BAB IV KONDISI UMUM
5.2 Nilai Guna Ekosistem Karst Gunung Cibodas
5.2.1 Nilai unsur biologi
a. Tumbuhan
Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat terdiri dari pemanfaatan sayuran, pakan ternak dan kayu bakar. Penilaian tumbuhan yang dilakukan terdiri dari penilaian kayu bakar dan pakan ternak. Pemanfaatan sayuran belum bisa dinilai karena keterbatasan informasi yang diperoleh.
Gunung Cibodas ditumbuhi dengan tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dalam penelitian tidak diamati jenis yang dimanfaatkan untuk pakan ternak, namun masyarakat menuturkan bahwa jenis yang sering diambil untuk pakan ternak adalah kihandra (Calliandra calothyrsus) dan macam-macam jenis rumput. Contoh jenis yang dimanfaatkan untuk pakan ternak di Kecamatan Nglipar Gunung Kidul adalah rumput gajah, daun mahoni muda, daun turi, kolonjo, dan rumput liar (Nurfatriani 2005). Menurut penuturan masyarakat, jumlah pakan ternak di Gunung Cibodas bisa dikumpulkan sebanyak dua karung dalam satu kali pengambilan. Waktu rata-rata yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut sekitar dua jam, sehingga pengumpul pakan ternak membutuhkan satu jam untuk satu karung pakan ternak. Intensitas pengambilan pakan ternak dalam satu minggu mencapai tiga kali pengambilan. Jumlah pemilik ternak di Kampung Bubulak adalah empat orang. Apabila diasumsikan pengambilan dilakukan dengan intensitas yang tetap, maka dalam satu tahun jumlah pakan ternak yang bisa dikumpulkan adalah 1.248 karung yang dikumpulkan selama 1.248 jam. Nilai pakan ternak diduga dengan metode nilai substitusi tidak langsung berupa nilai upah buruh. Upah buruh di Kampung Bubulak adalah sebesar Rp 25.000 dengan waktu kerja efektif sekitar enam jam. Nilai upah buruh berarti setara dengan Rp 4.200 per jam. Berdasarkan pendekatan ini, nilai pakan ternak dari Gunung Cibodas adalah Rp 5.241.600 per tahun.
Pemanfaatan lain yang dilakukan masyarakat adalah pengambilan kayu bakar untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangga. Jenis yang diambil untuk kayu
bakar adalah kihandra (Calliandra calothyrsus) dan totoropongan (Cecropia
umbellata). Penilaian kayu bakar yang dilakukan di Kampung Bubulak karena
berdasarkan informasi yang diperoleh, masyarakat yang tinggal di sebelah selatan Gunung Cibodas banyak yang melakukan pengambilan kayu kayu bakar. Pemanfaat kayu bakar di kampung tersebut berasal dari RT 01 dan RT 02 yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Cibodas dibanding tiga RT lainnya. Jumlah rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar adalah sebanyak 41 KK. Jumlah rumah tangga pengguna kayu bakar terdiri dari 10 KK dari RT 01, 15 KK dari RT 02, 9 KK dari RT 03, dan 7 KK dari RT 04. Hal ini berbeda dengan warga RT 05 yang seluruhnya menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar rumah tangga. Jumlah rumah tangga yang memanfaatkan kayu bakar dari Gunung Cibodas adalah 34 rumah tangga, sedangkan 7 rumah tangga lainnya memanfaatkan kayu bakar dari kebun milik sendiri atau membeli dari warga RT 01 dan RT 02 yang mengambil kayu bakar dari Gunung Cibodas. Pemanfaatan kayu bakar juga dilakukan masyarakat yang berasal dari kampung lainnya, yaitu Kampung Jatake, Kampung Mekarjaya, dan kampung lainnya di sekitar Gunung Cibodas. Pemilihan Kampung Bubulak sebagai objek penilaian kayu bakar didasarkan pada informasi bahwa jumlah pengambil kayu bakar dari kampung ini lebih banyak dari pada kampung lainnya.
