• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah, Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah, Bogor, Jawa Barat"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA

LAHAN DI SEKITAR KAWASAN WISATA GUNUNG

SALAK ENDAH, BOGOR, JAWA BARAT

MAHMUDDIN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah (GSE), adalah benar karya saya dengan arahan dan bimbingan dosen pembimbing yang belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

MAHMUDDIN. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah (GSE), Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh NINDIYANTORO.

Penduduk Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk sejalan pula dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai kebutuhan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) yaitu dengan model regresi double log dan Microsoft Excel 2010. Karakteristik responden dalam menjual lahan adalah didominasi oleh laki-laki, pada usia 45-53, sudah menikah, pekerjaan petani, tingkat pendidikan sekolah dasar, berpendapatan di bawah satu juta rupiah per bulan dan lahan sawah yang umumnya dijual. Motivasi dalam menjual lahan disebabkan oleh keinginan pemenuhan berbagai kebutuhan sehari-hari dan modal usaha dan faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) yaitu luas lahan dan jarak lahan ke jalan raya terdekat.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA

LAHAN DI SEKITAR KAWASAN WISATA GUNUNG

SALAK ENDAH, BOGOR, JAWA BARAT

MAHMUDDIN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah, Bogor, Jawa Barat Nama : Mahmuddin

NIM : H44080064

Disetujui oleh

Ir. Nindiyantoro, MSP Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat. MT Ketua Departemen

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai Desember 2012 dengan judul Analisis Faktor yang Mempemgaruhi Harga Lahan di Sekitar Kawasan Wisata Gunung Salak Endah, Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Nindiyantoro, MSP selaku dosen pembimbing, Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama serta Ibu Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen perwakilan Departemen ESL. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Purnawirawan H. Rilo Pambudi beserta Ibu Hj. Ida Mukida, Bapak Juanda Kades Gunung Bunder 2, Bapak H. Deden Ahdiyat Kades Gunung Bunder 1, Bapak Sugeng, Bapak Ayatullah, S.Ag, Bapak Hasan, teman-teman ESL 45 serta my beloved Liely. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Ayahanda H. Muhammad Yusuf dan Ibunda Hafsah (Almh) serta seluruh keluarga besar penulis di Jambi atas doa dan kasih sayangnya.

Sebagaimana manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis berharap untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik ini dapat menyempurnakan kekurangan yang masih terdapat pada skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, akademisi, pemerintah maupun masyarakat luas.

(8)

DAFTAR ISI

3.1.1 Pengertian Teori Permintaan dan Penawaran Lahan .. 12

3.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan ... 15

(9)

4.4.2 Adjusment Harga ………..………... 25

4.4.3 Analisis Regresi ………..…... 27

4.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) dana dj-R2. 28 4.4.3.2 Uji f ………...…. 29

5.3.5 Perekonomian Masyarakat ... 34

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Latar Belakang Penjual Lahan yang Melakukan Transaksi ... 36

6.1.1 Jenis Kelamin ...………... 36

6.2 Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan ... 42

6.2.1 Hasil Dengan Model Double-log ...……... 42

6.2.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Nyata dan Tidak Berpengaruh Nyata dengan Menggunakan Model Double log... 42

(10)

6.2.2.2 Jarak Lahan ke GSE ... 42

6.2.2.3 Jarak Lahan ke Jalan Raya Terdekat ... 43

6.2.2.4 Produktivitas Pertanian ... 44

6.2.2.5 Bentuk Lahan ... 44

6.2.2.6 Topografi ... 45

VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 46

7.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ………... 47

LAMPIRAN ………... 49

(11)

DAFTAR TABEL

1. Metode Analisis Data ………... 24

2. Batas-batas Wilayah ………... 31

3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian …... 32

4. Sarana dan Prasarana ………... 33

5. Hasil Analisis Regresi Model Regresi double-log ... 41

DAFTAR GAMBAR 1. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent... 7

2. Penggunaan Umum Lahan ...…………... 14

3. Alokasi Lahan Perkotaan untuk Berbagai Sektor ... 15

4. Kurva Bid-Rent Individu ...…... 17

5. Alokasi Lahan Permukiman dengan Preferensi yang Realatif Tinggi terhadap Aksessibilitas ... 18

6. Kerangka Pemikiran ... 21

7. Flow Chart Adjusment Harga ...…... 26

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 37

10. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 37

11. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 38

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 39

14. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Menjual Lahan ... 40

15. Karakteristik Responden Berdasarkan Bentuk Lahan ... 40

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Uji Statistik dengan Minitab 16 ... 49

2. Peta Desa Gunung Bunder I ...…………... 50

3. Peta Desa Gunung Bunder II ... 51

4. Contoh SPPT ... ... 52

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk sejalan pula dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan. Meningkatnya jumlah penduduk, maka permintaan terhadap lahan juga mengalami peningkatan untuk bermacam-macam keperluan seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, permukiman, perkantoran, sarana rekreasi, tempat wisata, arena bermain dan lain sebagainya. Penggunaan lahan oleh manusia terkadang kurang benar akibat ketidaktahuan masyarakat tersebut. Hal ini mendorong timbulnya lahan-lahan kritis yang baru, dengan demikian tentunya diperlukan usaha pengendalian agar lahan mampu berproduksi dengan baik sesuai dengan kemampuannya.

Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting agar kelangsungan hidup manusia berjalan. Lahan merupakan input yang diperlukan untuk kegiatan manusia. Secara fisik, lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah jumlahnya. Walaupan fungsi dan penggunaan lahan (land function and use) dapat berubah, namun lahan tidak dapat dipindahkan karena bersifat tetap. Lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh penurunan nilai dan harga. Harga lahan akan semakin meningkat seiring dengan pemanfaatan lahan yang semakin meningkat pula. Dengan demikian, lahan di suatu wilayah atau daerah akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran serta ketersedian jumlah lahan itu sendiri.

Masalah lahan muncul akibat dari aktivitas manusia yang mempunyai dampak eksternalitas negatif dan positif. Salah satu masalah lahan di Kabupaten Bogor adalah masalah ketersediaan lahan dan faktor penyebab harga lahan meningkat. Lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana untuk membangun suatu tempat tinggal atau permukiman dibutuhkan lahan.

(13)

yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, kebun, hutan produksi, hutan lindung dan lain sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non-pertanian seperti lahan permukiman , industri, tempat wisata, sarana rekresi dan lain sebagainya.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang konversi lahannya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan harga lahan untuk berbagai keperluan. Daerah yang pada awalanya hanya digunakan sebagai tempat bertani dan bercocok tanam kini beralih fungsi menjadi bangunan-bangunan untuk berbagai keperluan.

Kecamatan Pamijahan khususnya Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 merupakan salah satu kawasan pariwisata yang ada di Kabupaten Bogor. Permintaan terhadap sumberdaya lahan terus mengalami peningkatan dengan adanya kawasan pariwisata tersebut. Hal ini disebabkan kawasan pariwisata membutuhkan banyak lahan yang digunakan untuk penunjang fasilitas kawasan tempat wisata tersebut.

Kebutuhan lahan di kawasan pariwisata akan semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk yang semakin cepat sebagai sarana penunjang dari kawasan pariwisata tersebut. Penetapan harga suatu lahan juga dapat dipengaruhi karakteristik lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang menganalisis karakteristik masyarakat dalam menjual lahan, motivasi masyarakat dalam melakukan transaksi penjulan lahan serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sepanjang jalan sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE).

