• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Penting Moritari

Dalam dokumen T2 752015011 BAB III (Halaman 27-33)

Sebelum memaparkan nilai-nilai penting moritari, penulis akan mengemukakan pemahaman para narasumber tentang moritari. Menurut Th. Lewaney, moritari adalah sebuah falsafah hidup warisan para leluhur dan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi hidup masyarakat Wotay.50 Narasumber lainnya, O. Karesina mempertegas pernyataan dari narasumber pertama dengan menyatakan bahwa moritari adalah tatanan hidup dan kepribadian masyarakat Wotay yang harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku masyarakat Wotay dimanapun berada. Perilaku tersebut tergambar melalui sikap hidup yang ramah, rendah hati, saling tolong-menolong, dan saling menjaga persekutuan.51

Pernyataan para narasumber di atas memperlihatkan masih kentalnya pemahaman mereka tentang moritari sebagai falsafah masyarakat Wotay yang termanifestasi dalam pergaulan sehari-hari. Falsafah hidup tersebut merupakan warisan para leluhur yang membentuk identitas serta eksistensi diri setiap generasi masyarakat Wotay. Adapun muatan

49

Berdasarkan hasil wawancara dengan A. Liptiay, mantan Ketua Organisasi Kepemudaan Jemaat GPM Wotay, pada Rabu, 20 April 2016.

50

Berdasarkan hasil wawancara dengan Th. Lewaney, Tokoh Adat Negeri Wotay, pada Sabtu, 9 April, 2016.

51

Berdasarkan hasil wawancara dengan O. Karesina, Kepala Soa/ ataru ah Fotayte ’ a, pada Jumat, 15 April 2016.

63 utama moritari adalah hidup persekutuaan yang menghimpun dan menghidupkan masyarakat setempat.

Sebagai sebuah falsafah hidup, moritari memiliki banyak manfaat. Menurut Th.Lewaney, moritari berfungsi mengatur ketertiban hidup masyarakat Wotay. Hal ini nyata dari keberadaan mutu yang di dalamnya mengatur sistem perkawinan masyarakat setempat. Melalui mutu masyarakat Wotay mengenal batasan-batasan dalam memilih pasangan untuk menikah, sebab mutu mengatur masyarakat untuk tidak menikah dengan sesama anggota

mutu yang dianggap saudara sekandung. Selain fungsi tersebut, moritari juga berperan dalam

penyelesaian konflik. Menurut penuturan narasumber di atas, pada zaman dulu perselisihan atau perkelahian masyarakat Wotay selalu diselesaikan secara kekeluargaan tanpa melibatkan pihak penegak hukum. Moritari juga memainkan fungsi menghimpun kerjasama antar anggota masyarakat. Jika ada anggota masyarakat yang melangsungkan hajatan, membangun rumah atau membuka lahan pertanian barumaka para kerabat dan anggota masyarakat sekitar akan siap membantu tanpa diminta.52

Narasumber lainnya, O. Karesina mengemukakan bahwa fungsi moritari sebagai budaya persekutuan terwujud dari adanya perhimpuan-perhimpunan masyarakat Wotay di berbagai jenjang usia pada berbagai lokasi. Misalnya, guna memupuk ikatan kekeluargaan antar sesama kaum muda, dibentuklah persekutuan pemuda yang dinamai LIRANI (Limasea

Rara Nila) yaitu persekutuan pemuda dan pemudi asal Pulau Nila yang mana masyarakat

Wotay terintegrasi di dalamnya. Selain itu dibentuk persekutuan pelajar Reisyara (P2R) yaitu persekutuan pelajar asal Wotay baik yang bermukim di Desa Wotay maupun yang merantau di Kota Ambon. Moritari juga sangat memainkan perannya sebagai media tolong-menolong. Narasumber di atas menuturkan” moritari biking orang Wotay par saling baku bantu, satu par samua, samua par satu” (moritari membuat masyarakat Wotay saling

52

64 membantu, satu untuk semua, semua untuk satu). Fungsi tolong-menolong tersebut paling menonjol saat dilangsungkannya perkawinan adat. Dalam sistem perkawinan adat masyarakat Wotay puli atau tanggungan sukarela dari para kerabat merupakan simbol solidaritas mereka. Hal ini didasari atas pemahaman bahwa sebagai satu keluarga sudah sepatutnya saling tolong-menolong untuk memenuhi keperluan-keperluan dalam acara perkawinan, sehingga beban tersebut bisa dipikul secara bersama-sama.53

