• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kelayakan usaha budidaya dan prospek pasar Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi kelayakan usaha budidaya dan prospek pasar Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

(3)

!"# $ % & ' ( ) !"#" % " '

*+(,$& ( * $-,!% '. '.# + $) $-/ .

(% * & $( ! ' $( . #*+' "# . #*+' '"!/ !'.

#/#-/#'. + $) " ' 0

Prospek kegiatan pembudidayaan tanaman obat menunjukkan tren positif. Hal tersebut ditandai oleh tingginya permintaan tanaman obat baik dalam dan luar negeri, sedangkan suplai tanaman obat masih rendah. Menurut Balitbang Pertanian (2007), 85% pasokan bahan baku untuk 1.023 industri jamu berasal dari upaya eksploitasi dari dalam hutan dan tanpa kegiatan budidaya. Di masa mendatang, kegiatan budidaya merupakan tahap penting untuk mencegah kepunahan pada beberapa jenis tanaman obat. Salah satu jenis tanaman obat yang

perlu dibudidayakan adalah lempuyang wangi ( Val).

Lempuyang wangi dengan kualitas bagus dapat ditemukan di Desa Ngliron, Blora. Di Desa Ngliron, lempuyang wangi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa di luar kegiatan pertanian. Selama ini, masyarakat Desa Ngliron memanfaatkan lempuyang dengan mengambil langsung lempuyang wangi dari dalam hutan dan tanpa meninggalkan sedikit rimpangpun. Akibatnya, pada tahun berikutnya terjadi penurunan jumlah lempuyang wangi yang dipanen.

Untuk memulai kegiatan budidaya, perlu dilakukan suatu studi kelayakan usaha. Studi kelayakan yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan menganalisis prospek dan tingkat kelayakan usaha kegiatan budidaya lempuyang wangi di Desa Ngliron. Ruang lingkup penelitian mencakup aspek pasar, teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, finansial, serta dampak usaha.

Berdasarkan analisis pasar, harga simplisia lempuyang wangi pada tahun pertama sebesar Rp 9000/kg dan akan meningkat 5% tiap tahunnya. Berdasarkan analisis teknis dan teknologis, lokasi budidaya terletak di hutan sekitar Desa Ngliron yang menjadi area kelola BKPH Ngliron KPH Randublatung. Area budidaya seluas 6 ha akan menghasilkan produksi 9,2 ton simplisia per tahun. Berdasarkan analisis manajemen dan organisasi, budidaya ini dikelola oleh 52 orang yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Ngliron. Berdasarkan aspek lingkungan, kegiatan budidaya ini layak dijalankan.

(4)

'"!/ !'. !,$*2#($" /% '" 0

Prospects of cultivation medicinal plants showed positive trends. It is characterized by high demand for medicinal plants both domestic and international, while the supply of medicinal plants is still low. According to Agricultural Research and Development (2007), 85% of raw material supply to 1.023 medicine industries derived from exploitation the forest and without any cultivation. In the future, cultivation is important step to prevent the extinction of some medicinal plants. One type of medicinal plants to cultivated is lempuyang

wangi ( Val).

Lempuyang wangi with good quality can be found at Ngliron, Blora. At place, it can to increase income of Ngliron’s society beside agricultural activities. During this time, Ngliron’s society take lempuyang wangi from the forest and without leaving of rhizome. As a result, the next year decreased in the total of harvested lempuyang wangi.

To start activity of cultivation, require to be a feasibility study. The feasibility study which examined in this research aims to analyze prospects and feasibility level of cultivation lempuyang wangi in Ngliron. Scope of this research includes aspects of market research, technical and technological, management and organization, financial, and business impact.

Based on market analysis, the price of dry lempuyang wangi at the first years is Rp 9.000/kg and will be increasing 5% each years. Based on technical and technological analysis, cultivation areas located in the forest around the village Ngliron the governance area BKPH Ngliron KPH Randublatung. Cultivation area of 6 ha produce 9,2 tons/year of dry lempuyang wangi. Based on management and organization analysis, this cultivation managed by 52 people who joined in the Forest Village Community Institution of Ngliron Village. Based on the environmental aspects, lempuyang wangi cultivation is worth running.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar Lempuyang Wangi (

Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

(6)

Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung Nama : Handoko Agung Prabowo

NRP : E14062404

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS Dr. Corryanti

NIP. 19550606 198103 1 008 NIP. 19600103 198603 2 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(7)

i

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala karuniaE Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan Juni tahun 2010 ini adalah studi kelayakan usaha dengan judul Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar Lempuyang Wangi ( Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani atas sarana prasarana yang disediakan dan dana penelitian yang

diberikan serta Fakultas Kehutanan IPB atas segala bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak Suwito dan Ibu Suharti, atas segala dukungan, bimbingan, serta do’a yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS dan Dr. Corryanti atas segala bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku dosen penguji perwakilan Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan dan arahan selama ujian komprehensif.

4. Yeni Ernaningsih, S.Hut yang telah membimbing di lapangan serta segenap pengelola BKPH Ngliron KPH Randublatung dan LMDH Desa Ngliron bersama dengan masyarakatnya yang telah membantu pengumpulan data dan informasi di lokasi penelitian.

5. Staf pengajar beserta tenaga teknis Departemen Manajemen Hutan pada khususnya dan staf pengajar beserta tenaga teknis di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya atas segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kedua kakak, Mbak Rini Handayani dan Mas Ari Wibowo atas segala

(8)

7. RekanErekan satu bimbingan, Afriyani Selisiyah, Ayu Purwaningtyas, dan Dwi Apriyanto atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.

8. RekanErekan Manajemen Hutan angkatan 43 pada khususnya dan rekanErekan Fakultas Kehutanan angkatan 43 pada umumnya atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.

9. Mas Dani, Mas Nono, Nasrudin, Irfan, Gonggo, Arif, Tresna, dan rekanErekan Castile D’AlEFath 12 lainnya atas dukungan dan semangat yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.

10. Anggita Isnipa Ika Seprina atas semangat dan dukungan yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama Perum Perhutani dan masyarakat Desa Ngliron dalam mengelola potensi tanaman obat lempuyang wangi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kebaikan skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

(9)

iii

Penulis dilahirkan di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1987 sebagai anak bungsu dari pasangan Bapak Suwito dan Ibu Suharti. Penulis merupakan anak keE3 dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di SD 7 Cepu (1994E2000). Penulis menyelesaikan tingkat pendidikan lanjutan di SMP 5 Cepu (2000E2003) dan SMA 1 Randublatung (2003E2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalani kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis

(10)

Halaman

... i

... iii

... iv

... vi

... vii

... viii

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Keluaran yang Diharapkan ... 4

1.6 Ruang Lingkup ... 4

2.1 Lempuyang Wangi ( Val) ... 5

2.2 Hutan Jati dan Sumber Kekayaan Alamnya ... 6

2.3 Pemanfaatan Tanaman Obat di Bawah Tegakan ... 7

2.4 Prospek Pasar Tanaman Obat ... 8

2.5 Analisis Kelayakan Usaha ... 10

2.6 Aspek Pasar dan Pemasaran... 11

2.7 Agroforestri ... 12

2.8 Bentuk Kerjasama Perum Perhutani dengan Masyarakat ... 13

2.9 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ... 14

2.10 Penelitian Terdahulu ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 16

3.3 Data ... 16

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17

3.5 Analisis Data ... 18

3.6 Aliran Kas Proyek ( ) ... 21

3.7 Asumsi ... 22

4.1 Geografi, Luas Wilayah, dan Kependudukan ... 23

4.2 Potensi Hasil Hutan dan Pertanian ... 23

(11)

v

4.4 Deskripsi Proyek Budidaya Tanaman Obat Lempuyang ... 25

5.1 Kelayakan Usaha Budidaya Tanaman Obat Lempuyang ... 26

5.2 Prospek Pasar Tanaman Obat Lempuyang ... 37

5.3 Kontribusi Budidaya Tanaman Obat Terhadap Pengelolaan Hutan 41 6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

... 44

(12)

Halaman 1. Penggunaan Lahan di Desa Ngliron pada Tahun 2009 ... 23 2. Komposisi Biaya Investasi ... 30 3. Prakiraan Penerimaan ... 31 4. Hasil Analisis Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Lempuyang pada

Tingkat Suku Bunga 13% ... 31 5. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Lempuyang pada Tingkat

(13)

vii

Halaman

1. Tanaman Lempuyang Wangi (Anonim 2009) ... 6

2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 17

3. Jalur Proses Pembuatan Simplisia Lempuyang ... 27

4. Pengeringan Lempuyang ... 28

5. Struktur Organisasi Fungsional Kegiatan Usaha Budidaya Lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron ... 34

6. Jalur Distribusi Lempuyang di Desa Ngliron ... 40

(14)

Halaman

1. Perincian Kebutuhan Investasi ... 48

2. Perincian Biaya Operasional ... 48

3. Penghitungan Aliran Kas dan Kriteria Kelayakan Investasi ... 49

4. Perincian Kebutuhan Investasi Ketika Produksi Turun 5% ... 50

5. Perincian Biaya Operasional Ketika Produksi Turun 5% ... 50

6. Penghitungan Aliran Kas dan kriteria kelayakan investasi ketika Produksi Turun 5% ... 51

7. Perincian Kebutuhan Investasi Ketika Alokasi Kepada Petani Sebesar 78% ... 52

8. Perincian Biaya Operasional Ketika Alokasi Kepada Petani Sebesar 78% ... 52

(15)

* $ & '.

