Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 31 Mei 1976 dari ayah H. Achmad Sakka dan ibu Hj. Nuraini HAS. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Bhayangkari Balik papan pada tahun 1989 dan pendidikan menengah di SMP Negeri I Balik papan tahun 1992, serta SMA Negeri I Ujung Pandang pada tahun 1995. Tahun 1995 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI dan memilih jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2000. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pasca Sarjana IPB pada tahun 2003 dan menyelesaikannya pada tahun 2006.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Perlindungan Hutan, Ilmu Hama Hutan, Hama Hutan Tanaman, Dasar-Dasar Hama Hutan, Faktor-Faktor Pengganggu Lain dan Aplikasi Pestisida dan Lingkungan pada tahun ajaran 2003/2004 sampai dengan 2005/2006 pada Laboratorium Entomologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……… x
DAFTAR GAMBAR ………... xi
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ………... 1 Perumusan Masalah ………... 2 Tujuan Penelitian ………... 3 Manfaat Penelitian ………. 3 Kerangka Pemikiran ………... 3 TINJAUAN PUSTAKA 6 Lak ………. 6
Laccifer lacca Kerr-Serangga Penghasil Lak ……… 8
Studi Kelayakan Investasi ... 17
Perumusan Strategi ... 24
METODE PENELITIAN 34 Waktu dan Tempat Penelitian ...………. 34
Teknik Pengumpulan Data .……… 34
Pengolahan dan Analisis Data ... 34
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 Teknik Tanaman Inang dan Budidaya Kutu Lak ... 47
Pengelolaan Lak Cabang ... 72
Peningkatan Produksi dan Kualitas Lak Butiran ... 79
Peluang Investasi Budidaya Kutu Lak ... 86
Strategi Pengembangan Budidaya Kutu Lak ... 102
SIMPULAN DAN SARAN... 115
DAFTAR PUSTAKA ……….. 117
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Matriks EFE ... 43
2 Matriks IFE ... 43
3 Matriks SWOT ... 44
4 Luas dan kondisi kawasan hutan pada BKPH Kabuaran tahun 2005 ... 45
5 Skema pengaturan hasil produksi lak ... 48
6 Bulan tularan berdasarkan topografi wilayah ... 48
7 Pembagian blok-blok tularan ... 48
8 Perbedaan antara kesambi krikil dan kesambi kebo ... 50
9 Persyaratan mutu lak cabang ... 73
10 Persyaratan umum lak butiran ... 78
11 Luas kawasan hutan dan tularan tanaman kesambi ... 79
12 Beberapa parasit kutu lak dan upaya pengendaliannya ... 82
13 Beberapa predator kutu lak dan upaya pengendaliannya ... 83
14 Persyaratan mutu lak butiran ... 85
15 Perkembangan produksi lak cabang dan lak butiran di KPH Probolinggo (dari tahun 1198 sampai dengan 2005) ... 87
16 Realisasi penjualan dan harga jual dasar lak butiran (seedlak) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ... 88
17 Analisis finansial budidaya kutu lak pada tingkat diskonto 10 % untuk luasan sebesar 4000 ha ... 100
18 Analisis sensitivitas budidaya kutu lak untuk luasan sebesar 4000 ha ... 100
19 Peubah-peubah unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya ... 103
20 Peubah-peubah unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya ... 105
21 Peubah-peubah unsur peluang dan nilai pengaruhnya ... 108
22 Peubah-peubah unsur ancaman dan nilai pengaruhnya ... 110
23 Matriks SWOT Budidaya Kutu Lak ... 113
24 Nilai Pengaruh (skor) dan ranking peubah-peubah unsur kekuatan ... 140
25 Nilai Pengaruh (skor) dan ranking peubah- peubah unsur kelemahan ... 140
26 Nilai Pengaruh (skor) dan ranking peubah- peubah unsur peluang ... 140
27 Nilai Pengaruh (skor) dan ranking peubah-peubah unsur ancaman ... 141
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran : proses penelitian peluang investasi dan
strategi pengembangan budidaya kutu lak ... 5
2 Lak yang sudah diolah ………. 7
3 Beberapa produk hasil olahan lak ... 8
4 Laccifer lacca Kerr : nimfa jantan (ramping) dan nimfa betina (membulat) ... 11
5 Laccifer lacca Kerr -nimfa betina ... 12
