleh salah seorang takmir masjid kepada Darwis dan yang lain, juga yang

ditunjukkan oleh Darwis ketika menjelaskan pendapatnya. 113 “terima kasih bapak. Aku mencium tangan

bapak dan ibu. Semoga Walidah nanti tidak mengecewakan harapan bapak ibu”.

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh kesopanan Walidah kepada orang tuanya dengan mencium tangan kedua orang tuanya. 159

– 160

“belakangan ini bukan hanya pesanan di Jogja yang banyak, tapi juga dari beberapa kota lain. Aku yakin kau sudah tau

bagaimana kejujuran Nabi SAW. Sebagai pedagang. Tapi tidak ada salahnya jika aku ingatkan bahwa kita memang harus jujur dalam berniaga. Jika barang dagangan kita ada yang kurang sempurna, tak bisa kita jual dengan harga yang sama seperti barang yang

Nilai akhlak berupa kejujuran Kiai Fadlil yang mencontohkan Kiai Dahlan dalam berniaga dalam dagangannya.

(33)

bagus. Ujar Kiai Fadlil”.

166 “aku rasa bapak masih belum perlu

digantikan. Khutbah – khutbah bapak masih ditunggu jamaah, dan disukai Ngarsa Dalem. Ilmuku belum ada apa – apanya dibandingkan keluasan ilmu dan wawasan yang bapak miliki.”

Nilai akhlak berupa kerendahan hati Kiai Dahlan yang secara tidak langsung ditujukan kepada ayahnya mengenai

perbandingan ilmu dan wawasan beliau. 229 “aku selalu berharap bahwa para kiai yang

telah dididik untuk selalu melakukan

tabayun dalam segala hal, tidak ikut ceroboh mengucapkan kata – kata yang belum

mereka yakini sepenuhnya”.

Nilai akhlak berupa tabayun yang seharusnya ditujukan oleh Kiai supaya tidak ceroboh dalam berucap.

235 “Jono itu hanya marbut yang menyampaikan surat Daniel, kataku. Buat apa kita

menghabiskan tenaga dengan memarahi orang yang keliru?”.

Nilai akhlak berupa kesabaran Kiai Dahlan yang tidak ambisius untuk memarahi orang yang keliru.

262 “mataku terasa perih karena bahagia melihat keseriusan Mas Saleh. Dulu saat aku pergi haji, Mas Saleh juga yang menanggung biaya perjalananku ke Tanah Suci. Kini dengan uang Mas Saleh lagi aku akan melanjutkan perjuanganku di Kauman”.

Nilai akhlak yang

ditunjukkan seorang kakak kepada adiknya, dengan membantu adiknya yang kesulitan.

264 “tidak usah kau pikirkan soal pengembalian Dahlan, aku ikhlas. Katanya disambut anggukan Nyai Saleh”.

Nilai akhlak berupa keikhlasan yang ditunjukkan oleh Kiai Saleh dan istrinya, Nyai Saleh.

357 “Dahlan, agama itu ageming ati, pakaian hati. Sikap dan tindakan kita adalah cerminan hati kita, menunjukkan apa yang sedang kita pikirkan. Orang – orang

Nilai akhlak yang

menunjukkan bahwa sikap dan hati seseorang adalah cerminan hatinya, karena

(34)

memandang kita dari sikap dan kelakuan kita Dahlan, dari akhlak kita, bukan hanya dari kata – kata yang keluar dari mulut kita, ujar Mas Noor”.

orang – orang memandang kita dari akhlak kita sendiri.

370 “itulah yang sering dilupakan umat Islam sendiri, akhlak, ujarku. Kanjeng Nabi Muhammad itu dibekali Allah SWT dengan banyak mukjizat. Tapi yang lebih sering diceritakan Al – Qur‟an dan juga kesaksian dari para sahabat – sahabat, bahkan musuh – musuh Nabi yang kafir, adalah bukan

kehebatan mukjizat – mukjizat beliau, tapi kelembutan akhlaknya yang mulia, ujarku sambil bangkit dari kursi”.

Nilai akhlak yang dicontohkan oleh

Rasulullah SAW kepada umat Islam, tetapi terkadang umat Islam sering melupakannya.

404 “salah seorang murid Indo menunjukkan sikap hormat kepadaku sebelum bertanya”. “Meneer Kiai, saya dengar dari kawan – kawan saya yang beragama Islam bahwa Meneer Kiai punya sekolah agama sore hari di Kauman. Apa betul Meneer Kiai?”