Selama ini hasil hutan identik dengan kayu, padahal kayu merupakan sebagian dari sumber daya hutan yang sudah termanfaatkan. Hasil hutan lainnya adalah hasil hutan bukan kayu yang masih sangat melimpah jenisnya baik satwa maupun tumbuhan di bawah tegakan. Tumbuhan di bawah tegakan

sangat beraneka ragam jenisnya, di antara jenisEjenis yang telah teridentifikasi diketahui manfaatnya adalah tanaman obat. Oleh sebab itu, hutan harus bisa dioptimalkan manfaatnya sebagai sistem penyangga kehidupan (

).

Tanaman obat secara sederhana dapat bermakna tanaman yang berfungsi sebagai obat. Sudah sejak lama, tanaman obat digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sebagai alternatif bahan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Secara turunEtemurun juga, penggunaan tanaman obat diturunkan dari generasi ke generasi.

Jenis tanaman obat di hutan sangat banyak dan setiap daerah mempunyai pengetahuan yang berbedaEbeda dalam memanfaatkannya. Tanaman obat tumbuh melimpah secara alami di bawah tegakan jati, terutama untuk kelas umur tua. Hal ini dikarenakan tanaman obat mampu tumbuh baik di bawah naungan (Ernaningsih 2004). Kondisi ini memberikan peluang bagi masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan ruang tumbuh di bawah tegakan jati (atau lainnya) dengan menanami jenis tanaman obat yang mempunyai pangsa pasar

( ) cukup tinggi.

Pemanfaatan tanaman obat di bawah tegakan sangat prospektif untuk dikembangkan. Dari waktu ke waktu perkembangan akan kebutuhan tanaman obat guna memenuhi keinginan manusia terhadap obat alami semakin

(16)

tradisional di Indonesia akan terus meningkat, mengingat kuatnya budaya dan tradisi memakai jamu baik untuk maksud pengobatan, pemeliharaan kesehatan, menjaga kebugaran jasmani, dan mencegah penyakit maupun memulihkan

kesehatan ( dalam Bank Indonesia 2009).

Sementara itu, kecenderungan masyarakat konsumen dunia menuntut pangan dan produk kesehatan yang aman dengan slogan

menunjukkan pertumbuhan pesat, termasuk di Indonesia sendiri.

Menurut Pusat Studi BiofarmakaEBogor (2009), bahwa perkembangan industri obat herbal dan makanan sehat di Indonesia dewasa ini meningkat dengan pesat. Selain itu, terdapat juga fakta bahwa tanaman obat di

pasar yang masih rendah. Sebagai akibatnya, terjadilah ketimpangan antara dengan yang terjadi di pasar tanaman obat. yang masih rendah ditambah dengan potensi luas lahan yang dimiliki menjadikan tanaman obat prospektif untuk dibudidayakan.

Lempuyang merupakan salah satu jenis tanaman obat yang berpotensi untuk dibudidayakan. Lempuyang berkhasiat sebagai obat gatal, obat perut nyeri, obat borok, obat disentri, obat sesak nafas, obat wasir, obat cacing dan penambah nafsu makan. Kebutuhan lempuyang sendiri sangat besar, pada tahun 2008 kebutuhan lempuyang mencapai 9.882 ton. Akan tetapi, kebutuhan yang sangat besar tersebut tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang hanya 5.773 ton (Pribadi 2009).

(17)

3

Pengembangan tanaman obat di area hutan tanaman, akan menghasilkan keuntungan majemuk bagi Perum Perhutani, yaitu keberhasilan pengelolaan hutan tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar hutan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Untuk mencapai peningkatan pendapatan dari tanaman obat di bawah tegakan hutan, maka perlu dilakukan penelitian tentang kelayakan usaha budidaya serta prospek pasarnya.

$*!-!( ' ( )

Kabupaten Blora merupakan sentra tanaman obat lempuyang dengan

kualitas yang baik, komoditi ini terutama dijumpai di Desa Ngliron Kecamatan Randublatung. Lempuyang merupakan salah satu dari sepuluh komoditi utama yang diperjualbelikan oleh pedagang pengepul di Randublatung. Sepuluh komoditi tersebut adalah lempuyang (basisnya ada di Randublatung), jati belanda, secang, sambiloto, uletEulet, kunci pepet, kunci sayur, temu lawak, temu ireng, dan kunir. Pada tahun 2009, harga lempuyang kering berkisar Rp 6000/kg. Namun pada tahun 2010, harga lempuyang kering di Desa Ngliron yang dibeli pedagang pengepul II mencapai Rp 9000/kg.

Sudah sejak lama masyarakat di Desa Ngliron memanfaatkan lempuyang untuk menambah pendapatan mereka. Namun seiring berjalannya waktu, petani merasa kesulitan dalam memanfaatkan lempuyang ini. Setiap tahun, para petani harus mencari lempuyang hingga masuk jauh ke dalam hutan. Meskipun tenaga yang diperlukan untuk mendapatkan lempuyang sangat besar, namun hasil yang didapatkan sering tidak sesuai dengan yang diharapkan. Faktor utama semakin sulitnya mencari lempuyang adalah menurunnya sebaran serta jumlah lempuyang di dalam hutan. Dalam memanfaatkan lempuyang, masyarakat mengambil seluruh rimpangnya tanpa meninggalkan sedikit rimpangpun. Sehingga, saat panen tiba untuk tahun selanjutnya, lempuyang yang didapatkan dari dalam hutan semakin sulit. Dalam jangka panjang, eksploitasi yang berlebihan ini dapat mengakibatkan semakin menurunnya potensi lempuyang dari Desa Ngliron atau bahkan akan membuat lempuyang

(18)

Melihat kondisi ini, maka perlu dilakukan upaya budidaya lempuyang oleh masyarakat Desa Ngliron agar jumlah lempuyang yang dimanfaatkan setiap tahunnya tidak semakin habis. Selain itu, dengan adanya kegiatan budidaya lempuyang ini, diharapkan pula potensi lempuyang dari Desa Ngliron dapat dioptimalkan sebaik mungkin.

4 !5! '

1. Mengetahui kelayakan usaha budidaya lempuyang wangi di Desa Ngliron Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

2. Mengkaji prospek pasar lempuyang wangi di Desa Ngliron Kecamatan

Randublatung Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

6 '1

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

7 $ ! * ' % '. #) * ,& '

Prospek pasar lempuyang dan kelayakan usaha budidaya lempuyang bagi masyarakat sekitar hutan.

8 ! '. #'.&!,

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi analisis terhadap aspekEaspek produksi, pemasaran, dan kelayakan usaha tanaman obat di bawah tegakan. AspekEaspek kelayakan tersebut meliputi :

1. Analisis terhadap aspek pemasaran lempuyang. 2. Analisis terhadap aspek teknis dan teknologis. 3. Analisis terhadap aspek manajemen dan organisasi.

(19)

$-,!% '. '.#

Nama lain dari lempuyang wangi adalah lempuyang rum. Dinamakan lempuyang wangi karena memang mempunyai bau yang lebih harum bila dibadingkan dengan jenis lempuyang lainnya. Lempuyang sendiri mempunyai tiga jenis berbeda, yakni lempuyang wangi ( Val),

lempuyang gajah ( Linn), dan lempuyang emprit ( Bl) (Kumalasari 2006).

