MIFTAH AYATUSSURUR
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
Miftah Ayatussurur. E 34062207. Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat. Di Bawah Bimbingan Haryanto R. Putro dan Bahruni.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi biofisik dan menduga nilai guna langsung ekosistem Karst Gunung Cibodas. Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan dalam melakukan pengelolaan terhadap ekosistem karst. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Mei 2011 di Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat. Data diperoleh dengan melakukan wawancara, survey lapangan, dan studi literatur. Penilaian potensi Gunung Cibodas dilakukan dengan metode harga pasar, metode nilai substitusi tidak langsung, metode biaya perjalanan, metode kontingensi, dan metode biaya sisa turunan.
Unsur biologi Gunung Cibodas yang diidentifikasi terdiri dari tumbuhan dan satwa. Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan di Gunung Cibodas adalah 254 jenis dari 84 famili (Soemarno et al. 2006). Satwa yang ditemukan terdiri dari 37 jenis burung dari 21 famili, 5 jenis mamalia dari 5 famili, dan 20 jenis herpetofauna dari 12 famili. Tumbuhan dimanfaatkan untuk kayu bakar, pakan ternak, dan sayuran sedangkan satwa dimanfaatkan untuk dijual. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan adalah Calliandra calothyrsus dan Cecropia umbellata untuk kayu bakar, Leucaena glauca untuk sayuran, dan berbagai macam jenis rumput untuk pakan ternak. Satwa yang dimanfaatkan adalah kelelawar (Cynopterus sp.) yang dijual di pasar. Unsur fisik yang teridentifikasi adalah goa, tebing, mata air, dan batu gamping. Goa ditemukan sebanyak 15 goa yang dimanfaatkan untuk kegiatan penelusuran goa, tempat pengambilan sarang walet dan kotoran kelelawar (guano), serta objek penelitian. Gunung Cibodas memiliki dua lokasi tebing yaitu di bagian barat dan timur. Tebing di bagian barat dimanfaatakan untuk kegiatan panjat tebing dan telah dibuat 12 jalur panjat tebing. Mata air ditemukan di sisi utara Gunung Cibodas dan mengalir menuju sungai Cisadane. Air dimanfaatkan untuk mandi, mencuci, dan kebutuhan rumah tangga. Gunung
Nilai guna langsung ekosistem karst Gunung Cibodas sebesar Rp 1.098.516.600 pertahun. Nilai tersebut terdiri dari nilai kayu bakar, pakan ternak, nilai kelelawar, nilai goa, nilai tebing, nilai air, dan nilai batu gamping. Nilai potensial yang terduga adalah Rp 630.995.400 per tahun, atau sekitar lima kali lipat dari nilai aktual yaitu Rp 122.916.600 yang dihitung tanpa nilai batu gamping. Nilai potensial ini belum termasuk nilai unsur biologi dan fisik lain yang belum dikuantifikasi nilainya.
Pemanfaatan batu gamping mengakibatkan kerusakan pada ekosistem Karst Gunung Cibodas. Kerusakan yang terjadi saat ini antara lain menipisnya tebing panjat, kerusakan ekosistem goa, berkurangnya produksi sarang walet, serta terjadinya longsor di Gunung Cibodas. Pertambangan batu gamping memiliki pengaruh buruk terhadap satwa dan tumbuhan serta berpotensi untuk menghilangkan mata air Cipanas yang merupakan sumber air bersih bagi masyarakat setempat. Kegiatan ini sebaiknya dihindari atau diminimalisir untuk menjaga kelestarian Gunung Cibodas. Kegiatan pemanfaatan di Gunung Cibodas sebaiknya memperhitungkan aspek pelestarian (konservasi) yang mendukung keberlangsungan ekosistem tersebut. Pemanfaatan jasa lingkungan secara lestari merupakan salah satu pilihan yang mendukung ekosistem Karst Gunung Cibodas.
SUMMARY
Miftah Ayatussurur. E 34062207. Direct Use Value of Karst Ecosystem of Cibodas Mountain Bogor, West Java. Under Supervision of Haryanto R. Putro and Bahruni.
This research was conducted in order to identify biophysic’s potential and estimate direct use value of Karst Ecosystem of Cibodas Mountain. The research would provide information which served as consideration in the management of the area. The observation was held in December 2010 to May 2011 at Cibodas Mountain, Bogor, West Java. The data was collected through interview, field survey, and literature study. Market price method, indirect substitution value, travel cost method, contingency valuation method, and residual drived method was used to count the potential value of the ecosystem.
Biological element of Cibodas Mountain was comprised of plants and animals. There were 254 plants species of 84 family (Soemarno et al. 2006), 37 bird species from 21 family, 5 mammals species from 5 family, and 20 species of herpetofauna from 12 family. Plants were used for firewood, fodder, and vegetables, while the animal was used for sale. Plant species used were
Calliandra calothyrsus and Cecropia umbellata for firewood, Leucaena glauca
for vegetable, and the grass for fodder. The species of animal used for sale was
Cynopterus sp. Physical element included caves, cliffs, water source, and
limestone. There were 15 caves found during the research and these caves were used for caving exploration (sport), bird nest source, and guano source. Cibodas Mountain had two location of cliffs, one at the west side and the other at the east side of the mountain. However only the west side was used for sport (climbing) area with 12 climbing routes. Water resource was found at the north side of Cibodas Mountain and it was flowing in to Cisadane river. Water was used for daily needs such as bathing, washing, etc. Cibodas Mountain was a karst ecosystem rich with limestone, and it was being used by the people as a mining location.
The direct use value of Karst Ecosystem of Cibodas Mountain was about Rp 1,098,516,600 per year, which consist of the value of firewood, fodder, bat,
Rp 122,916,600 excluding limestone value. The potential value was excluding the biologycal element and physical element in its calculation.
The used of limestone as mining source had resulted in damages of Cibodas Mountain’s Karst ecosystem. The damages took form in the decline of climbing cliffs, destruction of cave ecosystem, decrease of bird nest production, and erosion in Cibodas Mountain. Limestone mining had brought about negative influence toward animals and plants, and it could also lead to the disappearance of clean water source (Cipanas water sources). Mining activity should be reduced in order to maintain the sustainability of Cibodas Mountain. The utilization of Cibodas Mountain potential should consider the sustainability aspect (conservation). Sustainable use of Cibodas Mountain was an alternative to prevent Cibodas Mountain Karst ecosystem from destruction.
NILAI GUNA LANGSUNG EKOSISTEM KARST
GUNUNG CIBODAS BOGOR, JAWA BARAT
MIFTAH AYATUSSURUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dengan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Miftah Ayatussurur E34062207
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Miftah Ayatussurur
NIM : E34062207
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas : Kehutanan
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Haryanto R. Putro, MS Dr. Ir. Bahruni, MS .
NIP. 19600928 198503 1 004 NIP. 19610501 198803 1 003
Mengetahui :
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi dengan judul Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat merupakan syarat yang harus diselesaikan untuk mendapatkan gelar Sarjanan Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengungkap potensi ekosistem karst Gunung Cibodas dan menduga nilai guna langsung dari pemanfaatan potensi biofisik yang terdapat di dalamnya. Pendugaan nilai dilakukan untuk mengetahui pentingnya eksistensi Gunung Cibodas serta manfaat bagi masyarakat. Manfaat ekosistem yang terungkap diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan sehingga pemanfaatan yang dilakukan bisa mendukung keberlangsungan ekosistem karst Gunung Cibodas.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk khalayak umum dan khususnya untuk penulis sendiri. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini.
Bogor, Oktober 2011
Miftah Ayatussurur E34062207
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 20 September 1988 dari pasangan Sumarhadi dan Siti Atikah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Sekolah dasar di SDN Panimbang Jaya IV diselesaikan pada tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Panimbang. Penulis lulus dari SLTP dan melanjutkan ke SMAN 1 Pandeglang pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan ke jenjang selanjutnya dengan mengikuti seleksi perguruan tinggi IPB melalui jalur USMI dan mengikuti pendidikan dengan Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dan belajar berorganisasi pada Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Institut Pertanian Bogor (LAWALATA – IPB) dan berhasil melaksanakan Ekspedisi Pulau Nusa Penida di Propinsi Bali tahun 2007. Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan telah melakukan kegiatan SURILI di Taman Nasional Manupeu Tanadaru pada tahun 2009. Pada bulan Juli tahun 2011 penulis membawa tim Lawalata IPB melaksanakan Caving
Expedition di Taman Nasional Pong Nha Ke Bang Vietnam.
Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden dan Cilacap pada tahun 2008 serta Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009. Praktek Kerja Lapangan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon telah dilakukan oleh penulis pada tahun 2010 dengan melakukan kajian berjudul Hubungan Aliran Sungai dengan Kubangan Badak Jawa. Pada bulan Desember tahun 2010 sampai dengan bulan Mei 2011 penulis melakukan penelitian untuk tugas akhir yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan dengan judul penelitian Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat. Dalam melaksanakan penelitian, penulis dibimbing oleh Bapak Ir. Haryanto R. Putro MS dan Bapak Dr. Ir. Bahruni MS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis senantiasa memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan karunia dan kesempatan untuk melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dan mendukung segala hal positif yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Ibu, ayah, adik, dan seluruh keluarga tercinta terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Kasih sayang dan bantuan yang diberikan tidak pernah bisa dibalas dengan hal apapun. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro MS dan Bapak Dr. Ir. Bahruni MS selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, nasehat, dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan skripsi. Terima kasih kepada Bapak Djamhari, Bapak Karnadi, Bapak Unda, Bapak Alex, Bapak Picis, Teh Enah, dan A Jubir atas bantuan selama di lapangan dan kesediaannya menjadi narasumber dalam penelitian. Senior yang memberikan inspirasi, Mas Bowie, terima kasih atas ilmu, informasi, bantuan, dan arahan selama di lapangan, serta foto-foto yang diberikan. Rekan-rekan Divisi Caving Lawalata-IPB, Firin, Fahmi, Eko, Kipli, Jeceng, Bolong, Odhe, Debug, Beta, dan seluruhnya tergabung dalam UKM LAWALATA – IPB, terima kasih atas petualangan yang pernah kita lakukan bersama. Rekan-rekan yang bersedia membantu kegiatan penelitian, Dedek, Febriyanto, Akmal, Nanang, Iman, Riki, dan Reni terima kasih sudah meluangkan waktunya. Agung Gunawan, Asri Joni, A. Fajar Surahman, dan A. Gozali Darda terima kasih atas kebersamaan dan diskusi seputar ekosistem karst dan permasalahannya. Cendrawasih (KSHE 43) terima kasih atas kebersamaannya selama berada di bangku kuliah. Terima kasih banyak kepada Hilma Suciandari atas dorongan dan bantuan transportasi yang diberikan selama penelitian, serta kesediaan membaca skripsi. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan dengan nilai yang lebih. Amin.
Bogor, Oktober 2011
Miftah Ayatussurur E34062207
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...i
RIWAYAT HIDUP ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karst dan Pembentukannya ... 3
2.2 Manfaat dan Nilai Ekonomi Ekosistem Karst ... 3
2.3 Potensi Kawasan Karst ... 4
2.4 Konsep Sistem Nilai ... 5
2.5 Metode Penilaian Sumberdaya Alam ... 6
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 8
3.2 Alat dan Objek ... 8
3.3 Batasan Penelitian ... 8
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 9
3.4.1 Potensi biofisik ... 9
3.4.2 Pendugaan nilai ekonomi ... 10
3.4.3 Nilai ekonomi total ... 12
3.4.4 Penentuan responden ... 12
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak, Luas, dan Batas ... 14
4.2 Aksesibilitas ... 15
4.3 Iklim ... 15
4.4 Geologi dan Tanah ... 15
4.5 Topografi dan Kemiringan Lahan ... 16
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Potensi Karst Gunung Cibodas ... 17
5.1.1 Potensi unsur biologi ... 17
5.1.2 Potensi unsur fisik ... 28
5.2 Nilai Guna Ekosistem Karst Gunung Cibodas ... 36
5.2.1 Nilai unsur biologi ... 36
5.2.2 Nilai unsur fisik ... 39
5.2.3 Nilai total ekosistem Karst Gunung Cibodas. ... 43
5.2.4 Nilai potensial Gunung Cibodas... 44
5.3 Pengelolaan Gunung Cibodas. ... 48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51
6.2 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Klasfikasi responden penerima manfaat Gunung Cibodas ... 13
Daftar jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya ... 20
Jenis mamalia yang teramati di Gunung Cibodas ... 23
Daftar jenis herpetofauna yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya ... 25
Daftar goa yang ditemukan di Gunung Cibodas ... 29
Nilai pemanfaatan unsur biofisik ekosistem Karst Gunung Cibodas ... 43
Daftar harga burung di Pasar Ciampea ... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Klasifikasi nilai ekonomi total ... 6
Lokasi Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat ... 14
Makaranga (Macaranga tanarius), salah satu jenis pohon yang mendominasi ekosistem Karst Gunung Cibodas ... 18
Seorang ibu yang memikul kayu bakar dari Gunung Cibodas ... 19
Beberapa jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Merbah cerukcuk; (b) Perenjak Jawa ... 22
Grafik pertambahan jenis burung ... 22
Mamalia yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Kelelawar; (b) Monyet ekor panjang ... 24
Beberapa jenis katak yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Rana chalconota (b) Fejervarya limnocharis ... 26
Tokek rumah dan kelompok telur pada celah tebing batu kapur (a) Tokek (Gekko gecko); (b) Kelompok telur ... 27
Ular yang ditemukan di kawasan Gunung Cibodas (a) T. Albolabris; (b) D. Pictus; (c) C. Rhodostoma ... 28
Goa dengan lorong vertikal (a) Goa Sinawing; (b) Goa Sigodawang ... 30
Kegiatan penelusuran goa (a) Penelusuran goa vertikal; (b) Menelusuri lorong sempit ... 30
Kegiatan panjat tebing di Gunung Cibodas ... 32
Pemanfaatan air oleh masyarakat ... 33
Bak penampungan air Cipanas ... 34
Pemanfaatan batu gamping sebagai bahan tambang (a) Pengangkutan batu gamping; (b) Pembakaran batu gamping ... 35
Perburuan kelelawar di Gunung Cibodas ... 38
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Data penilaian kayu bakar ... 56
Data penilaian goa ... 57
Data penilaian tebing ... 58
Data penilaian batu gamping ... 59
Daftar jenis tumbuhan di Gunung Cibodas ... 60
Peta sebaran potensi fisik Gunung Cibodas ... 62
Dokumentasi kegiatan penelitian nilai guna langsung ekosistem Karst Gunung Cibodas tahun 2011 ... 63
1.1 Latar Belakang
Sebaran batu gamping di Indonesia terdapat di seluruh pulau baik pulau besar maupun pulau kecil. Pulau besar tersebut diantaranya Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Madura, Bali, Halmahera, Lombok, Sumbawa, Flores dan pulau kecil seperti Sumba, Nusa Penida, Seram, dan Muna (Kurniawan 2010). Luas karst Indonesia hampir mencapai 20% dari luas seluruh wilayah Indonesia. Karst memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi baik hayati maupun non hayati (Adji et al. 1999). Menurut Suryantoro (2000) kawasan karst biasanya memiliki bentang alam eksotis, flora fauna langka, berfungsi sebagai daerah resapan dan sumber air, kaya bahan tambang, serta kaya akan peninggalan pra sejarah. Keragaman hayati di dalam ekosistem karst biasanya memiliki tingkat endemisme yang tinggi. Hal ini disebabkan biota terutama yang hidup di dalam goa pada ekosistem karst hanya mampu bertahan pada ekosistem tersebut.
Potensi karst sebagai bahan non-tambang di Indonesia saat ini masih kurang disadari oleh masyarakat, umumnya hanya dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi bahan galian untuk bahan bangunan atau bahan baku semen. Padahal kawasan karst memiliki potensi ekonomi, ekologis, dan sosial budaya. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, kawasan karst memiliki tiga nilai strategis, yaitu: (1) nilai ekonomi, berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pertambangan, pengelolaan air, dan pariwisata; (2) nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu-ilmu kebumian, speleologi, biologi, arkeologi, dan paleontologi; serta (3) nilai kemanusiaan, berkaitan dengan keindahan, rekreasi, pendidikan, unsur-unsur spiritual, dan agama atau kepercayaan.