Selain fungsi-fungsi di atas, moritari juga menjadi dasar kebenaran sejarah masyarakat Wotay. Menurut L. Remiasa, sebagai suatu sistem nilai dan norma hidup,

moritari memainkan perannya untuk menata kehidupan masyarakat Wotay sesuai dengan

hukum adat dan kebenaran sejarah masyarakat setempat. Setiap generasi masyarakat Wotay sebagai pemegang moritari ditandai dengan ciri khas tingkah laku yang saling menghormati, patuh kepada pemimpin dan taat kepada hukum adat serta aturan-aturan yang berlaku. Narasumber di atas juga menyatakan bahwa setiap anak Negeri Wotay yang tidak hidup menurut pola moritari (misalnya tidak melibatkan diri dalam gotong-royong, maupun pesta adat, dan syukuran-syukuran. Atau, jika seorang laki-laki menghamili seorang anak gadis di luar ikatan pernikahan), maka mereka dianggap tidak tahu adat dan akan dikenakan sanksi sosial berupa denda adat atau akan ditimpa oleh berbagai kemalangan dan kegagalan dalam usaha sehari-hari. Lebih lanjut lagi beliau menerangkan bahwa eksistensi moritari sangat bermanfaat membangun kehidupan masyarakat Wotay menjadi lebih baik dan lebih maju dalam berbagai segi.54

Pada kesempatan yang sama, penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa tokoh pendatang di Desa Wotay untuk mengetahui pemahaman mereka tentang moritari dan bagaimana mereka memandang pola hidup moritari masyarakat Wotay. Narasumber

53

Berdasarkan hasil wawancara dengan O. Karesina, Kepala Soa/ ataru ah Fotayte ’ a, pada Sabtu, 9 April 2016.

54

Berdasarkan hasil wawancara dengan L. Remiasa, mantan Raja NegeriWotay, pada Selasa, 19 April 2016

65 E.Batlajeri yang sudah sejak lama menetap di Wotay karena ikatan dinas, mengemukakan bahwa moritari adalah budaya hidup persekutuan. Menurut narasumber di atas, pola hidup

moritari masyarakat Wotay merupakan suatu ikatan yang sangat baik karena tidak

membedakan orang, sekalipun itu pendatang di Negeri Wotay. Selanjutnya narasumber menerangkan bahwa dengan adanya moritari beliau merasa telah menjadi bagian dari masyarakat asli Wotay, meskipun ia berasal dari latar belakang suku dan budaya yang berbeda dengan masyarakat setempat.55

Dari segi pendatang, pola hidup moritari sangat nyata dalam kesediaan masyarakat Wotay untuk menolong saudara-saudara mereka yang tidak memiliki sumber daya memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika memperhatikan kondisi alam Desa Wotay yang masih asri dengan ditumbuhi berbagai macam tanaman, maka salah satu bentuk kepedulian masyarakat setempat terhadap para pendatang adalah dengan berbagi dari hasil alam yang mereka miliki. Keadaan seperti ini tergambar dari pengakuan seorang ibu rumah tangga yang menyatakan bahwa kepedulian masyarakat Wotay sangat besar bagi kaum pendatang khususnya bagi mereka yang tidak memiliki tanah di Wotay. Masyarakat Wotay dengan rela hati meminjamkan lahan kosong untuk bercocok tanam maupun berbagi dari hasil alam yang mereka miliki baik itu berupa cengkih, kelapa, maupun umbi-umbian kepada masyarakat pendatang.56

Mengacu pada pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa moritari tidak hanya bermanfaat secara internal meliputi sesama anggota masyarakat asli Wotay, tetapi juga bermanfaat secara eksternal mencakup komunitas lain di luar masyarakat asli Wotay. Hal ini disebabkan karena moritari memiliki kekayaan nilai yang penting bagi eksistensi masyarakat

55

Hasil wawancara dengan E.Batlajeri, Ketua Panitia Pembangunan Fisik Jemaat GPM Wotay, sekaligus tokoh pendatang yang aktif dalam pembangunan masyarakat Wotay, pada Minggu, 24 April, 2016.