Menurut Anonim 2009, lempuyang wangi mempunyai banyak khasiat, diantaranya adalah

1. Menambah nafsu makan. 2. Mengobati batuk.

3. Mengobati sakit empedu. 4. Hepatitis.

5. Wasir.

6. Kurang darah.

7. Mengobati kaki bengkak setelah melahirkan.

Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan obat adalah rimpangnya. Pada tumbuhan ini, banyak kandungan kimia di dalamnya dan yang sudah diketahui diantarnya adalah minyak atsiri, resin, pati, dan gula. Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan bahwa lempuyang wangi memiliki sifat rasa pahit, wangi, mengaktifkan kelenjarE kelenjar, dan anti inflamasi. Budidaya atau perbanyakan tanaman ini sangat mudah. Tanaman ini diperbanyak menggunakan rimpangnya, berat per bibit adalah 15 gram dan memiliki jarak tanam 50 cm x 30 cm (Indriyanto . 1991). Seperti halnya tanaman lain, lempuyang juga membutuhkan air dalam

(20)

Gambar 1 Tanaman lempuyang wangi (Anonim 2009).

! ' # " ' !-/$* $& % ' -'%

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar. Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian besar belum diketahui manfaatnya. Baru sekitar 600 jenis tumbuhan, 1000 jenis hewan, dan 100 jenis jasad renik yang telah diketahui potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan industri dan yang berorientasi ekspor. Kondisi lahan yang variatif tersedia mulai dari pantai sampai pegunungan dengan sebagian besar lahan yang ada belum termanfaatkan dengan baik (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Salah satu formasi hutan yang memiliki sumber daya alam melimpah adalah hutan jati.

(21)

7

4 $- '1 ' ' - ' / "# 9 ) $. & '

Hutan jati sebagai salah satu bentuk atau formasi hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tanaman obat yang tinggi. Namun dalam pemanfaatannya sangat tergantung dari pengetahuan masyarakat di sekitarnya. Ada beberapa jenis tanaman obat yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan, baik untuk konsumsi keluarga maupun dijual. Tanaman obat tersebut dalam pemanfaatannya dapat berupa akar, batang, buah, maupun akar tinggalnya (Ernaningsih 2004).

Tanaman obat merupakan salah satu kekayaan alam yang telah dimanfaatkan oleh manusia sejak dulu untuk mengobati berbagai jenis

penyakit. Pemanfaatan tanaman obat untuk obat tradisional ini merupakan warisan budaya yang berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Meskipun pemanfaatan tanaman obat untuk setiap suku atau daerah memiliki perbedaan, baik ditinjau dari segi spesies, jumlah spesies maupun komposisi ramuannya. Hal ini merupakan daya tarik pengembangan usaha pemanfaatan tanaman obat yang menguntungkan dari segi ekonomi karena adanya peluang diversifikasi produksi, namun juga menciptakan kondisi yang merangsang tingginya pemanfaatan tanaman obat dari alam dan sekaligus memperluas skala geografis permasalahan yang dihadapi dalam upaya pelestarian pemanfaatannya (Fakultas Kehutanan IPB dan LATIN 1994).

JenisEjenis tanaman dari hutan jati yang telah dikenal dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat menurut Poerwokoesoemo (1981) antara lain :

1. Pule pandak/akar tikus ( Bentham ex Kurz). Akar pule pandak yang sangat pahit mengandung zat serpentin yaitu jenis racun seperti bisa ular, karena itu akarnya di kalangan kehutanan digunakan untuk obat sakit gigitan ular berbisa. Sekarang pule pandak sering digunakan untuk penyakit hipertensi.

2. Lempuyang pait ( Bl). Akarnya digunakan untuk obat dalam, sakit basau atau , untuk menambah nafsu makan, susah buang air besar, dan kejang.

3. Kedawung (! Benth). Bijinya yang berbau seperti pete

(22)

4. Temu kunci (" Roxb). Rimpangnya digunakan untuk bumbu masak dan untuk batuk kering, obat sariawan, sakit kencing pada anakEanak, kadas, dan panu.

5. Temu ireng ( Roxb). Rimpangnya digunakan untuk jamu bersih darah.

6. Temu giring ( Val).

7. Temu lawak ( # Roxb).

8. Temu putih ( Rosc).

9. Kunyit ( Val). Rimpangnya digunakan untuk bumbu masak, pewarna makanan, obat sakit perut, masuk angin, dan diare.

10. Temu putri (" Linn).

11. Gadung ($ Dennist). Umbinya digunakan untuk sakit lepra.

12. Pulai ( ). Kulit batang dan akarnya digunakan untuk membersihkan darah, sakit malaria, kencing nanah, dan diabetes melitus.

13. KacangEkacangan ( ). Bijinya digunakan untuk

membersihkan darah.

14. IlesEiles ( BL). Umbinya menjadi komoditas

ekspor.

6 *+(,$& ( * ' - ' /

Secara nasional, tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, ekologi, dan khasiatnya mempunyai peluang dan memberi kontribusi yang tidak ternilai bagi pembangunan dan pengembangan hutan tanaman di Indonesia. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menunjang pertumbuhannya untuk menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama jenisEjenis dalam hutan tanaman di daerah tertentu. Bagaimanapun, hal ini tetap berlandas pada sosial budaya setempat yang mempengaruhi ekosistem pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya tanaman obat dalam hutan tanaman adalah : pendapatan,

(23)

9

keberlanjutan usaha, dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial. Pemberdayaan aset hutan tanaman yang bijaksana dapat membantu program pembangunan hutan di berbagai daerah di Indonesia yang di dalamnya terkandung pula upaya menyehatkan sumber daya alam nasional (Dephut 2001). Kecenderungan masyarakat saat ini adalah ingin kembali ke alam (

) menyebabkan banyak industri obat untuk memproduksi obatEobatan dengan bahan baku tradisional (jamu). Dengan meningkatnya produksi akan meningkatkan pula permintaan ( ) bahan bakunya yang berupa tanaman obat (Ernaningsih 2004).

Di Indonesia, volume perdagangan obat tradisional pada tahun 2002 baru

mencapai US$ 150 juta, padahal sekitar 61% penduduk Indonesia diketahui sudah terbiasa mengkonsumsi obat tradisional yang dikenal sebagai jamu. Hal yang memprihatinkan adalah bahwa kebutuhan bahan baku untuk 1.023 perusahaan obat tradisional, yang terdiri dari 118 industri obat tradisional (IOT, aset > Rp. 600 juta), dan 905 industri kecil obat tradisional (IKOT, aset < Rp. 600 juta), justru 85% diperoleh dari upaya penambangan dari hutan dan pekarangan tanpa upaya budidaya (Balitbang Pertanian 2007). Pengolahan dan diversifikasi produk primer (rimpang) menjadi produk sekunder (simplisia) mempunyai nilai tambah sebesar 7E15 kali, sedangkan pengolahan dari rimpang menjadi ekstrak memberikan nilai tambah sebesar 80E280 kali (Balitbang Pertanian 2007).

Pasar tanaman obat (biofarmaka) merupakan keragaan dan dari bahan baku tanaman obat yang dibutuhkan oleh pabrik (industri) dibedakan atas rimpang dan simplisia. $ dan kebutuhan akan jenis biofarmaka yang diperlukan oleh industri obat tradisional baik IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) maupun IOT (Industri Obat Tradisional) sangat variatif. Hampir semua jenis biofarmaka dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun, ada beberapa jenis biofarmaka budidaya yang dibutuhkan industri obat tradisional dalam jumlah besar, antara lain adalah jahe (

Roxb) sebesar 5.000 ton/tahun, kapulaga (

(24)

ton/tahun, adas ( Mill) 2.000 ton/tahun, kencur ("

Linn) 2.000 ton kering/tahun, kunyit ( Val) 3.000 ton kering/tahun dan 1.500 ton basah/tahun (Pusat Studi Biofarmaka 2009).

Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa agribisnis biofarmaka tidak berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia karena petani dan para pelaku usaha kurang memahami kebutuhan pasar domestik dan ekspor yang menginginkan produk siap pakai yang telah diolah. Kurangnya pemahaman tersebut karena menjual biofarmaka memang tidak semudah menjual tanaman hortikultura lainnya seperti sayurEsayuran atau buahEbuahan.

