• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

4. Nilai pH

Nilai pH mi basah matang diukur setiap hari dengan menggunakan pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer pH 4 dan 7. Sampel mi basah matang yang akan dianalisis, ditimbang sebanyak 1 gram dan

N = C

dicampur dengan akuades sebanyak 10 ml. Campuran ini dihancurkan selama 1 menit, setelah campuran merata baru dilakukan pengukuran pH.

2.3.5. Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 10 gram sampel ditambahkan sedikit air, kemudian dihancurkan sampai menjadi bubur. Setelah itu, campuran dipanaskan sampai mendidih dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Selanjutnya, ditambahkan akuades sampai tanda tera. Kemudian diambil 25 ml larutan dan ditambahkan indikator fenolftalein 3 tetes. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0.01 N sampai terbentuk warna merah muda yang merupakan titik akhir titrasi.

2.3.6. Warna (Pomeranz, et al., 1978)

Intensitas warna diukur dengan menggunakan kromameter CR-200 merek “Minolta”. Pada kromameter ini digunakan sistem warna L, a, b. L menunjukkan kecerahan, a dan b adalah koordinat-koordinat kromatis dimana a untuk warna hijau (a negative) ke merah (a positif) dan b untuk biru (b negative) sampai kuning (b positif). Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkay kecerahan warnanya. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

o

Hue = tan-1 b/a

Sebelum dilakukan pengukuran terhadap mi basah matang, kromameter CR-200 dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan Calibration Plate dengan L = 47.49 ; a = 41.49 ; b = 18.36. Setelah alat dikalibrasi, mi basah matang dianalisis dengan diukur tingkat kecerahannya serta intensitas warna merah dan kuning dari masing-masing produk. Pengukuran tiap produk dilakukan sebanyak 2 kali. Data perhitungan nilai oHue dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil Perhitungan Warna 18o-54o Merah 54o-90o Merah – Kuning 90o-126 o Kuning 126o-162o Kuning –Hijau 162o-198o Hijau 198o-234o Hijau – Biru 234o-270o Biru 270o-306o Biru – Ungu 306o-342o Ungu 342o-18o Ungu – Merah 2.3.7. Tekstur

Prinsip pengukuran bahan pangan dengan textur analyzer adalah dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan pangan tersebut dapat diukur. Jenis bahan yang dianalisis berpengaruh pada jenis probe yang digunakan. Parameter tekstur yang diukur untuk sampel mi basah matang ini adalah kekeasan (hardness dan kelengketan (adhesiveness) dengan menggunakan probe P/35. satuan kekerasan dan kelengketan adalah gram force.

Langkah pertama adalah menyalakan alat textur analyzer, kemudian memasang probe yang sesuai, lalu melakukan kalibrasi ketinggian probe. Setelah itu, computer dinyalakan untuk menjalankan program textur analyzer. Kemudian kondisi pengukuran diatur. Terakhir, Texture Profile Analysis diukur dengan melakukan dua kali pemberian gaya tekan pada sampel.

2.3.8. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Pengujian organoleptik terhadap mi basah matang terdiri 2 macam, yaitu pengujian terhadap rasa dan penampakan secara umum. Uji yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik). Pengujian ini dilakukan terhadap 30 orang

panelis. Skala hedonik yang digunakan terdiri dari 7 titik dengan urutan menaik menurut tingkat kesukaan sebagai berikut :

Tabel 11. Skala Pengukuran uji hedonik

Skor Penilaian

1 Sangat tidak suka

2 Tidak suka

3 Agak tidak suka

4 Netral

5 Agak Suka

6 Suka

7 Sangat tidak suka

2.3.9. Analisis Biaya

Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui berapa banyak biaya yang diperlukan untuk mengawetkan mi basah matang per kg dengan larutan asam organik. Pengujian terhadap analisis biaya ini dilakukan pada setiap batch produksi mi basah matang di pabrik mi basah matang tempat pengambilan sampel. Analisis ini nantinya digunakan untuk mengetahui nilai jual mi basah matang setelah diberi perlakuan penambahan larutan pengawet asam organik.