Ekosistem Karst Gunung Cibodas merupakan bentang alam karst dengan bentuk bukit tunggal yang memanjang dari arah timur ke barat. Topografi di sekeliling ekosistem karst ini berupa dataran, sehingga merupakan satu-satunya karst berupa bukit yang terisolir. Kondisi ini membuat ekosistem karst tersebut menjadi rentan (fragile) dan terancam kepunahan baik hayati maupun non hayati. Kondisi ini diperparah oleh kegiatan eksploitasi berupa penambangan batu
2
gamping yang berlangsung sejak tahun 1950-an. Pada saat ini, Gunung Cibodas mengalami degradasi yang disebabkan oleh kegiatan pengambilan batu gamping oleh masyarakat setempat yang menggantungkan kebutuhan ekonominya dari hasil penjualan batu gamping tersebut. Di sisi lain, ekosistem ini menyediakan barang dan jasa lingkungan berupa kayu bakar, sarang burung walet yang berasal dari goa-goa di dalam ekosistem karst, pemandangan yang indah untuk rekreasi, tebing dan goa untuk kegiatan olah raga minat khusus, sumber air yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan pertanian masyarakat, serta jasa lingkungan lainnya.
Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumberdaya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi (Bahruni 1999). Menilai manfaat ekosistem Karst Gunung Cibodas perlu dilakukan sebagai bahan untuk memberikan informasi seberapa besar nilai yang terdapat dalam ekosistem tersebut yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pengelolaan. Konversi lahan yang mungkin terjadi seperti pembuatan pemukiman, lahan pertambangan, dan sebagainya bisa dipertimbangkan secara lebih hati-hati setelah mengetahui nilai ekonomi yang terdapat di dalam ekosistem Karst Gunung Cibodas. Penelitian ini penting untuk mengidentifikasi potensi unsur hayati dan non hayati serta mengungkap nilai ekonomi ekosistem Karst Gunung Cibodas.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi biofisik ekosistem Karst Gunung Cibodas dan menduga nilai guna langsung ekosistem Karst Gunung Cibodas.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian adalah sebagai informasi dan bahan masukan untuk pengelolaan ekosistem Karst Gunung Cibodas.
2.1 Karst dan Pembentukannya
Karst adalah bentukan bentang alam pada batuan karbonat yang khas berupa bukit, lembah, dolina (cekungan), dan goa. Karst terbentuk dari proses alam yang disebut dengan proses karstifikasi. Kawasan karst adalah kawasan batuan karbonat (batu gamping CaCo3 dan dolomite Ca[MgCO3]2) yang memperlihatkan morfologi karst (KESDM 2000). Karst dan kawasan karst dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang dipengaruhi oleh air. Proses pelarutan ini dipercepat oleh adanya CO2 yang terdapat pada atmosfer di bagian atas permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Air hujan yang bereaksi dengan CO2 membentuk H2CO3 (asam karbonat) dan bersifat reaktif terhadap kalsium sehingga terbentuk kalsium karbonat atau batu gamping (CaCO3).
Samodra (2001) menjelaskan bahwa secara sempit kawasan karst dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau karstifikasi. Dalam konteks yang lebih luas, kawasan karst merupakan perpaduan antara unsur-unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah, dan batuan yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh. Gangguan terhadap salah satu unsur akan mempengaruhi seluruh sistem.
2.2 Manfaat dan Nilai Ekonomi Ekosistem Karst
Ekosistem karst memiliki berbagai manfaat, manfaat dari ekosistem karst antara lain (KLH 2009):
Tempat penyimpanan air yang secara bertahap dapat disalurkan ke tempat lain.
Habitat yang sesuai bagi fauna yang tinggal di goa-goa karst seperti kelelawar yang berfungsi sebagai penyerbuk, penyebar biji, dan pengendali hama serta penyakit yang berasal dari serangga.
Habitat burung walet yang bersarang pada goa-goa karst dan menghasilkan sarang walet yang bernilai ekonomi, serta mengendalikan populasi serangga yang menjadi hama dan menyebarkan penyakit.
4
Kawasan karst memiliki pemandangan yang indah sebagai lokasi tujuan wisata.
Beberapa kawasan karst memiliki nilai tradisi troglodit (tradisi masyarakat yang masih menggunakan goa atau ceruk sebagai bagian dari tradisinya; seperti kuburan toraja, kandang ternak, dan sebagainya).
Beberapa kawasan karst memiliki nilai pusaka budaya yang merupakan lokasi bersejarah.
Kawasan karst kaya akan bahan galian tambang sehingga berpotensi sebagai kawasan pertambangan.
2.3 Potensi Kawasan Karst
Kawasan karst memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Potensi ekosistem karst yang bisa dikembangkan diantaranya meliputi potensi biotik maupun potensi abiotik. Pengembangan dari potensi kawasan karst tersebut tentunya mampu menjadi bahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sumber pendapatan bagi negara.
Potensi biotik yang dapat dikembangkan dari ekosistem karst diantaranya goa sebagai habitat burung walet, kelelawar, dan satwa lainnya. Burung walet membuat sarang dari air liurnya, dan kelelawar menghasilkan kotoran yang disebut guano. Sarang burung walet bisa dijadikan bahan konsumsi dan guano merupakan bahan pupuk yang bagus. Kedua barang ini memiliki nilai ekonomi tinggi yang bisa dijadikan sumber pendapatan. Selain walet dan kelelawar, goa juga merupakan habitat bagi satwa lain baik vertebarata maupun invertebrata yang tentunya memiliki fungsi tersendiri dalam ekosistem karst. Potensi biotik lainnya adalah potensi flora atau tumbuhan yang hidup di dalam kawasan karst. Kondisi ini memberikan potensi untuk pengembangan bidang kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kondisi hutan yang baik membuat proses perusakan karst menjadi terhambat (Suryatmojo 2006).
Potensi abiotik yang dapat dikembangkan dalam kawasan karst yaitu potensi sumberdaya air di bawah permukaan berupa sungai bawah tanah yang mampu mengatasi kekurangan ketersediaan air permukaan. Potensi bahan tambang yang bernilai ekonomi tinggi namun harus dilakukan secara terkendali
pada zona yang ditetapkan sebagai zona pertambangan. Kawasan karst dengan lanskap dan batuan yang khas dan fisiografi yang unik dengan keberadaan tebing, goa dan sungai bawah tanah berpotensi sebagai objek wisata minat khusus yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Benda-benda bersejarah dan fosil purba yang ditemukan di dalam kawasan karst bisa dijadikan sebagai pusat studi arkeologi dan studi tentang karst. Kawasan lembah yang merupakan pengendapan hasil erosi di perbukitan karst memiliki potensi luasan yang ideal untuk dikembangkan sebagai areal produktif melalui pertanian dan perkebunan (Suryatmojo 2006).
2.4 Konsep Sistem Nilai
Nilai adalah hasil persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Bahruni 1999).
Pagiola, Ritter, dan Bishop (2004) menjelaskan nilai ekonomi total terdiri atas nilai guna (use value) dan nilai bukan guna (non use value). Nilai guna terdiri atas nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use
value), dan nilai pilihan (option value), sedangkan nilai bukan guna berupa nilai
keberadaan (existence value).
Nilai guna langsung adalah nilai diperoleh dari barang-barang yang dihasilkan, dikonsumsi, dan digunakan secara langsung. Pemanenan hasil hutan dan kegiatan wisata alam merupakan contoh dari nilai guna langsung. Nilai guna tidak langsung adalah nilai fungsi yang diperoleh dari jasa lingkungan. Nilai guna tidak langsung bisa berupa peran hutan sebagai pelindung tata air dan penghasil oksigen. Nilai pilihan adalah nilai yang diperoleh dari pemeliharaan atau pilihan dari perolehan keuntungan suatu nilai guna di masa yang akan datang. Kegunaan nilai pilihan bisa dirasakan dimasa datang, misalnya kegiatan melestarikan hutan. Berbeda dengan nilai guna, nilai bukan guna merupakan manfaat lingkungan yang
6
tidak ada kaitannya dengan dengan penggunaan dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung. Contoh nilai keberadaan yang merupakan nilai bukan guna adalah keberadaan hutan yang berperan sebagai habitat satwa.