1.2 Perumusan Masalah

(14)

cukup memadai untuk menjangkau tempat wisata tersebut berupa angkutan umum (angkot) serta ojek sepeda motor. Lahan yang tadinya hanya digunakan sebagai tempat tinggal dan investasi jangka panjang berubah fungsi menjadi tempat usaha. Sehingga di sekitar kawasan wisata tersebut banyak dibangun toko-toko, bengkel kendaraan bermotor, toko jajanan, kedai makanan, aneka souvenir, minimarket dan lain sebagainya.

Berdasarkan penjelasan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan yang dirumuskan dalam permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik masyarakat dalam menjual lahan yang berada di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) ?

2. Apa saja motivasi penjual dalam melakukan proses transaksi penjualan lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) tersebut ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang dirumuskan diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat dalam menjual lahan yang berada di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE).

2. Mengidentifikasi motivasi penjual dalam melakukan proses transaksi penjualan lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar

kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). 1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(15)
(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Sumberdaya Lahan

Hardjowigeno ( 2003) menyatakan bahwa lahan sebagai kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang meliputi tanah yang tersusun dari horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara yang merupakan media untuk tumbuhnya tanaman beserta faktor-faktor fisik lingkungannya sepeti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya. Fujita (1989) menyatakan bahwa penggunaan lahan yang optimal tergantung pada fungsi tujuan yang ditentukan. Salah satu teori penggunaan lahan adalah model Herbert-Stevent. Model ini menjelaskan tujuan penggunaan lahan untuk memaksimalkan surplus penggunaan lahan untuk semua model rumah tangga. Model ini dirancang sedemikian rupa sehingga solusinya selalu efisien, dan semua alokasi efisien dapat diperoleh hanya dengan berbagai tingkat utilitas target.

Secara fisik lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor waktu. Secara fisik pula lahan merupakan asset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land use function) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat tetap (Sujarto, 1985).

(17)

2.1.2 Teori Harga Lahan

Harga lahan didefinisikan sebagai sejumlah uang yang harus dibayar kepada pemilik lahan atas hak penggunaan suatu unit lahan pada periode waktu tertentu. Harga jual adalah harga yang disanggupi oleh pembeli (willingness to pay) setelah mempertimbangkan sebagai alternatif dan merupakan nilai diskonto

dari total nilai sewa di masa mendatang sedangkan biaya kepemilikan lahan adalah fungsi dari harga jual dan harga kontrak. Dalam hal ini, harga lahan (land price) sebagai pengganti istilah nilai lahan (land value) dalam menganalisis

masalah ekonomi lahan perkotaan. Istilah harga lahan mencerminkan nilai pasar atas harga kontrak (contract rent), harga jual (sales price) dan biaya kepemilikan (cost of ownership), definisi menurut Alonso (1970).

2.1.3 Teori Faktor Lokasi lahan

Hadianto (2009) menerangkan beberapa faktor yang dianggap berpengaruh terhadap harga lahan di suatu lokasi atau wilayah yaitu jarak terhadap jalan, drainase, luas tanah, lebar jalan, status jalan, elevasi, kontur dan bentuk tanah. Jarak terhadap jalan merupakan jarak lokasi bidang tanah dengan jalan terdekat yang ada di sekitarnya, baik jalan lokal, jalan kolektor maupun jalan arteri perimer dan sekunder. Hal ini mengindikasikan akses terhadap lokasi objek tanah tersebut. Kontur yang dimaksud adalah bidang tanah berkontur datar, bergelombang atau terasering, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk tanah adalah apakan bidang tanah berbentuk normal atau persegi, persegi lima atau trapesiun atau lainnya atau tidak beraturan.

(18)

Berdasarkan teori sewa lahan menurut Von Thunen sewa lahan mempunyai hubungan yang terbalik dengan jarak lokasi lahan ke pusat pasar. Semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Besarnya biaya transportasi tersebut memiliki pengaruh terhadap sewa lahan seperti terlihat pada Gambar 1.

land rent (Rp) land rent (Rp)

P

Land rent

C Biaya Y

K X Keterangan gambar:

P = Harga produk (Rp) C = Biaya produk (Rp)

K, X = Jarak lahan ke pasar (Km)

Gambar 1. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent Sumber : Barlowe, Raleigh (1986)

Suparmoko (1989) menjelaskan bahwa harga lahan yang berlokasi dekat fasilitas umum akan meningkat. Dengan adanya kegiatan pembangunan, khususnya prasarana umum, akan meningkatkan dan kepuasan yang dapat diberikan oleh satuan luasan lahan, yang diikuti pula dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga harga lahan akan meningkat. Lahan yang dekat dengan pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan harga sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti industri atau penggunaan lainnya yang menguntungkan bagi perekonomian masyarakat sekitar.

(19)

Pembangunan lahan memerlukan lahan yang luas dan memerlukan komponen-komponen kegiatan fungsional yang mendukung dan bersifat produktif seperti sarana transportasi, pasar, bank dan kondisi jalan akan merupakan suatu hal yang sangat peka terhadap kemungkinan kenaikan harga lahan.

Permintaan juga dipengaruhi oleh harga lahan. Penentuan permintaan lahan tersebut adalah selera dan referensi dari konsumen, jumlah penduduk, pendapatan konsumen dan ekspektasi konsumsi terhadap terhadap harga dan pendapatan di masa yang akan datang. Keempat penentu permintaan lahan tersebut berhubungan positif dengan harga lahan. Semakin meningkat penentu permintaan lahan tersebut, maka harga lahan juga akan semakin meningkat (Halcrow, 1992).

2.1.4 Macam-macam Fungsi Lahan

Menurut FAO (1995) lahan memiliki banyak fungsi yaitu: 1. Fungsi Produksi

Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan baku kayu dan bahan-bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan tambak ikan.

2. Fungsi Lingkungan Biotik

Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terretrial) yang menyediakan habitat biologi dan plasma nutfah bagi tumbuhan, hewan dan jasad-mikro di atas dan di bawah permukaan tanah.

3. Fungsi Pengatur Iklim

Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan penyerap (sink) gas rumah kaca dan menentukan neraca energi global berupa pantulan, serapan dan transformasi dari energi radiasi matahari dan unsur hidrologi global.

4. Fungsi Hidrologi

(20)

5. Fungsi Penyimpanan

Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan mineral untuk dimanfaatkan oleh manusia.

6. Fungsi Pengendali Sampah dan Populasi

Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, dan pengubah senyawa-senyawa berbahaya.

7. Fungsi Ruang Kehidupan

Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, industri, dan aktivitas sosial seperti olahraga, tempat wisata, rekreasi dll.

8. Fungsi Peninggalan dan Penyimpanan

Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi benda-benda bersejarah dan sebagai sumber informasi tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.

9. Fungsi Penghubung Sosial

Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antar daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.

2.1.5 Jenis Hak Kepemilikan Lahan

Hak atas tanah adalah hak untuk menguasai tanah yang diberikan atas perseorangan, kelompok atau badan hukum. Berdasarkan pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik atas tanah adalah menurut hukum adat, karena ketentuan undang-undang dan karena penetapan pemerintah. Menurut pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sistem penguasaan tanah di Indonesia dapat dibagi menjadi:

1. Hak Milik

Seseorang yang memegang sertifikat hak milik mempunyai hak penuh atas tanah dengan batas-batas yang tertera dalam sertifikat. Pemegang sertifikat tanah dengan status hak milik tidak perlu memperpanjang sertifikat hak miliknya dan bisa diwariskan atau diwakafkan.

