iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
ABSTRAKS ………... vii
ABSTRACT …………... ix
DAFTAR ISI ………... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A Latar Belakang Masalah... 1
B Rumusan masalah... 14
C Tujuan…………... 15
D Manfaat Penelitian ... 15
E Implikasi ... 16
F Penjelasan Istilah ... 16
BAB II PERKULIAHAN SISTEM JARINGAN TUMBUHAN MELALUI PENGEMBANGAN VISUOSPASIAL ... 18 A Visuospasial (visual-spasial) ... 18
B Representasi mikroskopis ... 21
C Representasi Visuospasial ... 22
D Imajinasi ... 24
E Bahasa Rupa Gambar ... 29
F Teori belajar ... 30
G Proses belajar ... 33
H Hasil belajar ... 35
I Kemampuan penalaran ... 37
J Perkembangan Intelektual ... 38
K Sistem Jaringan Tumbuhan……… 39
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47
A Paradigma Penelitian ... 47
B Disain & Metoda Penelitian ... 51
1. Persiapan (Studi Pendahuluan) ... 51
2. Tahap Perancangan dan Pengembangan ... 52
3. Uji Coba Penelitian ... 59
4. Implementasi Penelitian ... 62
a. Lokasi Penelitian ... b. Subyek Penelitian ... c. Teknik Pengumpulan Data ... d. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data ……… 63 63 63 72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 74 A Pengembangan Program Perkuliahan Anatomi Tumbuhan ……… 74
1 Uji Coba Penelitian 75 a. Uji Coba Terbatas ……… 75
b. Uji Coba Luas ………. 81
2 Implementasi Penelitian ……….. 88
a. Strategi Perkuliahan ………... 88
b. Model Pembelajaran Berbasis Visuospasial 96 B Representasi Mikroskopis Jaringan Tumbuhan 104
C Representasi Visuospasial Jaringan Tumbuhan 109 D Penguasaan Konsep 116 1 Kisi-Kisi Soal Test Penguasaan Konsep 116 2 Hasil Test Penguasaan Konsep 118 E Pengusaan Konsep berdasarkan Gender 121 F Penalaran Logis 122 1 Hasil Tolt ( Test of Logical Thinking) 122 2 Variabel Penalaran 124 G Hasil Angket 126 D Temuan dan Pembahasan ……….. 127
vi 2. Manfaat Pembelajaran Model Wimba ………….. 142 3. Keunggulan model wimba ……… 143 4. Keterbatasan Penelitian ………. 144
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 146
A. Kesimpulan ………..
B. Implikasi Penelitian ……….
C. Saran………...……….
146 148 148
vii DAFTAR TABEL
Tabel Nama Tabel Halaman
2.1 Aplikasi taksonomi kognitif untuk kecerdasan
visual-spatial... 20 2.2 Bentuk dan Ciri-ciri Jaringan Dasar ... 42 2.3 Bentuk dan Ciri-ciri Jaringan Epidermis dan
derivatnya... 43 2.4 Road map penelitian yang relevan dengan
pengembangan program visuo- spasial dalam
pembelajaran anatomi/histologi……….. 46 3.1 Perbaikan instrumen hasil validasi para ahli (expert
judgment)………. 59
3.2 Teknik pengumpulan data hasil penelitian …………. 65 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran ……….. 66 3.4 Kriteria Indeks Daya Pembeda (ID) ……….. 67 3.5 Koefisien Korelasi Validitas Butir Soal ……… 68 3.6 Skor peta konsep jaringan dasar dan epidermis rujukan 70
3.7 Kriteria N-Gain……… 73
4.1 Bahan praktikum pada uji coba terbatas dan uji coba
luas ………. 80
4.2 Hasil test penguasaan konsep mahasiswa calon guru
Biologi ……… 82
4.3 Hasil uji beda Duncan antar pasangan perlakuan …… 82 4.4 Hasil penilaian gambar 2D, 3 D dan 3D-Clay ……….. 83 4.5 Susunan Perkuliahan Jaringan Tumbuhan ………….. 92 4.6 Susunan Praktikum Jaringan Tumbuhan ……… 93 4.7 Hasil Belajar Pada Perkulihan Teori ……… 97 4.8 Penilaian ketrampilan praktikum di laboratorium ….. 103 4.9 Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan antara
praktikum jaringan dasar dan praktikum jaringan
epidermis ………. 103
viii 4.11 Nilai Representasi Mikroskpis Mahasiswa ………… 106 4.12 Representasi Mikroskopis Jaringan Dasar ………… 107 4.13 Hasil Rata-Rata Representasi Visuospasial Dalam
Bentuk Gambar-3D Dan 3D-Clay ……… 109
4.14 Nilai Rata-Rata Representasi Visuospasial Mahasiswa
Dalam Bentuk Gambar-3D ……… 110
4.15 Ketrampilan Mahasiswa Calon Guru Menggambar
-3D Jaringan Tumbuhan ……… 112
4.16 Uji Kotelasi Untuk Mengetahui Hubungan Dalam
Kegiatan Visuospasial Dalam Praktikum ………… 112 4.17 Kisi-Kisi Soal Penguasaan Konsep Berdasarkan
Taksonomi Bloom’s Yang Direvisi ……… 117
4.18 Kisi-Sisi Dimensi Proses Kognitif Berdasarkan
Konsep ……….. 117
4.19 Hasil Test Penguasaann Konsep Mahaisiwa yang
Diteliti ………. 118
4.20 Hasil Pemetaan Kemampuan Kognitif (C1, C2 dan
C3) ……….. 119
4.21 Hasil Pemetaan Jawaban Mahasiswa Berdasarkan
Dimensi Pengetahuan ……… 120
4.22 Prosentase Jawaban Mahasiswa Berdasarkan Konsep 120 4.23 Prosentase Jawaban Mahasiswa Berdasarkan Konsep
Beserta Turunannya ……… 121
4.24 PenguasaanKonsep Berdasarkan Gender …………. 121 4.25 Hasil Test Penalaran Logis Berdasarkan Variabel
Penalaran ……….. 124
ix DAFTAR GAMBAR
Gambar Nama Gambar Halaman
1.1 Prekonsepsi mahasiswa tentang xilem ………. 6 1.2 Prekonsepsi mahasiswa tentang jaringan pembuluh,
khususnya xilem ………. 6
2.1 Berpikir visuospasial meliputi model eksternal dan internal (diadaptasi dari Bertel, etal., 2006 dan Kansky,
1993) ... 23 2.2 Proses Imajinasi oTabrani, 2000: 3) ... 25 2.3 Limas Citra manusia oTabrani, 2000:5) ………. 26 2.4 Proses belajar odiadaptasi dari Tabrani, 2009) 28 2.5 Model proses informasi pada teori belajar dan memori
(sumber : Gagne, 1985 : 71) ...
34
3.1 Paradigma Penelitian ………. 49
3.2 Rancangan program penelitian ... 54 3.3 Langkah- langkah kegiatan perkuliahan model Wimba,
warna biru menunjukkan adanya aktivitas visuospasial
dan gambar ……… 55
3.4 Langkah- langkah kegiatan praktikum model Wimba.. 57 3.5 Diagram empat macam perlakuan dalam penelitian,
Induktif-Clay oIC), Induktif Gambar oIG), Deduktif-Clay
oDC), Deduktif Gambar oDG) ………. 61 3.6 Diagram tiga macam perlakuan dalam penelitianoIP :
Induktif Play doh, IG : Induktif Gambar, DG : Deduktif
Gambar) ………. 62
4.1 Perkuliahan model Wimba pada uji terbatas, dengan menayangkan gambar 2D, sayatan melintang dan membujur daun monokotil (a). Mahasiswa sedang berusaha untuk membuat representasi 3D pada kegiatan
perkuliahan di kelas (b). ……… 76
4.2 Praktikum model Wimba, setelah pengamatan mahasiswa mempresentasikan hasil representasi 3D jaringan
tumbuhan pada tahap diskusi kelas………... 77 4.3 Template yang digunakan untuk membentuk struktur 3D
x 4.4 (a) model wimba tipe DG dan (b) model wimba tipe IC.
