• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (kurs)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

H. Variabel Makro Ekonomi

1. Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (kurs)

Nilai tukar (exchange rate) adalah perbandingan antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Setiap negara mempunyai mata uang masing-masing, bank adalah pusat pasar valuta asing berperan sebagai agen yang mempertemukan pembeli dan penjual valuta asing. Sifat kurs valuta asing tergantung dari sifat pasar. Bila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas dipasar, maka kurs valas berubah sesuai dengan perubahan permintaan dam penawaran (Nopirin, 2001). Menurut Mankiw (2003) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga

yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan.

Mankiw membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal (nominal exchange rate) dan kurs rill (real exchange rate).

a. Kurs nominal (nominal exchange rate)

Adalah harga relatif dari mata uang dua negara simbolnya e. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan rupiah indonesia adalah 9000 rupiah per dolar, maka kita bisa menukar 1 dolar untuk 9000 rupiah di pasar uang.

b. Kurs rill (real exchange rate)

Adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang yang diproduksi dari suatu negara untuk barang- barang dari negara lain.

Untuk melihat hubungan antara kurs riil dan kurs nominal, secara umum perhitungannya sebagai berikut:

Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga dalam mata uang lokal dan pada tingkat kurs yang terjadi. Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, didalamnya terdapat perbandingan nilai tukar, nilai tukar itulah

Kurs Riil = Kurs Nominal x Harga Barang Domestik

sebenarnya semacam harga bagi pertukaran tersebut. Demikian juga pertukaran antar dua mata uang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Hubungan antara nilai tukar mata uang asing dengan harga saham dapat dilihat melalui dua pendekatan. (Reni Maharani, 2006)

Pendekatan pertama dikenal dengan pendekatan pasar barang (good market approach), dimana perubahan pada kurs akan mempengaruhi tingkat kompetitif suatu perusahaan, kemudian akan mempengaruhi pendapatan perusahaan atau struktur cost of fund-nya. Hal tersebut akan berpengaruh pada harga saham suatu perusahaan. Pada saat kurs rupiah terdepresiasi, maka biaya bahan baku impor atau produk yang memiliki kaitan dengan produk impor akan mengalami kenaikan. Hal ini menyebabkan biaya produksi meningkat dan laba perusahaan menjadi turun sehingga tingkat dividen yang dapat dibagikan dan return yang ditawarkan akan menurun pula. Penurunan return yang ditawarkan mengakibatkan permintaan terhadap saham tersebut berkurang sehingga harga saham tersebut turun. Jadi korelasi antara kurs dengan harga saham bersifat positif.

Pendekatan kedua adalah pendekatan keseimbangan portfolio (portfolio balance approach) yang menilai sejauh mana harga saham menyebabkan perubahan pada nilai tukar. Kenaikan harga saham di suatu bursa akan menarik capital inflow, akibatnya nilai tukar domestik akan terdepresiasi.

2. Jumlah Uang Beredar (M2)

Uang adalah persediaan aset yang dapat segera digunakan untuk melakukan transaksi (Mankiw, 2003). Uang selalu didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk tukar menukar atau perdagangan. Yang dimaksud dengan kata “disetujui” dalam definisi ini adalah terdapat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.

Agar masyarakat menyetujui penggunaan suatu benda sebagai uang, haruslah benda itu memenuhi syarat-syarat berikut: (Sukirno, 2004)

b. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu c. Mudah dibawa-bawa

d. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya e. Tahan lama

f. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan) g. Bendanya mempunyai mutu yang sama

Emas dan perak merupakan dua benda yang dapat memenuhi syarat- syarat ini pada masa yang lalu. Oleh sebab itu benda yang dapat menjadi alat perantara dalam kegiatan perdagangan di berbagai negara di dunia sejak berabad-abad yang lalu.

Kemajuan ekonomi dunia yang bertambah pesat sejak berlakunya Revolusi Industri di negara-negara maju menyebabkan perdagangan berkembang dengan pesat sekali. Transaksi-transaksi yang dijalankan telah

menjadi berkali lipat nilainya. Uang emas dan perak tidak dapat ditambah secepat seperti perkembangan pedagangan yang telah berlaku tersebut. Sebagai akibatnya bertambah lama bertambah banyak negara menggantikan uang emas dan perak dengan uang kertas sebagai alat untuk tukar menukar. Pada masa ini uang kertas dan uang bank atau uang giral, yaitu uang yang diciptakan oleh bank-bank umum/bank perdagangan, adalah alat tukar menukar yang terutama di semua negara di dunia ini.