6 Laccifer lacca Kerr : a. nimfa jantan dan b. nimfa betina .... 12
7 Laccifer lacca Kerr ... 13
8 Model manajemen strategi ... 26
9 Lima kekuatan bersaing industri ... 30
10 Tanaman kesambi di kawasan hutan BKPH Kabuaran ... 47
11 Tanaman ploso ……….. 50
12 Persemaian tanaman kesambi di BKPH Kabuaran, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ... 50
13 Pola tanam untuk klas perusahaan rimba ... 51
14 Bagan pola tanaman untuk klas perusahaan kesambi ... 52
15 Tanaman kesambi yang habis dipangkas dan sudah ditumbuhi oleh trubusan muda ... 55
16 Kondisi tanah di kawasan hutan BKPH Kabuaran ... 57
17 Lak bibit ... 58
18 Proses penularan kutu lak ... 63
19 Kutu lak yang swarming dan mulai mencari tempat pada ranting (beberapa hari setelah peletakan bibit) ... 63
20 Kutu lak setelah 1 bulan penularan ... 63
21 Kutu lak yang menulari ranting tanaman kesambi ... 64
22 Pungutan bekas bibit lak dikeluarkan dari kantong untuk dikirim ke pabrik ... 65
23 Lak siap unduh ... 66
24 Proses pengunduhan lak batang ..………... 67
25 Perlakuan unduhan prematur ... 68
26 Tanaman inang setelah dilakukan pengunduhan ... 68
27 Lak dari hutan yang dikumpulkan di gudang untuk diseleksi .. 69
28 Proses pengantongan bibit lak ………. 70
29 Lak cabang AII dan AIII ... 71
30 Lak cabang yang siap diangkut ke pabrik untuk diproses menjadi lak butiran ... 71
31 Kondisi pabrik lak Banyukerto ……….. 72
32 Alur pengelolaan lak cabang di pabrik lak ... 73
33 Lak cabang yang akan digiling ... 74
34 Mesin crusher yang digunakan untuk pengerok lak cabang …. 74 35 Mesin ayak afkal dan getar ... 75
Halaman 36 Proses pengayakan lak cabang yang telah di kerok ... 75
37 Bak perendaman ……….. 76
38 Proses pencucian lak butiran [tangki washer/mesin poles] ….. 77 39 Proses pengeringan lak butiran ………. 78 40 Saluran pemasaran lak butiran pada Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur ... 89 41 Struktur organisasi tingkat kesatuan sub pemangkuan hutan
(Ajun Adm/KSKPH Banyukerto KPH Probolinggo ... 93 42 Struktur organisasi tingkat kepala bagian kesatuan
pemangkuan hutan (Asper KBKPH) ... 93 43 Struktur organisasi tingkat pabrik Banyukerto ... 94 44 Diagram SWOT budidaya kutu lak ... 112
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ... 120
2 Peta kawasan bagian hutan Banyukerto KPH Probolinggo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ... 121
3 Kegiatan budidaya lak ... 122
4 Alur pengolahan seeedlak di Pabrik lak Banyukerto KPH Probolinggo ... 123
5 Denah perlengkapan proses lak cabang pabrik lak Banyukerto 124 6 Denah kantor lak Banyukerto ... 125
7 Produksi dan hasil penjualan lak butiran ... 126
8 Analisis pendapatan lak butiran ... 127
9 Produksi dan hasil penjualan lak butiran ... 129
10 Analisis pendapatan lak butiran ... 130
11 Penentuan bobot dan ranting peubah-peubah unsur kekuatan . 132 12 Penentuan bobot dan ranting peubah-peubah unsur kelemahan 134 13 Penentuan bobot dan ranting peubah-peubah unsur ancaman .. 136
14 Penentuan bobot dan ranting peubah-peubah unsur peluang ... 138
15 Nilai pengaruh (skor) dan ranking peubah-peubah unsur kekuatan, unsur kelemahan, unsur peluang dan unsur ancaman ... 140
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi insekta Laccifer lacca Kerr (kutu Lak) yang hidup pada tanaman inangnya. Hasil sekresi tersebut mengelilingi tubuh kutu lak yang kemudian mengeras dan berfungsi sebagai pelindung dari ancaman musuh alami dan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan kutu lak. Tanaman inang kutu lak adalah tanaman Kesambi (Schleicera oleosa Merr.), Plosa (Butea sp.), Jamuju (Coscuta australis), Widoro/Kaliandra (Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A. arabica. Di Indonesia, tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman inang dalam budidaya kutu lak.