Hasil representasi 3D-Clay, pada tipe DG ditunjukkan
pada gambar (c) dan tipe IC ditunjukkan oleh gambar (d) 84 4.5 Hasil TOLT sebelum dan sesudah mengikuti proses
pembelajaran. ……… 88
4.6 Strategi Perkuliahan Jaringan Tumbuhan Model Wimba 91
4.7 Hasil peta konsepmahasiswa ……… 98
4.8 (a) Proses perkuliahan pada pendekatan deduktif untuk mengekplorasi kemampuan 3D mahasiswa dengan penayangan gambar 2D, (b) mahasiswa menggambar 3D pada LKM dan (c dan d) mahasiswa menggambarkan
hasil kerjanya di depan kelas.……… 99 4.9 Kegiatan praktikum kelompok IC (a) membuat preparat
dan pengamatan mikroskopis, (b) pembuatan 3D-claysetelah analisis, (c) hasil sementara 3D-clay (d) Presentasi mahasiswa tentang hasil 3D
clay……….. 101
4.10 Kegiatan praktikum pada IG (a) membuat preparat dan pengamatan mikroskopis, (b) membuat gambar 2D pada LKM praktikum, (c) mempresentasikan hasil pengamatan gambar 2D dan 3D, (d) gambar hasil presentasi
mahasiswa.……… 102
4.11 Representasi mikroskopis jaringan sklerenkim, sayatan melintang (a), sayatan membujur (b) dan jaringan kolenkim, sayatan melintang (a), sayatan membujur
(b)……… 107
4.12 Representasi visuospasial, gambar-3D kolenkim (a), sklerenkim (b) dan gambar 3D potongan batang
Helianthus (c) ………. 111
4.13 Hasil gambar 2D dan 3D sebelum diskusi serta hasil
konstruksi gambar-3D dan 3D-clay setelah diskusi … 114 4.14 Nilai pre tes dan pos tes TOLT, (a) perlakuan IG, (b)
perlakuan IC, (c) perlakuan DG dan (d) rata-rata total
perlakuan ……… 123
4.15 Hasil tes penguasaan konsep pre tes dan pos tes
mahasiswa ……… 129
4.16 Hasil pemetaan kemampuan kognitif (C1, C2 dan C3) dari
hasil tes penguasaan konsep dalam (%)………. 129 4.17 Jumlah mahasiswa (%) menjawab soal faktual dan
xi 4.18 Penguasaan konsep mahasiswa berdasarkan konsep yang
dibahas ……….. 132
4.19 Penguasaan konsep pada konsep sklerenkim dengan turunannya (sklereid) dan epidermis dengan turunannya
(stomata dan trikoma) ……… 132
4.20 Peta konsep, gambar 3D dan rata – rata praktikum berdasarkan kelompok nilai N-Gain pada model wimba
tipe IC ……….. 136
4.21 Proses perkuliahan jaringan tumbuhan pada perlakuan IC 137 4.22 Hasil pretest dan postest penalaran logis berdasarkan
variabel penalaran ……….. 140
4.23 Model pembelajaran Wimba untuk mengembangkan
xii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Nama Lampiran Halaman
1 Hasil pretes, postest, N-Gain, Peta Konsep, Praktikum, Gambar, Paly doh, dan hasil TOLT
154
2 Hasil rekapitulasi Aanalisis Butir Soal Sistem Jaringan Tumbuhan
160
3 Analisis Statistika 160
4 Satuan Acara Perkuliahan 185
5 Bahan ajar 195
6 Lembar Kerja Mahasiswa 256
7 Lembar Observasi 279
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam dibutuhkan oleh manusia untuk
membantu kehidupan sehari- hari. Sains dipelajari agar manusia memahami
proses-proses alam yang selalu berkaitan dengan kehidupannya. Sains
mempersiapkan manusia menghadapi kemajuan teknologi hasil pengembangan
sains. Sund dan Trowbribge (1973) merumuskan bahwa sains merupakan
kumpulan pengetahuan dan proses.Sains sebagai proses merupakan
langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam
rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam, sehingga belajar sains
dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah seseorang.
Sains dilandasi anggapan bahwa kejadian di alam semesta terjadi di dalam
pola-pola konsisten yang dapat dipahami melalui studi yang sistematis dan
seksama. Pola-pola di alam semesta dapat ditemukan dengan menggunakan
pikiran dan logika serta bantuan instrumen. Sains juga dilandasai anggapan bahwa
alam semesta adalah suatu sistem tunggal yang mempunyai prinsip dasar sama di
mana-mana. Pengetahuan sebagai satu bagian dari alam semesta dapat digunakan
untuk menjelaskan bagian lain. Sains menuntut adanya fakta-fakta, serta
memadukan logika dan imajinasi(Rutherford and Ahlgren, 1990).
Biologi termasuk bidang sains, yang mempelajari pengetahuan dan proses
2
dalam alam semesta, proses yang terjadi dalam makhluk hidup juga merupakan
pola yang konsisten dapat dipelajari dandikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Biologi yang materinya berkaitan denganmahkluk
hidup dan proses kehidupan akan mudah dipahami apabila melibatkan imajinasi.
Imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran atau imaji (citra) atau konsep-
konsep mental dalam proses membentuk gambaran tertentu. Imajinasi merupakan
struktur intensional yaitu hubungan imajinatif antara tindakan berimajinasi dengan
subyek yang diimajinasikan atau imaji (image) (Djoyosuroto, 2007).
Hasil penelitian Kelley, Davidson and Nelson (2008), pada hasil tes
tentang struktur dan fungsi dalam biologi pada berbagai skala (particle to whole
organisms) menunjukkan telah terjadi miskonsepsi pada mahasiswa. Mereka
berpendapat bahwa antara pengetahuan biologi dan imajinasi tidak
berhubungan.Gambar biologi hanya dapat mengungkapkan struktur tapi tidak
mengungkapkan fungsi, gambar biologi adalah gambar cantik tetapi tidak
quantifiable. Sebaliknya Campbell, Reece, dan Mitchell (2005) menyatakan
bahwa struktur dan fungsi saling terkait pada sistem organisasi biologi. Dengan
menganalisis sistem biologis, dapat diketahui struktur dan cara kerjanya.
Sistem jaringan tumbuhan merupakan pengetahuan dasar dalam
mengembangkan ilmu botani, seperti fisiologi tumbuhan, bioteknologi dan
rekayasa genetika serta biologi terapan lainnya seperti pertanian, hortikultur,
patologi tanaman dan kehutanan. Perkembangan botani sangat pesat, karena
berkaitan dengan pangan, sandang, papan dan kesehatan yang merupakan
3
khususnya Anatomi Tumbuhan diperlukan tidak hanya bagi seseorang atau
kelompok orang sains saja, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat pada umumnya
untuk dapat memanfaatkan tumbuhan bagi kehidupannya. Misalnya, bagaimana
mereka mengimajinasikan air yang disiramkan pada tanah dapat diserap oleh akar
tumbuhan hingga mencapai daun untuk proses fotosintesis, dan bagaimana
mereka mengimajinasikan hasil fotosintesis yang diangkut ke seluruh bagian
tumbuhan menjadi amilum yang disimpan dalam biji padi, atau ubi jalar, umbi
ketela pohon, dan umbi kentang serta bagaimana seseorang berpikir tentang
pembentukan kayu oleh tanaman yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Untuk
memahami itu semua diperlukan pengetahuan dasar tentang struktur jaringan
tumbuhan khususnya bagi mahasiswa calon guru biologi, karena mereka
bertanggunga jawab tentang pengetahuan biologi di tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
Dalam memahami struktur jaringan tumbuhan ini diperlukan kemampuan
representasi mikroskopis. Kemampuan menggambarkan dan memahami struktur
jaringan tumbuhan tersebut diperoleh dari pelajaran melalui perkuliahan dan
kegiatan praktikum di laboratorium. Pada kenyataannya kegiatan praktikum saat
ini tidak efektif dan tidak efisien, karena pada umumnya praktikum dianggap
hanya sebagai pelengkap saja, misalnya fasilitas peralatan laboratorium kurang
memadai dibanding dengan jumlah mahasiswa. Keadaan ini menjadikan kegiatan
praktikum kurang optimal, lebih banyak menyita waktumahasiswa. Selama ini
dalam mempelajari jaringan tumbuhan, pada umumnya hanya terbatas untuk
4
kelompok sel tumbuhan yang lain. Hal ini juga dapat menimbulkan kejenuhan
bagi mahasiswa.
Untuk mempelajari sistem jaringan tumbuhandiperlukan imajinasi yang
cukup baik sehingga dapat menggambarkan struktur, posisi dan fungsi sel
tumbuhan serta hubungan antara satu sel dengan sel lainnya dalam tumbuhan.
Kita seringkali lupa bahwa proses belajar adalah proses membentuk imajinasi
dalam pikiran kita, misalnya bagaimana kita menilai seseorang pandai
membaca.Kemampuan mengimajinasikan apa yang dibaca atau kemampuan
menangkap pesan yang dibaca dapat digunakan untuk menilai seseorang pandai
membaca. Dari hasil uji coba kemampuan menangkap pesan dari bacaan pada
mahasiswa, umumnya mahasiswa mengungkap pesan teks sebagai bahasa
(verbal)yang hasilnya kurang memuaskan, baru setelah diminta untuk berimajinasi
dan membuat gambar dari apa yang dibaca maka menjadi jelas apa makna yang
dibaca (Tabrani, 2009).