2. Hak Guna Usaha (HGU)

(21)

dan peternakan. Jangka waktu yang dimaksud adalah paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun setelahnya.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan atau memiliki bangunan diatas tanah yang bukan milik sendiri. HGB banyak diberlakukan untuk beberapa komplek perumahan di perkotaan. HGB bisa dipergunakan hingga jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang selama 20 tahun setelahnya dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti aspek sosial. Tanah dengan status HGB tidak dapat diwakafkan atau diwariskan. Jika ingin mewakafkan HGB harus meningkatkan statusya menjadi hak milik.

4. Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan, memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau pihak lain yang punya wewenang untuk memberikan hak pakai yang kemudian diatur melelui surat perjanjian.

5. Hak Sewa

Hak sewa merupakan hak yang dimiliki oleh suatu badan usaha atau individu untuk memanfaatkan tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk pemanfaatan bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa kepada pemiliknya. Hak sewa tidak berlaku atas tanah negara.

6. Hak Membuka Lahan

Hak untuk membuka lahan merupakan hak atas tanah yang diatur dalam hukum adat. Hak ini hanya bisa didapatkan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan juga diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP).

7. Hak Memungut Hasil Hutan

Menggunakan suatu hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah berarti mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. Hak memungut hasil hutan diatur di dalam hukum adat.

(22)

2.2 Model Regresi

Gujarati (2006) menjelaskan bahwa analisis regresi merupakan studi tentang hubungan antara suatu variabel yang disebut variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan dan satu atau lebih variabel lain yang disebut variabel bebas atau variabel penjelas. Variabel yang terletak di sisi kiri persamaan disebut variabel tak bebas (dependent variable), dan variabel yang berada di sisi kanan persamaan disebut variabel bebas (independent variable), atau variabel yang bersifat menjelaskan (explanatory variable). Dalam analisis regresi, sasaran utama adalah menjelaskan perilaku suatu variabel tak bebas sehubungan dengan perilaku satu atau lebih variabel bebas dengan memperhitungkan fakta bahwa hubungan antar semua variabel tersebut bersifat tidak pasti.

Secara kuantitatif hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas atau terikat tersebut dapat kita modelkan dalam suatu persamaan matematik, sehingga kita dapat meramal atau menduga nilai suatu peubah tak bebas bila diketahui nilai peubah bebasnya. Persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antar peubah bebas dan peubah tak bebas (terikat) sering disebut model (persamaan) regresi.

Menurut Siregar (2005), langkah-langkah pembuatan persamaan (model) dikenal dengan istilah analisis regresi. Jenis analisis regresi yang sederhana adalah regresi linier. Regresi linier terdiri atas dua jenis yaitu:

1. Regresi Linier Sederhana

Model regresi linier sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X, independent variable), dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus.

2. Regresi Linier Berganda

Model regresi linier berganda adalah persamaan regresi yang terdiri dari satu variabel tak bebas (dependent variable) dan minimal dua variabel bebas (independent variable).

(23)

atau hasil diskusi dengan pakar. Pada umumnya variabel yang mudah didapat (diukur) dianggap sebagai variabel bebas. Untuk keperluan analisis diperlukan notasi yi untuk variabel terikat, xi untuk variabel bebas (Siregar, 2005).

Dalam suatu persamaan regresi sering terdapat variabel yang diukur pada skala nominal. Peubah nominal sering juga dinamakan peubah kuantitatif, sebab dua nilai yang berbeda bagi peubah demikian ini berbeda dalam hal kualitas, bukan kuantitas. Variabel ini biasa disebut sebagai variabel dummy. Variabel dummy adalah salah satu cara untuk melihat efek kualitatif dalam suatu persamaan

regresi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Astrini (2009). Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan permukiman adalah luas lahan, akses ke angkutan kota, jarak pasar, kepadatan penduduk, status jalan, fasilitas air, prasarana jalan dan akses ke fasilitas umum. Berdasarkan persepsi responden akan kondisi lingkungan pada wilayah Bogor Utara masalah kualiatas udara lebih banyak terjadi. Sedangkan wilayah Bogor Selatan permasalahan yang terjadi mengenai kualitas air, ancaman longsor, ancaman banjir, dan tingkat kebisingan yang terjadi.

(24)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Pengertian Teori Permintaan dan Penawaran Lahan

Harga lahan terjadi akibat permintaan (demand) dan penawaran (supply) dari produsen dan konsumen. Dimana dalam proses transaksi tersebut terjadi harga keseimbangan pasar (market price) yang akan menjadi harga yang berlaku di pasaran. Permintaan dan penawaran terjadi melalui lembaga formal dan lembaga non-formal. Kompetisi penggunaan lahan tersebut mempengaruhi harga lahan. Penggunaan lahan untuk permukiman saling berkompetisi dengan penggunaan lain dan menyebabkan terjadinya perbedaan harga lahan.

Penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tentang rencana tata ruang suatu wilayah. Hal ini berdampak pada perubahan penggunaan lahan dan akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap lahan. Peningkatan permintaan terhadap lahan akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga lahan dan harga lahan mengalami perubahan. Perubahan harga lahan ini menukjukkan adanya perbedaan terhadap besarnya harga lahan sebelum dan setelah adanya kebijakan pemerintah.

(25)

Penggunaan Komersial

Margin penggunaan lahan untuk komersial dan industri dengan permukiman terjadi di titik P. Pada titik tersebut lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan permukiman daripada dilanjutkan untuk penggunaan komersial. Transfer margin lain yang juga nyata adalah di titik Q dimana lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan untuk lahan pertanian dan padang rumput daripada dilanjutkan untuk penggunaan permukiman. Sama halnya yang terjadi di titik R dimana menjadi lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan padang penggembalaan daripada dilanjutkan untuk penggunaan untuk pertanian dan padang rumput.

McCann (2001) menjelaskan bahwa kompetisi penggunaan lahan untuk berbagai sektor berdasarkan beberapa asumsi. Sektor jasa diasumsikan memiliki preferensi yang paling tinggi terhadap akses pasar, sedangkan sektor retail dan distribusi diasumsikan memiliki preferensi yang relatif tinggi terhadap akses antarkota. Sektor tersebut pada umumnya memerlukan penggunaan lahan yang cukup luas. Sementara itu, sektor manufaktur diasumsikan berada antara sektor

(26)

jasa dan sektor retail. Hal ini karena sektor manufaktur membutuhkan akses terhadap kedua sektor tersebut. Diasumsikan juga bahwa pasar persaingan sempurna menjamin keuntungan berada pada titik keseimbangan, yaitu sebesar nol untuk seluruh sektor dapat dilihat pada gambar 3.

Rent/m2

W

Kurva Bid-Rent sektor jasa

Kurva Bid-Rent sektor manufaktur Kurava Bid-Rent sekror retail X

Y

Z

rA M

d (jarak dalam meter) ds

dm dr

lahan perkotaan lahan pertanian Gambar 3. Alokasi Lahan Perkotaan untuk Berbagai Sektor

Sumber : McCann (2001)

(27)

3.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan

Penetapan harga lahan diperoleh dari penjumlahan sifat intrinsik yang dimiliki suatu lahan. Penetapan harga lahan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh sifat fisik lahan, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lainnya seperti aspek lokasi, sosial, ekonomi, kependudukan dan lingkungan. Besarnya harga lahan tergantung pada luas lahan itu sendiri. Secara empiris, semakin luas lahan yang ditransaksikan, maka harga lahan per m2 akan lebih tinggi jika dibandingkan luas lahan yang kecil (Hadianto, 2009).