Sumber : Pagiola et al. (2004)
Gambar 1 Klasifikasi nilai ekonomi total.
2.5 Metode Penilaian Sumberdaya Alam
Menurut Bahruni (1999), metode penelitian nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, dan nilai keberadaan yang merupakan nilai fungsi dan atribut dari sumberdaya hutan ditentukan berdasarkan pada dapat tidaknya nilai hutan tersebut direfleksikan pada nilai-nilai manfaat yang mudah terukur.
Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) mengenai nilai sebagian dari jasa lingkungan Kawasan Karst Maros Pangkep (KKMP) dilakukan dengan beberapa metode. Nilai guna langsung sebagai lokasi kunjungan wisata dinilai dengan metode biaya perjalanan dan nilai guna air berdasarkan jumlah produksi dan harga air baku PDAM serta keuntungan lahan pertanian dari sawah irigasi. Nilai guna tidak langsung KKMP yang dihitung adalah nilai kawasan sebagai pencegah bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan akibat kerusakan lingkungan. Nilai guna tidak langsung didekati dengan metode kontingensi. Selain itu juga dilakukan penilaian terhadap nilai bukan guna berupa nilai kelestarian keanekaragaman hayati dengan menggunakan metode kontingensi. Nilai ekonomi total dari sebagian nilai jasa lingkungan KKMP setiap tahunnya adalah sebesar Rp 2.072.501.086.700.
Dalam penelitian Yana (2010), analisis nilai ekonomi hutan sebagai pengendali erosi dilakukan dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan barang pengganti atau nilai banding dengan barang lain yang memiliki harga
NILAI EKONOMI TOTAL
NILAI BUKAN GUNA NILAI GUNA
Nilai Guna Tidak Langsung Nilai Guna
Langsung
Nilai Pilihan Nilai
pasar dan diidentifikasi dengan pendekatan produktivitas. Anggaraspati (2002) melakukan analisis terhadap nilai keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan metode kontingensi, yaitu nilai kesediaan membayar (WTP). Hal ini serupa dengan Ridha (2008), yang melakukan analisis nilai ekonomi wisata kawasan Situ Lengkong Panjalu menggunakan metode kontingensi yaitu kesediaan membayar (WTP) dan kesediaan menerima (WTA), sedangkan Rofiko (2003), menganalisis nilai ekonomi total kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dengan metode harga pasar dan metode kontingensi.
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011 di Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat.
3.2 Alat dan Objek
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Binokuler, digunakan untuk mengamati burung dan mamalia.
2. Fieldguide satwa (burung, mamalia, herpetofauna) digunakan untuk mengidentifikasi jenis satwa.
3. Alat penerangan (senter/headlamp), digunakan untuk mengamati herpetofauna pada malam hari.
4. Alat tulis, digunakan untuk mencatat data.
5. Kompas, digunakan untuk menentukan arah jalur.
6. GPS (Gobal Positioning System), digunakan untuk mengambil koordinat pengamatan dan lokasi potensi biofisik.
7. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan. 8. Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu pengamatan.
9. Panduan wawancara/kuisioner, digunakan dalam kegiatan wawancara dengan narasumber.
10. Peta RBI Leuwiliang tahun 2005 skala 1 : 25.000
Objek penelitian adalah komponen biofisik ekosistem karst yang terdiri dari tumbuhan, satwa, mata air, goa, tebing, dan batu gamping.
3.3 Batasan Penelitian
Batasan dari penelitian yang dilakukan di ekosistem Karst Gunung Cibodas adalah sebagai berikut :
Wilayah penelitian adalah ekosistem Karst Gunung Cibodas dan kampung disekitarnya (Kampung Tegal, Kampung Mekarjaya, Kampung Bubulak).
Potensi biofisik yang diidentifikasi meliputi unsur biologi (tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna) dan unsur fisik berupa mata air, goa, tebing, dan batu gamping.
Nilai ekonomi yang diduga adalah nilai guna dari pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar, pemanfaatan satwa, penggunaan air, goa dan tebing sebagai sarana wisata, dan batu gamping untuk bahan tambang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Potensi biofisik
a. Potensi unsur biologi
1. Tumbuhan
Data potensi tumbuhan dikumpulkan dengan cara studi pustaka berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tumbuhan yang diidentifikasi adalah tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga.
2. Burung
Data jumlah jenis burung dikumpulkan dengan melakukan survey pada pagi dan sore hari. Pencatatan dilakukan pada daftar jenis MacKinnon yang terdiri dari 10 jenis untuk setiap daftar. Jalur pengamatan burung dibuat berdasarkan morfologi Gunung Cibodas yang memanjang dari barat ke timur. Jalur dibuat memanjang mengikuti morfologi Gunung Cibodas, sehingga jalur berbentuk garis yang mengikuti arah Gunung Cibodas. Jalur dibagi menjadi dua bagian, yaitu jalur utara dan jalur selatan yang merupakan dua sisi Gunung Cibodas.
3. Mamalia
Data potensi mamalia dikumpulkan dengan menggunakan metode transek garis (line transect) untuk mengetahui jumlah jenis mamalia. Pendugaan populasi dilakukan pada monyet ekor panjang dengan metode group density count yaitu menghitung jumlah kelompok yang ditemukan dan jumlah individu setiap kelompok dari setiap lokasi yang ditentukan.
4. Herpetofauna
Data potensi herpetofauna dikumpulkan dengan menggunakan metode
10
di Gunung Cibodas. Pengambilan data dilakukan pada siang hari (pukul 07.00 – 11.00 WIB) dan malam hari (pukul 19.00-21.00 WIB).
b. Potensi unsur fisik
Unsur fisik yang diidentifikasi adalah goa, tebing, air, dan batu gamping dari ekosistem Karst Gunung Cibodas. Data potensi fisik dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan narasumber yang mengetahui informasi unsur fisik tersebut.
3.4.2 Pendugaan nilai ekonomi
a. Nilai tumbuhan
Penilaian tumbuhan dilakukan dengan menggunakan metode kontingensi. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Tumbuhan
Indikator : Digunakan sebagai kayu bakar
Data : Jenis tumbuhan dan jumlah kayu bakar yang diambil perhari untuk setiap rumah tangga
Cara mengukur : Pengukuran dilakukan melalui kegiatan wawancara untuk mengetahui harga kontingensi kayu bakar
b. Nilai satwa
Satwa dinilai dengan menggunakan metode harga pasar. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Satwa
Indikator : Dijual atau dikonsumsi
Data : Jenis dan jumlah satwa yang diambil untuk setiap pemburu
Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui harga satwa yang diambil
c. Nilai air
Metode yang digunakan untuk penilaian air adalah metode kontingensi. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Mata air dari Gunung Cibodas
Indikator : Dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga Data : Jumlah pemanfaatan air dan jumlah rumah tangga
Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui jumlah pemanfatan dan harga kontingensi air untuk setiap pemanfaatan
d. Nilai goa
Penilaian goa dilakukan dengan menggunakan metode biaya perjalanan. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Goa di dalam ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Digunakan untuk kegiatan olahraga penelusuran goa
(caving)
Data : Jumlah goa, jumlah pengunjung, intensitas kunjungan, dan biaya perjalanan setiap pengunjung
Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui total biaya perjalanan pengunjung
e. Nilai tebing
Tebing dinilai dengan menggunakan metode biaya perjalanan. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Tebing di dalam ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Digunakan untuk kegiatan olahraga panjat tebing
(climbing)
Data : Jumlah pengunjung, intensitas kunjungan, dan biaya perjalanan setiap pengunjung.
Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui total biaya perjalanan pengunjung
f. Nilai batu gamping
Batu gamping dinilai dengan metode nilai sisa turunan. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Sumber : Batu gamping dari ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Diambil sebagai bahan tambang
Data : Jumlah pengambilan batu gamping (kubik), jumlah pengusaha batu gamping, dan harga perkubik
Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui harga pasar batu gamping
12
3.4.3 Nilai ekonomi total
Untuk mengihitung nilai ekonomi sumberdaya alam, digunakan persamaan yang diformulasikan sebagai berikut :
Keterangan :
TEV : total economic value (nilai ekonomi total) DUV : direct use value (nilai guna langsung)
IUV : indirect use value (nilai guna tidak langsung) OV : option value (nilai pilihan)
EV : existance value (nilai keberadaan) Sumber : Ninan (2008)
Nilai ekonomi yang diduga adalah nilai guna dari potensi ekosistem yang diidentifikasi. Nilai tersebut merupakan nilai guna langsung (direct use value) dari eksistem karst Gunung Cibodas yang berupa nilai unsur biologi dan nilai unsur fisik. Nilai biologi terdiri dari nilai tumbuhan (kayu bakar) dan nilai satwa, sedang nilai fisik terdiri dari nilai goa, nilai tebing, nilai air, dan nilai batu gamping. Berdasarkan komponen biologi dan fisik tersebut, maka persamaan untuk menghitung nilai tersebut adalah sebagai berikut :
Keterangan :
NGL : nilai guna langsung NGG : nilai guna goa NGTm : nilai guna tumbuhan NGTb : nilai guna tebing
NGS : nilai guna satwa NGBG : nilai guna batu gamping
NGA : nilai guna air
3.4.4 Penentuan responden
Penentuan responden dilakukan secara purposive dan metode snow ball. Responden atau narasumber dipilih berdasarkan keterkaitan dan interaksinya dengan ekosistem karst Gunung Cibodas, kemudian mencari responden selanjutnya berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Responden yang dipilih adalah masyarakat disekitar kawasan yang memiliki interaksi berupa pengambilan batu kapur, pemanfaatan air, pengambilan satwa, dan pengumpulan kayu bakar, sedangkan responden untuk kegiatan olah raga panjat tebing dan
TEV = DUV + IUV + OV + EV
penelusuran goa adalah responden yang merupakan kelompok pecinta alam yang melakukan kegiatan tersebut. Kelompok pecinta alam biasanya berasal dari luar atau tinggal jauh dari kawasan Gunung Cibodas. Adapun klasifikasi responden ditentukan seperti tabel berikut ini (Tabel 1).
Tabel 1 Klasifikasi responden penerima manfaat Gunung Cibodas
No Jenis Data Responden Lokasi Keterangan
1 Pemanfaatan air Masyarakat sekitar aliran air Kp. Mekarjaya 2 Pemanfaatan batu kapur Pengusaha batu kapur Kp. Mekarjaya 3 Pemanfaatan kayu bakar Masyarakat sekitar kawasan Kp. Bubulak 4 Pemanfaatan satwa Masyarakat sekitar kawasan Kp. Tegal
5 Pemanfaatan tebing Kelompok pecinta alam Pengunjung
6 Pemanfaatan goa Kelompok pecinta alam Pengunjung
Data pemanfaatan air diperoleh dari masyarakat yang tinggal di Kampung Mekarjaya. Pemilihan ini dilakukan karena mata air dari Gunung Cibodas mengalir melalui kampung ini. Pengambilan data pemanfaatan batu kapur juga dilakukan di Kampung Mekarjaya. Data pemanfaatan kayu bakar dicari melalui wawancara dengan masyarakat Kampung Bubulak yang sebagian besar menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar rumah tangga. Data pemanfaatan satwa diperoleh dari masyarakat Kampung Tegal yang melakukan pengambilan satwa dari Gunung Cibodas. Data pemanfaatan goa dan tebing diperoleh dari kelompok pecinta alam atau pengunjung yang melakukan kegiatan panjat tebing dan penelusuran goa di Gunung Cibodas.
BAB IV KONDISI UMUM
4.1 Letak, Luas, dan Batas
Kawasan Gunung Cibodas terletak pada 1060 32’ 0” BT – 1060 35’ 46” BT - 60 36’ 0” LS - 60 55’ 46” LS. Gunung Cibodas berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan luas 125,10 hektar. Berdasarkan gambaran Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1209-134 Leuwiliang, Gunung Cibodas memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jalur alternatif Ciampea – Galuga (Jalan Leuwikancra), Desa Ciampea dan Desa Ciaruteun Hilir
Sebelah Selatan : Jalur Jalan Darmaga – Jasinga, Desa Leuweung Kolot dan Desa Cibadak
Sebelah Barat : Sungai Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang
Sebelah Timur : Jalur Jalan Ciampea – Bantar Kambing, Desa Ciampea dan Desa Warung Borong
Sumber : Bakosurtanal (2008)
Gambar 2 Lokasi Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Menurut pengelolaannya, Gunung Cibodas berada dalam wilayah Resor Pemangku Hutan (RPH) Gobang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Leuwiliang, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bogor, Perum Perhutani Unit III
U
Tanpa Skala
Jawa Barat dan Banten seluas 99,10 hektar dan lahan pertambangan PT. Karang Purnama Jati seluas 26 hektar.
4.2 Aksesibilitas
Gunung Cibodas dapat dicapai melalui beberapa jalur. Arah timur dapat ditempuh dari Kota Bogor melalui Jalan Raya Darmaga-Ciampea dengan waktu tempuh sekitar satu jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Arah barat dapat ditempuh melalui Jalan Raya Jasinga-Darmaga dengan waktu tempuh sekitar dua jam dari arah Jasinga, sedangkan dari arah utara dapat ditempuh dengan waktu sekitar lima menit dari pasar Ciampea menggunakan jalan raya Ciampea-Bantar Kambing. Kondisi jalan raya relatif baik sehingga dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Walapun demikian, untuk memasuki Gunung Cibodas harus berjalan kaki melewati jalan setapak yang berbatu.
4.3 Iklim
Data iklim Gunung Cibodas diambil dari data iklim Ciampea berdasarkan hasil pengamatan BMG Balai Besar Wilayah II stasiun klimatologi kelas I Darmaga. Data iklim berada pada elevasi 190-360 mdpl, dengan letak astronomis antara 6033’ LS dan 1060 BT. Pengambilan data iklim dilakukan pada kisaran tahun 1998-2008. Suhu lokasi ini berada pada kisaran 240C-320C dengan suhu rata-rata 260C dan hampir merata sepanjang tahun. Kisaran curah hujan tahunan adalah 12-291 mm/tahun dengan rata-rata 129,5 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Kelembaban udara Gunung Cibodas Ciampea berkisar antara 66% - 83% dengan rata-rata kelembaban 74,75% pertahun. Kecepatan angin rata-rata adalah 2,5 km/jam dengan kecepatan tertinggi pada bulan Februari sebesar 3,2 km/jam dan terendah pada bulan Juni sebesar 2 km/jam. Angin bergerak dari arah timur laut. (BMG Bogor 2009 diacu dalam Noviana 2010).
4.4 Geologi dan Tanah
Berdasarkan Peta Geologi lembar Bogor tahun 1998, Gunung Cibodas termasuk kedalam anggota batu gamping formasi Bojongmanik yang banyak
16
mengandung moluska. Formasi batuan Gunung Cibodas didominasi oleh batuan gamping kuarter, dan batuan sedimen plio-plistoten. Jenis tanah Gunung Cibodas adalah rendzina, aluvial coklat kelabu, dan latosol kemerahan yang ditunjukkan oleh peta tanah semi detail tahun 1979. Kawasan ini merupakan tipe kompleks rendzina dan litosol dengan bahan induk berupa batu kapur bertuf andesit. (Noviana 2010).
4.5 Topografi dan Kemiringan Lahan
Topografi Gunung Cibodas relatif curam dengan titik tertinggi berada pada ketinggian 354 m dpl. Kemiringan yang dijumpai pada Gunung Cibodas bervariasi antara 3-65 % . Daerah datar hampir tidak ditemukan dan didominasi oleh kemiringan antara 3-8%. Secara visual, Gunung Cibodas memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki topografi yang berbukit dan perbedaan ketinggian pada Gunung Cibodas memberikan kesan pandangan yang luas ke daerah yang lebih rendah di sekitarnya.
4.6 Hidrologi
Kawasan Gunung Cibodas berdampingan dengan Sungai Ciaruteun di bagian barat dan dikelilingi oleh sungai kecil yang berujung pada Sungai Cisadane. Sungai Ciaruteun memiliki kedalaman bervariasi dari 0,5 - 3 m, bahkan ada pula yang mencapai lebih dari 3 m. Debit air sungai ini mencapai 72 l/dtk dengan kecepatan aliran air sekitar 0,03 m/dtk (Noviana 2010).