Proses perkuliahan yang dilakukan saat ini umumnya terbatas mentransfer
informasi yang sudah jadi dan telah teruji kepada mahasiswa. Melakukan proses
belajar seperti itu ternyata merupakan kelemahan dalam sistem pembelajaran kita,
karena mahasiswaakhirnya hanya sebagai pengguna informasi. Sistem
pembelajaran seperti ini tidak menumbuhkan kreativitas mahasiswa. Mahasiswa
cenderung pasif, dan instan.Selain itu perkuliahan yang dilakukan saat ini
cenderung hanya menggunakan kemampuan verbal dan visual saja, kurang
memperhatikan masalah spatial. Hasil studi pendahuluan berupa tes kemampuan
5
SMP dan SMA, menunjukkan hasil tes kurang memuaskan, karena hanya
sebagian kecil saja, 30% responden dapat menjawab dengan benar. Dengan
kondisi pengetahuan guru seperti ini, tentu diperlukan upaya peningkatan
representasi mikroskopis struktur jaringan tumbuhan bagi guru dan calon guru
biologi.
Studi pendahuluan prekonsepsi mahasiswa calon guru Biologi tentang
sistem jaringan tumbuhan dilaksanakan menggunakan tes essay yang berjumlah
12 pertanyaandan diujikan terhadap 26 orang mahasiswa program studi
Pendidikan Biologi yang belum mengikuti matakuliah anatomi tumbuhan. Hasil
jawabannya dihitung menggunakan persentase dan dianalisis, dan dikategorikan
tiga jenis jawaban (tepat, kurang tepat dan tidak ada jawaban atau salah).
Prekonsepsi yang ingin diketahui adalah fungsi xilem, elemen xilem, proses
tumbuh, penebalan dinding sel, trakea dan trakeid, noktah, kambium, distribusi
radial pada tumbuhan, lingkar tahun, kayu regang dan kayu padat (kayu suban dan
galih), dan resin.
Hasil tes uji prekonsepsi mahasiswa Pendidikan Biologi semester dua
tentang xilem, menunjukkan bahwa mahasiswa umumnya tidak dapat menjawab
dengan baik terhadap pertanyaan yang diberikan, diperoleh mahasiswa yang
menjawab benar, sebanyak 54% tentang fungsi xilem sebagai alat transportasi
pada tumbuhan, sedangkan tentang elemen xilem, proses tumbuh pada jaringan
tumbuhan, membedakan trakea dan trakeid dan letak noktah tidak dapat dijawab
6
berkisar sekitar (5-14)%, bahkan soal tentang penebalan dinding sel tidak ada
jawaban yang benar (0%) (Gambar 1.1).
Gambar 1.1 Prekonsepsi mahasiswa tentang xilem
Data Gambar 1.2 menunjukkan hasil tes prekonsepsi mahasiswa tentang jaringan
pembuluh, menunjukkan jumlah mahasiswayang dapat menjawab
Gambar 1.2 Prekonsepsi mahasiswa tentang jaringan pembuluh, khususnya xilem
dengan tepatsekitar 5%-48%, jawaban mahasiswa tentang resin relatif cukup
tinggi, 48% menjawab dengan tepat, dan fungsi kambium dijawab tepat sebanyak 54%
tidak ada jawaban kurang tepat tepat
36%
7
36% dan pertanyaan tentang lingkar tahun dapat dijawab tepat oleh 35%.
Pertanyaan tentang proses pembentukan kayu dan pertanyaan tentang kayu regang
dan kayu padat tidak dapat dijawab dengan baik (20% dan 5%).
Mahasiswa tidak memahami tentang distribusi aksial dan radial, karena
tidak seorangpun mahasiswa bisa menjawab dengan tepat (39% menjawab kurang
tepat 61% tidak menjawab). Jawaban yang tepat adalah distribusi aksial pada
batang kayu dilaksanakan oleh trakea dan trakeid dan distribusi radial
dilaksanakan oleh parenkim jari- jari empulur.
Pada konsep kayu padat dan kayu regang, mahasiswa yang menjawab
kurang tepat cukup tinggi(64%), prekonsepsi mahasiswa tentang perbedaan kayu
padat dan kayu renggang, umumnya jawaban mahasiswa adalah karena kambium
atau proses tumbuh yang berbeda atau perawatan yang berbeda. Jawaban yang
tepat adalah bahwa kayu padatadalah kumpulan xilem padat (warna lebih gelap)
yang sudah tidak lagi berfungsi sebagai alat transportasi, sedangkan kayu regang
(warna lebih terang), adalah kumpulan xilem pada kayu tersebut yang masih
berfungsi sebagai alat transportasi. Pembentukan kayu merupakan konsep yang
banyak tidak dapat dijawab oleh 54% mahasiswa. Jawaban yang tepat adalah kayu
dibentuk oleh kambium yang membentuk xilem sekunder pada pertumbuhan
sekunder (20%), jawaban kurang tepat adalah kayu dibentuk oleh kumpulan sel
mati.
Hasil tesini menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami tentang
xilem khususnya dan sistem jaringan tumbuhan umumnya. Dari hasil wawancara
8
bentuk 3D struktur jaringan. Pada saat perkuliahan dosen mengalami kesulitan
menjelaskan struktur 3D jaringan tumbuhan. Untuk itu dibutuhkan model
pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan 3D mahasiswa.
Studi literatur menunjukkan bahwa memahami struktur sel pada sistem
jaringan tumbuhan dalam bentuk 3D dapat memudahkan mahasiswa untuk
memahami struktur sistem jaringan tumbuhan. Untuk memahami bentuk 3D dapat
mengoptimalkan kemampuan visuospasial.Selain itu dipelajari pula tentang
imajinasi, pengembangan visuospasial pada materi anatomi tumbuhan dan
pengembangan kemampuan representasi mikroskopis dan visuospasial serta
perkembangan penalaran mahasiswa.
Kemampuan visuospasial merupakan salah satu jenis kecerdasan manusia,
dari delapan jenis kecerdasan yang sudah teridentifikasi. Delapan jenis
kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematis,
kecerdasan spatial (visuospasial), kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal, serta kecerdasan naturalis
(Lazear, 2004). Sementara pada saat ini, dalam situasi sekolah tradisional, siswa
yang memiliki dan mengembangkan kecerdasan linguistik dan logis matematis
akan berhasil. Padahal untuk memahami suatu konsep dan mengingat atau
menyimpan dalam memori jangka panjang, banyak hal yang harus dilakukan dan
harus melibatkan beberapa indera, yaitu dengan melakukan latihan, organisasi dan
elaborasi (Jasmine, 2007). Semakin banyak indera yang dilibatkan, semakin
mendukung memori jangka panjang, sehingga perlu pengembangan kecerdasan
9
Mengembangkan imajinasi yang berkaitan dengan struktur jaringan
tumbuhan berbasis visuospatialakan lebih mudah dipahami apabila dilengkapi
dengan gambar. Umumnya perkuliahan sistem jaringan tumbuhan telah dilengkapi
oleh gambar dua dimensi(2D). Namun dalam pembelajaran masih kurang
memperhatikan aspek spasialnya, sehingga mahasiswasulit untuk
mengimajinasikan struktur jaringan dalam bentuk tiga dimensi (3D). Terdapat
kecenderungan aspek spasial terabaikan, seperti yang dilakukan Mei
Lu(2008)dalam penelitiannya tentang perkembangan awal
embrionikmengungkapkan bahwa pada perkembangan awal embrionik
sebenarnya tidak terjadi perubahan spatial, dalam proses pembelahannya hanya
jumlah sel yang meningkat. Akan tetapi hasil studi pendahuluan menunjukkan
bahwa umumnya mahasiswa berpendapat pembelahan sel yang terjadi selalu
disertai dengan peningkatan volume (spatial). Hal ini terjadi karena mereka
kurang memperhatikan perubahan spasialnya.
Kemampuan visuospatial adalah kemampuan seseorang untuk memahami
konsep melalui representasi visual yang berhubungan dengan spasial dalam
belajar dan melakukan tugas (Bertel, etal., 2006). Dengan kata lain dalam
mempelajari sistem jaringan tumbuhan,seyogianya mulai memperhatikan aspek
visual dan spasialnya (visuospatial) yaitu kemampuan untuk mengimajinasikan
gambar dari dua dimensi (2D) menjadi tiga dimensi (dimensi ruang, 3D).Dengan
demikian mempelajari sistem jaringan tumbuhan banyak menggunakan gambar,
model, media yang dalam praktikum melibatkan alat-alat bantu, seperti mikroskop
10
1990). Dengan menggunakan alat bantu tersebut dari apa yang sempat dilihat
meski hanya sepotong-potong dalam bentuk 2D, diharapkan dapat membangun
imajinasinya menjadi satu gambaran yang utuh.
