sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
!"# $ % & ' ( ) !"#" % " '
*+(,$& ( * $-,!% '. '.# + $) $-/ .
(% * & $( ! ' $( . #*+' "# . #*+' '"!/ !'.
#/#-/#'. + $) " ' 0
Prospek kegiatan pembudidayaan tanaman obat menunjukkan tren positif. Hal tersebut ditandai oleh tingginya permintaan tanaman obat baik dalam dan luar negeri, sedangkan suplai tanaman obat masih rendah. Menurut Balitbang Pertanian (2007), 85% pasokan bahan baku untuk 1.023 industri jamu berasal dari upaya eksploitasi dari dalam hutan dan tanpa kegiatan budidaya. Di masa mendatang, kegiatan budidaya merupakan tahap penting untuk mencegah kepunahan pada beberapa jenis tanaman obat. Salah satu jenis tanaman obat yang
perlu dibudidayakan adalah lempuyang wangi ( Val).
Lempuyang wangi dengan kualitas bagus dapat ditemukan di Desa Ngliron, Blora. Di Desa Ngliron, lempuyang wangi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa di luar kegiatan pertanian. Selama ini, masyarakat Desa Ngliron memanfaatkan lempuyang dengan mengambil langsung lempuyang wangi dari dalam hutan dan tanpa meninggalkan sedikit rimpangpun. Akibatnya, pada tahun berikutnya terjadi penurunan jumlah lempuyang wangi yang dipanen.
Untuk memulai kegiatan budidaya, perlu dilakukan suatu studi kelayakan usaha. Studi kelayakan yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan menganalisis prospek dan tingkat kelayakan usaha kegiatan budidaya lempuyang wangi di Desa Ngliron. Ruang lingkup penelitian mencakup aspek pasar, teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, finansial, serta dampak usaha.
Berdasarkan analisis pasar, harga simplisia lempuyang wangi pada tahun pertama sebesar Rp 9000/kg dan akan meningkat 5% tiap tahunnya. Berdasarkan analisis teknis dan teknologis, lokasi budidaya terletak di hutan sekitar Desa Ngliron yang menjadi area kelola BKPH Ngliron KPH Randublatung. Area budidaya seluas 6 ha akan menghasilkan produksi 9,2 ton simplisia per tahun. Berdasarkan analisis manajemen dan organisasi, budidaya ini dikelola oleh 52 orang yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Ngliron. Berdasarkan aspek lingkungan, kegiatan budidaya ini layak dijalankan.
'"!/ !'. !,$*2#($" /% '" 0
Prospects of cultivation medicinal plants showed positive trends. It is characterized by high demand for medicinal plants both domestic and international, while the supply of medicinal plants is still low. According to Agricultural Research and Development (2007), 85% of raw material supply to 1.023 medicine industries derived from exploitation the forest and without any cultivation. In the future, cultivation is important step to prevent the extinction of some medicinal plants. One type of medicinal plants to cultivated is lempuyang
wangi ( Val).
Lempuyang wangi with good quality can be found at Ngliron, Blora. At place, it can to increase income of Ngliron’s society beside agricultural activities. During this time, Ngliron’s society take lempuyang wangi from the forest and without leaving of rhizome. As a result, the next year decreased in the total of harvested lempuyang wangi.
To start activity of cultivation, require to be a feasibility study. The feasibility study which examined in this research aims to analyze prospects and feasibility level of cultivation lempuyang wangi in Ngliron. Scope of this research includes aspects of market research, technical and technological, management and organization, financial, and business impact.
Based on market analysis, the price of dry lempuyang wangi at the first years is Rp 9.000/kg and will be increasing 5% each years. Based on technical and technological analysis, cultivation areas located in the forest around the village Ngliron the governance area BKPH Ngliron KPH Randublatung. Cultivation area of 6 ha produce 9,2 tons/year of dry lempuyang wangi. Based on management and organization analysis, this cultivation managed by 52 people who joined in the Forest Village Community Institution of Ngliron Village. Based on the environmental aspects, lempuyang wangi cultivation is worth running.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar Lempuyang Wangi (
Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung Nama : Handoko Agung Prabowo
NRP : E14062404
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS Dr. Corryanti
NIP. 19550606 198103 1 008 NIP. 19600103 198603 2 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
i
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala karuniaE Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan Juni tahun 2010 ini adalah studi kelayakan usaha dengan judul Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar Lempuyang Wangi ( Val) oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani atas sarana prasarana yang disediakan dan dana penelitian yang
diberikan serta Fakultas Kehutanan IPB atas segala bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada :
1. Kedua orang tua, Bapak Suwito dan Ibu Suharti, atas segala dukungan, bimbingan, serta do’a yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS dan Dr. Corryanti atas segala bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku dosen penguji perwakilan Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan dan arahan selama ujian komprehensif.
4. Yeni Ernaningsih, S.Hut yang telah membimbing di lapangan serta segenap pengelola BKPH Ngliron KPH Randublatung dan LMDH Desa Ngliron bersama dengan masyarakatnya yang telah membantu pengumpulan data dan informasi di lokasi penelitian.
5. Staf pengajar beserta tenaga teknis Departemen Manajemen Hutan pada khususnya dan staf pengajar beserta tenaga teknis di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya atas segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua kakak, Mbak Rini Handayani dan Mas Ari Wibowo atas segala
7. RekanErekan satu bimbingan, Afriyani Selisiyah, Ayu Purwaningtyas, dan Dwi Apriyanto atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.
8. RekanErekan Manajemen Hutan angkatan 43 pada khususnya dan rekanErekan Fakultas Kehutanan angkatan 43 pada umumnya atas semangat yang telah diberikan kepada penulis.
9. Mas Dani, Mas Nono, Nasrudin, Irfan, Gonggo, Arif, Tresna, dan rekanErekan Castile D’AlEFath 12 lainnya atas dukungan dan semangat yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.
10. Anggita Isnipa Ika Seprina atas semangat dan dukungan yang tak pernah henti diberikan kepada penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama Perum Perhutani dan masyarakat Desa Ngliron dalam mengelola potensi tanaman obat lempuyang wangi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kebaikan skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
iii
Penulis dilahirkan di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1987 sebagai anak bungsu dari pasangan Bapak Suwito dan Ibu Suharti. Penulis merupakan anak keE3 dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di SD 7 Cepu (1994E2000). Penulis menyelesaikan tingkat pendidikan lanjutan di SMP 5 Cepu (2000E2003) dan SMA 1 Randublatung (2003E2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjalani kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis
Halaman
... i
... iii
... iv
... vi
... vii
... viii
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Manfaat ... 4
1.5 Keluaran yang Diharapkan ... 4
1.6 Ruang Lingkup ... 4
2.1 Lempuyang Wangi ( Val) ... 5
2.2 Hutan Jati dan Sumber Kekayaan Alamnya ... 6
2.3 Pemanfaatan Tanaman Obat di Bawah Tegakan ... 7
2.4 Prospek Pasar Tanaman Obat ... 8
2.5 Analisis Kelayakan Usaha ... 10
2.6 Aspek Pasar dan Pemasaran... 11
2.7 Agroforestri ... 12
2.8 Bentuk Kerjasama Perum Perhutani dengan Masyarakat ... 13
2.9 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ... 14
2.10 Penelitian Terdahulu ... 14
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
3.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 16
3.3 Data ... 16
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17
3.5 Analisis Data ... 18
3.6 Aliran Kas Proyek ( ) ... 21
3.7 Asumsi ... 22
4.1 Geografi, Luas Wilayah, dan Kependudukan ... 23
4.2 Potensi Hasil Hutan dan Pertanian ... 23
v
4.4 Deskripsi Proyek Budidaya Tanaman Obat Lempuyang ... 25
5.1 Kelayakan Usaha Budidaya Tanaman Obat Lempuyang ... 26
5.2 Prospek Pasar Tanaman Obat Lempuyang ... 37
5.3 Kontribusi Budidaya Tanaman Obat Terhadap Pengelolaan Hutan 41 6.1 Kesimpulan ... 43
6.2 Saran ... 43
... 44
Halaman 1. Penggunaan Lahan di Desa Ngliron pada Tahun 2009 ... 23 2. Komposisi Biaya Investasi ... 30 3. Prakiraan Penerimaan ... 31 4. Hasil Analisis Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Lempuyang pada
Tingkat Suku Bunga 13% ... 31 5. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Lempuyang pada Tingkat
vii
Halaman
1. Tanaman Lempuyang Wangi (Anonim 2009) ... 6
2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 17
3. Jalur Proses Pembuatan Simplisia Lempuyang ... 27
4. Pengeringan Lempuyang ... 28
5. Struktur Organisasi Fungsional Kegiatan Usaha Budidaya Lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron ... 34
6. Jalur Distribusi Lempuyang di Desa Ngliron ... 40
Halaman
1. Perincian Kebutuhan Investasi ... 48
2. Perincian Biaya Operasional ... 48
3. Penghitungan Aliran Kas dan Kriteria Kelayakan Investasi ... 49
4. Perincian Kebutuhan Investasi Ketika Produksi Turun 5% ... 50
5. Perincian Biaya Operasional Ketika Produksi Turun 5% ... 50
6. Penghitungan Aliran Kas dan kriteria kelayakan investasi ketika Produksi Turun 5% ... 51
7. Perincian Kebutuhan Investasi Ketika Alokasi Kepada Petani Sebesar 78% ... 52
8. Perincian Biaya Operasional Ketika Alokasi Kepada Petani Sebesar 78% ... 52
* $ & '.