Penilaian kayu bakar dilakukan dengan metode kontingensi yaitu kesediaan menerima (willingness to accept). Metode ini dipilih karena pengambil kayu bakar terkadang menjual kayu bakar kepada tetangga yang membutuhkan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, satu ikat atau satu pikulan kayu bakar yang diambil berkisar dari harga Rp 2.000 sampai dengan Rp 15.000 tergantung dari ukuran kayu perikat, namun warga biasa menjual dengan harga Rp 10.000 kepada tetangga yang kehabisan cadangan kayu bakar. Harga kontingensi rata-rata yang diperoleh dari kayu bakar sebesar Rp 9.700 per ikat. Jumlah kayu bakar yang bisa dikumpulkan dalam satu tahun rata-rata adalah 248 ikat untuk setiap rumah tangga. Jumlah pemanfaat kayu bakar di Kampung Bubulak adalah 34 rumah tangga, sehingga diperoleh nilai guna langsung kayu bakar Gunung Cibodas untuk Kampung Bubulak adalah Rp 80.880.000 per tahun.
38
Nilai guna tumbuhan diperoleh dari pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak. Nilai pemanfaatan dari sayuran tidak bisa dijumlahkan karena kesulitan untuk menduga nilai tersebut. Nilai tumbuhan yang dimanfaatkan adalah Rp 86.121.600 per tahun yang berasal dari pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak.
b. Satwa
Pemanfaatan satwa yang dilakukan masyarakat disekitar Gunung Cibodas masih terbatas. Menurut penuturan masyarakat setempat, satwa yang biasa dimanfaatkan adalah burung. Jenis burung yang diambil adalah ayam-hutan hijau (Gallus varius) dan poksai (Garrulax rufrifrons). Saat ini pengambilan burung sudah tidak dilakukan, masyarakat menganggap populasi burung sudah menurun dan jenis yang ditangkap sudah jarang ditemukan di Gunung Cibodas. Kelangkaan beberapa jenis burung bisa terjadi karena tingginya intensitas pengambilan ataupun terganggunya habitat dari satwa tersebut. Pengambilan satwa yang saat ini dilakukan masyarakat adalah pengambilan kelelawar.
Pengambilan kelelawar dilakukan pada sore hari hingga malam hari yang berasal dari goa-goa di Gunung Cibodas. Goa yang sering diambil kelelawarnya adalah Goa Simanggir dan Goa Sigajah. Berdasarkan pemaparan pemburu kelelawar, jumlah kelelawar yang tertangkap bisa mencapai 200 ekor dalam satu kali perburuan. Alat yang digunakan berupa jaring yang diikat pada dua batang bambu kecil dan dipasangkan di mulut goa. Perburuan kelelawar dimulai sekitar pukul 17.00 WIB dan berakhir pada pukul 20.00 WIB.
Kegiatan pengambilan kelelawar di Gunung Cibodas hanya dilakukan oleh satu kelompok pemburu yang berasal dari Kampung Tegalwaru. Pemburu hanya melakukan pengambilan ketika ada pesanan atau permintaan dari pedagang di pasar, namun pengambilan kelelawar biasanya dilakukan satu kali dalam dua bulan. Salah satu pemburu kelelawar menyebutkan bahwa jumlah kelelawar yang tertangkap dalam satu kali pengambilan rata-rata sekitar 70 ekor. Kelelawar dijual dengan harga Rp 3.000 per ekor. Jumlah kelelawar yang tertangkap bisa mencapai 200 ekor, dan jika kurang beruntung hanya sekitar 30 ekor yang tertangkap. Apabila kelelawar yang tertangkap tidak terjual, maka kelelawar akan dikonsumsi. Jika diasumsikan pengambilan kelelawar dilakukan dengan intensitas dan jumlah tangkapan yang tetap, maka hasil yang bisa diperoleh adalah Rp 1.260.000 per tahun. Nilai ini merupakan perkiraan dari nilai kelelawar yang ditangkap di goa-goa di Gunung Cibodas. Intensitas pengambilan kelelawar bisa bertambah ataupun berkurang, sehingga kelelawar memiliki nilai potensial yang lebih tinggi atau rendah dari nilai pemanfaatan saat penelitian berlangsung.