Menurut Kalshoven (1981) kutu lak telah di import dari India pada tahun 1936 dan kemudian dikembangkan di Bogor dengan A. famesiana, A villosa, dan beberapa tanaman kehutanan lainnya sebagai inang. Khususnya di Pulau Jawa, budidaya kutu lak dikembangkan di Banyukerto, Probolinggo, Jawa Timur sejak tahun 1963 oleh Perum Perhutani. Pada tahun 1986, budidaya kutu lak juga mulai dikembangkan di Kabupaten Alor dan saat ini budidaya kutu lak sudah tersebar secara merata di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Awalnya, pemanfaatan lak hanya sebatas sebagai bahan pelitur, bahan segel pengaman surat berharga, pita kaset dan bahan isolasi. Saat ini, lak mempunyai kegunaan yang lebih luas lagi diantaranya sebagai bahan kosmetik, zat aditif makanan, bahan semi konduktor dan sebagai bahan kulit kapsul obat.
Lak merupakan salah satu komoditi hasil hutan non kayu yang sangat potensial sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. India, Thailand, dan Cina merupakan negara-negara penghasil lak di dunia selain Indonesia yang merupakan pesaing dalam merebut pangsa pasar lak. Permintaan pasar dunia akan produk lak, dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1998 sebanyak 20 ton lak butiran diekspor dari NTT ke Amerika Serikat dan itu hanya memenuhi 4% dari permintaan impor Amerika Serikat yaitu sebanyak 500 ton lak butiran (Wibowo 2003). Produksi lak Banyukerto sejak tahun 1982 mencapai kisaran produksi 1000 ton dan pada tahun 1990 mencapai puncak produksi yaitu sebesar
1700 ton. Sejak tahun 1991, produksi lak di Banyukerto mengalami penurunan produksi dan pada tahun 1993 dan 1994 masing-masing hanya 330 ton dan 148 ton. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya serangan parasit (Wibowo 2003).
Tingginya permintaan pasar menjadikan budidaya kutu lak memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Penelitian ini mengkaji mengenai peluang investasi dan strategi pengembangan usaha budidaya kutu lak, hal ini dimaksudkan agar dapat dijadikan motivasi untuk lebih mengembangkan budidaya kutu lak di Indonesia sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan.
Perumusan Masalah
Sejak tahun 1960an, budidaya kutu lak sudah mulai dikembangkan di Indonesia dan Perum Perhutani sejak tahun 1963 telah mengembangkan usaha budidaya kutu lak di Probolinggo.
Permintaan konsumen akan lak cukup tinggi dengan negara tujuan ekspor antara lain Amerika, Jepang, Thailand bahkan India. Pada tahun 2004, Perhutani memproduksi lak butiran sebanyak 66.6 ton. Namun, produksi ini belum juga dapat memenuhi permintaan pasar. Pada saat ini, negara-negara di Eropa sudah tidak menerima furniture yang dikilapkan dengan menggunakan pengkilap melamin. Mereka lebih menyukai furniture yang menggunakan pengkilap (pelitur) alami (serlak). Adanya gejala “back to nature” ini juga merupakan salah satu potensi dalam pengembangan budidaya kutu lak selain permintaan dan harga lak yang tinggi.
Potensi produksi (lahan, teknologi, dan manajemen sumberdaya manusia) yang dimiliki oleh Perum Perhutani juga cukup besar. Namun dalam kenyataannya, budidaya kutu lak (khususnya di Perhutani) tidak berkembang. Padahal lak merupakan salah satu komoditi hasil hutan non kayu yang dapat memberikan peluang investasi yang besar. Tidak berkembangnya budidaya kutu lak ini, diduga disebabkan oleh :
• Budidaya lak belum mendapat perhatian yang khusus bila dibandingkan hasil hutan kayu sehingga kontribusi seedlak masih sangat kecil bila dibandingkan hasil hutan lainnya (kurang dari 1% dibanding hasil hutan kayu).
• Manajemen dalam pengelolaan budidaya lak yang kurang.
• Adanya musuh alami kutu lak yang menyebabkan produksi lak batang menurun.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menguraikan cara budidaya kutu lak dan tanaman inangnya:
• Bagaimana biologi kutu lak dan tanaman inangnya
• Teknik budidaya kutu lak yang sekarang ini telah dikembangkan. 2. Menguraikan peluang dalam bisnis lak :
• Prospek pasar (peluang pasar, pangsa pasar dan struktur pasar) dari lak.
• Mengetahui dan menganalisis peluang investasi dalam pengembangan budidaya kutu lak.