Kemampuan reperesentasi mikroskopis (2D) dalam mempelajari sistem
jaringan tumbuhan sangat diperlukan untuk dapat merepresentasikan bentuk 3D,
diharapkan dapat membantu kemampuan seseorang untuk dapat memahami dan
menjelaskan peristiwa-peristiwa proses fisiologis (seperti metabolisme sel, sistem
transpor dan proses tumbuh dan berkembang) pada tanaman secara lebih baik
serta kemudian dapat meningkatkan berpikir kreatif dan kritis dalam
mengembangkan bioteknologi seperti kultur sel dan jaringan serta rekayasa
genetika. Ferguson (1977) dan Hadamard (1949)melaporkan bahwa komponen
visual dan spasial mendukung sangatkuat dalam pemikiran mereka(Ramadas,
2009). Shepard (1988)menyatakan bahwa imajinasi dan visualisasi spasial sangat
penting bagi kreativitas dan discovery (penemuan)(Ramadas, 2009).Telah
dilaporkan pula dalam berbagai publikasi selama 20 tahun terakhir, terdapat
hubungan antara kemampuan spasial dan kesuksesan dalam sains dan matematika
(Sorby, 2009). Hasil peneliti Sorby (2009) menunjukkan bahwa latihan
kemampuan spatial (3D) dapat meningkatkan hasil belajar di fakultas teknik,
khususnya pada mahasiswa perempuan. Dinyatakan pula bahwa belajar melalui
visual dan spasial dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajaran sains (Ramadas, 2009).Joneset al. (2010) menyatakan bahwa ada
hubungan antara kemampuan visuospasial dengan kemampuan berpikir logis.
11
memiliki kemampuan spasial lebih baik daripada perempuan, danditemukan pula
bahwa dalam berpikir laki- laki lebih banyak menggunakan strategi holistik dan
perempuan menggunakan strategi analitik(Linn &Peterson, 1985 dalam Sorby,
2009).Oleh karena itu dalam memahami struktur jaringan tumbuhan mahasiswa
dituntut untuk mengembangkan kemampuan visuospasial sehingga mampu
merepresentasikan apa yang diamati secara mikroskopis, yaitu struktur jaringan
tumbuhan melalui sayatan melintang dan membujur dengan mikroskop.
Mahasiswa mengimajinasikan dan menggambarkan struktur jaringan tumbuhan
dari 2D menjadi 3D. Diharapkan pembelajaran berbasisvisuospatial dapat
membantu seseorang untuk berimajinasi tentang struktur tumbuhan menjadi lebih
konkret, sehingga dapat membantu memahami proses rumit yang terdapat dalam
tumbuhan, dan penalaran untuk membantu proses pemecahan masalah yang
timbul dalam proses fisiologis tumbuhan.
Dalam studi kurikulum Program Studi Biologi dan Pendidikan Biologi,
baik di dalam maupun di luar negeri, pada materi anatomi tumbuhan hampir
seluruhnya mempunyai karakteristik materi yang serupa. Umumnya kurikulum
materi anatomi tumbuhan dimulai dari konsep sel, jaringan dan kemudian organ
tumbuhan, dan dari seluruh kurikulum yang ditemukan dan dikaji tampaknya
belum melibatkan kemampuan visuospatial dalam mempelajari sistem jaringan
tumbuhan (Suprapto, 2010).
Tumbuhan merupakan kesatuan dari sistem jaringan tumbuhan yang
terdiri atas sistem jaringan dasar, sistem jaringan dermal, sistem jaringan
12
tersusun dalam sistem jaringan dasar, sistem jaringan dermal dan sistem jaringan
pembuluh, yang mana didalam sistem jaringan tersebut sel-sel dan derivatnya
saling bekerja sama, mendukung dan memperkokoh sehingga tumbuhan bisa
tumbuh, berdiri tegak dan mampu menghasilkan oksigen serta bahan organik yang
dibutuhkan oleh semua makhluk hidup.
Selama ini mahasiswa membuat gambar hasil representasi mikroskopis
jaringan tumbuhan kurang memberikan pesan dankurang dimengerti. Mahasiswa
sulit mengenali kembali apa yang telah digambar. Dalam seni rupa, dikenal
bahasa rupa.Dalam bahasa rupa dikenal istilah imaji dan tata ungkapan. Imaji
terdiri atas imaji tampak (disebut wimba) dan imaji tak tampak (disebut citra).
Dalam bahasa rupa, wimba dibedakan menjadi isi wimba dan cara wimba. Isi
wimba adalah obyek yang digambar, misalnya gambar kerbau harus menunjukkan
ciri-ciri kerbau, sedangkan cara wimba adalah cara bagaimana obyek tersebut
digambar sehingga gambar mudah dikenali, misalnya menggambar kerbau tampak
samping, sehingga anak kecilpun tahu bahwa itu adalah gambar kerbau.
Bagaimana cara menyusun berbagai wimba agar gambar dapat bercerita disebut
tata ungkapan dalam (Tabrani, 2009).
Sistem jaringan tumbuhan akan mudah dikenali bila digambar dalam
bentuk 3D, pada cara wimba disebut tampak atas dan tampak samping atau aneka
tampak, untuk memperjelas gambar yang dianggap penting, gambar dapat
diperbesar atau gambar diperkecil bila tidak dianggap penting.
Model untuk mengembangkan program perkuliahan anatomi tumbuhan
13
3D yang berasal dari hasil pengamatan mikroskopissistem jaringan tumbuhan.
Langkah-langkah yang digunakan dalam merepresentasikan gambar 2D menjadi
gambar 3D digunakan langkah-langkah aplikasi taksonomi kognitif untuk
kecerdasan visual-spatial (Lazear, 2004). Langkah-langkah tersebut adalah
mengamati gambar 2D, menganalisis gambar memperhatikan secara detail bentuk
atau struktur sel kemudian dikaitkan dengan fungsinya, kemudian merancang
bentuk 3D dan mengkreasikan hasil rancangannya menjadi produk 3D. Ketika
wimba-wimba yang berupa sel parekim, sel kolenkim dan sel sklerenkim sudah
diketahui bentuk 3Dnya dan digambar, kemudian gambar tersebut disatukan
berdasarkan letak dan pola seperti obyek sebenarnya, misalnya potongan batang
dalam gambar 3D disebut tata ungkapan dalam. Model pembelajaran Wimba ini
modifikasi dari Lazear (2004) dan Tabrani (2009), diharapkan dapat merangsang
mahasiswa membuat gambar sistem jaringan tumbuhan yang dapat mudah
dikenali dan membawa pesan bukan hanya sekedar menggambar tanpa memahami
apa yang digambar.
Mahasiswa calon guru biologi seyogianya memahami sistem jaringan
tumbuhan secara utuh dapat membantu pemecahan masalah yang banyak muncul
dalam pikiran siswa ketika mengajarkan sistem jaringan tumbuhan di sekolah
menengah. Pengetahuan ini penting karena peserta didiknya kemudian akan
melanjutkan hidup di masyarakat, dan manusia sebagai konsumen akan
berinteraksi dengan banyak tanaman, karena tanaman berperan sebagai produsen
dalam kehidupan. Dengan demikian kemampuan visuospatial pada mahasiswa
14
diharapkan dapat membantu mereka untuk meningkatkan pemahaman tentang
sistem jaringan tumbuhan secara utuh, meningkatkan penguasaan konsep dan
penalaran logis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,
permasalahan umum penelitian ini adalah:Bagaimanakah meningkatkan
penalaran dan penguasaan konsep sistem jaringan tumbuhan berbasis visuospasial
pada mahasiswa calon guru biologi?
Pertanyaan Penelitian :
1. Bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan
pemahaman sistem jaringan tumbuhanberbasis visuospasial pada mahasiswa
calon guru?
2. Bagaimana kemampuan representasi mikroskopis jaringan tumbuhan
mahasiswa calon guru?
3. Bagaimana kemampuan representasi visuospasial jaringan tumbuhan
mahasiswa calon guru?
4. Apakah model wimba pada pembelajaran sistem jaringan tumbuhan berbasis
visuospasial dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa?
5. Apakah model wimba pada pembelajaran sistem jaringan tumbuhan berbasis
visuospasial dapat meningkatkan penalaran mahasiswa?
15
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pembelajaran
yang berbasis visuospasial melalui kemampuan representasi mikroskopisuntuk
meningkatkan penalaran dan meningkatkan penguasaan konsep sistem jaringan
tumbuhan.
D. Manfaat
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pembelajaran dalam meningkatkan ketrampilan mahasiswa calon
guru yang nantinya akan terjun di sekolah-sekolah. Kontribusi yang dimaksud
disini adalah sumbangan yang diperoleh dari hasil penelitian yang mengandung
makna baru dalam strategi pembelajaran di perguruan tinggi.
2. Praktis
Pembelajaran melalui ketrampilan representasi mikroskopis dan
kemampuan representasi visuospasial,dapat membekali mahasiswa calon guru
memiliki ketrampilan representasi mikroskopis dan visuospatial yang cukup baik,
sehingga dapat memahami dan menjelaskan dengan baik tentang sistem jaringan
tumbuhan di sekolah- sekolah, yang menjadi dasar pengembangan ilmu botani
selanjutnya di masyarakat.