Di samping itu, keengganan petani untuk mengusahakan biofarmaka karena permintaannya yang belum sebanyak komoditas sayurEsayuran ataupun buahEbuahan dan diantara ratusan jenis yang diperlukan industri obat tradisional hanya sedikit tanaman yang biasa dibudidayakan petani, seperti kencur di Nogosari dan jahe emprit di AmpelEBoyolali (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Dalam pemasaran tanaman obat dari masyarakat sekitar hutan hingga ke pengguna (industri) melalui beberapa macam pola distribusi yang melibatkan masyarakat sebagai produsen, pedagang pengepul, pedagang besar, dan industri (Ernaningsih 2004)

7 ' #(#( $ % & ' ( )

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha dilaksanakan dengan berhasil. Pada umumnya, suatu studi kelayakan usaha akan menyangkut tiga aspek, yaitu :

1. Manfaat ekonomis usaha terhadap industri/institusi yang menjalankan usaha itu.

2. Manfaat ekonomi bagi negara tempat usaha itu dijalankan. 3. Manfaat sosial bagi masyarakat sekitar.

(25)

11

hanya dengan memperhatikan manfaat usaha bagi perusahaan, bisa pula dengan mempertimbangkan aspek yang lebih luas, yaitu manfaat bagi negara dan masyarakat luas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas studi kelayakan usaha, diantaranya adalah :

1. Besarnya dana yang ditanam. 2. Tingkat ketidakpastian proyek.

3. Kompleksitas elemenEelemen yang mempengaruhi suatu usaha.

8 (,$& ( * " ' $- ( * '

Soeharto (2002), memberikan sistematika proses pengkajian pasar yang

meliputi berturutEturut adalah penilaian situasi, menyusun strategi pengumpulan data dan informasi serta analisis dan peramalan. Lingkup menyusun strategi termasuk mendefinisikan masalah yang akan dikaji. Dalam hal ini, agar pengkajian aspek pasar dapat efektif harus dilakukan penjadwalan yang tepat, memilih metode yang dapat memberikan hasil yang akurat, dan memiliki relevansi erat dengan subyek yang dikaji.

Ditambahkan oleh Soeharto (2002), meskipun aspek pasar secara keseluruhan mencakup lingkup yang amat luas, tetapi untuk studi kelayakan suatu usulan usaha dengan tujuan menghasilkan produk tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisa masalahEmasalah berikut :

1. Perkiraan penawaran ( ) dan permintaan ( ), yang meliputi perincian permintaan, permintaan saat ini dan yang akan datang, penawaran, konsumen, kebijakan, peraturan, dan perencanaan pemerintah.

2. Pangsa pasar dan persaingan, yang meliputi pangsa pasar, persaingan dan harga.

3. Strategi pemasaran,yang meliputi promosi dan distribusi.

Sutojo (2002) menyatakan bahwa dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran hal yang perlu diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk di masa lalu dan sekarang, proyeksi permintaan di masa yang akan datang, kemungkinan adanya persaingan dan peranan pemerintah dalam menunjang perkembangan produk

(26)

: .*+1+*$( *#

Dalam bahasa Indonesia, lebih dikenal dengan istilah Agroforestri atau Wanatani. Menurut Friday . (2000), dalam pengertian sederhana agroforestri adalah membudidayakan pepohonan pada lahan pertanian. Ada dua macam agroforestri, yakni sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks.

#( $- .*+1+*$( *# $"$*) ' merupakan perpaduan satu jenis tanaman tahunan dan beberapa jenis tanaman semusim. Jenis pohon yang biasa ditanam bisa bernilai ekonomi tinggi atau rendah. Bernilai ekonomi tinggi seperti : kelapa, jati, karet, cengkeh, dll. Bernilai ekonomi rendah seperti :

dadap, lamtoro, kaliandra, dll. TanamanEtanaman ini biasanya dipadukan dengan tanaman semusim seperti padi, jagung, palawija, sayur mayur, rerumputan, dll.

#( $- .*+1+*$( *# +-, $&( merupakan sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat oleh penduduk setempat, dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Sistem ini mencakup sejumlah besar komponen pepohonan, perdu, tanaman semusim dan atau rumput. Penampakan fisik dan keadaan didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik primer maupun sekunder. Sistem agroforestri ini dibedakan atas pekarangan berbasis pepohonan dan agroforest komplek.

$& * '. ', biasanya terletak di sekitar tempat tinggal dan luasnya hanya sekitar 0,1E0,3 ha, dengan demikian sistem ini lebih mudah dibedakan dengan hutan. Contoh : kebun talun, karang kitri, dsb.

/ .*+1+*$( +-, $&, hutan masif yang merupakan gabungan dari beberapa kebun berukuran 1E2 ha milik perorangan atau berkelompok, yang letaknya jauh dari tempat tinggal dan biasanya dikelola secara intensif. Contoh agroforest karet, agroforest damar, dsb.

Pertimbangan jenis tanaman yang akan ditanam didasarkan pada : 1. Kondisi iklim dan tanah setempat.

2. Kebutuhan untuk pasar dan untuk sendiri.

(27)

13

4. Ketersediaan tenaga.

5. Ketersediaan kredit untuk modal, pupuk, bahan tanam, dan masukan lainnya.

6. Pelayanan penyuluhan.

; $' !& $*5 ( - $*!- $*)! '# "$'. ' (% * &

Perhutani di dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan, selalu berusaha mengajak masyarakat untuk berpartisipasi pula di dalam kegiatan tersebut. Bentuk kerjasama yang terjalin antara Perhutani dengan masyarakat, yakni :

$'.$ + ' ! ' $*( - (% * &

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan meningkatkan potensi sumber daya manusia yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini dimaksudkan untuk memberikan arah

pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional.

Tujuan dari kegiatan PHBM sendiri adalah untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat sekitar hutan, dan semua terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan.

*+.* - $-# * ' " ' #' #'.&!'. '

(28)

adalah untuk dapat menjamin keberlangsungan pengelolaan kawasan hutan menuju kelestarian.

< $-/ . (% * & $( ! '

Masyarakat ( ) mempunyai arti sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Sedangkan menurut tipologi, masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap

hutan.

Guna mengatur interaksi yang terjadi di dalam masyarakat desa hutan, biasanya mereka membentuk lembaga. Melalui lembaga ini, diharapkan dapat dijadikan wadah bagi sekumpulan yang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Lembaga yang menaungi masyarakat desa hutan biasa disebut dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan atau LMDH. Lembaga masyarakat desa hutan adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada di dalam atau di sekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya (Awang . 2008).

$'$ # # ' $*" )! !

Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai kelayakan pengusahaan tanaman obat :

1. Plasmanutfah tumbuhan obat Indonesia yang berlimpah merupakan aset nasional bernilai tinggi yang potensial untuk pengembangan industri . Aset ini perlu dikelola dengan bijaksana secara lestari untuk menghindari kelangkaan atau kepunahan suatu spesies tumbuhan obat. Permintaan yang tinggi akan obat alami di dalam maupun di luar negeri merupakan peluang besar yang menggiurkan namun harus tetap

(29)

15

berkualitas, aman, dan bermanfaat. Menghadapi era pasar bebas dan persaingan global, kemampuan ekspor berbagai komoditas tumbuhan obat akan menghadapi persaingan yang lebih ketat (Dorly 2005).

2. Agrobisnis dan Agroindustri berbasis tanaman obat mempunyai prospek ke depan yang bagus sebagai sumber pendapatan pembangunan. Selain

(30)

4 & ! " ' $-, $'$ # # '

Penelitian mengenai Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar

Lempuyang Wangi ( Val) oleh Lembaga Masyarakat

Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung ini dilaksanakan selama bulan Juni tahun 2010, bertempat di Desa Ngliron,

Kecamatan Randublatung.

4 $* '.& $-#&#* ' $'$ # # '

Pengembangan usaha budidaya lempuyang harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisa pemasaran, analisa ketersediaan bahan baku, analisa teknis dan teknologis, analisa manajemen dan organisasi, analisa dampak usaha, serta analisa finansial. Hasil dari analisa tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan dan kendalaEkendala yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya.

Teknik yang dilakukan untuk pengembangan industri ini adalah mengumpulkan data yang dibutuhkan, baik data primer atau sekunder. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung perincian biaya investasi. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi. AsumsiEasumsi finansial yang digunakan antara lain umur proyek, biayaEbiaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual, dan sebagainya. Diagram kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

4 4

1. Hasil wawancara dengan responden (pelaku pasar tanaman obat) di Desa Ngliron.

(31)

17

Masyarakat Desa Hutan di Ngliron

LMDH Desa Ngliron

Rencana Pengembangan Usaha Budidaya Lempuyang

Studi Kelayakan Usaha

Aspek NonEFinansial

1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis

3. Aspek Manajemen dan Organisasi

4. Dampak Usaha Budidaya Lempuyang

Layak

Implementasi

Aspek Finansial

1. NPV 2. BCR 3. IRR 4. PBP

[image:31.595.98.498.82.553.2]

Tidak Layak ReEevaluasi

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.

