Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan diperlukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kualitas lingkungan dan sumber daya alam (Pearce dan Turner 1990). Fauzi (2004) mengatakan bahwa suatu kondisi dikatakan berkelanjutan jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang, sumberdaya alam tidak berkurang sepanjang waktu dan adanya kesimbangan ekosistem. Kegiatan ekowisata perlu memiliki perencanaan yang baik karena kawasan wisata dapat memicu tumbuhnya dampak positif dan negatif, baik terhadap ekologi, ekonomi dan sosialnya. Manfaat langsung maupun tidak langsung yang diperoleh dengan adanya kegiatan ekowisata dapat dihitung dalam analisis biaya-manfaat untuk mengetahui kesiapan wisatawan dalam berwisata.
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung nilai pemanfaatan ekosistem mangrove adalah pendekatan Travel Cost Method (TCM) dengan melihat seberapa besar nilai kegunaan dari sumber daya ekosistem mangrove melalui biaya yang dikeluarkan dan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) dengan melihat seberapa besar kesediaan membayar seseorang/Willingness to Pay (WTP) terhadap keberadaan dan jasa yang diterima dari ekosistem mangrove.
Salah satu kegiatan wisata yang telah dikembangkan oleh Dinas Pariwisata yang bekerjasama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Barru ialah wisata mangrove di Kawasan Pulau Pannikiang yang dimulai sejak tahun 2015. Pada tahun 2015 beberapa fasilitas sudah dibangun seperti tracking mangrove, menara pandang, gazebo dan wc umum. Pada tahun 2019, Dinas Pariwisata memberikan bantuan berupa petunjuk arah dalam berwisata di Pulau Pannikiang. Akan tetapi, beberapa fasilitas umum masih belum berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut penelitian Rusdi (2019) mengatakan bahwa belum ada tarif masuk ke lokasi wisata ini dan belum tersedia sarana transportasi untuk wisatawan dari dan menuju pulau sehingga masyarakat yang ingin menyebrang harus mencari dan bertanya di lokasi sekitar dermaga penyebrangan dan bernegosiasi harga dengan pemilik perahu.
Rata-rata kunjungan wisatawan sekitar 300 orang per tahun (Wawancara dengan kepala dusun). Wisatawan yang berkunjung di pulau Pannikiang tidak hanya menikmati pemandangan dari ekosistem mangrove dan melihat ribuan kelelawar dibagian utara yang tersedia tracking melainkan mereka juga mengunjungi lokasi-lokasi sekitar pulau yang bisa ditempuh menggunakan perahu untuk melihat aneka macam burung langkah yang bermigrasi di Kawasan Pulau Pannikiang. Untuk mengetahui lebih lanjut kemampuan wisatawan dalam membayar terhadap lokasi wisata digunakan perhitungan surplus konsumen.
Perhitungan surplus konsumen menggunakan regresi berganda dengan ciri koefisien kemiringan β1 mengukur elastisitas Y terhadap X, yaitu persentase perubahan dalam Y untuk persentase perubahan (kecil) tertentu dalam X.
Koefisien elastisitas didefinisikan sebagai (dY/Y)/(dX/X) = (dY/dX)(X/Y),
dimana (dY/Y)/(dX/X) = (dY/dX)(X/Y) diartikan sebagai β1 (Gujarati 1993) dengan beberapa variabel x yaitu total biaya perjalanan (TC), umur pengunjung (A), pendidikan pengunjung (E), pendapatan pengunjung (I), dan lama trip diregresikan terhadap variabel y yaitu jumlah kunjungan (V) (Lampiran 6). Hasil dari regresi diperoleh persamaan:
Q = 17054,53 Biaya-1,04 Pendapatan0,18 Umur1,12 Pendidikan0,04 Trip-0,59
thitung = (4,60) (3,67**) (1,16) (3,78) (0,09) (4,05**)
n = 40 ; R2 = 0,45;
Fhitung= 5.61***
ttest : ** signifikan pada α = 0,01 F-test : *** signifikan pada α = 0,01
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya dan lama trip mempunyai hubungan negatif terhadap kunjungan wisata berarti semakin tinggi biaya perjalanan yang dikeluarkan dan semakin lama waktu trip yang digunakan seseorang menurunkan permintaan kunjungan wisata dan sebaliknya pada variabel pendapatan, umur dan pendidikan mempunyai hubungan yang positif terhadap kunjungan wisata yang berarti bahwa semakin tinggi pendapatan, umur seseorang, dan semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi permintaan terhadap kunjungan wisata.
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel biaya perjalanan dan lama trip berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata mangrove di Pulau Pannikiang.
Hasil analisis R2 menunjukkan 45% variasi dalam model dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang tidak diikutsertakan dan secara keseluruhan berdasarkan hasil uji-F diketahui bahwa seluruh variabel secara bersama-sama memberikan pengaruh nyata terhadap kunjungan wisata dengan melihat kurva permintaan yang tersedia (lampiran 2).