5.1 Potensi Karst Gunung Cibodas 5.1.1 Potensi unsur biologi
a. Tumbuhan
Menurut Whitten et al. (1996) diacu dalam Sartika (2007), sekitar tahun 1940-an Gunung Cibodas belum terjamah oleh kegiatan manusia. Dalam ekosistem ini masih banyak jenis pohon yang ditemukan seperti keruing (Dipterocarpus hasseltii), burahol (Stelechocarpus burahol), dan eboni (Diospyros sp.). Tidak ada jenis yang dominan dari tiga jenis tumbuhan tersebut. Menurut Soemarno et al. (2006), pada saat ini ekosistem Karst Gunung Cibodas didominasi oleh kelompok vegetasi berupa semak dan jenis pionir seperti makaranga (Macaranga tanarius) dan ayam-ayaman (Penissetum purpureum). Kondisi ini diduga karena terjadinya pembukaan lahan yang difungsikan sebagai areal perkebunan karet dan kemudian berubah menjadi tambang batu gamping yang dimulai sekitar tahun 1950-an.
Data keanekaragaman jenis tumbuhan di Gunung Cibodas diperoleh dari studi literatur. Hasil survey tumbuhan yang dilakukan oleh Soemarno et al. (2006) di Gunung Cibodas mencatat sebanyak 254 jenis tumbuhan dari 207 genus dan 84 famili. Hasil ini diperoleh dengan menganalisis tumbuhan berdasarkan petak cuplikan yang ditempatkan pada daerah punggung bukit yang bersolum tanah cukup tebal, daerah lereng bukit yang bersolum tanah tipis sampai cukup tebal, daerah lereng yang bersolum tanah tebal, daerah puncak bukit karang, dan daerah bekas galian batu gamping. Jenis pohon utama yang ditemukan sebanyak 17 jenis dari 64 jenis dengan penyebaran yang hampir merata di seluruh wilayah. Beberapa jenis pohon utama yang ditemukan adalah Bridelia tomentosa,
Buchanania arborescens, Cecropia umbellata, dan Macaranga tanarius.
Tumbuhan bawah (herba, paku, liana, perdu, palem, semak, pandan) yang mendominasi ditemukan 18 jenis dari 190 jenis, beberapa jenis yang tersebar cukup luas diantaranya Nephrolepis exaltata, Selaginella plana, dan Cyrtococcum
patens. Beberapa jenis anakan pohon yang mengawali proses pemulihan di area
18
Macaranga tanarius, Macarangan calabura, Bridelia glauca, dan Piper aduncum, sedangkan jenis tumbuhan bawah terdiri dari Phragmites karka, Pennisetum purpureum, dan Mikania cordata. Suku utama untuk tingkat pohon
terdiri dari anacardiaceae, euphorbiaceae, moraceae, dan urtaceae yang tersebar hampir di semua daerah, serta tiliaceae hanya dijumpai pada area bekas galian batu gamping. Suku utama tumbuhan bawah diantaranya anacardiaceae, asteraceae, euphorbiaceae, poaceae, polypodiaceae, dan verbenaceae.
Gambar 3 Makarang (Macaranga tanarius), salah satu jenis pohon yang mendominsi ekosistem Karst Gunung Cibodas.
Tumbuhan yang terdapat di Gunung Cibodas memiliki nilai ekonomi berupa nilai guna dan nilai bukan guna. Tumbuhan memiliki fungsi ekologis berupa penghasil oksigen dan pengatur tata air, selain itu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bakar rumah tangga, pakan ternak, dan sayuran. Sartika (2007) menemukan 34 jenis tumbuhan di Gunung Cibodas yang berpotensi sebagai tumbuhan obat yang memiliki khasiat untuk mengatasi penyakit gula, obat batuk, antidiare, obat sakit perut, obat demam dan lainnya. Beberapa jenis tumbuhan yang ditemukan di Gunung Cibodas tercantum dalam lampiran 5.
Pemanfaatan tumbuhan yang rutin dilakukan masyarakat di sekitar Gunung Cibodas adalah pengambilan kayu untuk bahan bakar yang dilakukan hampir setiap hari. Pengambilan kayu bakar yang dilakukan masyarakat dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi rumah tangga dan kebiasaan memasak yang menggunakan kayu bakar. Masyarakat Kampung Bubulak masih memiliki kekhawatiran terjadi ledakan jika menggunakan gas elpiji. Pengambilan kayu bakar biasanya dilakukan oleh ibu-ibu yang datang hampir setiap pagi ke Gunung
Cibodas (Gambar 4). Hasil yang diperoleh adalah satu ikat besar atau satu pikulan dengan berat mencapai 15 kg. Kegiatan pengambilan kayu bakar biasanya dimulai pada pagi hari dan berakhir sekitar jam delapan sampai dengan jam sepuluh. Pemanfaatan kayu bakar yang dilakukan adalah pengambilan ranting-ranting kering, namun saat ini para pengambil kayu bakar juga menebang tumbuhan yang berdiameter 3cm sampai dengan 15cm. Jenis tumbuhan yang sering diambil adalah kihandra (Calliandra calothyrsus) dan totoropongan (Cecropia umbellata). Jenis ini diambil dengan menyisakan tunggak sekitar 30cm di atas permukaan tanah. Menurut Soemarno et al. (2006) pengambilan kayu Calliandra calothyrsus di Gunung Cibodas yang menyisakan tunggak memacu pertumbuhan trubus dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah individu semula sehingga dimungkinkan memiliki kepadatan tinggi. Masyarakat Kampung Bubulak meyakini kayu yang diambil tidak akan pernah habis karena tunggak yang ditebang akan kembali bertunas dan tumbuh serta bisa dimanfaatkan kembali untuk kayu bakar. Kihandra (Calliandra calothyrsus) dan totoropongan (Cecropia
umbellata) banyak ditemukan di sisi selatan Gunung Cibodas bagian barat di
daerah lereng bukit yang bersolum tanah tebal (Soemarno et al. 2006). Lokasi ini menjadi tempat pengambilan kayu bakar bagi masyarakat Kampung Bubulak yang berada di sebelah selatan Gunung Cibodas .
20
b. Satwa
1. Burung
Pengamatan burung yang dilakukan mencatat 37 jenis burung dari 21 famili. Jumlah tersebut terdiri dari 30 jenis teridentifikasi pada daftar jenis burung dan 7 jenis melalui perjumpaan seketika (opportunistic encountering) pada saat melakukan pengamatan mamalia dan herpetofauna. Pengamatan dilakukan di dua jalur yaitu jalur utara dan selatan Gunung Cibodas. Pengamatan di selatan dimulai dari ujung barat sampai timur, sedangkan pengamatan di utara hanya dilakukan di ujung barat dan ujung timur saja. Hal ini dilakukan karena pada bagian utara Gunung Cibodas terdapat kegiatan penambangan batu gamping yang beresiko tinggi terhadap pengamatan. Jenis burung yang ditemukan di kawasan Gunung Cibodas dan sekitarnya disajikan pada tabel berikut (Tabel 2).