$&'#& $'.!-,! '

Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi berkaitan dengan prospek pasar serta kelayakan usaha budidaya lempuyang adalah dengan survei, sedangkan dalam pengambilan responden menggunakan metode atau penentuan responden berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden sebelumnya% Responden pertama ditentukan dengan metode , yaitu responden diambil dengan maksud

(32)

peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Responden terdiri dari pelaku pasar tanaman obat di Desa Ngliron, yaitu petani, pedagang pengepul, dan anggota LMDH. Pengumpulan data dan informasi mengikuti tahapan berikut :

a. Melakukan wawancara kepada sejumlah responden, wawancara diperlukan untuk menggali informasi permintaan pasar terhadap suatu jenis tanaman obat, harga, dan pola distribusi. Responden dibedakan berdasarkan perannya yaitu terdiri dari :

1) Masyarakat pengambil tanaman obat di bawah tegakan.

2) Pedagang pengepul I: pedagang yang membeli tanaman obat dari

masyarakat, menjualnya kepada pedagang pengepul II dan tidak mempunyai hubungan kedekatan dengan industri.

3) Pedagang pengepul II: pedagang yang membeli tanaman obat dari pedagang pengepul I, menjualnya kepada pedagang besar dan tidak mempunyai hubungan kedekatan dengan industri.

4) Lembaga Masyarakat Desa Hutan.

b. Wawancara dimulai dari masyarakat yang telah memanfaatkan tanaman obat di bawah tegakan hutan. Informasi dari masyarakat tersebut akan menentukan responden selanjutnya.

c. Informasi yang diperoleh dari wawancara dianalisis untuk mengetahui

& , harga di setiap pelaku pasar dan pola distribusi dalam pemasaran tanaman obat.

' #(#(

Kegiatan yang dilakukan adalah analisis terhadap data primer maupun sekunder yang didapatkan untuk studi kelayakan pengembangan tanaman obat .

' #(#( $- ( * '

Pada analisis pemasaran, aspek yang dikaji adalah mengetahui bentuk dan prospek pasar, proyeksi permintaan dan penawaran, pangsa pasar yang mungkin diraih, dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan menggunakan teknik yang

(33)

19

' #(#( $ % & ' ( ) = $ #,! #> (,$& $&'#( " ' $&'+ +.#= -, & $.# ' ( ) = " ' #' '(#

Aspek teknis dan teknologi meliputi penentuan kapasitas produksi dan lokasi serta pemilihan teknologi proses dan peralatan. Tujuan analisis dampak kegiatan usaha adalah untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usaha ini memberikan dampak kepada lingkungan, kepada masyarakat, dan negara. Pengkajian dampak kegiatan usaha ini sangat penting untuk mengetahui perubahanEperubahan yang terjadi ketika kegiatan usaha tersebut sedang berjalan, perubahan tersebut bisa bersifat negatif maupun positif.

Analisis aspek finansial diperlukan untuk mengkaji jumlah dana yang dibutuhkan dalam mendirikan suatu usaha dan menjalankannya. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria investasi. Menurut umar (2003). Kriteria investasi yang dibutuhkan adalah ' ! ( )

) ' * ) dan! * ! .

a. ' ! ( (NPV)

Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaanEpenerimaan kas bersih. Formulanya adalah sebagai berikut :

Dimana : NPV = ' ! (

Bt = Keuntungan pada tahun keEt Ct = Biaya pada tahun keEt

n = Umur ekonomis dari suatu proyek i = Suku bunga yang berlaku

Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan. Namun bila NPV ≤ 0, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan.

b. (IRR)

Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang

investasi dengan nilai sekarang penerimaanEpenerimaan kas bersih di

B E C

n t t

N P V = t

(34)

masaEmasa mendatang. Menurut Kadariah . (1999), IRR adalah nilai

faktor diskonto (i) yang membuat NPV sama dengan nol. Pendekatan

untuk menghitung IRR yaitu :

Dimana : IRR =

NPV(+) = NPV bernilai positif

NPV(E) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif

i(E) = suku bunga yang membuat NPV negatif

Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV

dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ suku bunga, maka

proyek layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya.

c. ' * (Net B/C)

Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara

keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Formulanya adalah

d. ! * ! (PBP)

Metode ini mencoba menghitung seberapa cepat investasi bisa kembali.

Menurut Nugroho (2008) periode pengembalian modal merupakan

jangka waktu yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mengembalikan

seluruh dana yang diivestasikan, yaitu ukuran lamanya waktu yang

diperlukan agar seluruh modal yang ditanamkan dapat

dikembalikan/dibayar oleh manfaat yang dihasilkan dari investasi

tersebut. Oleh karena itu, satuan hasilnya adalah satuan waktu (bulan,

tahun, dan sebagainya). Apabila periode yang dibutuhkan lebih cepat dari

yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungakan. Namun bila , untuk BtECt > 0

, untuk BtECt < 0 NPV

(+)

IRR = i + [i E i ]

(+) NPV E NPV (E) (+)

(+) (E)

n B t E C t t B t = 1 ( 1 + i )

N e t = n

B t E C t C

t t = 1 ( 1 + i )

(35)

21

tidak sesuai dengan periode yang disyaratkan, maka proyek dikatakan

tidak menguntungkan. Pendekatan yang digunakan :

Dimana : PBP = ! * !

n = Periode investasi pada saat nilai kumulatif arus

kas negatif yang terakhir (tahun)

m = Nilai kumulatif arus kas negatif yang terakhir

(Rp).

Bn = * pada tahun keEn (Rp).

Cn = Biaya bruto pada tahun keEn (Rp).

#* ' ( *+%$&

Laporan aliran kas ( ) disusun untuk menunjukkan

perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai

perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumberEsumber kas

dan penggunaanEpenggunaanya. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu

Aliran Kas Awal)Aliran Kas Operasional)dan + %

#* ' ( 9

Identifikasi pola aliran kas yang berhubungan dengan investasi

diperlukan untuk menentukan komponen % Beberapa

contoh yang terdapat pada adalah pembayaran untuk

tanah, pembuatan pabrik, pembayaran mesinEmesin, pengeluaran untuk

biaya pendahuluan dan sebelum operasi, serta penyediaan modal kerja.

#* ' ( ,$* (#+'

, merupakan rencana keluar masuk dana jika

proyek sudah dioperasionalkan. Untuk menaksir aliran kas operasional perlu

ditentukan waktu yang diperkirakan. Pada umumnya, waktu yang digunakan

dalam menaksir aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur

ekonomis investasi yang akan dijalankan. m

PBP = n +

(36)

4

+ terdiri dari nilai sisa aliran kas dan pengembalian

modal kerja.

(!-(#

1. Jenis tanaman obat lempuyang yang dikaji pasarnya adalah jenis yang

dikenal oleh masyarakat setempat, yakni lempuyang wangi.

2. Potensi tanaman obat lempuyang adalah potensi yang ada di lokasi

penelitian.

3. Harga jual tanaman obat lempuyang adalah harga yang berlaku di lokasi

penelitian pada saat penelitian dilakukan.

4. Untuk selanjutnya, penyebutan lempuyang wangi disederhanakan menjadi

(37)

6 $+.* 1#= ! ( # % )= " ' $,$'"!"!& '

Desa Ngliron terletak di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora,

Propinsi Jawa Tengah, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Barat : Ds. Tanggel

Timur : Kecamatan Kedung Tuban

Utara : Ds. Semanggi

Selatan : Ds. Kalisari

Secara geografis, Desa Ngliron memiliki ketinggian 65 mdpl dengan luas 1.835

ha. Sekitar 85,9% (1.577 ha) dari luas total tersebut merupakan hutan. Alokasi

[image:37.595.143.499.373.489.2]

penggunaan lahan di Desa Ngliron dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Penggunaan lahan di Desa Ngliron pada tahun 2009

No. Penggunaan Luas (ha)

1 Hutan 1.577

2 Jalan 5

3 Sawah dan Ladang 192

4 Pemukiman 51

5 LainElain 10

!- ) 1.835

Sumber : Sekretariat Desa Ngliron.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Desa Ngliron, pada

tahun 2009 jumlah penduduk di Desa Ngliron tercatat 3.040 jiwa, dimana

sebagian besar bekerja sebagai petani (1.308 jiwa). Jumlah penduduk lakiElaki

sebanyak 1.512 jiwa dan perempuan sebanyak 1.528 jiwa.