2.3.10. Uji Statistik

Data hasil penelitian diolah secara statistik menggunakan program komputer statistik SPSS 11.5, untuk uji keragaman (ANOVA/ Analysis of Variance) dan Uji Duncan. Uji-uji ini digunakan untuk menarik kesimpulan, pengaruh perlakuan terhadap parameter mutu mi basah matang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel mi basah matang yang digunakan dalam penelitian ini tidak diproduksi sendiri di laboratorium pengolahan pangan IPB, melainkan diperoleh dari industri mi basah matang X yang berada di kawasan Bogor. Hal ini dilakukan karena ingin mendapatkan sampel mi basah matang yang sama dengan mi basah matang yang diperjual-belikan di pasar dan yang sering dikonsumsi masyarakat. Mi basah matang yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan mi basah matang pasar, baik dalam hal mutu bahan baku penyusunnya, kondisi fisik dan penampakannya, maupun kondisi mikrobiologinya yang sangat ditentukan oleh aspek sanitasi selama proses pembuatan mi basah matang. Kondisi mikrobioligi mi basah matang yang dihasilkan sangat berbeda ketika memproduksi mi basah matang di laboratorium pengolahan pangan dengan mi basah matang yang diproduksi di pabrik. Hal ini sangat mempengaruhi data mikrobiologi yang dihasilkan pada penelitian ini, sehingga pada penelitian ini digunakan mi basah matang yang dihasilkan di pabrik.

Mi basah matang yang digunakan dibuat dengan pemesanan secara khusus pada pihak pabrik dengan komposisi formula standar mi basah matang tanpa pencelupan bahan pengawet apapun. Formulasi mi basah matang standar (Bogasari, 2005) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan diagram alir pembuatan mi basah matang dapat dilihat pada Lampiran 2. Sampel yang diambil dari produsen mi basah matang tersebut kemudian dibawa menuju tempat penelitian dengan menggunakan box plastik yang tertutup rapat dengan terlebih dahulu dibungkus dengan kantung plastik. Hal ini dilakukan agar tidak ada mikroba yang mengkontaminasi mi basah matang selama perjalanan, sehingga kondisi mikrobiologi mi basah matang diharapkan tidak berubah pada saat pertama kali diproduksi.

Pada penelitian ini larutan asam organik ditambahkan ke dalam mi basah matang dengan metode pencelupan (coating), untuk melihat keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga umur simpan mi basah matang mampu dipertahankan minimal dua hari tanpa perubahan sensori secara nyata. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah, (1) mi basah matang yang telah disiapkan, ditimbang sebanyak ± 30 gram untuk masing-masing pencelupan, (2) mi basah matang dicelupkan

ke dalam larutan pengawet selama ± 1 menit kemudian ditiriskan selama ± 1 menit, (3) mi basah matang dikemas ke dalam kemasan HDPE kemudian diseal untuk memastikan bahwa mi basah matang dalam kemasan tidak terkontaminasi dengan udara di lingkungan, (4) dilakukan penyimpanan terhadap mi basah matang dalam kemasan tersebut selama beberapa hari untuk mengetahui umur simpannya dan untuk dilakukan analisis sensori, pH, total asam tertitrasi, dan analisis mikrobiologi sebanyak dua kali ulangan.

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Formula larutan pengawet yang digunakan pada penelitian pendahuluan dapa dilihat pada Tabel 8. Penggunaan ketiga formula larutan pengawet asam organik memberikan pengaruh terhadap mutu mi basah matang selama waktu penyimpanan yang meliputi, yaitu :

1. Pengamatan Umur Simpan Secara Visual

Analisis umur simpan mi basah matang dilakukan dengan penentuan nilai sensori secara subyektif untuk mengetahui penerimaan mi basah matang tersebut selama masa penyimpanan. Analisis ini dilakukan oleh 5 orang panelis dengan cara mengamati dan mencatat perubahan atribut penampakan, warna, rasa, aroma, dan tekstur selama penyimpanan. Analisis ini berfungsi untuk menduga umur simpan mi basah matang secara visual yang berkaitan dengan kelayakannya secara organoleptik untuk dikonsumsi. Hasil pengamatan pendugaaan umur simpan mi basah matang pada beberapa pencelupan jenis pengawet yang ditambahkan dapat dilihat pada Gambar 1.