3. Menyusun dan merumuskan strategi pengembangan yang harus dilakukan dalam budidaya kutu lak.
Manfaat Penelitian
Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menguraikan bagaimana cara mengembangkan budidaya kutu lak, peluang investasi dalam pengembangan budidaya kutu lak, serta dapat menyusun strategi pengembangan usaha budidaya kutu lak. Pengembangan usaha budidaya kutu lak nantinya dapat dijadikan salah satu peluang bisnis komoditi hasil hutan non kayu baik bagi masyarakat disekitar hutan maupun bagi perusahaan yang berminat untuk menanamkan investasi di bidang ini.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk merancang / merumuskan bagaimana peluang investasi dan strategi dalam pengembangan budidaya kutu lak. Hal pertama yang akan dilakukan adalah menganalisis teknik budidaya kutu lak yang
sekarang ini dikembangkan di Perum Perhutani dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas lak yang dihasilkan. Tahapan kedua adalah menganalisis kelayakan investasi dalam pengembangan budidaya kutu lak dengan melihat aspek pasar, keuntungan dan tempat usaha bila ditinjau pada kondisi saat ini dan kondisi setelah dilakukan perubahan. Tahapan ketiga adalah melakukan analisis sensitivitas kondisi kelayakan investasi yang dilakukan. Selanjutnya pada tahapan terakhir, dengan menggunakan analisis SWOT yaitu salah satu teknik yang digunakan menyusun perencanaan strategi bisnis (strategic business planning) mencoba untuk menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segara diambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing. (Rangkuti 2000). Analisis SWOT digunakan dalam memformulasikan strategi pengembangan budidaya kutu lak. Secara singkat langkah-langkah ini dapat dilihat pada bagan alur kerangka pemikiran pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran : proses penelitian peluang investasi dan stategi pengembangan budidaya kutu lak. Budidaya Kutu Lak
Budidaya Tanaman Inang Budidaya Kutu Lak Pengelolaan Lak Cabang
Strategi Pengembangan Analisis dan Peluang Investasi Budidaya Kutu Lak
Aspek Pasar Keuntungan Tempat Usaha
Kondisi Sekarang Kondisi Perubahan
Analisis dan Peluang Investasi Budidaya Kutu Lak
Aspek Pasar Keuntungan Tempat Usaha
TINJAUAN PUSTAKA
Lak
Lak merupakan suatu jenis damar alam yang bersifat resin dihasilkan oleh sekresi insekta yang disebut L. lacca Kerr, yang mana sekresi ini digunakan oleh serangga untuk membuat rumah dan melindungi dari serangan musuhnya (Sumantri 1992).
Lak atau laksa (dalam bahasa India) berasal dari bahasa Sangsekerta yang artinya seratus ribu. Hal ini diartikan bahwa bahan tersebut dihasilkan oleh ratusan ribu kutu lak yang membentuk koloni yang mempunyai ribuan anggota yang hidup disuatu cabang pohon tertentu. Dalam lak cabang yang diolah menjadi lak butiran terdapat 17 000 sampai 19 000 kutu lak.
Serangga L. lacca Kerr merupakan satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis penting, terutama sebagai penghasil lak di India. Di India pengusahaan lak telah maju dan memiliki lembaga penyelidikan khusus lak Namkum (India Lac Reserch Institute). Lak sudah dikenal di India sejak sebelum Masehi, dan selain di India, penyebaran serangga tersebut juga meliputi Afrika, Indo-China, Formosa, Ceylon, dan kepulauan Philippina (Setiadi & Komar 2001). Kutu lak (L. lacca Kerr) pertama kali didatangkan dari India pada tahun 1963 oleh Dr. P. Van der Groot, Direktur Institut voor Plant Ziekten. Percobaan dilakukan di daerah hutan Bogor, Kedungjati, Wilangan, Pare dan Besuki (Kalshoven 1981). Sebagai percobaan telah ditularkan pada tanaman kesambi (S. oleosa) dan berhasil. Percobaan budidaya kutu lak oleh Perum Perhutani pertama kali dilakukan di SKPH Banyukerto, KPH Madiun (wilayah Sampung). Selain itu percobaan juga dilakukan diwilyah kerja Dinas Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta (Setiadi & Komar 2001).