Berdasarkan teori lokasi Von Thunen, lahan yang berada dekat dengan pusat pasar akan memiliki sewa yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang berada jauh dari pusat pasar. Begitu juga dengan lokasi lahan terhadap sarana umum. Semakin dekat suatu lahan dengan sarana umum, permintaan terhadap lahan tersebut akan semakin tinggi sehingga harga lahan akan meningkat yang dekat dengan sarana umum.

Teori lokasi lahan juga dapat ditunjukkan menurut McCann (2001) yang menjelaskan bahwa dalam rangka membangun sebuah kurva Bid-Rent, diasumsikan bahwa titik M merupakan pusat bisnis atau pusat kota. Sementara itu d merupakan jarak yang harus ditempuh seseorang dari permukiman menuju tempat kerja/pusat kota. Selain itu, diasumsikan bahwa perjalanan seseorang menuju titik M akan menimbulkan biaya transportasi. Model Bid-Rent dapat menunjukkan jarak permukiman dari pusat kota. Secara empiris, jika jarak permukiman semakin jauh dari pusat kota, maka sewa lahan akan lebih rendah karena semakin besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan seseorang untuk menuju pusat kota tersebut.

(28)

Rent/m2

BR1 BR2 BR3

M d (jarak dalam meter)

Gambar 4. Kurva Bid-Rent Individu Sumber : McCann (2001)

(29)

Rent/m2 W

Kurva Bid-Rent untuk berpendapatan tinggi

Kurva Bid-Rent untuk berpendapatan menengah Kurav Bid-Rent untuk

berpendapatan rendah

M d (jarak dalam meter)

dh dm

d1

Gambar 5. Alokasi Lahan Permukiman dengan Preferensi yang Relatif Tinggi Terhadap Aksessibilitas

Sumber : McCann (2001)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki pendapatan tinggi akan memilih tinggal di daerah yang memiliki jarak sebesar dh dari pusat kota M. Kelompok yang berpendapatan menengah akan tinggal di daerah yang berdekatan dengan perbatasan dh. Jarak lahan permukiman kelompok yang berpendapatan menengah adalah sebesar dm dari pusat kota M. Sementara itu kelompok yang berpendapatan rendah akan menempati wilayah pinggir kota yang memiliki jarak sebesar d1 dari puast kota M. Semakin dekat dengan pusat kota maka harga lahan semakin tinggi jika dibandingkan harga lahan yang jauh dari pusat kota. Hal ini karena aksessibilitas terhadap lahan tersebut.

(30)

terhadap kawasan lain yang lebih maju. Hal ini akan mendorong mobilitas penduduk dan aktivitas yang menyertainya sehingga meningkatkan harga lahan. Harga lahan lebih tinggi jika lahan dekat dengan jalan arteri. Bentuk lahan dan topografi lahan juga memiliki faktor penentu dalam penetapan harga lahan. Lahan yang memiliki bentuk segiempat memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan lahan dengan bentuk lainnya. Begitu juga dengan lahan yang bertopografi datar memiliki harga lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang bertopografi bergelombang bahkan miring.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Kabupaten Bogor, dengan adanya tempat wisata ini dapat memperlancar dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, karena dengan banyaknya wisatawan yang datang berkunjung. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan permintaan terhadap lahan di sepanjang akses menuju kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi karakteristik masyarakat dalam menjual lahan dan mengidentifikasi motivasi masyarakat dalam menjual lahan. Selain itu juga, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) sehingga dapat diidentifikasi faktor-faktor yang paling menentukan tinggi rendahnya nilai perubahan harga lahan yang terjadi. Penilaian harga lahan berdasarkan market price, diharapkan dapat menghindari terjadinya spekulasi harga lahan terutama dalam masalah pembangunan publik. Selain itu, juga diharapkan dapat menjadi masukan dalam perumusan kebijakan pemerintah kedepannya.

(31)

model double log untuk mengidenifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE).

(32)

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Wisata Gunung Salak Endah (GSE)

Jumlah penduduk meningkat

Harga SD lahan meningkat Demand SD lahan meningkat

Peningkatan harga lahan disebabkan demand SD lahan yang meningkat

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat dalam menjual lahan yang berada di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). 2. Mengidentifikasi motivasi penjual dalam melakukan proses

transaksi penjualan lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE).

3. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE)

Harga Lahan 1. Adjusment Harga 2. Harga Transaksi

Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Analisis Regresi Model double Log

(33)

3.3 Hipotesis

Berdasarkan teori dan kajian peneliti terdahulu tentang harga lahan, maka disusun hipotesis sebagai berikut di bawah ini:

1. Luas lahan diduga mempunyai hubungan negatif terhadap harga lahan, jika lahan semakin luas, maka harga lahan per m2 akan mengalami penurunan. 2. Jarak bidang tanah ke kawasan tempat wisata Gunung Salah Endah (GSE)

diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan, semakin dekat maka akan meningkatkan harga lahan.

3. Jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan. Jarak lahan yang semakin dekat dengan jalan raya akan meningkatkan harga.

4. Produktivitas diduga mempunyai hubungan yang positif dengan harga lahan. Semakin besar hasil produksi suatu lahan maka akan meningkatkan harga lahan tersebut.

5. Bentuk lahan diduga mempunyai hubungan positif dengan harga lahan. Jika lahan berbentuk segi empat, maka harga lahan akan semakin tinggi dibandingkan harga lahan dengan bentuk lainnya.

(34)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di jalur jalan sepanjang kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) yang terletak Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan memperhatikan bahwa daerah ini merupakan kawasan yang menjadi tujuan tempat wisata dan berpengaruh terhadap peningkatan harga lahan di kawasan tersebut. Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung seperti wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Wawancara dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden dan pihak-pihak yang terkait dengan tujuan penelitian ini.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari instansi-instansi dan literatur yang terkait dengan tujuan penelitian ini. Data sekunder yang digunakan juga meliputi peta, data administrasi desa, perundang-undangan yang berkaitan dengan data penelitian dan data lain yang relevan serta mendukung dengan tujuan penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang diolah lebih lanjut yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 Kecamatan Pamijahan. Data sekunder ini digunakan untuk melengkapi data primer yang sesuai dengan tujuan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Data

(35)

dahulu jumlah populasi yang pernah melakukan transaksi penjualan lahan. Informasi didata kemudian diacak dengan cara diundi atau random. Penggunaan sampel ini bertujuan untuk dapat mewakili karakteristik populasi. Sampel yang diambil adalah dari responden yang telah melakukan transaksi penjualan lahan antara tahun 2008 hingga tahun 2012 di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). Daerah pengambilan sampel meliputi dua desa yaitu Desa Gunung Bunder dan Desa Gunung Bunder 2 . Jumlah sampel yang diambil masing-masing 30 responden.

4.4 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan Minitab 16. Metode analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut dalam tabel 1.