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sampel mi basah matang kontrol memiliki umur simpan kurang dari 2 hari, mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat pada penyimpanan hari ke-4 mutunya masih baik. Mutu sensori mi basah matang yang dapat dikatakan baik selama penyimpanan adalah mi basah matang yang memiliki penampakan halus tanpa lendir, tekstur yang kompak dan kenyal, berwarna putih

kekuningan cerah, serta memiliki rasa dan aroma khas mi basah matang segar. Sedangkan mutu sensori mi basah matang yang buruk yaitu timbul lendir di permukaan mi basah matang, tekstur lunak dan patah-patah, adanya kapang, warnanya putih kekuningan kusam serta memiliki bau dan rasa yang asam.

0 2 4 6 8 10 12

Ko ntro l A setat 5 % Laktat 10 % Campuran

A setat-Laktat Perlakuan Pengaw etan

U m u r S im p a n ( H a ri )

Gambar 1. Grafik umur simpan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik secara subyektif

Kerusakan pada mi basah matang biasanya disebabkan oleh kapang dan bakteri. Bakteri yang tumbuh pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, dan beberapa jenis Achromo bacterium yang menyebabkan mi basah matang memiliki tekstur yang berlendir, sedangkan kapang yang tumbuh pada tepung adalah Asphergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium (Christensen, 1974).

Pada mi basah matang kontrol, lendir dan kapang, bau masam, bau tengik,tekstur yang melunak, serta warna yang kusam mulai timbul pada hari ke-2 (Lampiran 3), sedangkan pada mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat selama penyimpanan 4 hari belum terlihat timbulnya tanda-tanda kerusakan.

Mi basah matang yang dicelupkan pada asam asetat 5% pada hari 1, 2, 3, dan 4 memiliki warna putih kekuningan yang cerah, teksturnya kompak, dengan rasa dan aroma asam yang menyengat (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan asam

asetat bersifat asam dan volatil. Selama penyimpanan 4 hari mutunya masih dapat dipertahankan dan mulai mengalami kerusakan setelah penyimpanan hari ke-10.

Mi basah matang yang dicelupkan pada asam laktat 10% pada hari 1, 2, 3, dan 4 memiliki warna putih kekuningan yang cerah, teksturnya kompak, dengan rasa dan aroma yang sangat asam, namun tidak menyengat (Lampiran 3). Rasa dan aroma asam mi basah matang pada pencelupan ini lebih tinggi dibandingkan mi basah matang yang dicelupkan dalam asam asetat. Hal ini dikarenakan asam laktat yang digunakan konsentrasinya lebih tinggi, selain itu juga asam laktat memiliki aroma asam yang berbeda dengan asam asetat, asam laktat memiiki aroma gurih yang khas. Selama penyimpanan 4 hari mutunya masih dapat dipertahankan dan mulai mengalami kerusakan setelah penyimpanan hari ke-8.

Mi basah matang yang dicelupkan pada campuran asam asetat dan laktat pada hari 1, 2, 3, dan 4 memiliki nilai warna dan tekstur yang baik (warnanya cerah dan teksturnya kompak). Namun rasa dan aromanya tidak dapat diterima karena mi basah matang terasa sangat asam dan aroma asam yang timbul sangat menyengat. Hal ini dikarenakan porsi asam laktat yang bersifat lebih asam dalam campuran lebih tinggi (2/3) dibandingkan dengan asam asetat (1/3) (Lampiran 3). Selama penyimpanan 4 hari mutunya masih dapat dipertahankan dan mulai mengalami kerusakan setelah penyimpanan hari ke-8.