Nilai akhlak yang ditunjukkan oleh salah seorang murid Indo

kepada Kiai Dahlan berupa sikap penghormatan.

445 “baik Kiai, jawab Abdul Rosid sambil menghatur sembah kepada Kiai Penghulu sebelum berangkat”.

Nilai akhlak yang ditujukan oleh Abdul Rosid kepada Kiai Penghulu berupa penghaturan sembah.

447 – 448

“mungkin agar kita selalu eling terhadap tugas kita di dunia. Menjadi khalifah, menjadi pemimpin bagi diri sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain,

jawabku”.

Nilai akhlak dari tugas manusia di dunia yaitu sebagai khalifah atau pemimpin yang baik.

(35)

Teks penanda pada halaman 2 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono. Kiai Dahlan dipanggil untuk menghadap Sri Sultan, lalu Kiai Dahlan menghaturkan sembah kepada beliau, sembah yang dilakukan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan merupakan sembah yang lazim dilakukan oleh masyarakat jawa, sembah yang biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa kepada Sri Sultan biasanya cukup lama, tetapi karena yang melakukan adalah seorang Kiai, maka sembah yang dihaturkan pun tidak cukup lama.

Pada halaman 10 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai pendidikan akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Abu Bakar kepada Kiai Dahlan pada saat Kiai Abu Bakar sedang berkutbah di atas mimbar di Masjid Gedhe Kauman. Meskipun beliau merupakan seorang Kiai yang berpengetahuan tinggi, tetapi beliau tidak lupa untuk menyapa anaknya dengan menatap wajah anaknya yaitu Kiai Dahlan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kiai Abu Bakar yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi dalam bidang agama, tetap rendah hati kepada siapapun, termasuk anaknya sendiri.

Halaman 42 – 43 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang seharusnya tidak ditujukan kepada seorang Kiai yang berpenampilan apa adanya. Kiai yang nyeker membuat murid – murid STOVIA memandang dengan tatapan yang sinis, sehingga membuat Pono kesal. Hal tersebut menunjukkan

(36)

adanya akhlak yang kurang baik yang ditunjukkan oleh murid – murid STOVIA kepada Kiai yang sedang lewat.

Teks penanda pada halaman 43 juga menunjukkan sebuah deskripsi tentang nilai akhlak yang kurang baik, yaitu akhlak yang ditunjukkan oleh orang – orang Belanda pada saat di kereta. Pada saat Darwis di ajak ayahnya mengantar temannya untuk pergi haji, Darwis melihat di dalam kereta orang – orang Belanda tersebut memisahkan diri dengan rombongan haji penduduk asli Yogyakarta. Orang – orang Belanda tersebut menganggap kedudukan mereka seolah – olah lebih tinggi dari pada kedudukan penduduk asli tersebut, sehingga terdapat 2 pintu pemisah di dalam kereta yang memisahkan antara orang – orang Belanda dengan penduduk asli Yogyakarta.

Pada halaman 44 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan kepada seorang ibu. Darwis mengatakan kepada Pono bahwa dalam menghormati orang tua, khususnya ibu, harus benar – benar dengan tindak tanduk yang sangat baik. Darwis juga berkata kepada Pono bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga pernah berkata bahwa dalam menghormati seorang ibu, harus dilakuka lebih banyak dari pada menghormati bapak.

Halaman 62 menunjukkan sebuah deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan yang dilakukan oleh para jamaah Masjid Gedhe pada saat Sri Sultan Hamengkubuwono memasuki Masjid. Para jamaah melakukan penghormatan dengan posisi berjongkok menyembah di kanan kiri, mereka melakukan sembah sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa

(37)

kepada seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, seperti Sri Sultan Hamkengkubuwono tersebut.

Teks penanda pada halaman 63 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak berupa penghormatan oleh Kiai Dahlan kepada Kiai Abdul Hamid Lempuyang Wangi. Beliau mengatakan bahwa Kiai Abdul Hamid merupakan seseorang yang berilmu tinggi, sangat sederhana, dan sangat sayang dengan anak – anak yatim piatu.

Pada halaman 84 menunjukkan deskripsi tentang nilai akhlak yaitu sedekah. Mas Noor mengatakan kepada Darwis bahwa pemberian sedekah dari Masjid Gedhe kepada umat Islam di Kauman dilakukan pada setiap hari jumat, sehingga para jamaah akan terlihat banyak pada hari itu di Masjid Gedhe.