Hasil penelitian memberikan informasi kepada dosen-dosen tentang model
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan imajinasi melalui
16
memahami materi biologi secara utuh dan meningkatkan penalaran sehingga
dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang muncul
dalam kehidupan sehari- hari.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada institusi untuk
mengembangkan kreativitas dan meningkatkan penalaran mahasiswa melalui
model belajar visuospatial. Pada gilirannya diharapkan mereka mampu menjadi
lulusan dengan kinerja yang lebih kreatif, memiliki penalaran yang baik,
berkualitas dan lebih berdaya guna dalam kehidupan di masyarakat.
E. Implikasi
Pemahaman struktur jaringan tumbuhan melalui pengembangan
visuospasial dengan model wimba akan memudahkan seseorang untuk
menggambarkan secara konkret (3D) yang ada dalam imajinasinya serta dapat
meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa. Pengembangan visuospatial juga
dapat meningkatkan penalaran dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
F.Penjelasan Istilah
1. Pembelajaran berbasis visuospasial adalah pembelajaran menggunakan
pengamatan gambar-2D dalam berbagai arah atau bidang untuk kemudian
direpresentasikan dalam bentuk 3D.
2. Representasi mikroskopis adalah kemampuan menggambarkan secara
detail hasil pengamatan mikroskopis melalui perbesaran yang berbeda.
3. Representasi visuospasial adalah kemampuan menggambarkan penyatuan
17
bentuk utuh, yang secara implisit dapat membangun imajinasi struktur
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
KurikulumLembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
seyogyanya tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai pemahamanan konsep
saja, akan tetapi juga mengembangkan kemampuan lainnya, seperti menanamkan
karakter dan mengembangkan kecerdasan, seperti kecerdasan berbahasa (verbal),
interpersonal, intrapersonal, spasial, kinestetik, matematika, musical dan natural.
Mahasiswa di LPTK merupakan calon guru yang nantinya akan menjadi
ujung tombak dalam memberikan pembelajaran di pendidikan dasar dan
menengah. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pembelajaran di Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA), mutu mahasiswa calon guru di LPTK haruslah ditingkatkan melalui
perbaikan kurikulum di LPTK. Selain mengembangkan kemampuan penguasaan
konsep, pembelajaran juga harus mengembangkan kemampuan lainnya seperti
kecerdasan, penalaran dan menanamkan karakter. Penguasaan konsep,
kecerdasan, penalaran dan karakter penting untuk calon guru agar dapat
membantu sepenuhnya dalam pemecahan masalah tentang konsep dalam
pembelajaran, kejadian- kejadian di dalam kelas atau dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga kita memiliki guru yang berkualitas, yaitu guru yang
memiliki penguasaan konsep yang utuh, berkarakter, cerdas dan mampu bernalar
48 Selama ini dosen di LPTK, kebanyakan masih menggunakan pembelajaran
konvensional, yaitu pembelajaran ekspositori yang masih didominasi oleh dosen,
mahasiswa hanya mencatat selama perkuliahan, dengan sedikit tanya jawab atau
diskusi. Sehingga mahasiswa menjadi pasif dan hanya kemampuan mengingat
saja yang berkembang. Padahal sebagai calon guru selain menguasai pengetahuan
dan penalaran, mahasiswa juga harus memiliki kemampuan lain, seperti
kemampuan spasial, sebagai bagian dari kecerdasan yang harus
dikembangkan.Untuk mengembangkan karakter dan kecerdasan, maka diperlukan
banyak latihan dan pengalaman belajar di kelas. Dengan demikian maka di LPTK
perlu dilakukan pembelajaran aktif, dosen tidak lagi menjadi sumber informasi
utama dalam pembelajaran, tetapi lebih sebagai fasilitator. Dosen lebih banyak
memberi kesempatan mahasiswa untuk mengembangkan dirinya dengan
memberikan kesempatan merancang dan mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan yang sesuai dengan matakuliah yang diampu.
Dalam mempelajari anatomi tumbuhan sebenarnya telah dilakukan proses
pembelajaran yang sesuai seperti yang dikehendaki oleh pengembang kurikulum,
yaitu ada perkuliahan dan praktikum, serta representasi gambar 2D. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya kurang optimal, karena pembelajarannya lebih ditujukan
untuk memahami konsep anatomi tumbuhan saja, dan kurang mengembangkan
aspek ketrampilan lainnya, seperti ketrampilan merancang, dan membuat model
3D. Selama ini dalam mempelajari anatomi tumbuhan juga kurang ditekankan
pada kemampuan visuospasial atau disebut pula dengan kemampuan tilikan ruang,
Model
50 kemampuan visuopasial untuk lebih memudahkan merepresentasikan
imajinasinya dalam bentuk 3D. Untuk meningkatkan pemahaman struktur
jaringan tumbuhan yang terdiri atas bermacam sel dan jaringan, maka dibuatlah
program pembelajaran yang melibatkan kegiatan representasi visuospasial, yaitu
model wimba, agar mahasiswa lebih detail mengamati setiap struktur sel dan
jaringan serta mengimajinasikannya dalam bentuk 3D.
Menurut Ramadas (2009) belajar melalui visual dan spasial (tilikan
ruang)dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
sains.Joneset al. (2010) menyatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan
visuospasial dengan kemampuan berpikir logis. Dengan demikian belajar anatomi
tumbuhan melalui kemampuan visuospasial selain meningkatkan kemampuan
penguasaan materi anatomi tumbuhan, juga mampu pula membantu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran sains dan dapat
meningkatkan kemampuan penalaran.
Dalam mempelajari anatomi tumbuhan dengan model wimba ini tentu
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tujuan pembelajaran
untuk meningkatkan berbagai aspek seperti pemahaman struktur jaringan
tumbuhan, meningkatkan ketrampilan kerja laboratorium, meningkatkan
representasi 3D, meningkatkan ketrampilan menggambar dan meningkatkan
penalaran dan penguasaan konsep dapat tercapai. Dengan demikian maka akan
diperoleh guru biologi yang berkualitas, yaitu guru yang menguasai konsep,
51 B. Disain &Metoda Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah R and D (Research and
Development)yang diadaptasi dari model Dick & Carey, 2001 (Gall et al., 2003).
Disain penelitian ini terdiri atas empattahap yaitu : 1) Tahap persiapan 2)Tahap
rancangan dan pengembangan. 3)Tahap uji coba dan perbaikan 4)Tahap
implementasi program.
Karakteristik penelitian ini bersifat spesifik dan kontekstual, masalah
yang akan diselesaikan melalui pengembangan model dan perangkat pembelajaran
merupakan masalah yang spesifik dan nyata yang dihadapi oleh dosen pengampu
mata kuliah. Penyebab terjadinya masalah adalah kurang sarana pembelajaran dan
kejenuhan dengan rutinitas kegiatan pembelajarandari waktu ke waktu.
Waktu pelaksanaan program berlangsung selama 12 bulan, mulai dari
persiapan, pelaksanaan program penelitian, evaluasi dan pengembangan model,
hingga pelaporan.
1. Persiapan (Studi Pendahuluan)
Studi pendahuluan dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.
Studi pustaka dimulai dengan kajian literatur berupa kajian terhadap materi
subyek anatomi tumbuhan dan pedagogi, khususnya tentang penelitian terdahulu
terkait pembelajaran anatomi tumbuhan.
Studi lapangan dilakukan dengan mengamati pelaksanaan pembelajaran
anatomi tumbuhan, tentang bagaimana kondisi mahasiswa, dosen, studi dokumen
kurikulum dan sarana yang mendukung proses belajar di universitas. Pengambilan
52 mahasiswa pendidikan biologi tentang penguasaan konsep anatomi tumbuhan dan
kemampuan melakukan pengamatan mikroskopis. Setelah itu dilakukan
identifikasi kesulitan- kesulitan yang dialami mahasiswa dilapangan.
Studi literatur menunjukkan bahwa pemahaman struktur sel dalam bentuk
3D memudahkan mahasiswa untuk memahami struktur jaringan, misalnya bentuk
3D sklerenkim adalah silinder, ujung runcing seperti serabut dan memiliki
penebalan dinding, serta posisi sklerenkim dalam jaringan tidak sejajar tapi saling
tumpang tindih, memudahkan mahasiswa untuk memahami fungsi sklerenkim.
Untuk meningkatkan pemahaman struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dapat
dilakukan dengan mengoptimalkan kemampuan visuospasial.Selain itu dipelajari
pula literatur tentang imajinasi, pengembangan visuospatial pada materi anatomi
tumbuhan dan literatur yang membahas tentang pengembangan kemampuan
representasi mikroskopis dan visuospatial.
2. Tahap Perancangan dan Pengembangan
a. Merancang Strategi Perkuliahan
Strategi perkuliahan untuk matakuliah anatomi tumbuhan, terbagi atas 2
kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan perkuliahan dan kegiatan praktikum.