Money Supply yaitu persediaan uang total dalam ekonomi terutama terdiri dari: (1) mata uang dalam peredaran dan (2) deposito dalam perkiraaan tabungan dan giro (Nurul Huda, 2008). Menurut Sadono Sukirno (2004), uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di perekonomian yaitu, adalah jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum.

Definisi jumlah uang beredar terbagi menjadi dua yaitu : 1)Uang dalam arti sempit (M1).

M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan logam) yang

dipegang oleh masyarakat, tidak termasuk uang yang ada di kas bank serta kas negara. Uang tersebut dikenal dengan uang kartal. Kemudian ditambah uang yang berada dalam rekening giro perbankan yang dapat langsung digunakan untuk menguangkan cek, dan biasa disebut dengan uang giral, sehingga bentuk persamaan M1 adalah :

Dimana : M1 = uang dalam arti sempit

C = currency, uang kartal

DD = Demand deposit, uang kartal

Pengertian uang giral (DD) di atas hanya mencakup saldo rekening koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk berbelanja atau membayar. 2) Uang dalam arti luas (M2)

M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang

kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank, sehingga persamaan M2 adalah :

Dimana: M2 = uang dalam arti luas

M1= uang dalam arti sempit

TD = time deposits (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan) Penciptaan uang / besarnya uang beredar dalam masyarakat dapat digambarkan sebagai proses pasar. Jumlah Uang Beredar juga mempunyai keterikatan dengan suku bunga deposito. Semakin banyak jumlah uang yang beredar dimasyarakat, investasi menjadi lebih menarik bila dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan.

Kebijakan mengenai jumlah uang beredar ditentukan oleh Bank Sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Namun jumlah uang beredar tidak hanya ditentukan oleh bank sentral tetapi juga oleh perilaku rumah tangga (yang memegang uang) dan bank (dimana uang disimpan). Untuk memahami jumlah uang beredar, kita harus memahami interaksi antara mata uang, dan rekening giro serta bagaimana kebijakan Bank Sentral mempengaruhi kedua komponen jumlah uang beredar (Mankiw, 2003).

Untuk meningkatkan money supply. Bank sentral dapat menerbitkan surat berharga yang berdampak pada penurunan suku bunga (pada kegiatan ekonomi konvensional). Ketika tingkat bunga mengalami penurunan, maka return yang dapat diberikan oleh obligasi akan menurun pula (monetary portfolio hypothesis). Hal tersebut mengakibatkan investasi pada saham menjadi lebih menarik sehingga harga saham akan meningkat. Jadi, peningkatan money supply akan berdampak pada peningkatan harga saham (Reni Maharani, 2006)

3. Tingkat Inflasi

Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi di definisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Sedangkan menurut Rahardja dan Manurung dalam Nurul Huda (2008) mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Sedangkan menurut Sadono Sukirrno (2004) inflasi yaitu, kenaikan dalam barang dan jasa yang

terjadi karena permintaan bertambah besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.

Menurut Tajul Khalwaty (2000) secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi juga merupakan salah satu ukuran aktifitas ekonomi yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional.

Indikator yang sering digunakan untuk menghitung tingkat inflasi salah satunya adalah Indeks Harga Konsumen. Menurut Mankiw (2002) Indeks Harga Konsumen merupakan suatu ukuran atas keseluruhan biaya pembelian barang dan jasa oleh rata-rata konsumen. Laju inflasi juga merupakan penghitungan lain yang sering digunakan untuk menghitung tingkat inflasi.