Selama ini hasil hutan identik dengan kayu, padahal kayu merupakan sebagian dari sumber daya hutan yang sudah termanfaatkan. Hasil hutan lainnya adalah hasil hutan bukan kayu yang masih sangat melimpah jenisnya baik satwa maupun tumbuhan di bawah tegakan. Tumbuhan di bawah tegakan
sangat beraneka ragam jenisnya, di antara jenisEjenis yang telah teridentifikasi diketahui manfaatnya adalah tanaman obat. Oleh sebab itu, hutan harus bisa dioptimalkan manfaatnya sebagai sistem penyangga kehidupan (
).
Tanaman obat secara sederhana dapat bermakna tanaman yang berfungsi sebagai obat. Sudah sejak lama, tanaman obat digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sebagai alternatif bahan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Secara turunEtemurun juga, penggunaan tanaman obat diturunkan dari generasi ke generasi.
Jenis tanaman obat di hutan sangat banyak dan setiap daerah mempunyai pengetahuan yang berbedaEbeda dalam memanfaatkannya. Tanaman obat tumbuh melimpah secara alami di bawah tegakan jati, terutama untuk kelas umur tua. Hal ini dikarenakan tanaman obat mampu tumbuh baik di bawah naungan (Ernaningsih 2004). Kondisi ini memberikan peluang bagi masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan ruang tumbuh di bawah tegakan jati (atau lainnya) dengan menanami jenis tanaman obat yang mempunyai pangsa pasar
( ) cukup tinggi.
Pemanfaatan tanaman obat di bawah tegakan sangat prospektif untuk dikembangkan. Dari waktu ke waktu perkembangan akan kebutuhan tanaman obat guna memenuhi keinginan manusia terhadap obat alami semakin
tradisional di Indonesia akan terus meningkat, mengingat kuatnya budaya dan tradisi memakai jamu baik untuk maksud pengobatan, pemeliharaan kesehatan, menjaga kebugaran jasmani, dan mencegah penyakit maupun memulihkan
kesehatan ( dalam Bank Indonesia 2009).
Sementara itu, kecenderungan masyarakat konsumen dunia menuntut pangan dan produk kesehatan yang aman dengan slogan
menunjukkan pertumbuhan pesat, termasuk di Indonesia sendiri.
Menurut Pusat Studi BiofarmakaEBogor (2009), bahwa perkembangan industri obat herbal dan makanan sehat di Indonesia dewasa ini meningkat dengan pesat. Selain itu, terdapat juga fakta bahwa tanaman obat di
pasar yang masih rendah. Sebagai akibatnya, terjadilah ketimpangan antara dengan yang terjadi di pasar tanaman obat. yang masih rendah ditambah dengan potensi luas lahan yang dimiliki menjadikan tanaman obat prospektif untuk dibudidayakan.
Lempuyang merupakan salah satu jenis tanaman obat yang berpotensi untuk dibudidayakan. Lempuyang berkhasiat sebagai obat gatal, obat perut nyeri, obat borok, obat disentri, obat sesak nafas, obat wasir, obat cacing dan penambah nafsu makan. Kebutuhan lempuyang sendiri sangat besar, pada tahun 2008 kebutuhan lempuyang mencapai 9.882 ton. Akan tetapi, kebutuhan yang sangat besar tersebut tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang hanya 5.773 ton (Pribadi 2009).
3
Pengembangan tanaman obat di area hutan tanaman, akan menghasilkan keuntungan majemuk bagi Perum Perhutani, yaitu keberhasilan pengelolaan hutan tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar hutan dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Untuk mencapai peningkatan pendapatan dari tanaman obat di bawah tegakan hutan, maka perlu dilakukan penelitian tentang kelayakan usaha budidaya serta prospek pasarnya.
$*!-!( ' ( )
Kabupaten Blora merupakan sentra tanaman obat lempuyang dengan
kualitas yang baik, komoditi ini terutama dijumpai di Desa Ngliron Kecamatan Randublatung. Lempuyang merupakan salah satu dari sepuluh komoditi utama yang diperjualbelikan oleh pedagang pengepul di Randublatung. Sepuluh komoditi tersebut adalah lempuyang (basisnya ada di Randublatung), jati belanda, secang, sambiloto, uletEulet, kunci pepet, kunci sayur, temu lawak, temu ireng, dan kunir. Pada tahun 2009, harga lempuyang kering berkisar Rp 6000/kg. Namun pada tahun 2010, harga lempuyang kering di Desa Ngliron yang dibeli pedagang pengepul II mencapai Rp 9000/kg.
Sudah sejak lama masyarakat di Desa Ngliron memanfaatkan lempuyang untuk menambah pendapatan mereka. Namun seiring berjalannya waktu, petani merasa kesulitan dalam memanfaatkan lempuyang ini. Setiap tahun, para petani harus mencari lempuyang hingga masuk jauh ke dalam hutan. Meskipun tenaga yang diperlukan untuk mendapatkan lempuyang sangat besar, namun hasil yang didapatkan sering tidak sesuai dengan yang diharapkan. Faktor utama semakin sulitnya mencari lempuyang adalah menurunnya sebaran serta jumlah lempuyang di dalam hutan. Dalam memanfaatkan lempuyang, masyarakat mengambil seluruh rimpangnya tanpa meninggalkan sedikit rimpangpun. Sehingga, saat panen tiba untuk tahun selanjutnya, lempuyang yang didapatkan dari dalam hutan semakin sulit. Dalam jangka panjang, eksploitasi yang berlebihan ini dapat mengakibatkan semakin menurunnya potensi lempuyang dari Desa Ngliron atau bahkan akan membuat lempuyang
Melihat kondisi ini, maka perlu dilakukan upaya budidaya lempuyang oleh masyarakat Desa Ngliron agar jumlah lempuyang yang dimanfaatkan setiap tahunnya tidak semakin habis. Selain itu, dengan adanya kegiatan budidaya lempuyang ini, diharapkan pula potensi lempuyang dari Desa Ngliron dapat dioptimalkan sebaik mungkin.
4 !5! '
1. Mengetahui kelayakan usaha budidaya lempuyang wangi di Desa Ngliron Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
2. Mengkaji prospek pasar lempuyang wangi di Desa Ngliron Kecamatan
Randublatung Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
6 '1
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.
7 $ ! * ' % '. #) * ,& '
Prospek pasar lempuyang dan kelayakan usaha budidaya lempuyang bagi masyarakat sekitar hutan.
8 ! '. #'.&!,
Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi analisis terhadap aspekEaspek produksi, pemasaran, dan kelayakan usaha tanaman obat di bawah tegakan. AspekEaspek kelayakan tersebut meliputi :
1. Analisis terhadap aspek pemasaran lempuyang. 2. Analisis terhadap aspek teknis dan teknologis. 3. Analisis terhadap aspek manajemen dan organisasi.