6 + $'(# (# ! ' " ' $* '# ' (# ! '

Hutan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan warga Desa Ngliron,

setiap hari warga berinteraksi dengan hutan. Faktor utama yang

mempengaruhi tingginya interaksi ini adalah keberadaan Desa Ngliron yang

berada di dekat hutan. Interaksi yang terjadi disini sebagian besar berupa

(38)

Hasil hutan kayu yang dimanfaatkan oleh warga sekitar adalah kayu

bakar. Berdasarkan data yang terdapat di BKPH Ngliron, pada tahun 2008

pemanfaatan kayu bakar ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 400

jiwa. Sedangkan hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan oleh

penduduk Desa Ngliron adalah pemanfaatan emponEempon atau tanaman

obat. Tanaman obat yang banyak dimanfaatkan adalah lempuyang dan kunci

pepet. Kedua jenis tanaman ini dimanfaatkan dengan mengambil langsung

dari dalam hutan tanpa adanya kegiatan budidaya. Berdasarkan data yang

terdapat di BKPH Ngliron, pada tahun 2008 pemanfaatan tanaman obat ini

mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 210 jiwa dan sebagian besar

meliputi wanita (205 jiwa).

$* '# '

Selain memanfaatkan hasil hutan, warga Desa Ngliron juga

memanfaatkan komoditi dari sektor pertanian untuk menambah pendapatan.

Komoditi yang diusahakan dari sektor pertanian adalah palawija dan padi.

Untuk komoditi palawija, warga setempat memanfaatkan lahan Perhutani

pada area teresan. Komoditi yang banyak diusahakan adalah jenis jagung.

Sedangkan untuk komoditi padi, warga menggunakan lahannya sendiri.

Tenaga kerja yang terserap untuk sektor pertanian sangat tinggi, mencapai

1308 jiwa.

6 4 $-/ . (% * & $( ! ' $( . #*+'

Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron (LMDH Sidodadi

Mulyo) merupakan salah satu LMDH di area KPH Randublatung yang

memiliki pengelolaan cukup baik. Dampak dari baiknya aspek manajemen

LMDH ini adalah pemberian hasil tebangan kayu yang tinggi. Sejak

tahun 2003 LMDH Desa Ngliron sudah menerima dana hingga Rp 489

juta (rataErata per tahunnya Rp 70 juta). Dana tersebut digunakan untuk empat

hal, yakni untuk usaha produktif, pembangunan biofisik desa, keterlibatan

dalam pengelolaan hutan, dan untuk kegiatan sosial. Lembaga Masyarakat

Desa Hutan Desa Ngliron beranggotakan semua masyarakat di Desa Ngliron

(39)

25

6 6 $(&*#,(# *+%$& !"#" % ' - ' / $-,!% '.

Menurut Umar (2003), proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan

sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi

sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang

sasarannya telah digariskan dengan jelas. Proyek usaha budidaya lempuyang

ini berlokasi di hutan jati sekitar Desa Ngliron yang menjadi naungan KPH

Randublatung BKPH Ngliron. Usaha budidaya lempuyang ini membutuhkan

lahan seluas enam hektar. Kegiatan budidaya ini melibatkan banyak pihak,

yakni Perhutani selaku pemilik lahan, LMDH Desa Ngliron selaku lembaga

yang menaungi masyarakat desa hutan, dan petani selaku pelaksana kegiatan

budidaya.

Komposisi biaya kegiatan usaha budidaya lempuyang ini bila ditarik

pada tahun keE0 ( ) sebesar Rp 28.200.000,00, sedangkan

komposisi manfaat dilihat dari aspek finansial bila ditarik pada tahun keE0

( ) sebesar Rp 32.295.383,00. Ada dua dampak yang akan

dihasilkan dari kegiatan proyek budidaya ini, yakni dampak terhadap

lingkungan dan masyarakat. Terhadap aspek lingkungan, proyek budidaya ini

mendukung pelestarian lingkungan karena tidak menggunakan bahan produksi

yang dapat mengganggu lingkungan dan berperan dalam pemanfaatan lahan di

bawah tegakan jati yang tidak termanfaatkan secara optimal. Terhadap

masyarakat, proyek budidaya ini dapat memberikan pemasukan kepada

masyarakat sekitar hutan yang terlibat langsung dalam kegiatan ini dengan total

pemasukan sebesar Rp 1.256.513,00 pada tahun keE1 dan akan terus meningkat

hingga Rp 1.949.263,00 pada tahun keE10. Jangka waktu budidaya lempuyang

adalah 10 tahun, hal ini didasarkan pada pemanfaatan ruang hutan selama kelas

(40)

7 $ % & ' ( ) !"#" % ' - ' / $-,!% '. (,$& $&'#(

Analisis dari aspek teknis dan teknologis ini berhubungan dengan

penyediaan bahan baku dan keluaran yang dihasilkan.

a. Bahan Baku dan Budidaya

Penghimpunan bibit lempuyang dilakukan dengan membeli bibit dari

petani seharga Rp 1.500/kg. Jarak tanam yang digunakan 50 cm × 30 cm

dan berat masingEmasing bibit 15 gram (Indriyanto . 1991), sehingga

akan membutuhkan bibit sekitar satu ton per ha. Kegiatan budidaya

lempuyang ini diterapkan di hutan jati di BKPH Ngliron seluas enam ha

(membutuhkan total bibit enam ton). Luas area budidaya ini didasarkan

pada pengoptimalan penggunaan biaya investasi, dengan biaya investasi

sebesar Rp 28.200.00,00 maka dapat digunakan untuk membeli beberapa

kebutuhan awal guna memulai kegiatan budidaya. Sejumlah kebutuhan

awal tersebut dapat dialokasikan penggunaannya secara maksimal untuk

area seluas enam hektar. Untuk menjaga produksi lempuyang tetap

tinggi, maka dilakukan pemberian pupuk kompos (1.500 kg/ha).

b. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi

untuk mencapai keuntungan maksimal. Dalam kajian kelayakan usaha

budidaya lempuyang ini, kapasitas produksi lempuyang setelah dikurangi

untuk penyediaan bibit (pada lahan seluas enam ha) adalah sebesar 54 ton

basah (9,2 ton kering) per tahun. Kapasitas produksi ini didasarkan pada

potensi lempuyang di kabupaten Blora sebesar 10 ton/ha (Sarjana %

2009).

c. Teknologi Proses

Teknologi proses dalam menghasilkan simplisia lempuyang tergolong

masih sederhana. Ada dua proses utama yang harus dilalui setelah

kegiatan penanaman hingga produk siap dijual, proses tersebut dapat

(41)

27

Penanaman Pemanenan Pasca Panen

Penyimpanan Awal

Penyimpanan Akhir Pengeringan Pembersihan dan Sortasi

[image:41.595.154.492.90.285.2]

Perajangan

Gambar 3 Jalur proses pembuatan simplisia lempuyang.

a) Pemanenan

Lempuyang dipanen saat tanaman ini mati secara alami, yakni ketika

sudah berumur sembilan bulan. Kegiatan panen dilakukan pada

musim kemarau, antara bulan enam hingga sembilan tiap tahunnya,

agar memudahkan dalam proses pengeringan.

b) Pasca Panen

1) Penyimpanan Awal

Lempuyang yang telah dipanen, kemudian dikumpulkan dan

disimpan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam

pelaksanaan proses lanjutan.

2) Pembersihan dan Sortasi

Tahap selanjutnya adalah pembersihan dan sortasi. Tujuan proses

ini untuk menjamin bahwa komoditi yang dijual merupakan

lempuyang terbaik serta untuk pemilihan bibit lempuyang guna

kegiatan produksi pada tahun berikutnya.

3) Perajangan

Perajangan merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil

panen lempuyang. Lempuyang yang telah dibersihkan dari tanah

dan disortasi, kemudian diiris miring tipis dengan tebal sekitar 0,5

(42)

Teknologi yang digunakan masih sederhana, yakni cukup dengan

menggunakan pisau biasa.