Sekresi lak dimulai dari bagian dorsal ujung perut, mula-mula nampak sebagai lapisan mengkilat membungkus tubuh nimfa yang telah menetap. Bahan lak ini dihasilkan oleh kelenjar hipodermis yang terdapat di dalam badannya. Sekresi lak ini berlangsung terus dan sebagian mengeras menjadi perisai bagi tubuh kutu lak tersebut. Kutu lak dengan selubung bahan lak dinamakan "sel". Nimfa menjadi besar dalam selnya dan mengalami perubahan bentuk. Sementara
itu sekresi lak dilanjutkan sehingga perisai lak pada tubuhnya bertambah tebal dari sebelah dalam. Dengan demikian terbentuklah sel serupa bola kecil yang terus bertambah tebal selama periode sekresi lak. Setelah beberapa hari, sel-sel yang dibentuk oleh nimfa jantan mudah dibedakan dengan sel-sel dari serangga betina. Sel jantan bentuknya ovoid panjang, dindingnya tipis, lubang brakhial terdapat disebelah muka, sedang di sebelah belakang ada sebuah lubang bulat yang tertutup oleh selaput yang disebut anal operculum. Kutu jantan akan keluar melalui lubang tersebut. Bekas-bekas sel jantan menjadi kosong dan jika letaknya berdekatan dengan sel betina akan tertutup oleh lak yang dihasilkan oleh kutu lak betina (Intari 1980).
Gambar 2. Lak yang sudah diolah (Sumber : Ghermandi 2003)
Sel yang dibuat oleh kutu lak betina lebih kecil, bentuknya bulat telur, dua lubang brakhial terletak pada bagian ujung muka, sedang di bagian belakang terdapat sebuah lubang yang lebih besar daripada lubang brakhial dan disebut lubang tuberculum analis. Kutu lak betina yang berada di dalam sel terus menerus mengeluarkan sekresi lak dan bertambah pesat setelah masa perkawinan, sehingga sel betina makin bertambah besar. Lapisan lak yang membungkus kutu lak betina makin bertambah tebal sehingga sel-sel betina yang berdekatan satu sama lain bertemu, dan bekas-bekas sel jantan yang kosong tertutup lak yang dihasilkan oleh kutu betina. Dengan ini terbentuklah lapisan tebal lak yang membungkus ranting-ranting tanaman inang.
Secara umum di Indonesia, lak digunakan sebagai bahan pelitur untuk barang meubel. Di luar negeri, lak digunakan sebagai bahan pelapis makanan (coklat dan permen) serta untuk industri farmasi. Disamping itu lak banyak digunakan sebagai bahan isolasi listrik, bahan piringan hitam, bahan tinta cetak,
bahan perekat, bahan campuran dalam industri semir sepatu, dan bahan penyamak kulit.
Gambar 3 Beberapa produk hasil olahan lak : a. lak putih, b. Mica, c. kayu yang telah dipernis, d. keripik lak, e. permen yang menggunakan lak sebagai pelapis (Koleksi pribadi 2005)
L. lacca Kerr- Serangga Penghasil Lak
Biologi dari L. lacca
1. Jenis-jenis Kutu Lak dan Daerah Penyebarannya
Suku Lacciferidae terdiri dari 6 marga. Dari 6 marga ini hanya marga Tachardina yang tidak menghasilkan bahan lak. Marga lainnya ialah Tachardiella, Austrotachardia, Afrotacharida dan Laccifer menghasilkan bahan lak. Dari lima marga ini hanya Laccifer yang sudah diketahui menghasilkan bahan lak yang baik dan telah dibudidayakan.
Pengklasifikasian kutu lak dalam sistem klasifikasi zoologi (Borror et al. 1996) adalah sebagai berikut :
§ Ordo Homoptera :
Siklus hidup Homoptera sangat kompleks, mencakup generasi biseksual dan partenogenetik, generasi yang bersayap dan tidak bersayap. Semua Homoptera adalah pemakan tumbuh-tumbuhan, dan banyak jenis sebagai hama yang merusak pada tanaman budidaya. Beberapa jenis menularkan penyakit-penyakit pada tumbuh-tumbuhan. Beberapa Homoptera berdaya guna dan bertindak sebagai sumber sirlak (bahan lak), zat warna dan
a
e c b
bahan-bahan lainnya. Bagian-bagian mulut serupa dengan Hemiptera yaitu penghisap dengan empat stilet penusuk (mandible dan maksile). Probosis timbul dari bagian belakang kepala, dalam beberapa hal tampak timbul antara koksa depan.