Menurut Mankiw (2003) laju inflasi (inflation rate) adalah perubahan presentase dalam indeks harga dari jangka waktu yang sebelumnya. Artinya laju inflasi antara dua tahun berurutan dapat dihitung sebagai berikut:

Cp

CPI = Consumer Price Index / Indeks Harga Konsumen (IHK)

Berdasarkan besarnya laju inflasi, kategori inflasi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

Laju inflasi tahun kedua = CPI tahun kedua – CPI tahun pertama CPI tahun pertama

a. Inflasi Merayap (creeping inflation)

Ditandai dengan laju inflasi yang rendah, yaitu kurang dari 10 % per tahun.

b. Inflasi Menengah (galloping inflation)

Ditandai dengan meningkatnya harga yang cukup besar dan kondisi tersebut berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi, artinya harga pada bulan / minggu berikutnya selalu lebih tinggi dari waktu sebelumnya dan seterusnya.

c. Inflasi Tinggi (hyper inflation)

Adalah inflasi yang sangat mengkhawatirkan, karena harga-harga barang meningkat sampai dengan lima atau enam kali, sehingga nilai uang turun secara tajam (Nopirin, 2001).

Menururt Sadono Sukirno (2004) ada beberapa penyebab terjadinya inflasi yaitu terdiri dari:

1) Inflasi tarikan permintaan (demand-full inflation) merupakan bentuk inflasi yang diakibatkan oleh perkembangan yang tidak seimbang antara permintaan dan penawaran barang dalam perekonomian. Jenis inflasi ini yang mengakibatkan ekonomi menghadapi pengangguran yang tinggi pada kesempatan penuh. Seperti terjadi defisit naik sehingga tidak mampu menaikkan produksi maka agregat permintaan naik dan harga juga naik. Selain itu adalah tingkat ekspor tinggi menyebabkan pendapatan naik terus menerus, konsumsi dan belanja negara juga naik.

Sehingga berakibat perusahaan investasi semakin meningkat pada kesempatan kerja penuh.

2) Inflasi desakan biaya merupakan jenis inflasi yang terjadi pada kegiatan ekonomi mencapai tingkat kesempatan kerja penuh pada saat perusahaan beroperasi pada kapasitas maksimal dan pengangguran tenaga kerja rendah. Sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi. Biaya produksi tersebut mengakibatkan kenaikan harga input seperti biaya pengangutan, bahan baku dan mahan mentah sehingga menaikkan harga produktifitas.

3) Inflasi di impor merupakan bentuk inflasi yang disebabkan karena kenaikan harga minyak 3x lipat tahun 1973 yang dilakukan untuk negara Timur Tengah. Minyak Petroleum merupakan sumber enegri terpenting dalam industri negara barat yang secara mendadak biaya industri meningkat menyebabkan inflasi.

Menurut Milton Friedman, Inflasi akan selalu terjadi karena hal tersebut merupakan fenomena moneter yaitu teori kuantitas uang menyetakan bahwa pertumbuhan dalam kauntitas uang adalah determinan dalam tingkat inflasi, tetapi teori ini hanya bersifat empiris bukan teoritis (uang dan harga). Teori kuantitas dan persamaan Fisher sama-sama menyatakan bahwa pertumbuhan uang mempengaruhi tingkat bunga nominal. Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam pertumbuhan uang

sebesar 1 persen memyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi (Mankiw, 2003).

Dan menurut persamaan Fisher pada teori persamaan kuantitas dan persamaan Fisher, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi. Menurut persamaan Fisher, kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi sebaliknya menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat bunga nominal. Hubungan satu-untuk-satu antara tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal disebut efek Fisher (Fisher effect) (Mankiw, 2003).

Inflasi dalam perspektif ekonomi Islam adalah dalam Islam tidak dikenal dengan inflasi karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam. Adhiwarman Karim mengatakan bahwa, Syekh An-Nabhani (2001) memberikan beberapa alasan mengapa mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunkan emas. Ketika Islam melarang praktek penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk emas dan perak, padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan sebagai kekayaan (Nurul Huda, 2008).

Meningkatnya inflasi merupakan signal negatif bagi investor di pasar modal dan pasar uang. Tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga input produksi naik sehingga biaya produksi meningkat. Akibatnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan turun. Penurunan keuntungan

perusahaan akan mengakibatkan jumlah deviden yang dapat dibagikan pada pemegang saham akan berkurang, sehingga saham emiten menjadi kurang menarik minat pembeli. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa inflasi mempunyai hubungan negatif dengan harga saham (Reni Maharani, 2006)

4. Produk Domestik Bruto

Pendapatan Nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu biasanya satu tahun. Istilah lain pendapatan nasional antara lain: produk domestik bruto/PDB (gross domestic product/GDP), produk nasional bruto (gross national product/GNP ) serta pendapatan nasional netto (net national product/NNP). (Nurul Huda, 2008)

Ada beberapa pendekatan dalam menghitung pendapatan nasional adalah sebagai berikut: (Nurul Huda, 2008)

a. Pendekatan produksi/GDP adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. (Mankiw, 2003). Pengitungan pendapatan dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sektor produksi seperti: sektor produksi pertanian, sektor produksi pertambangan dan penggalian, sektor industri manufaktur, sektor industri listrik, gas, dan air minum, sektor produksi bangunan, sektor produksi perdagangan, hotel dan restoran dan lain-lain.