Berdasarkan fungsi permintaan tersebut kemudian dilakukan perhitungan surplus konsumen (Tabel 13) dan (Tabel 14).
Tabel 13 Perhitungan surplus konsumen total wisatawan pada kegiatan wisata mangrove
Kesediaan Membayar (U) Nilai yang dibayarkan (R)
Consumen Surplus (CS)
Rp 17.793.939,00 Rp 711.276,00 Rp 17.082.663,00
Sumber: Data Primer (2019)
Tabel 14 Perhitungan surplus konsumen per wisatawan pada kegiatan wisata mangrove
Kesediaan Membayar (U) Nilai yang dibayarkan (R)
Consumen Surplus (CS)
Rp 444.848,475 Rp 17.781,9 Rp 427.066,575
Sumber: Data Primer (2019)
Total wisatawan mengeluarkan biaya sebesar Rp 711.276,00. Walaupun kenyataannya total wisatawan mampu membayar Rp 17.793.939,00. Oleh karena itu, diketahui bahwa besarnya nilai surplus bagi konsumen adalah Rp 17.082.663,00. Jika dilihat dari nilai yang diperoleh per wisatawannya mengeluarkan biaya sebesar Rp 17.781,9 walaupun kenyataannya per wisatawan mampu membayar Rp 444.848,475. Oleh karena itu, diketahui bahwa besarnya nilai surplus bagi konsumen per wisatawan adalah Rp 427.066,575. Nilai surplus konsumen meliputi biaya transportasi pulang pergi dan pengeluaran lain selama diperjalanan menuju tempat wisata dan di dalam kawasan wisata (konsumsi, karcis, perbaikan lingkungan, dan lain-lain).
4.4.1 Nilai manfaat keberadaan ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi WTP wisatawan terhadap ekosistem mangrove
Keberadaan ekosistem mangrove di suatu kawasan sangat penting untuk dilakukan penilaian ekonomi terkait kesediaan membayar dari wisatawan untuk jasa-jasa lingkungan atau sumber daya. Pada penelitian ini digunakan suatu pendekatan kepada wisatawan dengan melihat seberapa besar kesediaan membayar untuk kegiatan pengelolaan mangrove, pelestarian sumber daya, perbaikan lingkungan melalui biaya tarif masuk di kawasan wisata.
Untuk menilai keberadaan ekosistem mangrove berdasarkan WTP wisatawan digunakan variabel usia, pendidikan, dan pendapatan. Rusdi (2019) dalam penelitiannya terkait kesediaan membayar wisatawan terhadap wisata di Pulau Pannikiang diperoleh faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan membayar wisatawan adalah pendidikan, pendapatan, dan usia. Berdasarkan hasil analisis regresi WTP wisatawan diperoleh persamaan:
WTP = 1,3944 Usia0,43 Pendidikan0,64 Pendapatan0,44 thitung = (0,27) (1,64) (1,69) (4,19*) n = 40 ; R2 = 0,69;
Fhitung = 26,22**
t_test : *signifikan pada α = 0,01 F-test : **signifikan pada α = 0,01
Faktor usia, pendidikan dan pendapatan mempunyai hubungan yang positif terhadap nilai WTP wisatawan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan wisatawan maka semakin tinggi nilai yang bersedia dibayarkan untuk menjaga keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Pannikiang. Lebih lanjut, nilai manfaat keberadaan yang diperoleh dari ekosistem mangrove Pulau Pannikiang dapat dilihat dari manfaat keberadaan oleh wisatawan (Tabel 15).
Tabel 15 Perhitungan Willingnes to pay (WTP) berdasarkan jumlah pengunjung
Rata-rata WTP Jumlah
Pengunjung WTP (Rp/Tahun)
WTP per wisatawan (Rp/Tahun) Rp 23.000,00 300 Rp 6.900.000,00 Rp 172.500,00
Sumber: Data Primer (2019)
WTP wisatawan menujukkan bahwa usia, tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi cenderung akan memberikan nilai keberadaan yang tinggi dibandingkan dengan wisatawan yang umurnya tergolong masih anak-anak, berpendidikan rendah atau pendapatannya rendah. Apabila rata-rata WTP wisatawan dikalikan dengan daya dukung 287 orang maka diperoleh hasil sebesar Rp 6.601.000,00 per tahun. Jika dilihat dari nilai manfaat keberadaan yang diperoleh per wisatawannya sebesar Rp 165.025,00 per tahun (Tabel 16). Hal ini akan mendukung pengelola dalam menerapkan pembatasan pengujung sesuai dengan daya dukung yang berlaku tanpa khawatir dengan pemasukan yang akan di dapatkan dari wisatawan yang berkunjung.
Tabel 16 Perhitungan Willingnes to pay (WTP) berdasarkan daya dukung
Rata-rata WTP DDK WTP (Rp/Tahun) WTP per wisatawan (Rp/Tahun) Rp 23.000,00 287 Rp 6.601.000,00 Rp 165.025,00
Sumber: Data Primer (2019)
4.6 Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Ekowisata Mangrove Pulau