Homoptera yang bersayap biasanya mempunyai dua pasang sayap. Sayap-sayap depan mempunyai sifat yang seragam seluruhnya, berselaput agak tipis atau agak menebal, dan sayap belakang berselaput tipis. Sayap-sayap pada waktu istirahat biasanya diletakkan seperti atap di atas tubuh, dengan tepi bagian dalam yang agak tumpang tindih di bagian ujungnya. Pada beberapa kelompok satu atau kedua jenis kelamin mungkin tidak bersayap, atau individu-individu yang bersayap dan tidak bersayap dapat terjadi pada jenis kelamin yang sama. Serangga-serangga sisik jantan hanya mempunyai satu pasang sayap pada mesotorak.
Anggota-anggota kelompok ini mengalami metamorfosa yang sederhana. Perkembangan lalat-putih dan serangga-sisik jantan menyerupai metamorfosis sempurna dimana pada nimfa instar terakhir diam dan seperti pupa.
Antena pada beberapa Homoptera sangat pendek dan seperti rambut-duri dan ada juga yang lebih panjang dan biasanya berbentuk benang pada yang lainnya. Mungkin ada atau tidak ada mata tunggal. Bila ada mata, terdapat dua atau tiga. Mata majemuk biasanya berkembang bagus.
§ Subordo Sternorrhyncha (Gularostria) :
Anggota-anggota subordo ini kebanyakan secara relatif serangga yang tidak aktif, dan beberapa (misalnya, kebanyakan serangga-serangga sisik) sangat tidak aktif (diam). Tarsi satu atau dua ruas, dan antena (apabila ada) biasanya seperti benang dan panjang. Banyak anggota-anggota dari subordo ini tidak bersayap, dan beberapa serangga-sisik tidak mempunyai tungkai dan antena, dan penampilannya tidak kelihatan benar seperti serangga.
§ Superfamili Coccoidea :
Seranga betina dari kelompok ini tidak bersayap, tidak bertungkai dan tidak aktif, sedangkan serangga jantan hanya memiliki sepasang sayap
(sangat jarang, yang jantan juga tidak bersayap). Serangga jantan tidak mempunyai bagian-bagian mulut dan tidak makan; abdomennya berakhir pada satu (jarang dua) jaluran seperti stili yang panjang dan sayap-sayap belakang menyusut menjadi tonjolan seperti halter yang kecil dan biasanya berakhir pada satu rambut-duri yang berkait. Antena pada serangga betina mungkin tidak ada atau mungkin sampai 11 ruas sedangkan antena yang jantan memiliki 10-25 ruas. Serangga sisik jantan kelihatan sangat mirip dengan agas-agas yang kecil, tetapi biasanya dapat dikenali dengan tidak adanya bagian-bagian mulut dan adanya satu juluran seperti stili pada ujung abdomen.
Perkembangan serangga-serangga sisik agak bervariasi pada jenis yang berbeda, tetapi dalam kebanyakan hal agak kompleks. Nimfa-nimfa instar pertama mempunyai tungkai-tungkai, antena dan merupakan serangga-serangga yang cukup aktif, mereka sering disebut perayap-perayap. Sesudah pergantian kulit pertama, tungkai dan antena seringkali hilang dan serangga menjadi diam tak aktif, dengan penutupan yang berbentuk sisik atau malam yang disekresikan dan menutup tubuh. Pada serangga sisik yang berduri (Diaspididae), penutup ini seringkali terpisah dari tubuh serangga. Serangga betina tetap di bawah penutup sisik ketika mereka menjadi dewasa dan menghasilkan telur-telur atau melahirkan yang muda. Serangga jantan berkembang serupa seperti yang betina, kecuali instar yang sebelum dewasa adalah diam dan seringkali disebut pupa.
§ Famili Kerridae (serangga-serangga sisik lak) :
Serangga betina pada kelompok ini bentuknya bulat dan tidak bertungkai serta hidup dalam sel-sel getah. Enam jenis Tachardiélla terdapat di bagian Baratdaya Amerika Serikat, ditempat itu mereka makan kaktus dan tanaman-tanaman padang pasir lainnya. Mereka semua menghasilkan lak dan beberapa darinya sangat berpigmentasi.
Kebanyakan anggota-anggota dari famili ini penyebarannya adalah daerah tropika atau subtropika, dimana satu jenis serangga lak India yaitu L. lacca Kerr mempunyai nilai komersial yang tinggi. Serangga terdapat pada pohon karet, beringin, dan tanaman-tanaman lainnya seperti dijumpai di Sri
Langka, Taiwan, India, Vietnam dan kepulauan Filipina. Tubuh-tubuh dari betina tertutup dengan eksudat malam yang banyak atau lak dan kadang-kadang sangat banyak sehingga cabang dan ranting diliputi dengan lak