Tabel 2 Daftar jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya
No. Nama Lokal Nama Latin Famili
1 Kowak-malam kelabu Nycticorax nycticorax Ardeidae
2 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae
3 Gemak loreng Turnix suscitator Turnicidae
4 Ayam-hutan hijau Gallus varius Phasianidae
5 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae
6 Uncal Macropygia sp. Columbidae
7 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae
8 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Cuculidae
9 Kedasi hitam Surniculus lugubris Cuculidae
10 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae
11 Serak jawa Tyto alba Tytonidae
12 Celepuk reban Otus lempiji Strigidae
13 Walet sarang-putih Aerodramus fuciphagus Apodidae
14 Walet linchi Collocalia linchi Apodidae
15 Kapinis rumah Appus affinis Apodidae
16 Raja-udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae
17 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris Alcedinidae
18 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Alcedinidae
19 Layang-layang loreng Hirundo striolata Hirundinidae
20 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae
21 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae
22 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae
23 Gelatik-batu kelabu Parus major Paridae
24 Pelanduk topi-hitam Pellorneum capistratum Timaliidae
No. Nama Lokal Nama Latin Famili
26 Rametuk laut Gerygone sulphurea Silviidae
27 Cinenen pisang Orthotomus sutorius Silviidae
28 Cinenen jawa Orthotomus sepium Silviidae
29 Perenjak padi Prinia inornata Silviidae
30 Perenjak jawa Prinia familiaris Silviidae
31 Bentet kelabu Lanius schach Laniidae
32 Burung-madu sriganti Cyniris jugularis Nectariniidae
33 Cabai jawa Dicaeum trochileum Dicaeidae
34 Kacamata biasa Zosterops palpebrosus Zosteropidae
35 Bondol jawa Lonchura leucogastroides Ploceidae
36 Bondol peking Lonchura punctulata Ploceidae
37 Burung-gereja erasia Passer montanus Ploceidae
Jumlah daftar jenis MacKinnon yang digunakan sebanyak 24 daftar dengan masing-masing terdiri dari 10 daftar jenis burung. Famili silviidae merupakan kelompok terbanyak yang terdiri dari 5 jenis burung, kemudian famili cuculidae, apodidae, alcedinidae, dan plocidae yang masing-masing terdiri dari 3 jenis burung. Jenis burung yang paling sering teramati dan ditemukan di seluruh area pengamatan adalah merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Merbah cerukcuk (Gambar 5a) teramati di semua jalur mulai dari kaki sampai dengan puncak Gunung Cibodas. Jenis yang diamati secara sepintas memiliki kelimpahan tinggi adalah bondol peking (Lonchura punctulata), bondol jawa (Lonchura
lecogastroides), dan merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Beberapa jenis lain
diduga hanya menempati habitat tertentu. Padang alang-alang biasanya ditempati oleh bubut alang-alang (Centropus bengalensis), bondol peking (Lonchura
punctulata), dan bondol jawa (Lonchura lecogastroides). Cekakak sungai
(Todirhampus chloris) teramati di area Gunung Cibodas yang berdekatan dengan Sungai Ciaruteun. Jenis yang ditemukan pada semak-semak adalah gemak loreng (Turnix suscitator), pelanduk topi-hitam (Pellorneum capistratum), pelanduk semak (Malacocincla sepiarium), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), dan cinenen jawa (Orthotomus sepium). Jenis burung famili apodidae yang bersarang di dalam goa adalah walet sarang-putih (Aerodramus fuciphagus) dan walet linchi (Collocalia linchi), sedangkan kapinis rumah (Apus affinis) diduga bersarang di celah-celah tebing batu gamping.
22 0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jumlah Daftar Jenis Burung
Ju m la h Je n is B u ru n g (a) (b)
Foto oleh: Nanang Khaerulhadi
Gambar 5 Beberapa jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Merbah Cerukcuk; (b) Perenjak Jawa.
Hasil survey keragaman jenis burung menunjukan peningkatan jumlah jenis burung dari beberapa kali pengamatan dengan pengulangan dan tempat yang berbeda. Pertambahan jumlah jenis burung bisa dilihat pada grafik berikut (Gambar 6).
Gambar 6 Grafik pertambahan jenis burung.
Grafik pertambahan jenis mulai naik dan cenderung tetap sampai dengan daftar jenis ke-7 dengan jumlah 15 jenis burung, namun grafik cenderung naik dari daftar jenis ke-8 sampai dengan daftar ke-15 dengan jumlah 12 jenis sehingga pada daftar ke-15 tercatat sebanyak 27 jenis burung. Hal ini terjadi karena pada daftar ke-8 sampai ke-15 pengamatan dilakukan di jalur yang berbeda. Daftar jenis ke-16 sampai dengan daftar jenis ke-24 merupakan pengulangan pengamatan di kedua jalur tersebut dan menghasilkan pertambahan sebanyak tiga jenis yaitu 2
jenis pada daftar ke-19 dan satu jenis pada daftar ke-21. Pada daftar ke-21 sampai dengan daftar ke-24 tidak ditemukan pertambahan jenis. Hal ini diduga karena jenis burung lainnya berada pada area yang tidak teramati, sehingga peluang untuk menemukan jenis burung lain masih sangat besar terutama di daerah yang tidak terjangkau pada saat penelitian dilaksanakan. Jenis burung lain yang ditemukan adalah dua jenis burung nocturnal yaitu celepuk reban (Otus lempiji) dan serak jawa (Tyto alba) serta lima jenis lain yaitu elang hitam (Ictinaetus
malayensis), kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax), ayam-hutan hijau
(Gallus varius), raja-udang meninting (Alcedo meninting), dan kareo padi (Amaurornis phoenicurus). Beberapa jenis tersebut ditemukan saat mengamati herpetofauna.
2. Mamalia
Pengamatan mamalia dilakukan dengan metode observasi secara langsung. Pengamatan dilakukan di empat jalur yang berbeda. Jalur tersebut dipilih berdasarkan kemudahan untuk menjangkau dan hasil survey sebelumnya ditemukan mamalia. Jalur pengamatan ditentukan berdasarkan hasil survey yang diduga merupakan jalur lintasan atau areal jelajah dimana terdapat tanda-tanda keberadaan mamalia. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, jenis mamalia yang ditemukan adalah 5 jenis. Pengamaatan yang dilakukan mengalami keterbatasan peralatan dan kendala berupa topografi Gunung Cibodas yang relatif sulit dijangkau, sehingga masih memungkinkan untuk menemukan jenis mamalia lainnya. Jenis mamalia yang ditemukan disajikan pada tabel berikut (Tabel 3).
Tabel 3 Jenis mamalia yang teramati di Gunung Cibodas
No. Nama Jenis Nama Latin Famili
1 Garangan Herpestes javanicus Herpestidae
2 Musang Paradoxurus hermaphrodites Viverridae
3 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis Cercopithecidae
4 Kelelawar Cynopterus sp. Pteropodidae
5 Bajing Callosciurus sp. Sciuridae
Jenis mamalia yang paling sering di jumpai adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang tercatat di semua jalur pengamatan. Musang (Paradoxurus hermaphroditus) ditemukan secara langsung di atas pohon dibagian tengah Gunung Cibodas. Musang juga teramati secara tidak langsung dari kotoran
24
pada jalan setapak di bagian barat Gunung Cibodas. Garangan (Herpestes
javanicus) ditemukan secara langsung di bagian timur dan barat Gunung Cibodas.
Garangan terlihat berjalan melewati jalan setapak masuk ke semak-semak. Jenis mamalia yang diduga memiliki kelimpahan tinggi adalah kelelawar. Kelelawar yang teridentifikasi adalah kelelawar pemakan buah (Cynopterus sp.), dan diduga terdapat lebih dari satu jenis kelelawar di Gunung Cibodas. Spesimen yang diperoleh hanya mampu diidentifikasi sampai dengan genus. Jenis mamalia lain yang ditemukan adalah bajing (Callosciurus sp.). Bajing ditemukan di sisi selatan gunung bagian barat saat berjalan melewati dahan pohon. Bajing dikenali melalui bentuk ekor yang terlihat menyerupai sikat.
(a) (b)
Gambar 7 Mamalia yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Kelelawar; (b) Monyet ekor panjang.
3. Herpetofauna
Pengamatan herpetofauna dilakukan di empat lokasi yang dipilih berdasarkan kemungkinan ditemukan satwa tersebut. Lokasi pengamatan berupa celah bebatuan dan kolam kecil dari bebatuan yang menampung air hujan, mata air dan aliran sungai kecil yang tenang, lahan basah, serta lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Celah-celah bebatuan yang diamati berada di area tebing yang dimanfaatkan untuk kegiatan panjat tebing. Kolam-kolam kecil yang diamati adalah kubangan yang terbentuk akibat penggalian tanah di area penambangan batu gamping. Air pada kolam tersebut akan bertambah jika hujan turun. Mata air Cipanas merupakan sumber air yang mengalir menuju Sungai Cikarang dan berujung pada muara Sungai Cisadane. Areal pertanian terdapat di lereng Gunung Cibodas, sedangkan lahan basah adalah lokasi yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk menggembala dan berkubang hewan ternak.
Jenis herpetofauna yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya adalah 20 jenis dari 12 famili. Total waktu pengamatan sekitar 19 jam yang dilakukan pada waktu malam, pagi, dan siang hari. Adapun jenis-jenis herpetofauna yang ditemukan disajikan pada tabel berikut (Tabel 4).