Halaman 127 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak oleh Mbah Sholeh Darat. Mbah Sholeh Darat yang mulanya ingin disogok oleh rombongan tentara Belanda dengan uang, beliau langsung menunjukkan sebuah karamah atau kehebatan beliau yakni beliau mengubah sebongkah batu menjadi emas di depan tentara Belanda tersebut, beliau menunjukkan bahwa jika Ia mau, Ia bisa mendapatkan harta yang lebih banyak dari pada yang ditawarkan oleh tentara Belanda tersebut. Hal tersebut menunjukkan sikap kerendah hati Mbah Sholeh Darat, yaitu dengan menolak dan memberi tahu kepada mereka bahwa tidak segalanya dapat dilakukan oleh harta atau materi.

Teks penanda pada halaman 129 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Kiai Sholeh

(38)

Darat. Pada saat Kiai Dahlan sedang melamun, tiba – tiba datanglah Kiai Sholeh Darat yang menghampiri Kiai Dahlan dan mengucapkan salam yang kemudian salamnya tersebut membuyarkan lamunan Kiai Dahlan dan seketika itu juga Kiai Dahlan menjawab salam yang dituturkan oleh Kiai Sholeh Darat kepada Kiai Dahlan, kemudian Kiai Dahlan tanpa menunggu – nunggu langsung menggamit tangan Kiai Sholeh Darat dan menciumnya. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu sikap pengehormatan yang dilakukan oleh seseorang yang lebih muda umurnya kepada seseorang yang lebih tua umurnya dan lebih tinggi ilmunya.

Pada halaman 192 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa keikhlasan Kiai Dahlan yang memberikan pakaian yang merupakan dagangannya kepada pedagang sapi untuk dikenakan pada saat shalat karena mengetahui bahwa pakaian yang dikenakan oleh pedagang sapi tersebut terkena najis, sehingga tidak sah untuk shalat.

Halaman 221 – 222 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni kejujuran Dirjo yang mengakui keberaniannya dalam membuat shaf baru di Masjid Gedhe Kauman. Ia mengakui perbuatannya tersebut kepada Kiai Penghulu yang merupakan pakdenya sendiri bahwa Ia dan kawan – kawannya yang telah membuat shaf baru di Masjid Gedhe Kauman.

Teks penanda pada halaman 292 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh penggawa keraton kepada Kiai Dahlan yang saat itu sedang menjabat sebagai khatib di Masjid Gedhe. Penggawa

(39)

tersebut mempersilahkan Kiai Dahlan dengan nada hormat ketika Kiai Dahlan hendak menemui Sri Sultan.

Pada halaman 3 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Kiai Dahlan kepada Sri Sultan, yakni dengan menundukkan pandangan ketika berbicara kepada Sri Sultan. Hal tersebut dilakukan beliau karena beliau sangat menghormati Sri Sultan, mengingat Sri Sultan memiliki kedudukan tertinggi di Yogyakarta.

Halaman 50 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa keikhlasan yang ditunjukkan oleh kakek Bantal kepada masyarakat tentang bagaimana caranya bercocok tanam dengan cara yang baru, dan beliau juga mengobati masyarakat tanpa memungut biaya, sehingga masyarakat berantusias untuk itu.

Teks penanda pada halaman 19 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak berupa penghormatan. Kiai Abu Bakar berkata kepada anaknya, Darwis, bahwa yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah ketakwaan yang dimilikinya. Kiai Abu Bakar juga memberitahu tentang kedudukan Sri Sultan sebagai Panatagama Khalifatullah atau wakil Allah di muka bumi ini untuk urusan agama sekaligus sebagai seorang pemimpin. Oleh karena itu, Sri Sultan sebagai pemimpin sudah seharusnya mendapatkan kehormatan yang lebih layak dari pada yang dipimpin.

Pada halaman 30 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yaitu sifat kerendahan hati yang dimiliki oleh Kiai Abu Bakar. Beliau berkata

(40)

kepada anaknya bahwa beliau mengakui ilmu beliau tidak akan pernah sebanding dengan Imam Syafi‟i maupun para imam lainnya.

Teks penanda pada halaman 33 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Muhammad Darwis kepada seorang pengemis. Sepulang dari rumah Pono temannya untuk yasinan 40 hari almarhum bapaknya Pono, Darwis bertemu dengan pengemis di jalan, lalu Ia memberikan telur asin yang dibawa dari rumahnya Pono tersebut kepada pengemis itu. Darwis berpikir bahwa pengemis itu lebih membutuhkan ketimbang adik – adiknya, padahal niat Darwis membawakan telur asin itu adalah untuk adik – adiknya di rumah.