56

Berdasarkan percakapan dengan A.Mose, masyarakat pendatang korban konflik Maluku tahun 1999-2002, pada Jumat, 29 April 2016.

66 yang mencakup nilai solidaritas, nilai persatuan dan kesatuan, nilai ekonomi, dan nilai religius.

3.5.1.Nilai Solidaritas.

Nilai solidaritas membentuk kepribadian, pemahaman, dan sikap anggota masyarakat Wotay terhadap eksistensi sesamanya. Setiap anggota masyarakat dengan pekerjaan dan kepemilikannya selalu dilihat dalam bingkai totalitas masyarakat. Melalui masyarakat, individu dan kepentingannya mendapat tempat dan pemaknaan yang baik. Nilai solidaritas juga turut mewarnai dan mencirikan pola relasi yang unik dengan sesama. Artinya hubungan masyarakat Wotay dengan masyarakat pendatang selalu dilihat dalam kaitan dengan moritari. Nilai ini menjadi kekuatan untuk merekatkan, melanggengkan, memelihara, dan memupuk pola-pola relasi kemanusiaan masyarakat setempat menjadi suatu pola hubungan yang baik dan harmonis. Nilai tersebut tampak jelas melalui sikap yang ditunjukan masyarakat Wotay dalam memberi pertolongan kepada anggota masyarakat lain. Tidak hanya membantu menyelesaikan pekerjan, tetapi juga lebih dari itu, solidaritas masyarakat Wotay nampak dalam kesediaan dan kerendahan hati untuk memberi pertolongan kepada siapa saja yang memerlukan.

3.5.2.Nilai Persatuan dan Kesatuan.

Nilai persatuan dan kesatuan merupakan hakikat utama yang menyatukan masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Wotay. Diletakkannya dasar bagi kebersatuan hidup telah dimulai sejak zaman leluhur masyarakat Wotay ketika masih menjadi komunitas kecil dan terbatas yang mendiami kampung-kampung (osi) di Pulau Nila. Aspek persatuan dan kesatuan dipandang sebagai hal utama dalam membangun hidup, terutama dalam upaya membebaskan diri dari berbagai keterbelakangan akibat realitas hidup yang terisolasi. Nilai

67 ini memberi peluang yang sangat besar bagi upaya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat Wotay yang saat ini berbaur dengan masyarakat lain guna menata kehidupan bersama secara lebih baik.

3.5.3.Nilai Ekonomi.

Praktik moritari memperlihatkan bahwa dari segi ekonomi terdapat peluang dan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk membangun kehidupan bersama melalui sistem kerjasama kelompok. Pola kerjasama tersebut secara tidak langsung berpengaruh positif bagi sistem pengorganisasian pekerjaan di dalam masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan seperti yang diharapakan dapat berjalan lancar. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, praktik moritari tidak hanya terlihat pada saat berlangsungnya acara-acara adat (perkawinan, pelantikan raja negeri, dan lain-lain), tetapi juga ditemukan dalam bentuk saling membantu menyelesaikan pekerjaan ataupun meminimalisir pekerjaan individu. Sistem kerjasama yang diperlihatkan oleh komunitas masyarakat Wotay dalam pola hidup moritari dapat menjadi unsur penggerak sehingga kemungkinan kesuksesan dalam sebuah pekerjaan semakin besar.

3.5.4.Nilai Religius

Nilai Religius moritari terlihat jelas dalam realitas hidup masyarakat setempat di

lakpona. Sebagai tempat pertemuan, wadah lakpona selain memiliki dimensi sosial, juga

memiliki dimensi religiusnya. Dikatakan memiliki dimensi sosial sebab di dalam lakpona terjadi interaksi masyarakat berupa diskusi dan pembagian kerja demi kelangsungan hidup komunitas. Sedangkan dilihat dari dimensi religius, lakpona menjadi wadah persekutuan orang-orang Kristen untuk beribadah kepada Up’ler Lapna Manyapi.

68

Dalam dokumen T2 752015011 BAB III (Halaman 27-33)

Dokumen terkait