Tabel 1. Metode Analisis Data

(36)

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif diperlukan dalam melakukan analisis data dengan menggunakan berbagai cara misalnya dengan menampilkan grafik, diagram serta rekapitulasi data dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif bersifat eksploratif berupaya menelusuri dan mengungkapkan struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara kaku asumsi-asumsi tertentu (Juanda, 2007). Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan karakteristik atau perilaku suatu populasi dengan cara yang sistematis dan akurat. Analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan harga lahan yang terjadi dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan yang terjadi di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE). Sehingga hasil penelitian dapat disajikan dalam bentuk yang lebih jelas dan mudah untuk dipahani serta dimengerti oleh orang lain.

4.4.2 Adjusment Harga

(37)

Tidak

Ya

Gambar 7. Flow Chart Adjusment Harga Pengambilan Data Primer

(Survey)

Adjusment Harga

Data Harga Lahan

Perhitungan Harga Lahan

Transaksi

Status Hak Waktu

Comparable

Harga Lahan (Rp/m2)

(38)

4.4.3 Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan. Analisis ini digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai-nilai parameter yang menjelaskan hubungan antar variabel penjelas dan variabel respon. Model regresi yang digunakan adalah regresi berganda dengan model double log. Parameter regresi diduga dengan menggunakan metode pendugaan OLS (Ordinary Least Squere). Adapun sifat-sifat OLS menurut Gujarati (2003), penarikan OLS tidak bias, penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, konsisten, efisien dan linier. Medel double log dengan menggunkan metode pendugaan OLS, dimaksudkan untuk melihat model pendugaan secara statistik. Salah satu ciri dari model double log yaitu koefisien kemiringan nilai, koefisien dugaan mengukur elastisitas variabel tak bebas dengan variabel bebas.

Persamaan double log dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut:

Ln Y=β0 –β1LnX1 - β2LnX2 - β3LnX3 + β4D4 + β5D5 + β6D6 + εi Keterangan:

Y = Harga lahan (Rp/meter persegi)

Β = Intersep

X1= Luas lahan (meter persegi)

X2= Jarak bidang tanah ke GSE (meter)

X3= Jarak bidang tanah ke jalan raya (meter)

X4= Produktivitas Pertanian (ton/hektar/tahun)

D5= Bentuk lahan

Segiempat=1; jika lainnya=0 D6= Topografi lahan,

Topografi datar=1; jika lainnya=0

εi= Error term faktor lain yang turut menentukan harga lahan

(39)

koefisien dugaan yang diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Berdasarkan kriteria statistik, akan dilihat besarnya nilai koefisien determinasi (R2), R2 adjust, nilai uji f dan uji t.

Pengujian terhadap kriteria ekonometrika adalah berdasarkan pada pelanggaran asumsi dalam metode OLS. Penyimpangan yang terjadi terhadap asumsi BLUE (Blue Linier Unbiased Estimator) akan menyebabkan estimasi terhadap nilai yang diukur menjadi tidak valid. Pada kriteria ekonometrika yang digunakan adalah dengan melihat adanya multikolieritas dan heteroskedastisitas. Gujarati (2006) menjelaskan serangkaian evaluasi model yang dapat dilakukan sebagai berikut :

4.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) dan R2 adjust

Nilai determinasi diinterpretasikan sebagai proporsi total keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X dan Y. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1. Makin besar R2 makin cocok hubungan regresi yang menggambarkan pola hubungan X dan Y. Nilai R2 = 1 menunjukkan bahwa variabel X memiliki kecocokan sempurna dengan variabel Y. Jika nilai R2 bernilai nol, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara X dan Y.

Rumus menghitung R2 adalah sebagai berikut: R2 =

Keterangan:

JKR = Jumlah Kuadran Regresi

JKT = Jumlah Kuadran Total

Nilai R2 adjust secara umum mempunyai karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit (kebaikan dari kesesuaian model) daripada R2. Jika variabel baru ditambahkan kedalam model R2 selalu naik, tetapi R2 adjust dapat naik dapat turun. Oleh karena itu, lebih disarankan untuk mennggunakan nilai R2 adjust. Nilai R2 adjust dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: R2 adjust = 1– (1 – R2)[(n – 1)/(n – k)].

(40)

4.4.3.2 Uji f

Uji f dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersamaan berpengaruh nyata pada variabel bebasnya. Fhit dalam uji f dihitung dengan

menggunakan Minitab 16. Sedangkan ftabel dihitung dengan menggunakan rumus.

Rumus menghitung ftabel adalah sebagai berikut:

ftabel = fk, n-k-i, α.

Teknik pengambilan keputusan sebagai berikut:

Tolak Ho jika fhit > ftabel atau p-value < α (taraf nyata). Hal ini berarti terdapat

minimal satu parameter tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel bebas.

Terima Ho jika fhit < ftabel atau p-value > α (taraf nyata). Hal ini berarti bahwa

secara bersamaan variabel yang digunakan tidak dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebas secara nyata.

4.4.3.3 Uji - t

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji ini juga dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari hipotesis dan membuktikan apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara statistik.

Hipotesis: Ho : β = 0 H1 : β ≠ 0 Statistik uji: thit = b - β

Sb

Hasil thit dihitung berdasarkan ttabel (ttabel= tα/2(n-2))

Keterangan:

B = Koefisien regresi parsial sampel

Β = Koefisien regresi parsial populasi Sb = Simpangan baku koefisien dugaan

Teknik pengambilan keputusan sebagai berikut:

Tolak Ho jika thit > ttabel atau p-value < α (taraf nyata). Hal ini berarti variabel

(41)

Terima Ho jika thit < ttabel atau p-value > α (taraf nyata). Hal ini berarti variabel

bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 4.4.3.4 Uji Multikolinieritas

Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model. Jika hubungan tersebut ada, berarti terdapat multikolinieritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolineritas ganda sempurna sehingga tidak mungkin diperoleh dugaan parameter koefisiennya. Pengujian ada tidaknya hubungan multikolinieritas dalam sebuah model dapat diketahui dengan uji Marquardt dan dapat dilihat dari nilai VIF (Varian Inflation Factor) pada

masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari 10 menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami multikolinieritas.

4.4.3.5 Uji Heteroskedastisitas

(42)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Geografis

Penelitian ini di fokuskan hanya pada Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 Kecamatan Pamijahan yang berada di Kabupaten Bogor. Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 dengan kondisi bentangan alam dataran tinggi yang berada di Gunung Salak dengan keadaan lahan dataran, lahan tegalan dan lahan pegunugan.

Adapun luas wilayah Desa Gunung Bunder 1 adalah 330.36 hektar dan Desa Gunung Bunder 2 adalah 350.75 hektar dengan batas wilayah :

Tabel 2. Batas-batas Wilayah

No Batas Wilayah Gn Bunder 1 Gn Bunder 2

1 Sebelah Utara Ds. Cibening Ds. Gn. Bunder 1

2 Sebelah Selatan Ds. Gn. Bunder 2 Perum Perhutani 3 Sebelah Barat Ds. Gn. Picung Ds. Gn. Picung

4 Sebelah Timur Ds. Tapos Ds. Tapos

Sumber : Ds. Gn. Bunder 1 dan Ds. Gn. Bunder 2 (2012)

Dalam program pengembangan wilayah Kecamatan Pamijahan daerah Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Kedua desa ini masih merupakan daerah yang sedang berkembang dengan sektor utama komoditi pertanian sebagai mata pencaharian penduduknya.

Sebagai wilayah yang berbasis pertanian wilayah ini mampu memproduksi tanaman padi sebagai komoditi utama dan tanamam pangan palawija berupa: singkong, ubi jalar, kacang panjang, kacang tanah, mentimun, kacang kedelai, jagung dll. Sedangkan tanaman buah-buahan yang diandalkan berupa: pepaya, pisang, bengkuang, pala dll.