$-,!% '. '.#
Nama lain dari lempuyang wangi adalah lempuyang rum. Dinamakan lempuyang wangi karena memang mempunyai bau yang lebih harum bila dibadingkan dengan jenis lempuyang lainnya. Lempuyang sendiri mempunyai tiga jenis berbeda, yakni lempuyang wangi ( Val),
lempuyang gajah ( Linn), dan lempuyang emprit ( Bl) (Kumalasari 2006).
Menurut Anonim 2009, lempuyang wangi mempunyai banyak khasiat, diantaranya adalah
1. Menambah nafsu makan. 2. Mengobati batuk.
3. Mengobati sakit empedu. 4. Hepatitis.
5. Wasir.
6. Kurang darah.
7. Mengobati kaki bengkak setelah melahirkan.
Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan obat adalah rimpangnya. Pada tumbuhan ini, banyak kandungan kimia di dalamnya dan yang sudah diketahui diantarnya adalah minyak atsiri, resin, pati, dan gula. Dalam farmakologi Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan bahwa lempuyang wangi memiliki sifat rasa pahit, wangi, mengaktifkan kelenjarE kelenjar, dan anti inflamasi. Budidaya atau perbanyakan tanaman ini sangat mudah. Tanaman ini diperbanyak menggunakan rimpangnya, berat per bibit adalah 15 gram dan memiliki jarak tanam 50 cm x 30 cm (Indriyanto . 1991). Seperti halnya tanaman lain, lempuyang juga membutuhkan air dalam
Gambar 1 Tanaman lempuyang wangi (Anonim 2009).
! ' # " ' !-/$* $& % ' -'%
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar. Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian besar belum diketahui manfaatnya. Baru sekitar 600 jenis tumbuhan, 1000 jenis hewan, dan 100 jenis jasad renik yang telah diketahui potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan industri dan yang berorientasi ekspor. Kondisi lahan yang variatif tersedia mulai dari pantai sampai pegunungan dengan sebagian besar lahan yang ada belum termanfaatkan dengan baik (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Salah satu formasi hutan yang memiliki sumber daya alam melimpah adalah hutan jati.
7
4 $- '1 ' ' - ' / "# 9 ) $. & '
Hutan jati sebagai salah satu bentuk atau formasi hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tanaman obat yang tinggi. Namun dalam pemanfaatannya sangat tergantung dari pengetahuan masyarakat di sekitarnya. Ada beberapa jenis tanaman obat yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan, baik untuk konsumsi keluarga maupun dijual. Tanaman obat tersebut dalam pemanfaatannya dapat berupa akar, batang, buah, maupun akar tinggalnya (Ernaningsih 2004).
Tanaman obat merupakan salah satu kekayaan alam yang telah dimanfaatkan oleh manusia sejak dulu untuk mengobati berbagai jenis
penyakit. Pemanfaatan tanaman obat untuk obat tradisional ini merupakan warisan budaya yang berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Meskipun pemanfaatan tanaman obat untuk setiap suku atau daerah memiliki perbedaan, baik ditinjau dari segi spesies, jumlah spesies maupun komposisi ramuannya. Hal ini merupakan daya tarik pengembangan usaha pemanfaatan tanaman obat yang menguntungkan dari segi ekonomi karena adanya peluang diversifikasi produksi, namun juga menciptakan kondisi yang merangsang tingginya pemanfaatan tanaman obat dari alam dan sekaligus memperluas skala geografis permasalahan yang dihadapi dalam upaya pelestarian pemanfaatannya (Fakultas Kehutanan IPB dan LATIN 1994).
JenisEjenis tanaman dari hutan jati yang telah dikenal dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat menurut Poerwokoesoemo (1981) antara lain :
1. Pule pandak/akar tikus ( Bentham ex Kurz). Akar pule pandak yang sangat pahit mengandung zat serpentin yaitu jenis racun seperti bisa ular, karena itu akarnya di kalangan kehutanan digunakan untuk obat sakit gigitan ular berbisa. Sekarang pule pandak sering digunakan untuk penyakit hipertensi.
2. Lempuyang pait ( Bl). Akarnya digunakan untuk obat dalam, sakit basau atau , untuk menambah nafsu makan, susah buang air besar, dan kejang.
3. Kedawung (! Benth). Bijinya yang berbau seperti pete
4. Temu kunci (" Roxb). Rimpangnya digunakan untuk bumbu masak dan untuk batuk kering, obat sariawan, sakit kencing pada anakEanak, kadas, dan panu.
5. Temu ireng ( Roxb). Rimpangnya digunakan untuk jamu bersih darah.
6. Temu giring ( Val).
7. Temu lawak ( # Roxb).
8. Temu putih ( Rosc).
9. Kunyit ( Val). Rimpangnya digunakan untuk bumbu masak, pewarna makanan, obat sakit perut, masuk angin, dan diare.
10. Temu putri (" Linn).
11. Gadung ($ Dennist). Umbinya digunakan untuk sakit lepra.
12. Pulai ( ). Kulit batang dan akarnya digunakan untuk membersihkan darah, sakit malaria, kencing nanah, dan diabetes melitus.
13. KacangEkacangan ( ). Bijinya digunakan untuk
membersihkan darah.
14. IlesEiles ( BL). Umbinya menjadi komoditas
ekspor.
6 *+(,$& ( * ' - ' /
Secara nasional, tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, ekologi, dan khasiatnya mempunyai peluang dan memberi kontribusi yang tidak ternilai bagi pembangunan dan pengembangan hutan tanaman di Indonesia. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menunjang pertumbuhannya untuk menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama jenisEjenis dalam hutan tanaman di daerah tertentu. Bagaimanapun, hal ini tetap berlandas pada sosial budaya setempat yang mempengaruhi ekosistem pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya tanaman obat dalam hutan tanaman adalah : pendapatan,
9
keberlanjutan usaha, dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial. Pemberdayaan aset hutan tanaman yang bijaksana dapat membantu program pembangunan hutan di berbagai daerah di Indonesia yang di dalamnya terkandung pula upaya menyehatkan sumber daya alam nasional (Dephut 2001). Kecenderungan masyarakat saat ini adalah ingin kembali ke alam (
) menyebabkan banyak industri obat untuk memproduksi obatEobatan dengan bahan baku tradisional (jamu). Dengan meningkatnya produksi akan meningkatkan pula permintaan ( ) bahan bakunya yang berupa tanaman obat (Ernaningsih 2004).
Di Indonesia, volume perdagangan obat tradisional pada tahun 2002 baru
mencapai US$ 150 juta, padahal sekitar 61% penduduk Indonesia diketahui sudah terbiasa mengkonsumsi obat tradisional yang dikenal sebagai jamu. Hal yang memprihatinkan adalah bahwa kebutuhan bahan baku untuk 1.023 perusahaan obat tradisional, yang terdiri dari 118 industri obat tradisional (IOT, aset > Rp. 600 juta), dan 905 industri kecil obat tradisional (IKOT, aset < Rp. 600 juta), justru 85% diperoleh dari upaya penambangan dari hutan dan pekarangan tanpa upaya budidaya (Balitbang Pertanian 2007). Pengolahan dan diversifikasi produk primer (rimpang) menjadi produk sekunder (simplisia) mempunyai nilai tambah sebesar 7E15 kali, sedangkan pengolahan dari rimpang menjadi ekstrak memberikan nilai tambah sebesar 80E280 kali (Balitbang Pertanian 2007).
Pasar tanaman obat (biofarmaka) merupakan keragaan dan dari bahan baku tanaman obat yang dibutuhkan oleh pabrik (industri) dibedakan atas rimpang dan simplisia. $ dan kebutuhan akan jenis biofarmaka yang diperlukan oleh industri obat tradisional baik IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) maupun IOT (Industri Obat Tradisional) sangat variatif. Hampir semua jenis biofarmaka dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun, ada beberapa jenis biofarmaka budidaya yang dibutuhkan industri obat tradisional dalam jumlah besar, antara lain adalah jahe (
Roxb) sebesar 5.000 ton/tahun, kapulaga (
ton/tahun, adas ( Mill) 2.000 ton/tahun, kencur ("
Linn) 2.000 ton kering/tahun, kunyit ( Val) 3.000 ton kering/tahun dan 1.500 ton basah/tahun (Pusat Studi Biofarmaka 2009).
Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa agribisnis biofarmaka tidak berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia karena petani dan para pelaku usaha kurang memahami kebutuhan pasar domestik dan ekspor yang menginginkan produk siap pakai yang telah diolah. Kurangnya pemahaman tersebut karena menjual biofarmaka memang tidak semudah menjual tanaman hortikultura lainnya seperti sayurEsayuran atau buahEbuahan.
Di samping itu, keengganan petani untuk mengusahakan biofarmaka karena permintaannya yang belum sebanyak komoditas sayurEsayuran ataupun buahEbuahan dan diantara ratusan jenis yang diperlukan industri obat tradisional hanya sedikit tanaman yang biasa dibudidayakan petani, seperti kencur di Nogosari dan jahe emprit di AmpelEBoyolali (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Dalam pemasaran tanaman obat dari masyarakat sekitar hutan hingga ke pengguna (industri) melalui beberapa macam pola distribusi yang melibatkan masyarakat sebagai produsen, pedagang pengepul, pedagang besar, dan industri (Ernaningsih 2004)
7 ' #(#( $ % & ' ( )
Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha dilaksanakan dengan berhasil. Pada umumnya, suatu studi kelayakan usaha akan menyangkut tiga aspek, yaitu :
1. Manfaat ekonomis usaha terhadap industri/institusi yang menjalankan usaha itu.
2. Manfaat ekonomi bagi negara tempat usaha itu dijalankan. 3. Manfaat sosial bagi masyarakat sekitar.
11
hanya dengan memperhatikan manfaat usaha bagi perusahaan, bisa pula dengan mempertimbangkan aspek yang lebih luas, yaitu manfaat bagi negara dan masyarakat luas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas studi kelayakan usaha, diantaranya adalah :
1. Besarnya dana yang ditanam. 2. Tingkat ketidakpastian proyek.
3. Kompleksitas elemenEelemen yang mempengaruhi suatu usaha.
8 (,$& ( * " ' $- ( * '
Soeharto (2002), memberikan sistematika proses pengkajian pasar yang
meliputi berturutEturut adalah penilaian situasi, menyusun strategi pengumpulan data dan informasi serta analisis dan peramalan. Lingkup menyusun strategi termasuk mendefinisikan masalah yang akan dikaji. Dalam hal ini, agar pengkajian aspek pasar dapat efektif harus dilakukan penjadwalan yang tepat, memilih metode yang dapat memberikan hasil yang akurat, dan memiliki relevansi erat dengan subyek yang dikaji.
Ditambahkan oleh Soeharto (2002), meskipun aspek pasar secara keseluruhan mencakup lingkup yang amat luas, tetapi untuk studi kelayakan suatu usulan usaha dengan tujuan menghasilkan produk tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisa masalahEmasalah berikut :
1. Perkiraan penawaran ( ) dan permintaan ( ), yang meliputi perincian permintaan, permintaan saat ini dan yang akan datang, penawaran, konsumen, kebijakan, peraturan, dan perencanaan pemerintah.
2. Pangsa pasar dan persaingan, yang meliputi pangsa pasar, persaingan dan harga.
3. Strategi pemasaran,yang meliputi promosi dan distribusi.
Sutojo (2002) menyatakan bahwa dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran hal yang perlu diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk di masa lalu dan sekarang, proyeksi permintaan di masa yang akan datang, kemungkinan adanya persaingan dan peranan pemerintah dalam menunjang perkembangan produk
: .*+1+*$( *#
Dalam bahasa Indonesia, lebih dikenal dengan istilah Agroforestri atau Wanatani. Menurut Friday . (2000), dalam pengertian sederhana agroforestri adalah membudidayakan pepohonan pada lahan pertanian. Ada dua macam agroforestri, yakni sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks.
#( $- .*+1+*$( *# $"$*) ' merupakan perpaduan satu jenis tanaman tahunan dan beberapa jenis tanaman semusim. Jenis pohon yang biasa ditanam bisa bernilai ekonomi tinggi atau rendah. Bernilai ekonomi tinggi seperti : kelapa, jati, karet, cengkeh, dll. Bernilai ekonomi rendah seperti :
dadap, lamtoro, kaliandra, dll. TanamanEtanaman ini biasanya dipadukan dengan tanaman semusim seperti padi, jagung, palawija, sayur mayur, rerumputan, dll.
#( $- .*+1+*$( *# +-, $&( merupakan sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat oleh penduduk setempat, dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Sistem ini mencakup sejumlah besar komponen pepohonan, perdu, tanaman semusim dan atau rumput. Penampakan fisik dan keadaan didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik primer maupun sekunder. Sistem agroforestri ini dibedakan atas pekarangan berbasis pepohonan dan agroforest komplek.
$& * '. ', biasanya terletak di sekitar tempat tinggal dan luasnya hanya sekitar 0,1E0,3 ha, dengan demikian sistem ini lebih mudah dibedakan dengan hutan. Contoh : kebun talun, karang kitri, dsb.
/ .*+1+*$( +-, $&, hutan masif yang merupakan gabungan dari beberapa kebun berukuran 1E2 ha milik perorangan atau berkelompok, yang letaknya jauh dari tempat tinggal dan biasanya dikelola secara intensif. Contoh agroforest karet, agroforest damar, dsb.
Pertimbangan jenis tanaman yang akan ditanam didasarkan pada : 1. Kondisi iklim dan tanah setempat.
2. Kebutuhan untuk pasar dan untuk sendiri.
13
4. Ketersediaan tenaga.
5. Ketersediaan kredit untuk modal, pupuk, bahan tanam, dan masukan lainnya.
6. Pelayanan penyuluhan.
; $' !& $*5 ( - $*!- $*)! '# "$'. ' (% * &
Perhutani di dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan, selalu berusaha mengajak masyarakat untuk berpartisipasi pula di dalam kegiatan tersebut. Bentuk kerjasama yang terjalin antara Perhutani dengan masyarakat, yakni :
$'.$ + ' ! ' $*( - (% * &
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan meningkatkan potensi sumber daya manusia yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini dimaksudkan untuk memberikan arah
pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional.
Tujuan dari kegiatan PHBM sendiri adalah untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat sekitar hutan, dan semua terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan.
*+.* - $-# * ' " ' #' #'.&!'. '
adalah untuk dapat menjamin keberlangsungan pengelolaan kawasan hutan menuju kelestarian.
< $-/ . (% * & $( ! '
Masyarakat ( ) mempunyai arti sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Sedangkan menurut tipologi, masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap
hutan.
Guna mengatur interaksi yang terjadi di dalam masyarakat desa hutan, biasanya mereka membentuk lembaga. Melalui lembaga ini, diharapkan dapat dijadikan wadah bagi sekumpulan yang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama dan yang berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai dan aturan bersama. Lembaga yang menaungi masyarakat desa hutan biasa disebut dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan atau LMDH. Lembaga masyarakat desa hutan adalah satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada di dalam atau di sekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya (Awang . 2008).
$'$ # # ' $*" )! !
Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai kelayakan pengusahaan tanaman obat :
1. Plasmanutfah tumbuhan obat Indonesia yang berlimpah merupakan aset nasional bernilai tinggi yang potensial untuk pengembangan industri . Aset ini perlu dikelola dengan bijaksana secara lestari untuk menghindari kelangkaan atau kepunahan suatu spesies tumbuhan obat. Permintaan yang tinggi akan obat alami di dalam maupun di luar negeri merupakan peluang besar yang menggiurkan namun harus tetap
15
berkualitas, aman, dan bermanfaat. Menghadapi era pasar bebas dan persaingan global, kemampuan ekspor berbagai komoditas tumbuhan obat akan menghadapi persaingan yang lebih ketat (Dorly 2005).
2. Agrobisnis dan Agroindustri berbasis tanaman obat mempunyai prospek ke depan yang bagus sebagai sumber pendapatan pembangunan. Selain
4 & ! " ' $-, $'$ # # '
Penelitian mengenai Studi Kelayakan Usaha Budidaya dan Prospek Pasar
Lempuyang Wangi ( Val) oleh Lembaga Masyarakat
Desa Hutan Desa Ngliron di BKPH Ngliron KPH Randublatung ini dilaksanakan selama bulan Juni tahun 2010, bertempat di Desa Ngliron,
Kecamatan Randublatung.