Berdasarkan hasil pengamatan, gejala awal kerusakan pada mi basah matang ditandai dengan timbulnya bau asam dan bau tengik yang disebabkan oleh aktivitas mikrooganisme dan adanya oksidasi lemak. Kerusakan selanjutnya ditandai dengan timbulnya lendir yang menyebabkan permukaan mi basah matang menjadi lunak dam mulai timbulnya miselum kapang. Timbulnya gejala-gejala kerusakan ini menunjukkan bahwa mi basah matang tidak layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pengawet asam asetat 5% memiliki ketahanan terbaik dalam mempertahankan mutu mi basah matang dari kerusakan dibandingkan dengan pengawet laktat 10% dan campuran asetat- laktat. Namun ketiga mi basah matang dengan pencelupan asam organik tersebut belum dapat diterima secara sensori karena rasa dan aroma yang asam.

2. Total Mikroba

Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah analisis Total Plate Count untuk menghitung keseluruhan jumlah mikroorganisme yang tumbuh yaitu bakteri, kapang dan khamir dengan menggunakan media Plate Count Agar. Nilai mikrobiologi mi basah matang selama penyimpanan 4 hari dapat dilihat pada Gambar 2. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4

Lam a Penyim panan (Hari)

N il a i T o ta l M ik ro b a (l o g [k o lo n i/ m l] )

Ko ntro l A setat 5 % Laktat 10 % Campuran A setat-Laktat

Gambar 2. Grafik total mikroba mi basah matang pada penelitian pendahuluan

Analisis mikrobiologi mi basah matang menunjukkan bahwa mi basah matang tanpa pencelupan (kontrol) pada hari 0 memiliki nilai TPC 6.5 x 105 koloni/ml. Sedangkan pada penyimpanan hari 1, 2, 3, dan 4 nilai TPC mi basah matang kontrol mengalami kenaikan secara drastis yaitu : 1.4 x 106 koloni/ml ; >2.5 x 107 koloni/ml ; >2.5 x 107 koloni/ml ; dan >2.5 x 107 koloni/ml. Menurut SNI 01-2987-1992, jumlah maksimum total mikroba pada mi basah matang adalah 1.0 x 106 koloni/ml. Berdasarkan persyaratan tersebut, maka setelah hari ke-1, mi basah matang kontrol sudah tidak layak dikonsumsi. Hal ini diindikasikan dengan mi basah matang yang telah mengalami kerusakan dengan timbulnya lendir dan tumbuhnya kapang.

Analisis mikrobiologi mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat pada penyimpanan hari ke-4 mutunya masih baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kerusakan. Tidak ada indikasi tumbuhnya miselium kapang. Hal ini dibuktikan

dengan nilai total mikroba sebesar 103 koloni/ml yang mampu dipertahankan selama 4 hari (Lampiran 4). Berdasarkan nilai tersebut maka mi basah matang dengan ketiga pencelupan larutan asam organik tersebut masih baik.

Nilai total mikroba awal pada sampel sangat menentukan dan mempengaruhi umur simpan dari sampel tersebut. Sampel dengan nilai total mikroba awal yang tinggi akan cenderung cepat mengalami kerusakan. Kerusakan karena aktivitas mikroba sangat dipengaruhi oleh pH awal sampel itu sendiri, pada sampel mi basah matang nilai pH normalnya adalah 6-8. Nilai kisaran pH ini sangat disukai oleh mikoba untuk tumbuh dan berkembang. Pencelupan asam ke dalam mi basah matang dapat menurunkan pH, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil analisis mikroba pada mi basah matang dengan pencelupan asam organik yang memiliki nilai total mikroba yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mi basah matang kontrol (Lampiran 4).

Hasil analisis sidik ragam hari ke-1, 2, 3 dan hari ke-4 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pencelupan pengawet (F1, F2, F3) dalam hal jumlah mikroba yang dihasilkan (Lampiran 29, 30, 31, dan Lampiran 32). Namun, jumlah mikroba yang dihasilkan oleh ketiga pencelupan tersebut berbeda secara signifikan dengan kontrol.