5.2 Kondisi Demografi Desa Gunung Bunder 1 dan 2

(43)

Sedangkan secara administrasi pemerintahan, Desa Gunung Bunder 2 terdiri dari 6 RW, 36 RT, dan 2394 KK. Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 9.100 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 4.752 jiwa dan perempuan sebanyak 4.348 jiwa. Sektor usaha masyarakat Gunung Bunder 2 tidaklah berbeda dengan sektor usaha masyarakat Gunung Bunder 1. Tiap sektor lapangan usaha selalu berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat wilayah tersebut.

Tabel 3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Gunung Bunder 2 termasuk kedalam golongan ekomoni rendah dan menengah, karena sektor pekerjaan yang masyarakat geluti rata-rata berupa pertanian dan dari jumlah total penduduk mata pencaharian didominasi oleh petani.

Sarana dan prasarana dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengaruh pembentuk tata ruang wilayah. Pengembangan sarana dan prasarana tersebut meliputi ketersedian transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomonikasi dan permukiman warga.

5.3.1Jaringan Transportasi

(44)

penghubung mereka ke tempat pemasaran dan tempat lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, jaringan transportasi yang ada di Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 kurang begitu baik. Kondisi jalan yang kurang begitu baik, namun hanya jalan jalur wisata saja yang beraspal, sedangkan jalan- jalan di desa masih berupa jalan berbatu kerikil.

Angkutan umum yang menghubungkan Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 dengan daerah-daerah lainnya berupa angkutan desa, kendaraan roda 2 (ojek). Untuk Desa Gunung Bunder 2 ada trayek angkutan umum khusus yang mengantarkan ke pasar Leuwiliang, sedangkan untuk Desa Gunung Bunder 1 juga ada khusus trayek angkutan umum yang mengantarkan penumpangnya ke Kota Bogor (Terminal Laladon).

(45)

5.3.3 Jaringan Listrik

Pelayanan jaringan listrik PLN telah menjangkau hampir seluruh wilayah Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2, namun tidak semua masyarakat menggunakan jaringan listrik PLN tersebut. Hal ini karena biaya pembelian alat pemasangan listrik yang dinilai cukup mahal oleh warga, sehingga masyarakat enggan menggunakan listrik PLN.

Jaringan listrik PLN sayangnya tidak bekerja sebagaimana mestinya. masih banyak jalan umum desa yang minim penerangan waktu malam hari. Hal ini dikarenakan minimnya lampu yang dipasang di jalan-jalan oleh pihak PLN. Selain itu juga kesadaran masyarakat yang rendah akan menjaga keberadaan fasilitas yang diberikan pihak PLN.

5.3.4 Jaringan Telekomunikasi

Sarana dan prasarana telekomonikasi masyarakat pada umumnya dilayani oleh provider-provider yang ada di Indonesia. Masyarakat Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2 pada umumnya sudah menggunakan telepon genggam (handphone) sebagai alat komunikasi untuk kebutuhan komunikasi jarak jauh sehari-hari dan untuk pos dan giro dilayani oleh Kantor Pos dan giro yang berada di Kantor Pos Desa Cibatok.

5.3.5 Perekonomian Masyarakat

Krisis ekonomi telah membawa dampak yang cukup serius bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2. Kondisi ini berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari menurunya kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah, menurunya derajat kesejahteraan masyarakat dan jumlah penduduk miskin meningkat tiap tahunnya, daya beli masyarakat menurun dan pengangguran meningkat setiap tahunnya.

(46)
(47)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Latar Belakang Penjual Lahan yang Melakukan Transaksi

6.1.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil pengambilan responden sebanyak 60 orang diketahui bahwa 80,00 persen atau sebesar 48 orang berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 20,00 persen atau sebesar 12 orang berjenis kelamin perempuan. Hasil ini menujukan bahwa rata-rata masyarakat yang melakukan transaksi penjualan lahan berjenis kelamin laki-laki, yang artinya keinginan laki-laki untuk menjual lahan lebih besar daripada perempuan.

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 6.1.2 Tingkat Usia

Tingkat usia responden cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 27 tahun sampai 90 tahun. Rata-rata kisaran usia 45 - 53 tahun atau sebanyak 25 persen responden yang mendominasi untuk melakukan transaksi penjualan lahan. Hal ini menujukan tingkat usia juga berpengaruh dalam keputusan responden menjual lahan. Perbandingan persentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 9.

Laki-laki 80% Perempuan

(48)

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 6.1.3 Status Pernikahan

Pada penelitian ini sebagian besar responden yaitu sebanyak 98,00 persen atau 59 orang memiliki status pernikahan yang sudah menikah. Hal ini disebabkan masyarakat yang sudah berkeluarga atau sudah menikah memiliki kebutuhan hidup yang cukup banyak untuk keperluan sehari-hari, sehingga mereka cenderung untuk melakukan transaksi penujalan lahan. Perbandingan persentase status pernikahan responden ditampilkan pada Gambar 10.

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan 6.1.4 Tingkat Pendidikan

(49)

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa sebanyak 36,00 persen responden menjalani pendidikan selama 6 tahun (SD), dan 23,00 persen tidak bersekolah. Hal ini menujukan bahwa tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi terhadap keputusan dalam menjual lahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka keputusan untuk menjual lahan akan semakin rendah.

6.1.5 Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden pada penelitian ini sebagian besar merupakan petani yaitu sebesar 39,00 persen atau sebanyak 23 orang. Responden pedagang sebesar 27,00 persen atau sebanyak 16 orang. Maka kecenderungan petani dan pedagang lebih tinggi untuk menjual lahan untuk berbagai keperluan dibandingkan lainnya. Dengan demikian jenis pekerjaan juga berpengaruh dalam keputusan seseorang untuk menjual lahan. Perbandingan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

(50)

6.1.6 Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden cukup bervariasi. Tingkat pendapatan responden kisaran kurang dari Rp 1.000.000,00 yakni 47,00 persen atau sebanyak 28 orang responden mendominasi dalam penjualan lahan. Semakin rendah pendapatan seseorang dalam rumah tangga maka semakin tinggi kecenderungan mereka untuk melakukan transaksi penjualan lahanyang dimiliki. Persentase tingkat pendapatan responden ditunjukkan pada Gambar 13.

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan 6.1.7 Alasan Menjual Lahan

Penelitian ini sebagian besar alasan responden menjual lahan untuk keperluasn sehari-hari yaitu 48,00 persen atau sebanyak 29 orang. Alasan responden menjual lahan untuk Modal usaha yaitu 45,00 persen atau sebanyak 27 orang. Alasan responden menjual lahan untuk pelebaran jalan yaitu 7,00 persen atau sebanyak 4 orang. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan rata-rata masyarakat yang melakukan transaksi penjulan lahan hasilnya dipergunakan untuk keperluan sehari-hari. Persentase jumlah alasan menjual lahan dapat dilihat pada Gambar 14.

<1jt 47%

1jt-1,5jt 32% 1,5jt-2jt

18%

(51)

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Menjual Lahan 6.1.8 Bentuk Lahan

Penelitian ini sebagian besar lahan yang dijual berupa lahan sawah yaitu 70,00 persen. Hal ini menukan bahwa lahan sawan merupakan lahan yang paling banyak masyarakat lakukan penjualan. Dari hasil pengamatan di lapangan bahwa lahan yang berada di jalur sekitar kawasan wiasat Gunung Salak Endah (GSE) adalah persawahan. Persentase jumlah bentuk lahan dapat dilihat pada Gambar 15.