4 $* '.& $-#&#* ' $'$ # # '
Pengembangan usaha budidaya lempuyang harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisa pemasaran, analisa ketersediaan bahan baku, analisa teknis dan teknologis, analisa manajemen dan organisasi, analisa dampak usaha, serta analisa finansial. Hasil dari analisa tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan dan kendalaEkendala yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya.
Teknik yang dilakukan untuk pengembangan industri ini adalah mengumpulkan data yang dibutuhkan, baik data primer atau sekunder. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung perincian biaya investasi. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi. AsumsiEasumsi finansial yang digunakan antara lain umur proyek, biayaEbiaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual, dan sebagainya. Diagram kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
4 4
1. Hasil wawancara dengan responden (pelaku pasar tanaman obat) di Desa Ngliron.
17
Masyarakat Desa Hutan di Ngliron
LMDH Desa Ngliron
Rencana Pengembangan Usaha Budidaya Lempuyang
Studi Kelayakan Usaha
Aspek NonEFinansial
1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis
3. Aspek Manajemen dan Organisasi
4. Dampak Usaha Budidaya Lempuyang
Layak
Implementasi
Aspek Finansial
1. NPV 2. BCR 3. IRR 4. PBP
[image:31.595.98.498.82.553.2]Tidak Layak ReEevaluasi
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.
$&'#& $'.!-,! '
Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi berkaitan dengan prospek pasar serta kelayakan usaha budidaya lempuyang adalah dengan survei, sedangkan dalam pengambilan responden menggunakan metode atau penentuan responden berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden sebelumnya% Responden pertama ditentukan dengan metode , yaitu responden diambil dengan maksud
peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Responden terdiri dari pelaku pasar tanaman obat di Desa Ngliron, yaitu petani, pedagang pengepul, dan anggota LMDH. Pengumpulan data dan informasi mengikuti tahapan berikut :
a. Melakukan wawancara kepada sejumlah responden, wawancara diperlukan untuk menggali informasi permintaan pasar terhadap suatu jenis tanaman obat, harga, dan pola distribusi. Responden dibedakan berdasarkan perannya yaitu terdiri dari :
1) Masyarakat pengambil tanaman obat di bawah tegakan.
2) Pedagang pengepul I: pedagang yang membeli tanaman obat dari
masyarakat, menjualnya kepada pedagang pengepul II dan tidak mempunyai hubungan kedekatan dengan industri.
3) Pedagang pengepul II: pedagang yang membeli tanaman obat dari pedagang pengepul I, menjualnya kepada pedagang besar dan tidak mempunyai hubungan kedekatan dengan industri.
4) Lembaga Masyarakat Desa Hutan.
b. Wawancara dimulai dari masyarakat yang telah memanfaatkan tanaman obat di bawah tegakan hutan. Informasi dari masyarakat tersebut akan menentukan responden selanjutnya.
c. Informasi yang diperoleh dari wawancara dianalisis untuk mengetahui
& , harga di setiap pelaku pasar dan pola distribusi dalam pemasaran tanaman obat.
' #(#(
Kegiatan yang dilakukan adalah analisis terhadap data primer maupun sekunder yang didapatkan untuk studi kelayakan pengembangan tanaman obat .
' #(#( $- ( * '
Pada analisis pemasaran, aspek yang dikaji adalah mengetahui bentuk dan prospek pasar, proyeksi permintaan dan penawaran, pangsa pasar yang mungkin diraih, dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan menggunakan teknik yang
19
' #(#( $ % & ' ( ) = $ #,! #> (,$& $&'#( " ' $&'+ +.#= -, & $.# ' ( ) = " ' #' '(#
Aspek teknis dan teknologi meliputi penentuan kapasitas produksi dan lokasi serta pemilihan teknologi proses dan peralatan. Tujuan analisis dampak kegiatan usaha adalah untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usaha ini memberikan dampak kepada lingkungan, kepada masyarakat, dan negara. Pengkajian dampak kegiatan usaha ini sangat penting untuk mengetahui perubahanEperubahan yang terjadi ketika kegiatan usaha tersebut sedang berjalan, perubahan tersebut bisa bersifat negatif maupun positif.
Analisis aspek finansial diperlukan untuk mengkaji jumlah dana yang dibutuhkan dalam mendirikan suatu usaha dan menjalankannya. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria investasi. Menurut umar (2003). Kriteria investasi yang dibutuhkan adalah ' ! ( )
) ' * ) dan! * ! .
a. ' ! ( (NPV)
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaanEpenerimaan kas bersih. Formulanya adalah sebagai berikut :
Dimana : NPV = ' ! (
Bt = Keuntungan pada tahun keEt Ct = Biaya pada tahun keEt
n = Umur ekonomis dari suatu proyek i = Suku bunga yang berlaku
Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan. Namun bila NPV ≤ 0, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan.
b. (IRR)
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang
investasi dengan nilai sekarang penerimaanEpenerimaan kas bersih di
B E C
n t t
N P V = t
masaEmasa mendatang. Menurut Kadariah . (1999), IRR adalah nilai
faktor diskonto (i) yang membuat NPV sama dengan nol. Pendekatan
untuk menghitung IRR yaitu :
Dimana : IRR =
NPV(+) = NPV bernilai positif
NPV(E) = NPV bernilai negatif
i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif
i(E) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV
dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ suku bunga, maka
proyek layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya.
c. ' * (Net B/C)
Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara
keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Formulanya adalah
d. ! * ! (PBP)
Metode ini mencoba menghitung seberapa cepat investasi bisa kembali.
Menurut Nugroho (2008) periode pengembalian modal merupakan
jangka waktu yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mengembalikan
seluruh dana yang diivestasikan, yaitu ukuran lamanya waktu yang
diperlukan agar seluruh modal yang ditanamkan dapat
dikembalikan/dibayar oleh manfaat yang dihasilkan dari investasi
tersebut. Oleh karena itu, satuan hasilnya adalah satuan waktu (bulan,
tahun, dan sebagainya). Apabila periode yang dibutuhkan lebih cepat dari
yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungakan. Namun bila , untuk BtECt > 0
, untuk BtECt < 0 NPV
(+)
IRR = i + [i E i ]
(+) NPV E NPV (E) (+)
(+) (E)
n B t E C t t B t = 1 ( 1 + i )
N e t = n
B t E C t C
t t = 1 ( 1 + i )
∑
21
tidak sesuai dengan periode yang disyaratkan, maka proyek dikatakan
tidak menguntungkan. Pendekatan yang digunakan :
Dimana : PBP = ! * !
n = Periode investasi pada saat nilai kumulatif arus
kas negatif yang terakhir (tahun)
m = Nilai kumulatif arus kas negatif yang terakhir
(Rp).
Bn = * pada tahun keEn (Rp).
Cn = Biaya bruto pada tahun keEn (Rp).
#* ' ( *+%$&
Laporan aliran kas ( ) disusun untuk menunjukkan
perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai
perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumberEsumber kas
dan penggunaanEpenggunaanya. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu
Aliran Kas Awal)Aliran Kas Operasional)dan + %
#* ' ( 9
Identifikasi pola aliran kas yang berhubungan dengan investasi
diperlukan untuk menentukan komponen % Beberapa
contoh yang terdapat pada adalah pembayaran untuk
tanah, pembuatan pabrik, pembayaran mesinEmesin, pengeluaran untuk
biaya pendahuluan dan sebelum operasi, serta penyediaan modal kerja.
#* ' ( ,$* (#+'
, merupakan rencana keluar masuk dana jika
proyek sudah dioperasionalkan. Untuk menaksir aliran kas operasional perlu
ditentukan waktu yang diperkirakan. Pada umumnya, waktu yang digunakan
dalam menaksir aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur
ekonomis investasi yang akan dijalankan. m
PBP = n +
4
+ terdiri dari nilai sisa aliran kas dan pengembalian
modal kerja.
(!-(#
1. Jenis tanaman obat lempuyang yang dikaji pasarnya adalah jenis yang
dikenal oleh masyarakat setempat, yakni lempuyang wangi.
2. Potensi tanaman obat lempuyang adalah potensi yang ada di lokasi
penelitian.
3. Harga jual tanaman obat lempuyang adalah harga yang berlaku di lokasi
penelitian pada saat penelitian dilakukan.