Tabel 4 Daftar jenis herpetofauna yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya
No. Nama Indonesia Nama Jenis Famili
1 Bangkong sungai Bufo asper Bufonidae
2 Bangkong kolong Bufo melanostictus Bufonidae
3 Bangkong hutan Bufo biporcatus Bufonidae
4 Percil jawa Microhyla achatina Microhylidae
5 Kongkang kolam Rana chalconota Ranidae
6 Kongkang jangkrik Rana nicobariensis Ranidae
7 Katak sawah Fejervarya cancrivora Ranidae
8 Katak tegalan Fejervarya limnocharis Ranidae
9 Bancet rawa sumatera Occidozyga sumatrana Dicroglosidae
10 Katak pohon bergaris Polypedates leucomystax Rhacophoridae
11 Cecak batu Cyrtodactylus cf. fumosus Gekkonidae
12 Cecak kayu Hemidactylus frenatus Gekkonidae
13 Tokek rumah Gekko gecko Gekkonidae
14 Kadal kebun Mabuya multifasciata Scincidae
15 Cicak terbang Draco vollans Agamidae
16 Bunglon Bronchocela jubata Agamidae
17 Ular hijau ekor merah Trimeresurus albolabris Viperidae
18 Ular tanah Calloselasma rhodostoma Viperidae
19 Ular pucuk Ahaetulla prasina Colubridae
20 Ular lidah api Dendrelaphis pictus Colubridae
Jenis herpetofauna yang sering dijumpai adalah katak tegalan (Fejervarya
limnocharis) dan hampir dijumpai diseluruh lokasi pengamatan. Katak ini
dijumpai pada areal yang berair, tegalan, jalan setapak dan lahan terbuka. Katak sawah (Fejervarya cancrivora) hanya ditemukan di areal yang berair. Bancet rawa sumatera (Occidozyga sumatrana) hanya ditemukan di genangan air, sedangkan kongkang kolam (Rana chalconota) dan katak pohon bergaris (Polypedates
leucomystax) ditemukan disekitar aliran sungai dan genangan air hujan yang
tertampung pada cekukan batu. Kongkang kolam dijumpai di sekitar genangan air dan ada pula yang di dasar genangan air. Katak pohon bergaris menempel pada
26
bebatuan di atas genangan, bertengger di ranting tumbuhan rimbun di sekitar kolam air, dan dijumpai pula di daratan dekat sumber air. Dua spesies lainnya yaitu kongkang jangkrik (Rana nicobariensis) dan percil jawa (Microhyla
achatina ) ditemukan diantara rerumputan. Kongkang jangkrik berada di daratan
yang tersembunyi di sekitar genangan air, sedangkan percil jawa tersembunyi diantara rerumputan dan serasah di tepi kolam dan aliran air.
Kelompok Bufonidae yang ditemukan adalah bangkong sungai (Bufo
asper), bangkong kolong (Bufo melanostictus), dan bangkong hutan (Bufo biporcatus). Tiga jenis ini lebih sering dijumpai di daerah kering atau di sekitar
genangan air yang relatif dangkal. Bangkong sungai hanya ditemukan satu individu di sekitar genangan air pada lahan pertanian. Bangkong kolong ditemukan di tegalan yang kering dan sekitar area pertanian masyarakat, sedangkan bangkong hutan ditemukan di areal yang becek di sekitar lahan pertanian.
(a) (b)
Gambar 8 Beberapa jenis katak yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Rana
chalconota (b) Fejervarya limnocharis.
Jumlah reptil yang ditemui selama pengamatan adalah sebanyak 10 jenis. Famili geckonidae yang ditemukan adalah cicak kayu (Hemidactylus frenatus), cicak batu (Cyrtodactylus cf. fumosus), dan tokek rumah (Gekko gecko). Cicak kayu teramati berjalan pada batang tumbuhan dan sering terdengar suaranya. Suara lain yang sering terdengar adalah suara tokek rumah yang terdengar dari punggungan Gunung Cibodas. Berdasarkan informasi yang diperoleh, tokek rumah bersarang dicelah batu pada dinding goa dan tebing karst, sementara cicak batu ditemukan menempel pada dinding bebatuan.
Herpetofauna lain yang teramati adalah bunglon (Bronchocela jubata), kadal kebun (Mabuya multifasciata), dan cicak terbang (Draco vollans).Bunglon teramati ketika berburu serangga di ranting tumbuhan dan cicak terbang teramati sedang berjalan naik pada batang pohon. Kadal kebun ditemukan sebanyak 11 individu di dua lokasi berbeda. Lokasi ditemukannya kadal kebun adalah areal sekitar pertambangan dan di sekitar tebing di bagian barat Gunung Cibodas.
(a) (b)
Foto oleh: Wibowo A. Djatmiko
Gambar 9 Tokek rumah dan kelompok telur pada celah tebing batu gamping (a) Tokek (Gekko gecko); (b) Kelompok telur.
Kelompok reptil lain yang ditemukan adalah ular. Jumlah jenis ular yang ditemukan adalah sebanyak 4 jenis. Keempat jenis ular ditemukan di areal yang dipenuhi oleh semak belukar. Ular hijau (Trimeresurus albolabris)ditemukan dua kali di dua lokasi berbeda. Ular pertama teramati ketika sedang beristirahat pada ranting tumbuhan di sekitar mulut goa pada pagi hari. sedangkan individu lainnya teramati ketika sedang berburu katak diatas kolam kecil. Hal ini serupa dengan ular tanah (Calloselasma rhodostoma) yang ditemukan di semak-semak sekitar areal pertambangan batu gamping. Ular ini terlihat samar diantara dedaunan dan ranting tumbuhan kering. Ular lain yang ditemukan di sekitar areal penambangan adalah ular lidah api (Dendrelapis pictus) yang teramati pada cabang bambu, sementara ular pucuk (Ahaetulla prasina) teramati sedang bergerak dari ranting tumbuhan melewati jalan setapak. Ular pucuk ditemukan sebanyak dua kali pada waktu yang berbeda. Ular ini terkadang sulit dibedakan dengan ranting tumbuhan dan memiliki warna hijau yang tersamarkan ketika berada pada semak belukar yang lebat.
28
(a) (b) (c)
Gambar 10 Ular yang ditemukan di kawasan Gunung Cibodas (a) T. Albolabris; (b) D. Pictus; (c) C. Rhodostoma.
5.1.2 Potensi unsur fisik
a. Goa
Goa adalah suatu ruang bawah tanah yang bisa dimasuki oleh manusia dan terbentuk secara alami (Internationale Union de Speleologie, IUS 1965 diacu dalam Haryono 2008). Goa dapat ditemukan mulai dari gunung sampai ke tepi laut. Saat ini pengelolaan goa di Gunung Cibodas sudah tidak dilakukan karena hasil panenan sarang burung walet mengalami penurunan. Penurunan jumlah panenan sarang burung walet di Gunung Cibodas terjadi akibat pola pemanenan yang tidak memperhitungkan siklus regenerasi burung tersebut. Habitat walet terganggu oleh kegiatan pengambilan batu gamping di lokasi yang berdekatan dengan goa-goa di Gunung Cibodas (Noerjito 2006). Hasil survey lapangan yang dilakukan menemukan 15 goa yang merupakan habitat dari kelelawar dan burung walet serta biota goa lainnya. Goa-goa yang ditemukan di Gunung Cibodas merupakan goa dengan lorong vertikal (Gambar 11). Kondisi ini dimungkinkan karena ekosistem karst Gunung Cibodas yang berupa bukit. Kedalaman goa yang ditelusuri berkisar antara 7 meter hingga 200 meter. Keberadaan goa-goa di Gunung Cibodas saat ini hanya diketahui oleh masyarakat setempat dan beberapa kelompok pecinta alam saja, oleh karena itu hanya sedikit pecinta alam yang memanfaatkan goa untuk kegiatan oleh raga minat khusus penelusuran goa (caving). Berdasarkan informasi yang diperoleh, pengambilan batu gamping yang menggunakan bahan peledak mengakibatkan para penelusur goa yang terdahulu memilih lokasi lain untuk melakukan penelusuran goa karena khawatir goa akan runtuh, sehingga para pecinta alam saat ini banyak yang tidak mengetahui