4) Pengeringan

Pengeringan merupakan tahap terpenting dalam proses penyiapan

komoditi simplisia lempuyang karena pada proses ini kadar air

lempuyang dikurangi, sehingga komoditi lempuyang yang terjual

akan memiliki yang tinggi. Kadar air yang diinginkan

pedagang pengepul setempat adalah 17%. Proses pengeringan

dilakukan di bawah sinar matahari, ketika matahari sedang bagus

pengeringan akan membutuhkan waktu 4E5 hari. Pada proses ini,

[image:42.595.183.510.316.535.2]

lempuyang dikeringkan di atas tenda/terpal.

Gambar 4 Pengeringan lempuyang.

5) Penyimpanan Akhir.

Setelah mencapai kadar air yang diinginkan, lempuyang disimpan

di dalam karung, sehingga akan memudahkan penyetoran simplisia

ke pedagang pengepul.

Berdasarkan analisis aspek teknis di atas dapat disimpulkan bahwa

kegiatan budidaya lempuyang layak dijalankan serta tidak ada hambatan.

Penggunaan peralatan yang masih sederhana didasarkan pada pendekatan

(43)

29

kelemahan, yakni masih ketergantungan dengan musim. Kegiatan panen dan

pasca panen lebih optimal dan mudah dilakukan ketika musim kemarau tiba.

(,$& #' '(#

Tujuan menganalisis aspek finansial adalah untuk menentukan

rencana investasi melalui penghitungan biaya dan manfaat yang diharapkan,

dengan membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan. Menurut

Imelda (2010), aspek finansial dipandang beberapa investor sebagai aspek

yang paling utama untuk dianalisis karena pada aspek ini tergambar jelas

halEhal yang berkaitan dengan keuntungan, sehingga merupakan aspek yang

sangat penting. Sebagai tolok ukur analisis finansial diperlukan parameterE

parameter, sehingga dapat diketahui kelayakan suatu kegiatan usaha. Untuk

menentukan perkiraan biaya diperlukan asumsiEasumsi yang menjadi dasar

penghitungan biaya. AsumsiEasumsi tersebut antara lain :

a. Periode budidaya (1 periode pemeliharaan) adalah sembilan bulan, umur

proyek direncanakan selama 10 tahun. Ada dua alasan dalam

menentukan umur proyek, yakni untuk memanfaatkan ruang tumbuh

pada kelas umur dan untuk memaksimalkan penggunaan alat yang

memiliki masa pakai lebih dari satu tahun.

b. Produksi lempuyang tiap tahun sebesar 9,2 ton simplisia dengan masa

produksi tiga bulan per tahun.

c. Potensi budidaya lempuyang adalah 10 ton/ha (Sarjana . 2009).

d. Proyek dimulai pada tahun keE0.

e. Tingkat suku bunga menggunakan tingkat suku bunga bank BRI tahun

2010 sebesar 13% (Hasanuddin 2010).

f. Inflasi yang diperkenankan tiap tahunnya sebesar 5% (Bank Indonesia

2010).

Aspek finansial yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut halEhal

sebagai berikut :

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha.

Biaya investasi yang dikeluarkan untuk memulai usaha budidaya

(44)

berasal dari dana hasil tebangan yang dilakukan oleh KPH

Randublatung, sejak tahun 2003 LMDH Desa Ngliron sudah menerima

Rp 489 juta atau Rp 70 juta per tahunnya.

Tabel 2 Komposisi biaya investasi

No Komponen Jumlah Satuan Nilai Nilai

Satuan Total

1 Pupuk Kompos 9.000 kg 1.500 13.500.000

2 Timbangan Gantung 3 unit 400.000 1.200.000

3 Karung 60 karung 3.000 180.000

4 Pembelian bibit dari petani 6.000 kg 1.500 9.000.000

5 Biaya pengolahan tanah dan penanaman

48 orang 100.000 4.320.000

Total 28.200.000

b. Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan ketika kegiatan

produksi sedang berjalan dan dikeluarkan selama periode investasi.

Sebagian besar pengeluaran untuk biaya operasional terletak pada alokasi

dana untuk petani sebagai pengganti sistem upah, besarnya nilai ini

mencapai 73% dari total penerimaan (27 % lainnya dialokasikan untuk

pengelolaan LMDH). Penentuan persentase alokasi dapat dicapai atas

dasar kesepakatan bersama antara petani dengan pengelola LMDH serta

untuk memaksimalkan persentase alokasi. Tujuan penggunaan sistem

alokasi ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekitar hutan yang

turut andil dalam kegiatan budidaya lempuyang ini berdasarkan azas

keadilan. Rincian biaya operasional bisa dilihat pada Lampiran 2.

d. Prakiraan Penerimaan

Prakiraan penerimaan usaha budidaya lempuyang kering tiap tahunnya

naik 5%, persentase ini didasarkan pada besaran inflasi yang ditargetkan

pemerintah. Besarnya penerimaan diperoleh dari hasil kali harga jual

(45)

31

Tabel 3 Prakiraan penerimaan

Tahun KeE Harga (Rp) Penerimaan (Rp)

1 9.000 82.620.000

2 9.450 86.751.000

3 9.923 91.088.550

4 10.419 95.642.978

6 10.940 105.446.383

7 11.487 110.718.702

8 12.061 116.254.637

9 12.664 122.067.369

10 13.297 128.170.737

e. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha dalam

penelitian ini adalah NPV, BCR, IRR, dan PBP. Analisis ini

menggunakan tingkat suku bunga sebesar 13%. Tingkat suku bunga ini

merupakan tingkat suku bunga pada bank BRI yang terdapat di dekat

lokasi penelitian dan digunakan selama penelitian dilaksanakan. Alasan

pemilihan tingkat suku bunga didasarkan pada sumber pendanaan

investasi, yaitu modal investasi yang digunakan untuk usaha budidaya

lempuyang merupakan modal sendiri. Usaha ini memberikan pilihan

kepada investor yaitu menginvestasikan uangnya pada proyek budidaya

lempuyang atau di bank. Apabila keuntungan yang diperoleh lebih besar

daripada menginvestasikan uangnya di bank, maka proyek tersebut layak

dijalankan.

Hasil penghitungan kelayakan finansial usaha budidaya lempuyang pada

tingkat suku bunga 13% dapat dilihat pada aliran kas usaha budidaya

lempuyang pada Lampiran 3. Kriteria investasi pada usaha budidaya

lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Hasil analisis kelayakan finansial usaha budidaya lempuyang pada tingkat suku bunga 13%

Kriteria Nilai Keterangan

NPV Rp 4.725.383,00 NPV > 0 (Layak)

BCR 1,17 BCR > 1 (Layak)

IRR 16,15% IRR > Suku Bunga (Layak)

[image:45.595.157.512.634.702.2]
(46)

a) ' ! ( (NPV), (IRR), dan *

(BCR).

' ! ( (NPV) merupakan selisih antara nilai kini manfaat

dan biaya dari suatu kegiatan investasi (nilai kini manfaat bersih).

Besarnya NPV pada proyek pendirian usaha budidaya lempuyang

adalah Rp 4.725.383,00. Nilai tersebut lebih besar dari nol (0) yang

berarti bahwa proyek tersebut layak untuk dijalankan.

(IRR) atau arus pengembalian internal

merupakan tingkat kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan

keuntungan atau sebagai tingkat suku bunga pinjaman yang

menghasilkan nilai NPV aliran kas masuk sama dengan aliran kas

keluar. Untuk menentukan kelayakan suatu proyek, maka sebagai

patokan dasar pembanding adalah tingkat suku bunga yang berlaku di

lembaga keuangan yang ada, yaitu ditetapkan sebesar 13%. Besarnya

IRR pada usaha ini sebesar 16,15% yang berarti bahwa pendirian

usaha budidaya lempuyang layak untuk dijalankan. Nilai IRR ini juga

menunjukkan bahwa modal yang dimiliki akan lebih menguntungkan

apabila ditanamkan pada usaha budidaya ini dari pada disimpan dalam

bentuk tabungan di bank (Prasetyani 2010).

* (BCR) merupakan rasio nilai kini manfaat dengan

nilai kini biaya. Pada proyek yang dikaji, nilai BCR diperoleh sebesar

1,17 yang berarti bahwa proyek ini layak untuk dijalankan. Nilai BCR

ini berarti bahwa investasi yang dikeluarkan sekarang sebesar satu

rupiah untuk usaha budidaya akan menghasilkan nilai pendapatan

bersih sebesar Rp 1,17.

b) ! * ! (PBP)

! * ! (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan

untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung

dari aliran kas bersih. Berdasarkan hasil penghitungan, nilai PBP

untuk proyek ini adalah 6,05 tahun yang berarti untuk mengembalikan

investasi awal dibutuhkan waktu enam tahun setelah proyek

(47)

33

didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat bila

dibandingkan dengan umur proyek.