Nilai total mikroba (TPC) yang tinggi (>1.0 x 10 6 kol/ml) menunjukkan adanya kerusakan mi basah matang oleh mikroba dalam jumlah yang besar. Mikroba penyebab utama kerusakan mi basah matang adalah bakteri dan kapang. Terdapat bakteri asam laktat (bakteri yang bersifat gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk bulat dan batang, berpasangan atau berantai) pada mi basah matang yang disimpan pada suhu 15 oC, 10 oC, dan 5 oC. Kerusakan mi basah matang oleh bakteri asam laktat ini dapat ditandai dari permukaan mi basah matang yang berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna menjadi pucat, serta penampakan menjadi tidak cerah.

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat sangat efektif digunakan dalam menghambat pertumbuhan mikroba, karena sampai hari ke-4,

mi basah matang yang diberikan pencelupan larutan pengawet masih layak untuk dikonsumsi dan memiliki total mikroba yang belum melebihi standar SNI. Hal ini disebabkan karena asam organik yang digunakan memiliki sifat sebagai antimikroba sehingga mampu mereduksi jumlah mikroba. Selain itu, asam asetat memiliki nilai pKa yang tinggi sehingga jumlah asam dari asam asetat yang tidak terdisosiasi cukup banyak dan mampu berdifusi ke dalam permukaan mi basah matang, asam yang tidak terdisosiasi inilah yang akan merusak sistem metabolisme mikrooganisme, sehingga mikroba tersebut kehilangan kemampuan untuk bertahan hidup.

3. Total Kapang

Menurut SNI, jumah total kapang maksimum yang boleh ada pada mi basah matang adalah sebesar 104 koloni/ml. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan mi pada suhu kamar menunjukkan bahwa total kapang mi basah matang kontrol telah melebihi batas SNI pada penyimpanan selama dua hari, yaitu nilainya sebesar 1.7 x 104 koloni/ml (Lampiran 5). Sehingga pada hari ke-2 mi basah matang kontrol sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini diindikasikan dengan tumbuhnya miselium kapan yang berwarna coklat kehijauan.

Analisis mikrobiologi mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat pada penyimpanan hari ke-4 mutunya masih baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kerusakan. Tidak ada indikasi tumbuhnya miselium kapang. Hal ini dibuktikan dengan nilai total mikroba sebesar 102 koloni/ml yang mampu dipertahankan selama 4 hari (Lampiran 5). Berdasarkan nilai tersebut maka mi basah matang dengan ketiga pencelupan larutan asam organik tersebut masih layak dikonsumsi. Nilai total kapang mi basah matang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4

Lam a Penyim panan (Hari)

T o ta l K a p a n g ( lo g [k o lo n i/ m l] )

Ko ntro l A setat 5 % Laktat 10 % Campuran A setat-Laktat

Gambar 3. Grafik total kapang mi basah matang pada penelitian pendahuluan

Hasil analisis sidik ragam hari ke-1, 2, 3 dan hari ke-4 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pencelupan pengawet (F1, F2, F3) dalam hal jumlah total kapang yang dihasilkan (Lampiran 33, 34, 35, dan Lampiran 36). Namun, total kapang yang dihasilkan oleh ketiga pencelupan tersebut berbeda secara signifikan dengan kontrol.

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat sangat efektif digunakan dalam menghambat pertumbuhan kapang, karena sampai hari ke-4, mi basah matang yang diberikan pencelupan larutan pengawet masih layak untuk dikonsumsi dan memiliki total kapang yang belum melebihi standar SNI. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan asam organik dalam menurunkan pH mi basah matang hingga pHnya di bawah 4, pada pH ini kapang cenderung tidak dapat tumbuh dengan baik. Menurut Syarif dan Halid (1993), salah satu cara yang paling efektif dalammengurangi dan menghambat pertumbuhan kapang adalah dengan meningkatkan keasaman makanan, sehingga tercipta lingkungan yang tidak disenangi oleh kapang.

4. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan larutan asam organik terhadap nilai pH awal mi basah matang maupun perubahan pH mi

basah matang selama penyimpanan. Nilai pH mi basah matang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4

Lam a Penyim panan (Hari)

N il a i p H

Ko ntro l A setat 5 % Laktat 10 % Campuran A setat-Laktat

Gambar 4. Grafik nilai pH mi basah matang pada penelitian pendahuluan

Larutan pengawet asam organik yang sangat berpengaruh terhadap pH mi basah matang dengan menurunkan pH mi basah matang menjadi cukup rendah adalah larutan pengawet asam laktat 10 %, kemudian larutan pengawet asetat 5 %, dan yang terakhir adalah larutan pengawet campuran asam asetat-asam laktat. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa pencelupan larutan pengawet asam organik baik asetat 5 %, laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat pada mi basah matang sangat berpengaruh secara nyata jika dibandingkan dengan nilai pH awal mi kontrol.

Mi basah matang dengan pencelupan larutan asam organik memiliki rata- rata nilai pH yang relatif rendah yaitu dibawah 4 (Lampiran 6). Sehingga dengan nilai pH yang relatif rendah tersebut pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat secara efektif, dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda kerusakan secara fisik dan nilai jumlah koloni mikroba yang rendah pada penyimpanan mi basah matang selama empat hari.

Nilai pH mi basah matang kontrol selama penyimpanan empat hari yaitu: 6.07; 5.89; 5.78 dan 5.65. Nilai pH tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan nilai pH awal mi basah matang 7.20. Penurunan pH tersebut disebabkan karena adanya pertumbuhan mikroba yang menghasilkan

asam, karena mikroba sangat dapat tumbuh pada kisaran pH 5-7 atau pH netral. Mi basah matang dengan pH 5.89 pada hari ke-2 telah mengalami kerusakan dengan adanya pertumbuhan miselium kapang, sehingga sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Hasil analisis sidik ragam hari ke-1, 2, 3 dan hari ke-4 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pencelupan pengawet (F1, F2, F3) dalam nilai pH yang dihasilkan (Lampiran 37, 38, 39, dan Lampiran 40). Namun, nilai pH yang dihasilkan oleh ketiga pencelupan tersebut juga berbeda secara signifikan dengan kontrol.

Menurut Ray (2001), penurunan pH mi basah matang umumnya disebabkan oleh adanya asam yang terbentuk dari hasil pembusukan oleh mikroba. Mikroba yang tumbuh pada makanan yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti mi basah matang akan memanfaatkan karbohidrat terlebih dahulu dan menghasilkan asam yang akan menurunkan pH.

5. Total Asam Tertitrasi

Analisis total asam tertitrasi (TAT) merupakan analisis untuk mengukur kandungan seluruh asam yang terlarut dalam bahan pangan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak residu asam yang terdapat pada mi basah matang yang diberi pencelupan larutan pengawet. Nilai total asam tertitrasi mi basah matang selama penyimpanan empat hari dapat dilihat pada Gambar 5.

0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4

Lam a Penyim panan (Hari)

N il a i T A T

Ko ntro l A setat 5 % Laktat 10 % Campuran A setat-Laktat

Analisis nilai TAT mi basah matang menunjukkan bahwa mi basah matang tanpa pencelupan (kontrol) pada hari 0 memiliki nilai TAT 0.50 %. Sedangkan pada penyimpanan hari 1, 2, 3, dan 4 TAT kontrol mengalami kenaikan secara terus-menerus yaitu : 1.28 %; 1.76 %; dan 1.99 %. Mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 % mengalami kenaikan nilai TAT pada hari 1, 2, 3, dan 4 yaitu : 3.33 %; 3.74 %; 3.89 %, dan 4.01 %. Mi basah matang dengan pencelupan asam laktat 10 % juga mengalami kenaikan nilai TAT pada hari 1, 2, 3, dan 4 yaitu : 4.61 % ; 4.61 % ; 5.09 % dan 5.12 %. Demikian pula dengan mi basah matang dengan pencelupan campuran asam asetat-asam laktat, mengalami kenaikan nilai TAT pada hari 1, 2, 3, dan 4 yaitu : 4.05 % ; 4.33 %; 4.57 % dan 4.59 %. Mi mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 5 %, asam laktat 10 %, dan campuran asam asetat-asam laktat memiliki nilai TAT yang lebih besar daripada nilai TAT pada kontrol. Hal ini disebabkan oleh asam dari

Dokumen terkait