Penghitungan pendapatan dengan konsep nilai tambah bertujuan agar terhidar dari penghitungan ganda (double-count).

GDP nominal (nominal GDP) adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga yang berlaku.

Sedangkan GDP Rill (rill GDP) adalah nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga konstan.

b. Pendekatan pengeluaran/GNP adalah penghitungan pendapatan nasional dengan melakukan penjumlahan permintaan akhir unit- unit ekonomi, yaitu: rumah tangga berupa konsumsi (consumption/C), perusahaan berupa Investasi (investment/I), pengeluaran pemerintah (government /G), pengeluaran ekspor dan impor (export-import/X-M).

Penghitungan pendapatan nasional umumnya ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Dimana: Y = Pendapatan

C = Konsumsi

I = Investasi

G = Pengeluaran Pemerintah GDP Nominal = GDP Rill x Deflator GDP

GDP Rill = GDP Nominal GDP Deflator

X – M = Eksport Netto

GDP adalah nilai barang jadi yang diproduksi di dalam negeri, sedangkan GNP adalah nilai barang yang diproduksi baik di dalam negeri dan di luar negeri.

c. Pendekatan pendapatan/NNP adalah GNP yang dikurangi dengan penyusutan dari stock modal yang ada selama periode tertentu. Penyusutan modal adalah biaya dari memproduksi output perekonomian.

Produk Domestik Bruto sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir (final) produksi dalam sebuah negara pada suatu periode. PDB merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat suatu negara (termasuk warga negara asing) dalam satu tahun tertentu.

Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu menaikkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut. Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara dimana perusahaan itu beroperasi. Operasinya membantu menmbah barang dan jasa

yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering sekali juga membantu menmbah ekspor. Operasi mereka merupakan bagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara dan nilai produksi yang disumbangkannya perlu dihitung dalam pendapatan nasional. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya Gross Domestic Product, adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor milik warga negara, negara tersebut dan warga negara asing.

Pendapatan nasional dalam perspektif ekonomi Islam menurut Nordhaus dan Tobin dari Yale bersama-sama dalam tahun 1972 mengajukan konsep MEW (Measure of Economic Welfare) yang secara sederhana formulasi konsep MEW:

MEW: C – public expenditure – durable goods consumption – loss of welfare due to pollution, urbanization and congestion + value of durables actually consumed during the year + value of non-market services + value of lesure.

Tetapi konsep ini tidak berkembang dan sampai saat ini cenderung penggunaan GDP rill/kapita sebagai ukuran kesejahteraan suatu negara masih digunakan. (Nurul Huda, 2008).

Ketika pendapatan masyarakat naik, maka masyarakat memiliki uang yang lebih banyak untuk kebutuhan konsumsi dan berjaga-jaga. Kelebihan uang tersebut dapat digunakan untuk berinvestasi dan mendapatkan return pada berbagai instrumen yang tersedia, seperti deposito, obligasi, reksadana

maupun pada pasar saham. Bila terjadi kenaikan permintaan pada saham, maka harga saham akan mengalami peningkatan. Sehingga kenaikan pendapatan masyarakat, yang notabene merupakan salah satu tolak ukur peningkatan ekonomi, akan berdampak pada harga saham (Reni Maharani, 2006).

I. Penelitian Terdahulu 1. Reny Maharani (2006).

Penelitian mengenai hubungan kausalitas antara variabel makro dengan harga saham syariah Jakarta Islamic Index telah dilakukan oleh Reny dengan menggunakan metode Error Correction Model. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kausalitas jangka panjang dan jangka pendek antara suku bunga, nilai tukar mata uang asing (kurs), dan jumlah uang beredar (M2) dengan harga saham syariah JII periode Januari 2001

sampai dengan Mei 2005.

Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat adanya hubungan kausalitas antara money supply (M2) dengan harga saham syariah JII. Dalam jangka

panjang M2 berpengaruh terhadap harga saham syariah JII dan harga

saham syariah JII juga berpengaruh terhadap M2. Tetapi dalam jangka

pendek hanya variable makro M2 yang berpengaruh terhadap harga saham

syariah JII.

2. Aktham Maghayereh (2005).

Penelitian mengenai hubungan kausalitas lainnya dilakukan oleh Aktham Maghayereh dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen’s dan Error

Correction Model. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel makro yang terdiri dari inflasi, suku bunga, produksi industri/IP, eksport, kurs, harga minyak dan jumlah uang berdedar dengan Amman Stock Price Index (SPI) periode Januari 1987 sampai dengan Desember 2000.

Hasil penelitian menunjukkan variabel makro dalam penelitiannya yang terdiri dari inflasi, suku bunga, produksi industri/IP, eksport, kurs, harga minyak dan jumlah uang beredar mempunyai hubungan kausalitas dalam jangka panjang dan jangka pendek. Untuk itu variable makro dapat digunakan dalam memprediksi naik turunnya Amman Stock Price Index (SPI). Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi dalam melihat keadaan ekonomi dan politik khususnya di Negara-Negara Timur Tengah.

3. Ruby Ahmad dan Mohamed Albaity (2005).

Penelitian mengenai hubungan jangka panjang dan jangka pendek lainnya dilakukan oleh Ruby Ahmad dan Mohamed Albaity. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja Kuala Lumpur Syariah Index (KLSI) dan Kuala Lumpur Composite Index (KLCI). Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi dan VECM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek KLSI dan KLCI saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan dua arah dari masing-masing indeks pada arah yang sama, dan dalam jangka panjang KLCI adalah menyesuiakan diri dengan KLSI

artinya terdapat pengaruh KLSI terhadap KLCI dalam jangka panjang tetapi tidak sebaliknya.

4. Muhammad Fahrudin Z. (2005).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh variabel makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar mata uang dan suku bunga terhadap indek JII. Penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel makro yang terdiri dari inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar mata uang asing, dan suku bunga berpengaruh terhadap indeks JII.

5. Deddy Marciano dan Suryanto (2004).

Penelitian mengenai hubungan kausalitas lainnya dilakukan oleh Deddy Marciano dan Suryanto. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek dan pasar modal di Indonesia. Variabel makro ekonomi yang digunakan meliputi ekspor, inflasi, tingkat suku bunga, kurs, dan jumlah uang beredar. Periode penelitian adalah sebelum krisis ekonomi. Penelitian ini menggunakan model Error Correction Model (ECM) dari Engel-Granger.

Hasil penelitian menunjukkan kebijakan tingkat suku bunga sebagai salah satu instrument moneter memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap harga-harga saham di pasar modal Indonesia. Kebijakan moneter selain tingkat suku bunga (penjualan/pembelian surat berharga) hanya akan berpengaruh pada harga-harga saham di pasar modal Indonesia

dalam jangka pendek. Inflasi dan kinerja ekspor hanya berpengaruh secara jangka panjang dan positif terhadap perilaku harga-harga saham di Indonesia. Secara keseluruhan kinerja ekonomi makro dicerminkan pada harga-harga saham Indonesia dalam jangka panjang.

6. Siti Zubaidah (2004).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tingkat inflasi dan perubahan Nilai kurs secara simultan dan parsial terhadap beta saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII). Periode data yang di ambil adalah tiga tahun 2001, 2002, dan 2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2001 sampai dengan 2003, kondisi tingkat inflasi di Indonesia terjadi perubahan yang tidak mencolok, sedang perubahan kurs terutama antara rupiah dan nilai dollar juga ada perubahan yang tidak jauh, dapat dikatakan bahwa perubahan nilai kurs juga cukup stabil. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi bangsa Indonesia antara tahun 2001 sampai dengan 2003 cukup stabil, baik dari segi politik, ekonomi dan sosialnya. Demikian juga dipengaruhi oleh kondisi dunia yang cukup aman sehingga mempengaruhi tingkat

Dokumen terkait