4. Untuk selanjutnya, penyebutan lempuyang wangi disederhanakan menjadi
6 $+.* 1#= ! ( # % )= " ' $,$'"!"!& '
Desa Ngliron terletak di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora,
Propinsi Jawa Tengah, dengan batas wilayah sebagai berikut :
Barat : Ds. Tanggel
Timur : Kecamatan Kedung Tuban
Utara : Ds. Semanggi
Selatan : Ds. Kalisari
Secara geografis, Desa Ngliron memiliki ketinggian 65 mdpl dengan luas 1.835
ha. Sekitar 85,9% (1.577 ha) dari luas total tersebut merupakan hutan. Alokasi
[image:37.595.143.499.373.489.2]penggunaan lahan di Desa Ngliron dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1 Penggunaan lahan di Desa Ngliron pada tahun 2009
No. Penggunaan Luas (ha)
1 Hutan 1.577
2 Jalan 5
3 Sawah dan Ladang 192
4 Pemukiman 51
5 LainElain 10
!- ) 1.835
Sumber : Sekretariat Desa Ngliron.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Desa Ngliron, pada
tahun 2009 jumlah penduduk di Desa Ngliron tercatat 3.040 jiwa, dimana
sebagian besar bekerja sebagai petani (1.308 jiwa). Jumlah penduduk lakiElaki
sebanyak 1.512 jiwa dan perempuan sebanyak 1.528 jiwa.
6 + $'(# (# ! ' " ' $* '# ' (# ! '
Hutan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan warga Desa Ngliron,
setiap hari warga berinteraksi dengan hutan. Faktor utama yang
mempengaruhi tingginya interaksi ini adalah keberadaan Desa Ngliron yang
berada di dekat hutan. Interaksi yang terjadi disini sebagian besar berupa
Hasil hutan kayu yang dimanfaatkan oleh warga sekitar adalah kayu
bakar. Berdasarkan data yang terdapat di BKPH Ngliron, pada tahun 2008
pemanfaatan kayu bakar ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 400
jiwa. Sedangkan hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan oleh
penduduk Desa Ngliron adalah pemanfaatan emponEempon atau tanaman
obat. Tanaman obat yang banyak dimanfaatkan adalah lempuyang dan kunci
pepet. Kedua jenis tanaman ini dimanfaatkan dengan mengambil langsung
dari dalam hutan tanpa adanya kegiatan budidaya. Berdasarkan data yang
terdapat di BKPH Ngliron, pada tahun 2008 pemanfaatan tanaman obat ini
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 210 jiwa dan sebagian besar
meliputi wanita (205 jiwa).
$* '# '
Selain memanfaatkan hasil hutan, warga Desa Ngliron juga
memanfaatkan komoditi dari sektor pertanian untuk menambah pendapatan.
Komoditi yang diusahakan dari sektor pertanian adalah palawija dan padi.
Untuk komoditi palawija, warga setempat memanfaatkan lahan Perhutani
pada area teresan. Komoditi yang banyak diusahakan adalah jenis jagung.
Sedangkan untuk komoditi padi, warga menggunakan lahannya sendiri.
Tenaga kerja yang terserap untuk sektor pertanian sangat tinggi, mencapai
1308 jiwa.
6 4 $-/ . (% * & $( ! ' $( . #*+'
Lembaga Masyarakat Desa Hutan Desa Ngliron (LMDH Sidodadi
Mulyo) merupakan salah satu LMDH di area KPH Randublatung yang
memiliki pengelolaan cukup baik. Dampak dari baiknya aspek manajemen
LMDH ini adalah pemberian hasil tebangan kayu yang tinggi. Sejak
tahun 2003 LMDH Desa Ngliron sudah menerima dana hingga Rp 489
juta (rataErata per tahunnya Rp 70 juta). Dana tersebut digunakan untuk empat
hal, yakni untuk usaha produktif, pembangunan biofisik desa, keterlibatan
dalam pengelolaan hutan, dan untuk kegiatan sosial. Lembaga Masyarakat
Desa Hutan Desa Ngliron beranggotakan semua masyarakat di Desa Ngliron
25
6 6 $(&*#,(# *+%$& !"#" % ' - ' / $-,!% '.
Menurut Umar (2003), proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi
sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang
sasarannya telah digariskan dengan jelas. Proyek usaha budidaya lempuyang
ini berlokasi di hutan jati sekitar Desa Ngliron yang menjadi naungan KPH
Randublatung BKPH Ngliron. Usaha budidaya lempuyang ini membutuhkan
lahan seluas enam hektar. Kegiatan budidaya ini melibatkan banyak pihak,
yakni Perhutani selaku pemilik lahan, LMDH Desa Ngliron selaku lembaga
yang menaungi masyarakat desa hutan, dan petani selaku pelaksana kegiatan
budidaya.
Komposisi biaya kegiatan usaha budidaya lempuyang ini bila ditarik
pada tahun keE0 ( ) sebesar Rp 28.200.000,00, sedangkan
komposisi manfaat dilihat dari aspek finansial bila ditarik pada tahun keE0
( ) sebesar Rp 32.295.383,00. Ada dua dampak yang akan
dihasilkan dari kegiatan proyek budidaya ini, yakni dampak terhadap
lingkungan dan masyarakat. Terhadap aspek lingkungan, proyek budidaya ini
mendukung pelestarian lingkungan karena tidak menggunakan bahan produksi
yang dapat mengganggu lingkungan dan berperan dalam pemanfaatan lahan di
bawah tegakan jati yang tidak termanfaatkan secara optimal. Terhadap
masyarakat, proyek budidaya ini dapat memberikan pemasukan kepada
masyarakat sekitar hutan yang terlibat langsung dalam kegiatan ini dengan total
pemasukan sebesar Rp 1.256.513,00 pada tahun keE1 dan akan terus meningkat
hingga Rp 1.949.263,00 pada tahun keE10. Jangka waktu budidaya lempuyang
adalah 10 tahun, hal ini didasarkan pada pemanfaatan ruang hutan selama kelas
7 $ % & ' ( ) !"#" % ' - ' / $-,!% '. (,$& $&'#(
Analisis dari aspek teknis dan teknologis ini berhubungan dengan
penyediaan bahan baku dan keluaran yang dihasilkan.
a. Bahan Baku dan Budidaya
Penghimpunan bibit lempuyang dilakukan dengan membeli bibit dari
petani seharga Rp 1.500/kg. Jarak tanam yang digunakan 50 cm × 30 cm
dan berat masingEmasing bibit 15 gram (Indriyanto . 1991), sehingga
akan membutuhkan bibit sekitar satu ton per ha. Kegiatan budidaya
lempuyang ini diterapkan di hutan jati di BKPH Ngliron seluas enam ha
(membutuhkan total bibit enam ton). Luas area budidaya ini didasarkan
pada pengoptimalan penggunaan biaya investasi, dengan biaya investasi
sebesar Rp 28.200.00,00 maka dapat digunakan untuk membeli beberapa
kebutuhan awal guna memulai kegiatan budidaya. Sejumlah kebutuhan
awal tersebut dapat dialokasikan penggunaannya secara maksimal untuk
area seluas enam hektar. Untuk menjaga produksi lempuyang tetap
tinggi, maka dilakukan pemberian pupuk kompos (1.500 kg/ha).
b. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi
untuk mencapai keuntungan maksimal. Dalam kajian kelayakan usaha
budidaya lempuyang ini, kapasitas produksi lempuyang setelah dikurangi
untuk penyediaan bibit (pada lahan seluas enam ha) adalah sebesar 54 ton
basah (9,2 ton kering) per tahun. Kapasitas produksi ini didasarkan pada
potensi lempuyang di kabupaten Blora sebesar 10 ton/ha (Sarjana %
2009).
c. Teknologi Proses
Teknologi proses dalam menghasilkan simplisia lempuyang tergolong
masih sederhana. Ada dua proses utama yang harus dilalui setelah
kegiatan penanaman hingga produk siap dijual, proses tersebut dapat
27
Penanaman Pemanenan Pasca Panen
Penyimpanan Awal
Penyimpanan Akhir Pengeringan Pembersihan dan Sortasi
[image:41.595.154.492.90.285.2]Perajangan
Gambar 3 Jalur proses pembuatan simplisia lempuyang.
a) Pemanenan
Lempuyang dipanen saat tanaman ini mati secara alami, yakni ketika
sudah berumur sembilan bulan. Kegiatan panen dilakukan pada
musim kemarau, antara bulan enam hingga sembilan tiap tahunnya,
agar memudahkan dalam proses pengeringan.
b) Pasca Panen
1) Penyimpanan Awal
Lempuyang yang telah dipanen, kemudian dikumpulkan dan
disimpan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam
pelaksanaan proses lanjutan.