Strategi perkuliahan dibuat berdasarkanhasil studi lapangan yang dilakukan
terhadap mahasiswa, dosen, materi, sarana dan kurikulum. Materi perkuliahan
umumnya diketahui mahasiswa sebagai hafalan saja, tidak dipahami dengan baik.
Mereka umumnya hanya memahami bentuk 2D nya saja, tidak peduli dengan
bentuk sel dalam 3D, sehingga perlu ditekankan belajar struktur jaringan dalam
53 tumbuhan, dengan bentuk yang khusus dan fungsi yang khusus pula, maka
strategi perkuliahan anatomi tumbuhan diarahkan pada pengembangan struktur
3D sel dan jaringan tumbuhan.
1) Kegiatan Perkuliahan
Kegiatan perkuliahan mengembangkan dua kemampuan yaitu penguasaan
konsep dan representasi visuospasial. Penguasaan konsep dilakukan dengan
membuat peta konsep. Peta konsep merupakandiagramhirarkidua dimensiyang
mencerminkanbagaimana pengetahuandisusun. Peta konsepsering
digunakanuntuk membantudalam klarifikasi, konsolidasi, dan
penguatanpengetahuan(Allen, 2003).Diharapkan pembuatan peta konsep
meningkatkan pengusaan konsep sel dan jaringan tumbuhan.
Rancangan model perkuliahan yang dibuat adalah rancangan model
wimba pada jaringan tumbuhan. Model wimba adalah model pembelajaran yang
merupakan gabungan dari model yang dikembangkan Primadi (2009) dan model
dari Lazear (2004). Menurut Primadi (2009) gambar adalah sesuatu yang tampak
pada suatu bidang yang relatif datar berupa sketsa, gambar, lukisan, foto, karya
grafis, relief, layar lebar (cine), layar kaca (tv), layar monitor (komputer) dan
sebagainya. Gambar yang dimaksud disini adalah gambar representatif yaitu
gambar yang mewakili obyek aslinya hingga dapat dikenali. Bahasa kata dan tata
bahasa padanannya dalam bahasa rupa adalah imaji dan tata ungkapan.Oleh
karena imaji mencakup makna yang luas maka dipilih istilah wimba untuk imaji
dalam bahasa rupa.Wimba terdiri atas isi wimba dan cara wimba. Isi wimba
54 Gambar 3.2 : Rancangan program penelitian
Studi pendahuluan
merancang strategi perkuliahan
1. Studi literatur 2. Studi lapangan (mahasiswa, dosen, sarana, kurikulum)
teori praktikum
Merancang/perbaikan instrumen
Studi pendahuluan
Perancangan dan
pengembangan program
2. rancangan perkuliahan (teori dan praktikum) model wimba tipe IK, IG, DP dan DG Uji coba
perbaikan
Evaluasi Uji coba/validasi
Implementasi Pre test& Model wimba tipe IK, IG dan DG TOLT
Post test & TOLT
Kesimpulan lolos ujicoba
Analisis Validasi expert
judgment
1. rancangan perkuliahan (teori dan praktikum) model wimba tipe DG
55 Cara menyusun isi wimba dan cara wimba agar gambar tunggal dapat bercerita
disebut Tata Ungkapan Dalam (TUD). Cara menyusun isi wimba dan cara wimba
dalam bentuk 3D struktur jaringan tumbuhan diadopsi dari model yang
dikembangkan oleh Lazear (2004).
Mengembangkan bentuk 3D melalui observasi mikroskpis perlu
melibatkan kemampuan visuospasial. Kemampuan visuospasial adalah proses
belajar (proses kreativitas) dan proses berpikir yang melibatkan imajinasi 3D.
Pengembangan imajinasi 3D struktur jaringan tumbuhan dilaksanakan melalui
tiga tahapan yang dikembangkan oleh Lazear (2004). Langkah pertama,tahap
pengetahuan dasar, menyajikan gambar-gambar struktur jaringan tumbuhan 2D,
untuk diamati oleh mahasiswa.
Gambar 3.3 Langkah- langkah kegiatan perkuliahan model wimba, warna abu-abu menunjukkan adanya aktivitas visuospasial dan gambar
Langkah kedua, tahap analisis informasi dan processing, menggunakan dimensi
yang lebih dalam, perspektif, dan warna tekstur yang bervariasi mewakili apa
yang dilihat dan langkah ketiga, tahap ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan membuat peta konsep
diskusi peta konsep
pengantar teori
pengamatan gambar
mengkonstruksi gambar 2D menjadi gambar 3D
56 penalaran, mengkreasikan impressionistic (kesan) dan menyatakannya dalam
kerja seni yang menginterpretasikan sesuatu yang ditemukan, dalam hal ini dapat
membangun imajinasi dari representasi mikroskopis 2D dan menangkap
keseluruhan secara utuh menjadi model mental 3D dan mengkreasikannya dalam
bentuk gambar 3D dan produk atau karya 3D (representasi visual-spasial).
Dalam mempelajari jaringan tumbuhan, sel-sel pada jaringan tumbuhan
merupakan wimba, karena sel- sel pada jaringan tumbuhan mempunyai ciridan
bentuk, sedangkan ciri dan bentuk tersebut menggambarkan fungsi sel atau
jaringan dalam tumbuhan. Batang misalnya terdiri atas bermacam- macam
jaringan tumbuhan yang terdiri atas sel- sel yang memiliki ciri, bentuk dan fungsi
yang berbeda. Dengan menggunakan model wimba ini diharapkan mahasiswa
akan lebih detail lagi dalam mengamati ciri-ciri, bentuk dan fungsi sel pada
jaringan tumbuhan, sehingga dapat mengembangkan imajinasinya dalam bentuk
3D.
2) Kegiatan Praktikum
Rancangan kegiatan praktikum dilaksanakan dengan model wimba,
melibatkan kemampuan visuospasial seperti yang dikembangkan oleh Lazear
(2004). Melalui pendekatan ini diharapkan mahasiswa dapat merepresentasikan
57 Gambar 3.4 Langkah- langkah kegiatan praktikum model wimba
kemampuan internalnya (imajinasi) menjadi karya sesuai dengan keadaan
sesungguhnya. Kegiatan ini memerlukan ketrampilan membuat sayatan tipis,
membuat preparat dan kemampuan melakukan pengamatan mikroskopis,
kemudian menggambarkan secara detail apa yang dilihat, dengan memperhatikan
bentuk dan ciri khusus setiap sel tumbuhan yang diamati.
Pendekatan ini dimulai dari pengamatan bentuk tumbuhan, kemudian
mahasiswa membuat sayatan melintang dan membujur, dilanjutkan dengan
pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran (100x,
400x). Hasil pengamatan mikroskopis digambar seperti apa yang dilihat, pada
lembar kerja mahasiswa (LKM), gambar tersebut berupa gambar 2D, kemudian
melalui analisis dan imajinasi mahasiswa mengkonstruksi menjadi gambar 3D.
Hasil konstruksi gambar 3D diwujudkan menjadi bentuk 3D-claymenggunakan mengamati bentuk tumbuhan yang akan disayat
membuat sayatan melintang dan membujur
pengamatan mikroskopis
membuat gambar 2D
58 clay (Gambar 3.4). Setelah berbagai bentuk jaringan diketahui bentuk 3D nya,
maka mahasiswa menyusun gambar maupun 3D-clay yang merupakan potongan
batang yang disusun oleh beberapa jaringan tumbuhan ini merupakan tata
ungkapan dalam pada bahasa rupa.
b. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dibuat untuk melengkapi kegiatan pembelajaran dan
untuk mengevaluasi kegiatan proses pembelajaran baik untuk kegiatan
perkuliahan dan kegiatan praktikum. Adapun instrumen yang dibutuhkan adalah
bahan ajar, lembar kerja mahasiswa untuk perkuliahan dan praktikum, soal untuk
menguji hasil belajar, lembar penilaian, lembar observasi lembar kuesioner dan
rambu- rambu wawancara.
Sebelum digunakan, instrumen terlebih dahulu divalidasi berdasarkan
pandangan ahli (expert judgment). Adapun jenis instrumen yang divalidasi
adalah Silabus, SAP, bahan ajar, lembar kerja mahasiswa, lembar observasi, soal
tes dan lembar penilaian. (Para ahli yang dimaksud adalah Tabrani, Iriawati dan
Sri Anggraeni). Adapun perbaikan instrumen dilakukan sesuai dengan arahan
para ahlidapat dilihat pada Tabel 3.1.