Halaman 37 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak dari sikap menghormati yang dilakukan oleh Darwis. Pada saat sedang tidur, Darwis bermimpi bertemu dengan leluhurnya yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Ia menatap leluhurnya dalam mimpinya itu, lalu Ia mengambil tangannya dan diciumnya tangan beliau. Tidak lama Ia bermimpi, tiba – tiba ibunya membangunkan dengan lembut.

Teks penanda pada halaman 46 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan dari sifat Kiai Fadlil dalam berdagang. Beliau merupakan seseorang yang bertanggung jawab dalam berdagang. Beliau tidak pernah menjual barang dagangannya dengan keadaaan cacat, seperti barang yang sudah tidak layak pakai mislanya, karena beliau tidak semata – mata hanya mencari keuntungan duniawi.

(41)

Pada halaman 59 dan halaman 62 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak dengan sikap penghormatan. Penghormatan tersebut dihaturkan kepada Sri Sultan yaitu dengan datang ke Masjid terlebih dahulu sebelum Kanjeng Sultan datang untuk menunaikan ibadah shalat. Suasana di Masjid juga terlihat lebih hening ketika Sri Sultan sudah tiba. Hal tersebut merupakan tradisi masyarakat jawa untuk menghormati Kanjeng Sultan sebagai Khalifatullah atau wakil Allah dalam urusan agama di bumi sekaligus karena sebagai pemimpin yang sudah semestinya diberi penghormatan yang layak oleh para yang dipimpin. Halaman 64 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak tentang kesederhanaan dan sifat kasih sayang Kiai Hamid kepada anak yatim dan muridnya, termasuk Darwis. Kiai Hamid menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan membuat masakan untuk anak – anak yatim dan juga murid – muridnya.

Teks penanda pada halaman 76 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak dengan sikap sopan yang ditunjukkan oleh murid – murid Kiai Ahmad Dahlan kepada beliau. Murid – murid beliau menundukkan wajah sebagai tanda kesopanan mereka terhadap beliau setelah beliau menasehati mereka.

Pada halaman 91 menunjukkan deksripsi mengenai nilai akhlak dengan sikap saling membantu yang ditunjukkan oleh Darwis kepada para pengemis dan anak – anak gembel. Darwis bertemu dengan mereka di pinggir jalan kemudian menghampiri dan bertanya kepada mereka apakah mereka sudah makan atau belum. Setelah Darwis mengetahui mereka belum makan dengan jawaban

(42)

gelengan kepala mereka, Darwis langsung menyodorkan makanan yang dibawanya kepada mereka.

Teks penanda pada halaman 89 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan oleh Darwis kepada ibunya. Pada saat ibunya Darwis menawarkan Darwis untuk ikut dengan budenya, Darwis malu – malu dan menundukkan wajahnya, kemudian Ia memutuskan untuk tidak ikut dengan budenya dan berkata kepada budenya bahwa Ia ingin membantu ibunya di rumah. Hal tersebut menunjukkan adanya nilai akhlak kesopanan dan ketaatan dalam diri Darwis.

Teks penanda pada halaman 99 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak dari ketegasan Mas Darwis dalam menyampaikan pendapat namun tetap sopan, dan juga tindak tanduk dari salah seorang takmir. Setelah takmir tersebut mendengarkan pendapat dari Mas Darwis, Ia kemudian pamit dengan berjabat tangan dan menganggukkan kepala kepada Mas Darwis yang dibalas anggukan dari Mas Darwis dengan cepat. Takmir tersebut merasa puas dengan pendapat Mas Darwis karena Ia menjelaskan sebuah pendapat dengan tegas namun tetap sopan.

Pada halaman 113 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yang ditunjukkan Walidah kepada kedua orang tuanya. Walidah berterima kasih dan mencium tangan kedua orang tuanya atas persetujuan dari kedua orang tuanya untuk menikahkan Ia dengan Darwis. Ia juga berharap nantinya Ia tidak akan mengecewakan harapan dari kedua orang tuanya tersebut. Hal itu

(43)

menunjukkan adanya kesopanan yang ditunjukkan oleh Walidah kepada kedua orang tuanya.

Halaman 159 – 160 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak tentang pesan Rasulullah SAW tentang sifat kejujuran. Kiai Fadlil menyampaikan kepada Kiai Dahlan sebagai menantunya bahwa dalam berdagang sifat jujur itu penting, karena apabila dalam berniaga harus menjual barang yang sesuai dengan kondisinya. Tidak bisa menjual barang yang kurang sempurna dengan harga yang sama seperti menjual barang yang bagus.