Menurut Imelda (2010), metode PBP ini sangat sederhana, sehingga

memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak

memperhatikan aliran kas masuk setelah , sehingga metode

ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan di atas maka

kegiatan budidaya lempuyang di Desa Ngliron layak untuk dijalankan.

Secara lengkap, penghitungan kriteria investasi dapat dilihat pada

lampiran.

f. Analisis Sensitivitas Finansial

Analisis sensitivitas finansial dilakukan untuk meneliti kembali pengaruh

dari keadaan yang berubahEubah. Analisis ini juga untuk melihat berapa

besar perubahan yang dapat membuat proyek ini menjadi tidak layak.

Komponen perubahan yang diamati adalah perubahan volume produksi

dan besaran alokasi untuk petani.

Volume produksi merupakan komponen terpenting di dalam aliran kas.

Secara tidak langsung juga berhubungan dengan biaya penyimpanan,

distribusi, dan besarnya nilai alokasi kepada petani yang terlibat dalam

kegiatan budidaya. Perubahan yang terjadi pada volume produksi akan

berakibat luas terhadap penerimaan. Analisis sensitivitas pada komponen

penurunan volume produksi bertujuan untuk mengetahui kepekaan

kegiatan budidaya apabila pada suatu ketika ada faktor dari luar yang

menyebabkan terjadinya penurunan volume produksi. Selain volume

produksi, komponen alokasi yang diberikan kepada masyarakat petani

juga akan berdampak kepada kelayakan usaha. Analisis sensitivitas pada

komponen kenaikan alokasi kepada petani bertujuan untuk mengetahui

kepekaan kegiatan budidaya apabila pada suatu ketika petani yang

terlibat menginginkan kenaikan persentase alokasi. Pada Tabel 6 dapat

(48)

Ketua LMDH Manajer Produksi Manajer Pemasaran Keuangan dan Administrasi

Petani Petani

Tabel 5 Hasil analisis sensitivitas usaha budidaya lempuyang pada tingkat suku bunga 13%

No Kriteria Satuan A B

1 NPV Rp E1.447.815 E22.133.689

2 PBP Tahun 7,63 > 10

3 BCR E 0,95 0,28

Keterangan :

A = Jika terjadi penurunan volume produksi sebesar 5% dari target yang ditetapkan.

B = Jika terjadi kenaikan alokasi sebesar 5% menjadi 78% tiap tahunnya.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa kegiatan usaha budidaya peka terhadap

perubahan kedua komponen. Hal ini terlihat dari nilai NPV, BCR, dan

PBP. Oleh karena itu, LMDH Desa Ngliron perlu menjaga agar tidak

terjadi perubahan terhadap kedua komponen.

4 (,$& ' 5$-$' " ' *. '#( (#

a. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang diusulkan menganut sistem pelimpahan

wewenang sentralisasi, ini bertujuan agar kebijakan yang seragam dan

dapat meminimumkan kompleksitas suatu permasalahan. Struktur

organisasi fungsional untuk kegiatan usaha budidaya lempuyang oleh

LMDH di Desa Ngliron dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur organisasi fungsional kegiatan usaha budidaya

lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron. b. Kebutuhan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan budidaya lempuyang terdiri

dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja langsung

merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung di dalam kegiatan

produksi, sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah sebaliknya.

Tenaga kerja langsung adalah petani, sedangkan tenaga kerja tidak

(49)

35

Pemasaran, serta Bagian Keuangan dan Administrasi. Target petani yang

terlibat dalam kegiatan budidaya ini adalah 48 petani, diharapkan

masingEmasing petani akan mewakili satu keluarga. Target jumlah petani

yang terlibat ini didasarkan pada pengoptimalan penggunaan biaya

investasi, dengan biaya investasi sebesar Rp 28.200.00,00 maka dapat

digunakan untuk membeli beberapa kebutuhan awal guna memulai

kegiatan budidaya. Sejumlah kebutuhan awal tersebut dapat dialokasikan

penggunaannya secara maksimal untuk 48 petani. Sistem pengelolaan

lahan budidaya adalah pengelolaan kelompok, artinya setiap hektar lahan

budidaya dikelola oleh satu kelompok (per kelompok terdiri dari 8 orang

anggota). Adapun kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6 Kebutuhan Tenaga Kerja

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Ketua LMDH 1 orang

2 Manajer Produksi 1 orang

3 Manajer Pemasaran 1 orang

4 Keuangan dan Administrasi 1 orang

5 Petani 48 orang

Total 52 orang

c. Deskripsi Pekerjaan

Deskripsi tugas dan tanggung jawab disusun untuk memudahkan petugas

dalam melaksanakan pekerjaannya. Deskripsi tugas dan tanggung jawab

masingEmasing jabatan antara lain sebagai berikut :

a) Ketua LMDH, bertanggung jawab memimpin LMDH, memberi

arahan pada para pegawai, dan fasilitator dengan Perhutani.

b) Manajer Produksi bertugas melakukan pengawasan kegiatan produksi,

kualitas bahan baku dan produksi.

c) Manajer Pemasaran bertanggungjawab merencanakan penjualan

produk dan pengorganisasian sistem distribusi produk.

d) Keuangan dan Administrasi bertanggungjawab untuk

mengoordinasikan kegiatan dan pengawasan pencatatan keuangan

(50)

e) Petani bertanggungjawab sebagai tenaga kerja langsung yang bekerja

pada kegiatan penanaman, pemanenan, pembersihan dan sortasi,

pengeringan, dan penjualan.

6 -, & ( ) !"#" % $-,!% '.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu kegiatan usaha akan selalu

dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitar tempat usaha tersebut

dilaksanakan. Perubahan tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Oleh

sebab itu, besar kemungkinan jika usaha budidaya yang dijalankan oleh

LMDH Desa Ngliron akan menyebabkan dampak yang luas terhadap

lingkungan dan masyarakat sekitar hutan di Desa Ngliron serta terhadap

negara.

Lingkungan merupakan komponen yang akan mendapatkan dampak

secara langsung akibat adanya kegiatan budidaya lempuyang ini. Hal ini

karena usaha budidaya lempuyang bergerak di bidang hasil hutan bukan

kayu yang mengandalkan area di bawah tegakan jati.

Dampak terhadap masyarakat berkaitan dengan peran masyarakat

sebagai subyek pelaksana budidaya lempuyang ini. Usaha ini juga akan

memberikan dampak bagi negara, karena secara tidak langsung negara

merupakan pihak yang menaungi dan bertanggungjawab atas semua

aktivitas yang terjadi di dalam negara tersebut. DampakEdampak tersebut

antara lain :

a. Dampak Terhadap Aspek Lingkungan

a) Usaha budidaya ini sangat mendukung pelestarian lingkungan karena

tidak menggunakan bahan produksi yang dapat mengganggu

lingkungan. Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang) yang

bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan

Gambar

Gambar 1 Tanaman lempuyang wangi (Anonim 2009).
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 1 Penggunaan lahan di Desa Ngliron pada tahun 2009
Gambar 3 Jalur proses pembuatan simplisia lempuyang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencari makna yang terkandung dalam foto-foto jurnalistik pada.. penelitian kali ini, penulis menggunakan pendekatan

Gambar 3.1 : Paradigma Penelitian berkarakter cerdas Guru Biolog Berkuali Sarana dan prasarana jaringan tumbuhan representasi 2D analisis presentasi 3D Pengusaan sistem

[r]

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tokoh perempuan dalam iklan permen sukoka ini telah sengaja dikonstruksi oleh pihak pengiklan dan medianya kedalam kategori citra peraduan,

diperdagangkan dalam denominasi mata uang yang berbeda dengan denominasi mata uang Reksa Dana tersebut, wajib dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank

28 Kepemimpinan kharismatik bersandar pada kepercayaan atau pandangan santri dan masyarakat umum bahwa kyai yang merupakan pemimpin pesantren mempunyai kekuasaan yang

add action=drop chain=virus comment=Trinoo disabled=no dst-port=27665 protocol=udp add action=drop chain=virus comment=Trinoo disabled=no dst-port=31335 protocol=udp add