Validasi lapangan dilakukan terhadap hasil rancangan yang telah
divalidasi berdasarkan pandangan para ahli, melalui uji coba pada lingkungan
yang sesungguhnya. Pada pelaksanaan uji coba semua aspek baik proses maupun
hasil pembelajaran diamati dan dianalisis sesuai indikator pada instrumen yang
telah disiapkan. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan
59 Tabel 3.1 Perbaikan instrumen hasil validasi para ahli (expert judgment)
No Jenis instrumen
Perbaikan
1 Silabus Memperbaiki alokasi waktu yang kurang tepat dengan materi yang cukup padat.
2 SAP : Memperbaiki beberapa materi dan melengkapi gambar agar dapat merangsang mahasiswa untuk bisa membuat gambar 3D.
Mengatur waktu agar sesuai dengan muatan dan jumlah materi yang disajikan. 3 Bahan ajar Memperbaiki beberapa materi dan gambar agar lebih jelas dan fokus.
Menambahkan gambar tumbuhan yang utuh untuk merangsang proses imajinasi mahasiswa tentang struktur tumbuhan dalam 3D.
4 Peta konsep Memperbaiki peta konsep masih terdapat penempatan konsep dan penggunaan kata penghubung kurang tepat.
4 Lembar kerja mahasiswa
Memperbaiki langkah- langkah dalam interpretasi 3D, sebaiknya dilakukan setelah mahasiswa memahami struktur 2D dari sel jaringan yang ditugaskan, demikian pula contoh tumbuhan yang diberikan tepat /sesuai untuk
menunjukkan jaringan yang ditugaskan.
Model wimba ditegaskan pada cara menggambar detail pada gambar struktur sel 2D, dan 3D. kemudian menggabungkannya dalam jaringan.
4 Lembar observasi
Menanbahkan arahan untuk mengkonstruksi struktur 3D dari suatu jaringan, misalnya penjelasan tentang apa arti struktur 3D sehingga struktur tersebut dapat menggambarkan fungsi jaringan secara lebih jelas bukan hanya sekedar struktur.
Memperbaiki lembar observasi agar lebih banyak ditujukan untuk kinerja mahasiswa yang mengarah pada pembuatan / konstruksi struktur 3 D yang di inginkan.
5 Soal memperbaiki beberapa susunan kalimat soal agar lebih mudah dipahami dan memperbaiki soal yang masih kurang sesuai dengan indikator.
6 Lembar penilaian
Sudah baik.
3. Uji Coba Penelitian
a. Uji Coba Terbatas
Uji coba penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu uji coba
terbatas dan uji coba luas. Uji coba dilaksanakan terhadap mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Siliwangi di Tasikmalaya. Umumnya
mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi berasal dari
SMA Negeri, SMA Swasta, MAN Aliyah dan SMK dari daerah sekitar
Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Banjar, Majenang, Majenang, Kuningan, Cirebon,
60 Uji coba terbatas dilakukan terhadap lima orang mahasiswa semester VII
(2010/2011) untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam pelaksanaan proses
pembelajaran model wimba.Pembelajaran pada uji coba terbatas dilaksanakan
dengan pendekatan deduktif, yaitu pembelajaran diawali kuliah teori diakhiri
dengan praktikum. Pada praktikum, mahasiswa membuat gambar 2D dan 3D
terlebih dahulu setelah pengamatan mikroskopis kemudian membuat 3D-Claydi
luar jam praktikum.
b. Uji Coba Luas
Uji coba luas dilaksanakan terhadap 68 orang (2 kelas) mahasiswa semester
VI (2010/2011), setelah dilakukan perbaikan strategi pembelajaran dan
instrumennya. Uji coba luas ini untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam
pembelajaran model wimba pada jumlah mahasiswa lebih banyak. Kemudian
dilakukan analisis dan perbaikan pada strategi pembelajaran dan instrumennya
sehingga dihasilkan produk model wimba untuk pembelajaran sistem jaringan
tumbuhan.Strategi perkuliahan dilaksanakan dengan menggunakan
pendekataninduktif dan deduktif serta model yang digunakan adalah dengan
model wimba. Pada pelaksanaannya mahasiswa dibagi dalam 4 kelompok
perlakuan yaitu :
1) Deduktif-Gambar (DG), pendekatan deduktif, dengan alur kegiatan
pembelajarannya adalah teori, membuat hipotesis, observasi di laboratorium,
membuat gambar 2D setelah pengamatan mikroskopis, analisis untuk
61 2) Deduktif-Clay (DC), pendekatan deduktif, dengan alur kegiatan
pembelajaran dimulai dengan perkuliahan teori, membuat hipotesis,
observasi di laboratorium, membuat 3D-Claysetelah pengamatan mikroskpis,
kemudian membuat gambar 2D, dan gambar 3D.
Induktif Deduktif
IC IG DC DG
Gambar 3.5: Diagram empat macam perlakuan dalam penelitian, Induktif-Clay
(IC), Induktif Gambar (IG), Deduktif-Clay (DC), Deduktif Gambar (DG)
3) Induktif-Gambar (IG), pendekatan induktif, dengan alur kegiatan
pembelajarannya adalah observasi di laboratorium, menggambar 2D,
62 4) Induktif-Clay (IC), pendekatan induktif, dengan alur kegiatan
pembelajarannya adalah observasi di laboratorium diikuti dengan membuat
bentuk 3D-clay setelah pengamatan mikroskopis, kemudian menggambar
2D, 3D diakhiri dengan kuliah teori.
Yang dimaksud dengan 3D-clayadalah membuat sel dan jaringan tumbuhan
dalam bentuk 3D menggunakan play doh.
4. Implementasi Penelitian
Penelitian model wimba dilaksanakan dengan metode kuasi eksperimen
atau eksperimen semu.Sampel yang digunakan adalah sampel yang telah ada di
kelas. Perlakuan penelitian di kelas diberikan dengan pendekatan induktif dan
deduktif.
Induktif Deduktif
IC IG DG
Gambar 3.6 : Diagram tiga macam perlakuan dalam penelitian ( IC : Induktif-Clay, IG : Induktif Gambar, DG : Deduktif Gambar) Praktikum :
Pengamatan Mikroskopis (mengenali pola dan bentuk)
Membuat 3D-clay
Membuat gambar 2D dan 3D
63 Pendekatan induktif dilakukan dua macam perlakuan, perlakuan pertama dimulai
dengan praktikum, mahasiswa membuat 3D-clay setelah pengamatan
mikroskopis kemudian menggambar 2D dan 3D perlakuan kelompok ini disebut
Induktif-Clay (IC). Perlakuan kedua,dimulai dengan praktikum, setelah
pengamatan mikroskopis mahasiswa diminta untuk menggambar 2D dan 3D
kemudian membuat 3D-clay, disebut Induktif-Gambar (IG). Pada pendekatan
deduktif, kegiatan dimulai dengan perkuliahan, kemudian praktikum dengan
membuat gambar-3D terlebih dahulu. Hal ini dijelaskan dalam bentuk diagram
pada Gambar 3.6.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas
Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat.
b. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada tahap implementasi adalah mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi, semester 4 tahun 2011.
Sebanyak 108 mahasiswa, yang terbagi dalam 3 kelas perlakuan, yaitu Induktif –
Clay(IC), Induktif-Gambar (IG) dan Deduktif-Gambar (DG).
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data hasil penelitian dilakukan sebelum
pembelajaran (pretes) berupa tes pengusaan konsep dan TOLT, kemudian
mahasiswa mengumpulkan tugas peta konsep. Pada akhir pembelajarandilakukan
64 dan LKM serta produk 3D baik berupa gambar maupun bentuk 3D-clay. Selama
proses pembelajaran, observasi terhadap dosen dan mahasiswa juga dilaksanakan
oleh observer, hasilnya dikumpulkan setelah selesai pembelajaran. Penilaian
dilakukan terhadap kemampuan representasi mikroskopis berupa gambar-2D,
representasi visuospatial berupa gambar-3D dan 3D-claysertaketrampilan
menggunakan mikroskop, membuat preparat dan kemampuan menemukan objek
selama proses praktikum.
1) Tes Penguasaan Konsep
Perangkat tes yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes objektif
berupapilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Tes berbentuk objektif
agarsemua konsep yang terdapat dalam materi perkuliahan dapat terwakili. Tes
dikembangkan bertujuan untuk menjaring kemampuanmahasiswa dalam
memahami konsep-konsep sistem jaringan tumbuhan, yaitu jaringan dasar dan
jaringan epidermis. Selama masa perkuliahan tes dilakukan dua kali, yaitu pretes
dan postes. Pretes bertujuan untuk menjaring data pengetahuan awal mahasiswa,
sedangkan postes untuk menjaring pengetahuan mahasiswa setelah implementasi
model wimba.
Penyusunan perangkat tes penguasaan konsep berdasarkan kisi-kisi
yangtelah ditetapkan. Jumlah item tes yang dikembangkan adalah 35item untuk
tes pemahaman jaringan tumbuhan, khususnya jaringan dasar dan jaringan
epidermis. Perangkat tes yang telah dibuatselanjutnya diujicoba, dengan
65 Analisis item tes meliputi indeks kesukaran, dayapembeda, validitas, dan
reliabilitas tes.