Teks penanda pada halaman 166 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak rendah hati yang dimiliki oleh Kiai Dahlan. Ia merasa belum pantas untuk menggantikan bapaknya sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman, karena Ia merasa bahwa ilmu dan wawasan yang dimilikinya tidak sebanding dengan ayahnya.

Pada halaman 229 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni tabayun. Kiai Dahlan selalu berharap bahwa para Kiai khususnya di Kauman selalu bertabayun dalam segala hal, tidak ikut – ikut mengucapkan kata – kata ceroboh seperti mengatakan bahwa Kiai Dahlan merupakan Kiai kafir, karena pada saat itu Kiai Dahlan dituduh sebagai Kiai kafir.

Halaman 235 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak, yakni kesabaran Kiai Ahmad Dahlan. Awalnya Daniel menyarankan beliau untuk memarahi Jono, seorang marbut yang menyampaikan surat dari Kiai Penghulu, tetapi dengan sikap beliau yang penyabar, beliau tidak ingin menghabiskan

(44)

tenaga untuk memarahi seseorang yang keliru, karena surat yang disampaikan oleh Kiai Penghulu kepada Kiai Dahlan tentang perintah untuk menutup langgar kidul sudah disampaikannya secara berulang kali.

Teks penanda pada halaman 262 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni sifat saling membantu yang dilakukan Mas Saleh kepada adiknya, Kiai Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan merasa sangat bahagia dengan keseriusan Mas Saleh untuk melanjutkan perjuangan adiknya di Kauman dengan membantu dana untuk pembangunan langgar kidul milik Kiai Dahlan yang sebelumnya sempat dirobohkan secara paksa oleh orang – orang suruhan Kiai Penghulu. Kiai Ahmad Dahlan juga sangat bangga dengan Mas Saleh karena dahulu pada saat beliau pergi haji, semua biaya perjalanan ke tanah suci ditanggung oleh Mas Saleh.

Pada halaman 264 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni keikhlasan yang ditunjukkan oleh Mas Saleh dan istrinya, Nyai Saleh. Mereka ikhlas membantu adiknya yaitu Kiai Ahmad Dahlan, yang saat itu sedang mengalami kesulitan karena langgar-nya dihancurkan secara paksa oleh rombongan orang atas perintah Kiai Penghulu.

Halaman 357 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak mengenai sikap yang mencerminkan diri seseorang. Mas Noor berkata kepada adiknya Kiai Ahmad Dahlan bahwa sikap dan tindakan adalah cerminan diri seseorang, karena orang – orang memandang seseorang dari tingkah laku dan akhlaknya. Mas Noor berkata begitu karena pada saat itu Kiai Dahlan memakai pakaian modern seperti

(45)

yang dipakai oleh orang – orang Belanda saat beliau bergabung dalam organisasi Budi Utomo, sehingga banyak yang mengatakan bahwa Kiai Ahmad Dahlan kafir.

Teks penanda pada halaman 370 menunjukkan deskripsi mengenai nilai akhlak mengenai akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Kiai Ahmad Dahlan berkata bahwa yang sering dilupakan oleh umat Islam sekarang adalah akhlak. Nabi Muhammad diberi banyak mukjizat oleh Allah tetapi yang banyak diceritakan dalam Al – Qur‟an adalah akhlak beliau yang sangat mulia, bahkan musuh – musuh Nabi Muhammad SAW yang kafir sekaligus menjadi saksi atas kemuliaan akhlak beliau.

Pada halaman 404 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yakni sikap hormat yang ditunjukkan oleh murid Indo kepada Kiai Ahmad Dahlan. Murid Indo tersebut menghaturkan sikap hormat kepada Kiai Dahlan sebelum Ia bertanya mengenai sekolah yang dirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan yaitu Madrasah Ibtidaiyah Diniyah di Kauman.

Halaman 445 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak yaitu sikap sopan santun yang ditunjukkan oleh Abdul Rosid kepada Kiai Kholil Kamaludiningrat dengan menghaturkan sembah yang dilakukan seperti layaknya masyarakat jawa lakukan kepada seseorang yang lebih tinggi atau paling tinggi kedudukannya.