Sumber: Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Bentuk Lahan 6.2 Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan

6.2.1 Hasil Dengan Model Double-log

Model yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) adalah regresi persamaan double-log dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Model ini menggunakan model double-log karena adanya ketimpangan data yang

Keperluan Sehari-hari 48% Modal usaha

45%

Pelebaran jalan 7%

Lahan Pekarangan

17%

Lahan Sawah 70% Lahan Tegalan

(52)

terlalu besar antara dependent variable dengan dua independent variable lain. Data dengan nilai-nilai besar harga lahan (Y) sebagai dependent variable dan pada variabel luas lahan (X1), jarak lahan ke GSE (X2) dan jarak ke jalan raya terdekat

(X3) dan produktivitas pertanian (X4). Dua variabel independent yang lain

angkanya kecil hanya berkisar antara angka 1 dan 0. Variable bentuk lahan (D5)

dan variable topografi lahan (D6). Dipilihnya model double-log untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik, karena dengan menggunakan model double-log dapat menghilangkan ketimpangan nilai-nilai yang terjadi antara dependent variable yang terlalu besar dengan nilai-nilai independent variable yang angkanya kecil. Hasil pengolahan data dengan menggunakan model double log dengan bantuan software Minitab 16, hasil olahannya dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Model Regresi double-log.

No Variabel Predictor Coef SE

(53)

Apabila dilihat dari banyaknya variabel yang berpengaruh nyata dengan menggunakan dependent variabel-nya harga lahan, ada dua variabel yang

berpengaruh nyata (α= 0,05) dengan menggunakan model double log yaitu

variabel luas lahan dan jarak lahan ke jalan raya terdekat. Untuk menguji kelinearan model yang digunakan, dilakukan uji-f. Model memberikan hasil fhit

(8.16) yang lebih besar dari ftabel(6.17). Hal itu menunjukkan variabel-variabel

bebas secara bersamaan mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. P-value semuanya bernilai nol, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Uji f yang dilakukan untuk melihat secara bersamaan variabel bebas mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel terikatnya sebagai syarat untuk melakukan uji masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya atau disebut dengan uji t. Dari uji Marquardt tidak terdapat multikolinieritas, karena tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model. Hal ini dapat dilihat dari VIF yang semuanya kurang dari 10. Dari hasil grafik residual pada output Minitab 16 titik sebaran menyebar secara acak, maka hal ini tidak terdapat heteroskedastisitas.

6.2.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Nyata dan Tidak Berpengaruh Nyata dengan Menggunakan Model Double log

6.2.2.1 Luas Lahan

Luas lahan mempunyai pengaruh nyata terhadap harga lahan pada model double-log. P-value pada model double log didapat p-value sebesar 0,010. Hasil yang diperoleh lebih kecil jika dibanding dengan taraf nyata yang digunakan

sebesar 5 persen (α = 0,05).

Koefisien yang didapat dengan menggunakan Minitab 16 adalah sebesar -0,15392. Nilai tersebut menunjukkan hubungan yang negatif. Koefisien yang dihasilkan oleh model double log menunjukkan hasil yang negatif. Maka dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan 1 persen luas lahan yang dijual maka diduga akan menurunkan harga lahan sebesar Rp. 7.748,59 per meter persegi.

(54)

luas, maka harga lahan per meter persegi akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil estimasi model yang diperoleh pada penelitian ini.

6.2.2.2 Jarak Lahan ke GSE

Hasil yang didapat dengan menggunakan model double-log, variabel jarak lahan ke jalan tidak berpengaruh nyata. P-value pada model double-log sebesar 0.957 dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 5

persen (α = 0.05). Koefisien yang didapat pada model double log tersebut adalah

0.00510. Koefisien menunjukkan hubungan yang positif dengan harga lahan.Hal ini dikarenakan daerah wilayah tersebut banyak dilalui kendaraan. Baik roda empat maupun roda dua.

Dilihat dari hasil estimasi model dengan menggunakan model double log maka dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan jarak lahan ke GSE sebesar 1 persen akan terjadi peningkatan harga lahan sebesar Rp. 256,74 per meter. Apabila dilihat dari hipotesis yang dibangun sebelumnya maka jarak bidang tanah ke kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan, semakin dekat maka akan meningkatkan harga lahan dan hasil yang didapat pada penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dibangun. Pada umumnya masyarakat menjual lahan hanya karena kebutuhan dan tidak memperhatikan jarak terhadap suatu tempat, sehingga harga yang masyarakat tawarkan berdasarkan kesepakatan saja dan yang berlaku di sekitar tempat mereka tinggal saja.

6.2.2.3 Jarak Lahan ke Jalan Raya Terdekat

Hasil pengolahan data ternyata jarak lahan ke jalan raya terdekat mempunyai pengaruh nyata terhadap harga lahan pada model double log. P-value pada model double-log didapat p-value sebesar 0.000 dibanding dengan taraf

nyata yang digunakan sebesar 5 persen (α = 0,05). Dilihat dari hasil estimasi

model dengan menggunakan model double log maka dapat disimpulkan bahwa setiap penurunan jarak lahan ke jalan raya terdekat sebesar 1 persen akan terjadi peningkatan harga lahan sebesar Rp. 10,571,22 per meter.

(55)

lahan. Jarak lahan yang semakin dekat dengan jalan raya akan meningkatkan harga. Hasil yang didapat dari hasil estimasi model ini sesuai dengan hipotesis yang dibangun. Dari hasil penelitian ini jarak lahan ke jalan raya terdekat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga lahan di Desa Gunung Bunder 1 dan Desa Gunung Bunder 2.

6.2.2.4 Produktivitas Pertanian

Hasil yang didapat dengan menggunakan model double-log, variabel produktivitas pertanian tidak berpengaruh nyata. P-value pada model double log sebesar 0.430 dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

sebesar 5 persen (α = 0.05). Koefisien yang didapat pada model double log

tersebut adalah -0,1303.

Dilihat dari hasil estimasi model dengan menggunakan model double log maka dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan produktivitas pertanian sebesar 1 persen akan meningkatkan harga lahan sebesar Rp. 6.559,52 per meter persegi. Apabila dilihat dari hipotesis yang dibangun sebelumnya maka produktivitas pertanian mempunyai hubungan yang positif terhadap peningkatan harga lahan. Semakin besar jumlah produktivitas pertanian yang dihasilakan maka harga lahan tersebut juga mengalami peningkatan.

Dilihat dari estimasi model diperoleh parameter maka produktivitas pertanian tidak berpengaruh terhadap harga lahan, sedangkan berdasarkan teori hal tersebut berpengaruh. Hal ini dikarenakan pada umumya masyarakat tidak begitu memperhatikan hasil yang diperoleh dari suatu lahan. Selain itu juga karena rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai produkivitas pertanian menurut teori, mereka hanya mengerti berdasarkan pengalaman saja.