Tabel 3.2: Teknik pengumpulan data hasil penelitian
66 a) Indeks Kesukaran
Uji indeks kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah item tes
tergolong sukar,sedang, atau mudah. Item tes yang baik adalah tidak terlalu sukar
atau tidak terlalu mudah.Item tes yang terlalu mudah tidak merangsang
mahasiswa untuk mempertinggi usahamemecahkannya. Sebaliknya item tes yang
terlalu sukar akan menyebabkan mahasiswamenjadi putus asa karena di luar
jangkauannya. Untuk keperluan perhitungan indekskesukaran item tes digunakan
rumus berikut:
P = B
dengan “P” adalah indeks kesukaran, “B” adalah banyaknya mahasiswa yang
menjawabitem tes dengan benar, dan “JS” adalah jumlah seluruh mahasiswa
peserta tes (Arikunto,2006). Indeks kesukaran item tes dikelompokkan sebagai
berikut (Tabel 3.3).
Tabel 3.3 : Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran (P)
Klasifikasi Nomor item Jumlah item tes
Persentase (%) 0,00-0,30 sukar 7, 9, 11, 13, 16, 17, 20, 24,
26, 35
10 28,5
0,31 – 0,70 Sedang 1,2,3,4,5,6,8,10, 12, 14,15,18,19,21,22,23,25,
27,30,31,32
21 60
0,71 – 1,00 Mudah 28,29, 33,34 4 11,5
(Arikunto, 2006)
67 Daya pembeda item tes merupakan kemampuan item tes untuk membedakan
antaramahasiswa berkemampuan tinggi dengan mahasiswa yang berkemampuan
rendah. Angka ini menunjukkan besarnya daya pembeda disebut dengan Indeks
Diskriminasi (disingkatdengan “ID”) Untuk keperluan uji daya pembeda item tes
digunakan rumus berikut ,
I =BJ +BJ
ID merupakan Indeks daya pembeda, BAadalah banyaknya peserta tes kelompok
atas yangmenjawab item tes dengan benar, BBadalah banyaknya peserta tes
kelompok bawah yangmenjawab item tes dengan benar, JA merupakan jumlah
peserta tes kelompok atas, danJB adalah jumlah peserta tes kelompok bawah
(Arikunto, 2006), dengan kriteria indeksdaya beda sebagai berikut
(Tabel-3.4).Semakin tinggi ID maka semakin baik, berarti mahasiswa telah memahami
konsep tersebut, bila ID negatif berarti banyak mahasiswa yang tidak memahami
konsep yang dipelajari.
Tabel 3.4: Kriteria Indeks Daya Pembeda (ID)
ID Kualifikasi No. item Jumlah
item soal
%
0,71 – 1,00 Baik Sekali - - 0
0,41 – 0,70 Baik 2,4,10,12,15,21,22,23,25,27,2 9,30, 31,32,33
15 42,9
0,21 – 0,40 Cukup 3,5,6,13,14,18,26,34,35 9 25,6 0,00 – 0,20 Jelek 1,9,16,17,19,20,24,28 8 22,9
Negatif Kurang baik 7, 8, 11 3 8,6
68 Agar hasil evaluasi (tes) dapat dipertanggung jawabkan, maka alat
evaluasi(perangkat tes) harus valid dan reliabel. Validitas tes dilaksanakan
dengandua cara, yaitu pengujian validitas dengan pertimbangan dari tiga orang
ahli, dan validitas dengan ujicoba. Hasil ujicoba selanjutnya dihitung koefisien
korelasi antara skorsetiap item tes dengan jumlah skor seluruh item tes.
Perhitungan koefisien korelasidigunakan rumus korelasi product moment
pearsonsebagai berikut:
= N∑XY − ∑X ∑Y
N∑X − ∑X N ∑Y − ∑Y
Hasil pengelompokan perhitungan koefisien korelasi validasi butir soal
berdasarkan kriteriakoefisien korelasi Arikunto(2007) disajikan pada Tabel-3.5.
Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahuitingkat
ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes.Suatu tes dikatakan
reliabel jika tes mampu mengetes dengan hasil yang ajeg(consistency).
Tabel 3.5 : Koefisien Korelasi Validitas Butir Soal
Koefisien Validitas
Kualifikasi No. item Jumlah item soal
0.41-0.60 Sedang 10,15, 21,22,23, 29, 31, 32, 33,34
10 28,6
0.61-0.80 Tinggi - - -
0.81-1 Sangat tinggi - - -
Ini berarti tes yang reliabel jika digunakan untuk mengetes berkali-kali
69 mengetahuikoefisien reliabilitas tes soal bentuk pilihan ganda digunakan rumus product moment seperti berikut ini :
r = n − 1 1 −n M n − M
nS# $
Keterangan :
r = realibilitas tes secara keseluruhan
n = banyaknya item
M = mean, rata- rata skor total
S# = standard deviasi tes
Perhitungan realibilitas menunjukkan koefisien realibilitas tes secara keseluruhan,
yaitu 0.67 dengan kategori tinggi.
2) Lembar Penilaian Peta Konsep
Peta
konsepmerupakandiagramhirarkiduadimensiyangmencerminkanbagaimanapenget
ahuandiatur. Peta konsepseringdigunakanuntukmengevaluasisains
danmatematika. Umumnyapeta konsep diterimasebagaiinstrumen evaluasiyang
layakuntuk penelitian,petakonsepjugadapatdigunakansebagaiinstrumen penilaian
pra-pembelajaran danpascapembelajaran,untukmembantudalamkonsolidasi,
klarifikasi, danpenguatanpengetahuan(Allen, 2003)
Hirarkipetakonsep, bermula dari konsepyang palingumumsebagai konsep
super ordinat (atau di bagian atas) danmemilikicabang-cabang yangpanjang ke
luar menuju konsepyang palingspesifik. Oleh karenastrukturhirarkis,
petakonsepdapat mengungkapkanpemahamansiswamengenai
hubunganantarakonsepdanmemberikanalternatifalatujitradisional. Selain itu,
70 l. Kriteria skoring peta konsep (Novak dan Gowin, 1984) melibatkan sejumlah
komponen peta konsep sebagai berikut,
a) Proposisi : dua konsep atau lebih yang dihubungkan dengan kata kerja yang
membentuk pengertian yag bermakna, bila valid skor =1
b) Hirarki : mula-mula konsep umum membentuk cabang menuju konsep yang
lebih spesifik, setiap sub ordinat menunjukkan konsep yang lebih spesifik.
Skor untuk tiap level = 5
c) Ikatan silang (cross link) : bila peta menunjukkam hubungan silang antara
satu segmen dengan segmen yang lain, skor = 10
d) Contoh : pemberian contoh bila valid diberikan skor = 1
Untuk keperluan tersebut, maka dibuat empatpeta konsep yang dijadikansebagai
peta konsep standar, untuk digunakan sebagai rujukan atau pembanding
terhadappeta konsep yang dikembangkan oleh mahasiswa. Adapun keempat peta
konsep standarbeserta pensekorannya disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel. 3.6 : Skor peta konsep jaringan dasar dan epidermis rujukan
No. Jenis jaringan
Skor
proposisi herarki Hub silang Contoh Total 1 Jaringan dasar :
Penalaran logis diukur dengan Test of Logical Thinking(TOLT) yang
71 tertulis bentuk pilihan berganda 4 option dengan alasan, yang terdiri atas lima
macam penalaran, yaitu proporsional, probabilitas, kontrol variabel, korelasional
dan kombinasi.
Hasil TOLT (Test of Logical Thinking)mahasiswa dibagi menjadi tiga
kategori tahap perkembangan intelektual berdasar skor TOLT yang diperoleh
mahasiswa, yaitu tahap perkembangan operasional konkret (skor : 0-1), tahap
perkembangan transisional (skor : 2-3) dan tahap perkembangan operasional
formal (skor : 4-10).
3) Kemampuan Representasi Mikroskopis (Gambar-2D)dan Representasi Visuospasial (Gambar-3D)
Lembar penilaian gambar-2D dan gambar-3D diadaptasi dari
Starko(2005), Lazear (2004) dan Tabrani (2009), sebagai berikut :
a) Gambar-2D yaitu menggambar hasil pengamatan mikroskopis jaringan
tumbuhan yang merupakan hasil representasi mikroskopis dengan
menggambarkan apa yang dilihat, menirukannya dalam bentuk gambar.
Gambar tersebut merupakan hasil analisis bentuk, ciri khusus, pola sel atau
jaringan tumbuhan yang diamati. Lembar penilaian gambar-2D berisi bentuk
keseluruhan objek yang harus digambar, bentuk rinci sel (menunjukkan
ciri-ciri khusus sel), ukuran (proporsional), menunjukkan diferensiasi,
memperhatikan letak sel dan keterangan gambar.
b) Gambar-3D merupakan hasil konstruksi dari pengamatan 2D menjadi 3D.
Lembar penilaian gambar-3D meliputi bentuk keseluruhan objek dalam