Teks penanda pada halaman 447 – 448 menunjukkan sebuah deskripsi mengenai nilai akhlak tentang khalifah atau kepemimpinan. Kiai Ahmad Dahlan

(46)

berkata kepada Kiai Penghulu bahwa sebelum menjadi khalifah atau pemimpin bagi orang lain, ada baiknya menjadi pemimpin bagi diri sendiri terlebih dahulu. Beliau mengatakan itu ketika beliau berdamai dengan Kiai Penghulu setelah konflik diantara mereka selesai.

2. Nilai pendidikan aqidah

Akidah secara syara‟ yaitu iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab – kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan kepada Hari Akhir, serta qadar yang baik maupun yang buruk (Shalih, 2015: 3). Dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral juga terkandung nilai pendidikan aqidah, yaitu ditandai dengan contoh teks – teks sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai pendidikan aqidah dalam novel Sang Pencerah Hal Signifier (Penanda) Signified (Petanda)

29 “hafal Al – Qur‟an setebal ini dalam umur tujuh tahun?” jawabku tak percaya sambil memegang Al – Qur‟an yang tebal. “bagaimana caranya menghafal bapak?”

”kalau Allah sudah menghendaki, tak ada yang tak mungkin, Anakku.”

Nilai aqidah iman kepada Allah.

6 “suara anak – anak perempuan yang sedang belajar Al – Qur‟an di serambi Masjid Gedhe Kauman selalu membelah keheningan senja di kawasan ini seperti aliran sungai yang bening, jernih, menyejukkan”.

Nilai aqidah berupa iman kepada Kitab Allah.

19 “tapi kenapa lantai maksura itu lebih tinggi dibandingkan lantai untuk jamaah yang lain

Nilai aqidah yang menunjukkan iman

(47)

bapak?”

“itu untuk menunjukkan bahwa posisi Kanjeng Sultan kebih tinggi dibandingkan manusia biasa”.

“tapi bukankah Islam mengajarkan bahwa semua manusia itu sama dan yang membedakan hanyalah takwanya kepada Allah?”

“itu benar Darwis, yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya di sisi Allah Ta‟ala hanyalah ketakwaannya”.

kepada Allah.

44 – 45

“ya sekolah setopia itu, kamu nanti sekolah disana juga wis?”

“ndak.”

“kenapa ndak? Kamu kan keluarga priyayi?”

“aku mau meneruskan kerja bapakku saja, no. Aku suka bingung melihat warga yang pada shalat dan mengaji tapi rajin kasih sesajen di kuburan”.

Nilai aqidah yang menunjukkan iman kepada Allah dan Kitab-Nya.

106 “masih tujuh tahun tapi wis pinter. Mbok ya nanti besanan sama saya saja, Dimas,” katanya kepada bapak”.

“InsyaAllah, Kangmas. Jika Allah menghendaki, apa pun bisa terjadi. Sebaliknya, meski kita sudah membuat rencana, jika Allah belum menghendaki, semua tak akan terwujud.”

“benar sekali Dimas, ujar si tamu”.

Nilai aqidah yang menunjukkan iman kepada Allah

308 “sampai sekarang, aku masih ingat bagaimana dua tahun lalu, Kiai Dahlan membuat para

Nilai aqidah mengenai ziarah

Gambar

Tabel 1. Nilai pendidikan akhlak dalam novel Sang Pencerah
Tabel 2. Nilai pendidikan aqidah dalam novel Sang Pencerah

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder (secondary data) berupa data dokumentasi satuan kegiatan kerja (Satker) di lingkungan Departemen

bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan perlu ditetapkan ketentuan dan atat cara

(9) Unhas harus menjalankan proses pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan berkualitas dan relevan serta sesuai dengan Capaian Pembelajaran Lulusan masing-masing

Menurut Mohd Salleh(1999) Kegiatan masa lapang remaja mestilah dipenuhi dengan aktiviti yang berfaedah supaya remaja tidak mudah berasa bosan.Kegiatan masa lapang tersebut

Saya pernah mencoba untuk melakukan pencarian kembali udang Cirolana marosina di Gua Saripa, di kawasan karst Maros, tempat yang sama saat Louis Dehaveng menunjukkan hewan itu

Penelitian ini menggunakan pendekatan kejadian untuk membuat model simulasi.Dari hasil output sistem yang telah diperbaiki dimana jumlah teller ditambah menjadi 2 orang teller,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek probiotik ditambahkan dalam air minum pada konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan rasio konversi ransum

SP2D,upload data kas harian, dan grafik keuangan. Didalam tambah topik survei terdapat textfield untuk menunjukkan nama file yang akan di upload. Dan disebelahnya terdapat