2) Pembersihan dan Sortasi
Tahap selanjutnya adalah pembersihan dan sortasi. Tujuan proses
ini untuk menjamin bahwa komoditi yang dijual merupakan
lempuyang terbaik serta untuk pemilihan bibit lempuyang guna
kegiatan produksi pada tahun berikutnya.
3) Perajangan
Perajangan merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil
panen lempuyang. Lempuyang yang telah dibersihkan dari tanah
dan disortasi, kemudian diiris miring tipis dengan tebal sekitar 0,5
Teknologi yang digunakan masih sederhana, yakni cukup dengan
menggunakan pisau biasa.
4) Pengeringan
Pengeringan merupakan tahap terpenting dalam proses penyiapan
komoditi simplisia lempuyang karena pada proses ini kadar air
lempuyang dikurangi, sehingga komoditi lempuyang yang terjual
akan memiliki yang tinggi. Kadar air yang diinginkan
pedagang pengepul setempat adalah 17%. Proses pengeringan
dilakukan di bawah sinar matahari, ketika matahari sedang bagus
pengeringan akan membutuhkan waktu 4E5 hari. Pada proses ini,
[image:42.595.183.510.316.535.2]lempuyang dikeringkan di atas tenda/terpal.
Gambar 4 Pengeringan lempuyang.
5) Penyimpanan Akhir.
Setelah mencapai kadar air yang diinginkan, lempuyang disimpan
di dalam karung, sehingga akan memudahkan penyetoran simplisia
ke pedagang pengepul.
Berdasarkan analisis aspek teknis di atas dapat disimpulkan bahwa
kegiatan budidaya lempuyang layak dijalankan serta tidak ada hambatan.
Penggunaan peralatan yang masih sederhana didasarkan pada pendekatan
29
kelemahan, yakni masih ketergantungan dengan musim. Kegiatan panen dan
pasca panen lebih optimal dan mudah dilakukan ketika musim kemarau tiba.
(,$& #' '(#
Tujuan menganalisis aspek finansial adalah untuk menentukan
rencana investasi melalui penghitungan biaya dan manfaat yang diharapkan,
dengan membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan. Menurut
Imelda (2010), aspek finansial dipandang beberapa investor sebagai aspek
yang paling utama untuk dianalisis karena pada aspek ini tergambar jelas
halEhal yang berkaitan dengan keuntungan, sehingga merupakan aspek yang
sangat penting. Sebagai tolok ukur analisis finansial diperlukan parameterE
parameter, sehingga dapat diketahui kelayakan suatu kegiatan usaha. Untuk
menentukan perkiraan biaya diperlukan asumsiEasumsi yang menjadi dasar
penghitungan biaya. AsumsiEasumsi tersebut antara lain :
a. Periode budidaya (1 periode pemeliharaan) adalah sembilan bulan, umur
proyek direncanakan selama 10 tahun. Ada dua alasan dalam
menentukan umur proyek, yakni untuk memanfaatkan ruang tumbuh
pada kelas umur dan untuk memaksimalkan penggunaan alat yang
memiliki masa pakai lebih dari satu tahun.
b. Produksi lempuyang tiap tahun sebesar 9,2 ton simplisia dengan masa
produksi tiga bulan per tahun.
c. Potensi budidaya lempuyang adalah 10 ton/ha (Sarjana . 2009).
d. Proyek dimulai pada tahun keE0.
e. Tingkat suku bunga menggunakan tingkat suku bunga bank BRI tahun
2010 sebesar 13% (Hasanuddin 2010).
f. Inflasi yang diperkenankan tiap tahunnya sebesar 5% (Bank Indonesia
2010).
Aspek finansial yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut halEhal
sebagai berikut :
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha.
Biaya investasi yang dikeluarkan untuk memulai usaha budidaya
berasal dari dana hasil tebangan yang dilakukan oleh KPH
Randublatung, sejak tahun 2003 LMDH Desa Ngliron sudah menerima
Rp 489 juta atau Rp 70 juta per tahunnya.
Tabel 2 Komposisi biaya investasi
No Komponen Jumlah Satuan Nilai Nilai
Satuan Total
1 Pupuk Kompos 9.000 kg 1.500 13.500.000
2 Timbangan Gantung 3 unit 400.000 1.200.000
3 Karung 60 karung 3.000 180.000
4 Pembelian bibit dari petani 6.000 kg 1.500 9.000.000
5 Biaya pengolahan tanah dan penanaman
48 orang 100.000 4.320.000
Total 28.200.000
b. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan ketika kegiatan
produksi sedang berjalan dan dikeluarkan selama periode investasi.
Sebagian besar pengeluaran untuk biaya operasional terletak pada alokasi
dana untuk petani sebagai pengganti sistem upah, besarnya nilai ini
mencapai 73% dari total penerimaan (27 % lainnya dialokasikan untuk
pengelolaan LMDH). Penentuan persentase alokasi dapat dicapai atas
dasar kesepakatan bersama antara petani dengan pengelola LMDH serta
untuk memaksimalkan persentase alokasi. Tujuan penggunaan sistem
alokasi ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekitar hutan yang
turut andil dalam kegiatan budidaya lempuyang ini berdasarkan azas
keadilan. Rincian biaya operasional bisa dilihat pada Lampiran 2.
d. Prakiraan Penerimaan
Prakiraan penerimaan usaha budidaya lempuyang kering tiap tahunnya
naik 5%, persentase ini didasarkan pada besaran inflasi yang ditargetkan
pemerintah. Besarnya penerimaan diperoleh dari hasil kali harga jual
31
Tabel 3 Prakiraan penerimaan
Tahun KeE Harga (Rp) Penerimaan (Rp)
1 9.000 82.620.000
2 9.450 86.751.000
3 9.923 91.088.550
4 10.419 95.642.978
6 10.940 105.446.383
7 11.487 110.718.702
8 12.061 116.254.637
9 12.664 122.067.369
10 13.297 128.170.737
e. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha dalam
penelitian ini adalah NPV, BCR, IRR, dan PBP. Analisis ini
menggunakan tingkat suku bunga sebesar 13%. Tingkat suku bunga ini
merupakan tingkat suku bunga pada bank BRI yang terdapat di dekat
lokasi penelitian dan digunakan selama penelitian dilaksanakan. Alasan
pemilihan tingkat suku bunga didasarkan pada sumber pendanaan
investasi, yaitu modal investasi yang digunakan untuk usaha budidaya
lempuyang merupakan modal sendiri. Usaha ini memberikan pilihan
kepada investor yaitu menginvestasikan uangnya pada proyek budidaya
lempuyang atau di bank. Apabila keuntungan yang diperoleh lebih besar
daripada menginvestasikan uangnya di bank, maka proyek tersebut layak
dijalankan.
Hasil penghitungan kelayakan finansial usaha budidaya lempuyang pada
tingkat suku bunga 13% dapat dilihat pada aliran kas usaha budidaya
lempuyang pada Lampiran 3. Kriteria investasi pada usaha budidaya
lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Hasil analisis kelayakan finansial usaha budidaya lempuyang pada tingkat suku bunga 13%
Kriteria Nilai Keterangan
NPV Rp 4.725.383,00 NPV > 0 (Layak)
BCR 1,17 BCR > 1 (Layak)
IRR 16,15% IRR > Suku Bunga (Layak)
[image:45.595.157.512.634.702.2]a) ' ! ( (NPV), (IRR), dan *
(BCR).
' ! ( (NPV) merupakan selisih antara nilai kini manfaat
dan biaya dari suatu kegiatan investasi (nilai kini manfaat bersih).
Besarnya NPV pada proyek pendirian usaha budidaya lempuyang
adalah Rp 4.725.383,00. Nilai tersebut lebih besar dari nol (0) yang
berarti bahwa proyek tersebut layak untuk dijalankan.