6.2.2.5 Bentuk Lahan

Dari hasil estimasi model bentuk lahan tidak berpengaruh nyata terhadap harga lahan dalam penelitian ini dengan menggunakan model double log. P-value yang didapat pada model adalah sebesar 0.201 jika dibandingkan dengan taraf

nyatan yang digunakan sebesar 5 persen (α = 0.05). Dengan demikian bentuk

(56)

Hasil estimasi model dengan menggunakan model double log pada koefisien adalah sebesar -0,31380 yang artinya bernilai negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa apabila bentuk lahan tidak beraturan (bukan bentuk segi empat) maka akan menurunkan harga lahan sebesar Rp. 15.777,22 per meter persegi. Berdasarkan hipotesis yang dibangun sebelumnya bahwa bentuk lahan diduga mempunyai hubungan positif dengan harga lahan. Jika lahan berbentuk segi empat, maka harga lahan akan semakin tinggi dibandingkan harga lahan dengan bentuk lainnya. Dari penelitian ini hasil yang didapatkan bernilai negatif yang artinya tidak sesuai dengan harapan dari hipotesis yang dibangun.

Hasil yang didapatkan di lapangan rata-rata lahan yang masyarakat miliki adalah lahan yang tidak beraturan atau berupa tegalan, sehingga apabila ditanyakan ke masyarakat apakah bentuk lahan berpengaruh terhadap harga lahan maka mereka rata-rata menjawab tidak berpengaruh. Selain itu pada umumnya masyarakat menjual lahan hanya karena kebutuhan untuk keperluan sehari-hari saja sehingga hal tersebut tidak begitu diperhatikan.

6.2.2.6 Topografi

Hasil regresi dengan Minitab 16 dengan menggunakan model double log menunjukan bahwa pada topografi jika dilihat dari p-value adalah sebesar 0.385 tidak menunjukan hasil yang lebih besar dengan taraf nyata yang digunakan 5

persen (α = 0.05). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa antara hubungan

topografi lahan dengan harga lahan tidak berpengaruh atau bernilai negatif. Koefisien yang didapat dari hasil estimasi model adalah sebesar 0,26270. Hal ini menujukkan hasil yang positif. Apabila topografi tanah yang baik maka akan meningkatkan harga lahan sebesar Rp. 13.224,76 per meter persegi.

Apabila dilihat dari hipotesis yang dibangun sebelumnya maka topografi lahan diduga mempunyai hubungan positif terhadap harga lahan. Semakin datar topografi lahan, maka harga lahan akan semakin tinggi pula. Dari hasil uji statistik yang didapat pada penelitian ini maka hasil yang diperoleh bernilai positif. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dibangun sebelumnya, namun topografi bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah karena tidak berpengaruh nyata dengan taraf 5 persen

(57)
(58)

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarakan hasil dan pembahasan dapat dirumuskan beberapa simpulan penelitian ini. Hal-hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Karakteristik responden dalam menjual lahan adalah didominasi oleh laki-laki, pada usia 45-53, sudah menikah, pekerjaan petani, tingkat pendidikan sekolah dasar, berpendapatan di bawah satu juta rupiah per bulan dan lahan sawah yang umumnya dijual.

2. Motivasi dalam menjual lahan disebabkan oleh keinginan pemenuhan berbagai kebutuhan sehari-hari dan modal usaha.

3. Faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar kawasan wisata Gunung Salak Endah (GSE) yaitu luas lahan dan jarak lahan ke jalan raya terdekat. Sedangkan produktivitas pertanian tidak begitu berpengaruh terhadap harga lahan untuk sebagian wilayah, hal ini di karenakan produktivitas pertanian dalam setahun lebih kecil dibandingkan jika masyarakat menjual lahannya.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil, pembahasan dan simpulan yang diperoleh maka terdapat beberapa saran yang sebaiknya dipertimbangkan:

1. Masyarakat hendaknya mengetahui nilai lahan yang dimiliki, sehingga mereka mempunyai pertimbangkan dalam keputusan menjual lahan.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, William. 1970. Location and Land Use. Cambridge, Massachusetts. Harvard University Press,

Astrini, Danti. 2009. Analisis Fakto-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Harga Lahan Permukiman (Studi Kasus Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan, Kota Bogor). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statisitik. 2012. Desa Gunung Bunder 1 dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Desa Gunung Bunder 1 Kabupaten Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statisitik. 2012. Desa Gunung Bunder 2 dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Desa Gunung Bunder 2 Kabupaten Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statisitik. 2010. Jumlah dan Distribusi Penduduk. http://sp2010.bps.go.id/index.php. Diakses Tanggal 9 Januari 2012. Febriastuti. 2011. Analisis Fakto-Faktor ynag Mempengaruhi Harga Lahan di

Sekitar Bandara Raja Fisabilillah Kepulauan Riau (Studi Kasus Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fujita, Masahisa. 1989. Urban Economic Theory. Land Use and City Size. Cambridge. Cambridge University Press.

Gujarati, Damodar N. 2006. Dasar- Dasar Ekonometrika. Jilid I. Yogyakarta. Erlangga.

Hadianto, Adi. 2009. Pemodelan Harga Bidang Tanah pada Berbagai Tipologi Kawasan di DKI Jakarta dan Bogor. Executive Summary, Prosiding Seminar. Direktorat Jenderal Kekeyaan Negara, Departemen Keungan Republik Indonesia, Jakarta.

Hardjowigeno, Suwarno. 2003. Ilmu Tanah. Akademika. Jakarta. Pressindo. Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor. IPB

Press

(60)

Reksohadiprodjo, Sukanto dan A. R. Karseno. 1985. Ekonomi Perkotaan. Yogjakarta. BPFE.

Silalahi, Rocky D. F. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Pemukiman di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Siregar, Syafaruddin. 2005. Statistik Terapan untuk Penelitian. Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana

Sujarto, Djoko. 1985. Beberapa Pengertian Tentang Perencanaan Fisik. Jakarta. Bhratara Karya Aksara.

(61)

Lampiran 1. Hasil uji statistik dengan Minitab 16

Regression Analysis: LnY versus LnX1, LnX2, LnX3, LnX4, D5, D6

The regression equation is

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

(62)
(63)

Gambar

Gambar  3  juga  menunjukkan  bahwa  sektor  jasa  mendominasi  wilayah  pusat kota dengan jarak ds dari titik M
Gambar 4. Kurva Bid-Rent Individu
Gambar  5.  Alokasi  Lahan  Permukiman  dengan  Preferensi  yang  Relatif    Tinggi  Terhadap Aksessibilitas
Gambar 6. Kerangka Pemikiran  Wisata Gunung Salak Endah (GSE)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 20 Persentase perbandingan struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea Grafik tersebut menunjukkan bahwa kawasan

Eksplorasi biodiversitas tumbuhan liar dan pengetahuan masyarakat di sekitar kawasan hutan Gunung Salak dilakukan dengan tujuan utama mendapatkan jenis tumbuhan liar edibel

Eksplorasi biodiversitas tumbuhan liar dan pengetahuan masyarakat di sekitar kawasan hutan Gunung Salak dilakukan dengan tujuan utama mendapatkan jenis tumbuhan liar edibel

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui survei dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung

Perubahan Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Perluasan kawasan TNGHS merupakan hal yang

Sebaran dan habitat kukang jawa (Nycticebus javanicus) di lahan pertanian (hutan rakyat) wilayah Kabupaten Lebak (Banten) dan Gunung Salak (Jawa Barat).. Survei keberadaan

Penggunaan lahan di kawasan Gunung Argopuro sangat beragam namun belum banyak informasi keberadaan satwa khususnya jenis burung yang berperan penting dalam

Penggunaan lahan di kawasan Gunung Argopuro sangat beragam namun belum banyak informasi keberadaan satwa khususnya jenis burung yang berperan penting dalam