(IRR) atau arus pengembalian internal
merupakan tingkat kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan
keuntungan atau sebagai tingkat suku bunga pinjaman yang
menghasilkan nilai NPV aliran kas masuk sama dengan aliran kas
keluar. Untuk menentukan kelayakan suatu proyek, maka sebagai
patokan dasar pembanding adalah tingkat suku bunga yang berlaku di
lembaga keuangan yang ada, yaitu ditetapkan sebesar 13%. Besarnya
IRR pada usaha ini sebesar 16,15% yang berarti bahwa pendirian
usaha budidaya lempuyang layak untuk dijalankan. Nilai IRR ini juga
menunjukkan bahwa modal yang dimiliki akan lebih menguntungkan
apabila ditanamkan pada usaha budidaya ini dari pada disimpan dalam
bentuk tabungan di bank (Prasetyani 2010).
* (BCR) merupakan rasio nilai kini manfaat dengan
nilai kini biaya. Pada proyek yang dikaji, nilai BCR diperoleh sebesar
1,17 yang berarti bahwa proyek ini layak untuk dijalankan. Nilai BCR
ini berarti bahwa investasi yang dikeluarkan sekarang sebesar satu
rupiah untuk usaha budidaya akan menghasilkan nilai pendapatan
bersih sebesar Rp 1,17.
b) ! * ! (PBP)
! * ! (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan
untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung
dari aliran kas bersih. Berdasarkan hasil penghitungan, nilai PBP
untuk proyek ini adalah 6,05 tahun yang berarti untuk mengembalikan
investasi awal dibutuhkan waktu enam tahun setelah proyek
33
didirikan karena waktu pengembalian modal lebih cepat bila
dibandingkan dengan umur proyek.
Menurut Imelda (2010), metode PBP ini sangat sederhana, sehingga
memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak
memperhatikan aliran kas masuk setelah , sehingga metode
ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.
Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan di atas maka
kegiatan budidaya lempuyang di Desa Ngliron layak untuk dijalankan.
Secara lengkap, penghitungan kriteria investasi dapat dilihat pada
lampiran.
f. Analisis Sensitivitas Finansial
Analisis sensitivitas finansial dilakukan untuk meneliti kembali pengaruh
dari keadaan yang berubahEubah. Analisis ini juga untuk melihat berapa
besar perubahan yang dapat membuat proyek ini menjadi tidak layak.
Komponen perubahan yang diamati adalah perubahan volume produksi
dan besaran alokasi untuk petani.
Volume produksi merupakan komponen terpenting di dalam aliran kas.
Secara tidak langsung juga berhubungan dengan biaya penyimpanan,
distribusi, dan besarnya nilai alokasi kepada petani yang terlibat dalam
kegiatan budidaya. Perubahan yang terjadi pada volume produksi akan
berakibat luas terhadap penerimaan. Analisis sensitivitas pada komponen
penurunan volume produksi bertujuan untuk mengetahui kepekaan
kegiatan budidaya apabila pada suatu ketika ada faktor dari luar yang
menyebabkan terjadinya penurunan volume produksi. Selain volume
produksi, komponen alokasi yang diberikan kepada masyarakat petani
juga akan berdampak kepada kelayakan usaha. Analisis sensitivitas pada
komponen kenaikan alokasi kepada petani bertujuan untuk mengetahui
kepekaan kegiatan budidaya apabila pada suatu ketika petani yang
terlibat menginginkan kenaikan persentase alokasi. Pada Tabel 6 dapat
Ketua LMDH Manajer Produksi Manajer Pemasaran Keuangan dan Administrasi
Petani Petani
Tabel 5 Hasil analisis sensitivitas usaha budidaya lempuyang pada tingkat suku bunga 13%
No Kriteria Satuan A B
1 NPV Rp E1.447.815 E22.133.689
2 PBP Tahun 7,63 > 10
3 BCR E 0,95 0,28
Keterangan :
A = Jika terjadi penurunan volume produksi sebesar 5% dari target yang ditetapkan.
B = Jika terjadi kenaikan alokasi sebesar 5% menjadi 78% tiap tahunnya.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa kegiatan usaha budidaya peka terhadap
perubahan kedua komponen. Hal ini terlihat dari nilai NPV, BCR, dan
PBP. Oleh karena itu, LMDH Desa Ngliron perlu menjaga agar tidak
terjadi perubahan terhadap kedua komponen.
4 (,$& ' 5$-$' " ' *. '#( (#
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang diusulkan menganut sistem pelimpahan
wewenang sentralisasi, ini bertujuan agar kebijakan yang seragam dan
dapat meminimumkan kompleksitas suatu permasalahan. Struktur
organisasi fungsional untuk kegiatan usaha budidaya lempuyang oleh
LMDH di Desa Ngliron dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur organisasi fungsional kegiatan usaha budidaya
lempuyang oleh LMDH Desa Ngliron. b. Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan budidaya lempuyang terdiri
dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja langsung
merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung di dalam kegiatan
produksi, sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah sebaliknya.
Tenaga kerja langsung adalah petani, sedangkan tenaga kerja tidak
35
Pemasaran, serta Bagian Keuangan dan Administrasi. Target petani yang
terlibat dalam kegiatan budidaya ini adalah 48 petani, diharapkan
masingEmasing petani akan mewakili satu keluarga. Target jumlah petani
yang terlibat ini didasarkan pada pengoptimalan penggunaan biaya
investasi, dengan biaya investasi sebesar Rp 28.200.00,00 maka dapat
digunakan untuk membeli beberapa kebutuhan awal guna memulai
kegiatan budidaya. Sejumlah kebutuhan awal tersebut dapat dialokasikan
penggunaannya secara maksimal untuk 48 petani. Sistem pengelolaan
lahan budidaya adalah pengelolaan kelompok, artinya setiap hektar lahan
budidaya dikelola oleh satu kelompok (per kelompok terdiri dari 8 orang
anggota). Adapun kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Kebutuhan Tenaga Kerja
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Ketua LMDH 1 orang
2 Manajer Produksi 1 orang
3 Manajer Pemasaran 1 orang
4 Keuangan dan Administrasi 1 orang
5 Petani 48 orang
Total 52 orang
c. Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi tugas dan tanggung jawab disusun untuk memudahkan petugas
dalam melaksanakan pekerjaannya. Deskripsi tugas dan tanggung jawab
masingEmasing jabatan antara lain sebagai berikut :
a) Ketua LMDH, bertanggung jawab memimpin LMDH, memberi
arahan pada para pegawai, dan fasilitator dengan Perhutani.
b) Manajer Produksi bertugas melakukan pengawasan kegiatan produksi,
kualitas bahan baku dan produksi.
c) Manajer Pemasaran bertanggungjawab merencanakan penjualan
produk dan pengorganisasian sistem distribusi produk.
d) Keuangan dan Administrasi bertanggungjawab untuk
mengoordinasikan kegiatan dan pengawasan pencatatan keuangan
e) Petani bertanggungjawab sebagai tenaga kerja langsung yang bekerja
pada kegiatan penanaman, pemanenan, pembersihan dan sortasi,
pengeringan, dan penjualan.
6 -, & ( ) !"#" % $-,!% '.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kegiatan usaha akan selalu
dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitar tempat usaha tersebut
dilaksanakan. Perubahan tersebut bisa bersifat positif maupun negatif. Oleh
sebab itu, besar kemungkinan jika usaha budidaya yang dijalankan oleh
LMDH Desa Ngliron akan menyebabkan dampak yang luas terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar hutan di Desa Ngliron serta terhadap
negara.
Lingkungan merupakan komponen yang akan mendapatkan dampak
secara langsung akibat adanya kegiatan budidaya lempuyang ini. Hal ini
karena usaha budidaya lempuyang bergerak di bidang hasil hutan bukan
kayu yang mengandalkan area di bawah tegakan jati.
Dampak terhadap masyarakat berkaitan dengan peran masyarakat
sebagai subyek pelaksana budidaya lempuyang ini. Usaha ini juga akan
memberikan dampak bagi negara, karena secara tidak langsung negara
merupakan pihak yang menaungi dan bertanggungjawab atas semua
aktivitas yang terjadi di dalam negara tersebut. DampakEdampak tersebut
antara lain :
a. Dampak Terhadap Aspek Lingkungan
a) Usaha budidaya ini sangat mendukung pelestarian lingkungan karena
tidak menggunakan bahan produksi yang dapat mengganggu
lingkungan. Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang) yang
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan