• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA

PEDAGANG WARUNG DI KAWASAN WISATA ALAM

GUNUNG SALAK ENDAH BOGOR

AYU JANUARTI

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung Di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Ayu Januarti

(4)

ABSTRAK

AYU JANUARTI. Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung Di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.

Strategi nafkah selalu dilakukan oleh rumahtangga untuk tetap mempertahankan kehidupannya di tengah perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat yang mencari nafkah di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah dengan fokus rumahtangga pedagang warung di obyek wisata Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi nafkah yang diterapkan oleh rumahtangga pedagang warung di kedua lokasi penelitian, menganalisis struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di kedua lokasi penelitian dari sektor pertanian, ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata, serta menganalisis struktur dan strategi nafkah rumahtangga pedagang warung di kedua lokasi penelitian terhadap pengelolaan ekowisata. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif dengan kuesioner dan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan berbagai strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga pedagang warung, struktur nafkah rumahtangga pedagang warung dilihat dari tingkat pendapatannya, dan implikasi struktur dan strategi nafkah pedagang warung terhadap pengelolaan ekowisata.

Kata kunci: ekowisata, pedagang warung, struktur dan strategi nafkah ABSTRACT

AYU JANUARTI. Structures and Livelihood Strategies of Households Small Shop Traders in The Natural Tourism Area of Mount Salak Endah Bogor. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN

Livelihood strategies are always done by households to maintain their life in the midst of social, economic, and environmental change. This research was carried out in the natural tourism area of Mount Salak Endah focusing on households of small shop traders in Hot Water Lokapurna and Cigamea Waterfall. This research aimed to understand the household livelihood strategies of small shop traders in both research locations, to analyze livelihood structures based on farm, ecotourism, and non-farm nor ecotourism, and also to analyze structures and livelihood strategies of small shop traders in both research locations. This research used quantitative approach through questionnaires and qualitative approach through in-depth interview, observation, and analysis of relevant documents. The results showed various types of livelihood strategies that performed by households of small shop traders, livelihood structures of small shop traders which indicate level of incomes, and implication of structures and livelihood strategies of small shop traders towards ecotourism management.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA

PEDAGANG WARUNG DI KAWASAN WISATA ALAM

GUNUNG SALAK ENDAH BOGOR

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor

Nama : Ayu Januarti

NIM : I34090075

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan anugerah-Nya kepada penulis sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Penulisan karya tulis ini dimulai sejak bulan Mei 2013 sampai Juli 2013 dengan judul Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor.

Ucapan terima kasih penulis hantarkan kepada Bapak Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, Msc. Agr dan Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang senantiasa memberikan saran, kritik, motivasi, dan perhatiannya selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini dilakukan. Penulis juga ingin berterimakasih kepada masyarakat Kampung Ciparay dan Kampung Rawa Bogo, Desa Gunung Sari khususnya yang berdagang di obyek wisata Curug Cigamea dan Pemandian Air Panas Lokapurna yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Resort II dan Kepala Desa Gunung Sari beserta jajarannya yang telah memudahkan birokrasi penelitian ini. Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang luar biasa penulis berikan kepada keluarga tercinta Ayahanda Suseno, Ibunda Sulisih, dan Kakanda Sigit Santoso yang selalu mendukung dan memberikan semangat, serta kasih sayang kepada penulis di saat suka maupun duka.

Terima kasih kepada teman-teman seangkatan KPM 46 yang selalu menemani dan memberikan canda tawa selama perkuliahan. Sahabat-sahabat sepermainan Endah Rizqi Puri Astianti, Anggi Indriani Tami, Fajrina Nissa Utami, Femy Amalia Arizi Putri, Firza Triana Zelaviori, Ayu Anjartika, dan Nyayu Fatimah Zahroh terima kasih atas dukungan, bantuan dan hiburannya di kala penulis sedang jenuh dan mengalami kesulitan penulisan. Terima kasih juga untuk dua teman sebimbingan “Arya’s genks” Anandita Rostu Prasetya dan Tyas Widyastini yang selalu bersama saling mendukung dan memotivasi untuk bisa lulus bersama. Teman-teman pengoreksi Hamdani Pramono, Novia Fridayanti, dan Rizka Amalia. Serta, untuk Farid Permana Putra Azroel yang telah memotivasi, menyemangati, dan menjadi tempat curahan hati penulis. Serta semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja samanya selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

2.7 Konsep Strategi Nafkah 12

2.8 Kemiskinan 15

2.9 Kerangka Pemikiran 15

2.10 Hipotesis 17

2.11 Definisi Operasional 17

BAB III PENDEKATAN LAPANG

3.1 Lokasi dan Waktu 19

3.2 Teknik Pengumpulan Data 19

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Kondisi Geografis Desa Gunung Sari 25

4.1.1 Mata Pencaharian Desa Gunung Sari 26

4.1.2 Jumlah Penduduk Desa Gunung Sari 26

4.1.3 Jumlah Penduduk Desa Gunung Sari Menurut Kategori Umur 27 4.1.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Gunung Sari 27 4.2 Letak dan Kondisi Geografis Obyek Wisata Pemandian Air Panas

Lokapurna

28

4.2.1 Sejarah Pemandian Air Panas Lokapurna 28

4.2.2 Akses Menuju Pemandian Air Panas Lokapurna 29 4.2.3 Sarana dan Prasarana di Pemandian Air Panas Lokapurna 29 4.2.4 Kondisi Sosial-Ekonomi Responden di Pemandian Air Panas

Lokapurna

30 4.3 Letak dan Kondisi Geografis Obyek Wisata Curug Cigamea 32

4.3.1 Akses Menuju Curug Cigamea 32

4.3.2 Sarana dan Prasarana di Curug Cigamea 33

4.3.3 Kondisi Sosial-Ekonomi Responden di Curug Cigamea 33 BAB V STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PEDAGANG WARUNG

(11)

CIGAMEA

5.1 Jenis Mata Pencaharian di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

37 5.2 Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Pemandian Air

Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

40 5.2.1 Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Pemandian Air

Panas Lokapurna

40 5.2.2 Strategi Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Curug

Cigamea

41 5.3 Gejala Pola Nafkah Ganda Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

42 5.3.1 Gejala Pola Nafkah Ganda Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna

43 5.3.2 Gejala Pola Nafkah Ganda Rumahtangga Pedagang Warung di

Curug Cigamea

46

5.4 Ikhtisar 48

BAB VI STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PEDAGANG WARUNG DI PEMANDIAN AIR PANAS LOKAPURNA DAN CURUG CIGAMEA

6.1 Tingkat Pendapatan, Struktur Nafkah, dan Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Pedagang Warung di Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

51 6.1.1 Pendapatan Sektor Pertanian Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna

51 6.1.2 Pendapatan Sektor Ekowisata Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna

53 6.1.3 Pendapatan Sektor Non-pertanian Bukan Ekowisata Rumahtangga

Pedagang Warung di Pemandian Air Panas Lokapurna

56 6.1.4 Struktur Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Pemandian

Air Panas Lokapurna Menurut Lapisannya

57 6.1.5 Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna

58 6.1.6 Pendapatan Sektor Pertanian Rumahtangga Pedagang Warung di

Curug Cigamea

60 6.1.7 Pendapatan Sektor Ekowisata Rumahtangga Pedagang Warung di

Curug Cigamea

61 6.1.8 Pendapatan Sektor Non-pertanian bukan ekowisata Rumahtangga

Pedagang Warung di Curug Cigamea

62 6.1.9 Struktur Nafkah Rumahtangga Pedagang Warung di Curug

Cigamea Menurut Lapisannya

63 6.1.10 Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Pedagang Warung di Curug

Cigamea

65 6.2 Perbandingan Struktur Nafkah pada Rumahtangga Pedagang Warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea, Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah

67

6.3 Ikhtisar 70

BAB VII ANALISIS STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH

MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN EKOWISATA

(12)

7.2 Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Masyarakat Terhadap Pengelolaan Ekowisata

75

7.3 Ikhtisar 78

BAB VIII PENUTUP

8.1 Simpulan 81

8.2 Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 87

(13)

DAFTAR TABEL

1 Dampak pariwisata terhadap perekonomian nasional tahun 2004-2007

8

2 Metode pengumpulan data 21

3 Mata pencaharian masyarakat di Desa Gunung Sari 26

4 Jumlah penduduk Desa Gunung Sari 27

5 Jumlah penduduk Desa Gunung Sari berdasarkan umur 27 6 Tingkat pendidikan terakhir masyarakat Desa Gunung Sari 28 7 Jenis kelamin responden di Pemandian Air Panas Lokapurna 30 8 Tingkat pendidikan terakhir responden di Pemandian Air Panas

Lokapurna

31

9 Jenis kelamin responden di Curug Cigamea 33

10 Tingkat pendidikan terakhir responden di Curug Cigamea 34 11 Sumber-sumber pendapatan rumahtangga sektor ekowisata di

obyek wisata Pemandian Air Panas Lokapurna

55

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran struktur dan strategi nafkah rumahtangga pedagang warung di Curug Cigamea dan Pemandian Air Panas Lokapurna

17

2 Sketsa Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

25 3 Variasi mata pencaharian ekowisata, serta non-pertanian bukan

ekowisata di Pemandian Air Panas Lokapurna

38 4 Variasi mata pencaharian ekowisata, serta non-pertanian bukan

ekowisata di Curug Cigamea

39 5 Tingkat pendapatan sektor pertanian pada rumahtangga pedagang

warung di Pemandian Air Panas Lokapurna

53 6 Tingkat pendapatan sektor ekowisata pada rumahtangga pedagang

warung di Pemandian Air Panas Lokapurna

54 7 Tingkat pendapatan sektor non-pertanian dan bukan ekowisata

pada rumahtangga pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna

56

8 Struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna menurut lapisannya per tahun

57 9 Persentase struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di

Pemandian Air Panas Lokapurna menurut lapisannya per tahun

58 10 Rata-rata pendapatan per kapita per tahun rumahtangga pedagang

warung di Pemandian Air Panas Lokapurna menurut lapisannya

59 11 Rata-rata pendapatan per kapita per hari rumahtangga pedagang

warung di Pemandian Air Panas Lokapurna menurut lapisannya

59 12 Tingkat pendapatan sektor pertanian pada rumahtangga pedagang

warung di Curug Cigamea

(14)

warung di Curug Cigamea

14 Tingkat pendapatan sektor non-pertanian bukan ekowisata pada rumahtangga pedagang warung di Curug Cigamea

63 15 Struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di Curug Cigamea

menurut lapisannya per tahun

64 16 Persentase struktur nafkah rumahtangga pedagang warung di

Curug Cigamea menurut lapisannya per tahun

65 17 Rata-rata pendapatan per kapita per tahun rumahtangga pedagang

warung di Curug Cigamea menurut lapisannya

66 18 Rata-rata pendapatan per kapita per hari rumahtangga pedagang

warung di Curug Cigamea menurut lapisannya

66 19 Perbandingan struktur nafkah antara rumahtangga pedagang

warung di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

68 20 Persentase perbandingan struktur nafkah antara rumahtangga

pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea

69

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nama-nama responden penelitian di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea yang dipilih secara purposive.

88

2 Kuesioner penelitian 89

3 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 91

4 Pengolahan data struktur nafkah 93

5 Tabel frekuensi lapisan sosial responden menurut jumlah total pendapatannya

95

6 Catatan harian penelitian 96

(15)
(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu Negara dengan keindahan panorama alam dan keramahan bangsanya, menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk melancong dan menikmati berbagai keindahan tersebut. Sebagai salah satu negara yang termasuk ke dalam

Megabiodiversity Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan menarik serta endemik. Keanekaragaman tersebut harus terus dijaga dan dilestarikan agar nantinya dapat menjadi warisan anak cucu bangsa. Hutan sebagai salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan.

Penetapan hak kepemilikkan yang pada awalnya merupakan tanah ulayat/adat sehingga dapat digarap oleh masyarakat untuk bertahan hidup selama bertahun-tahun, kini merasa terancam dan resah ketika tempat yang mereka tinggali untuk hidup dan mencari nafkah tersebut akan diambil lagi oleh negara. Pengambil alihan tanah tersebut oleh negara dalam wujud Taman Nasional disebabkan agar masyarakat sekitar tidak lagi mengeksploitasi dan merusak hasil hutan. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sangat berpotensi terhadap terjadinya eksploitasi hutan.

Salah satu cara untuk melindungi keanekaragaman hayati tersebut adalah dengan melakukan kegiatan berbasis konservasi, yaitu kegiatan menjaga dan memelihara sumberdaya yang dipunya dengan melakukan pemanfaatan yang bijak agar dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Adapun kegiatan utama konservasi adalah perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan yang berkelanjutan (UU No 5 Pasal 5 1990). Salah satu hal yang dapat dijadikan alternatif solusi untuk meningkatkan lapangan usaha baru dan tingkat pendapatan masyarakat adalah dengan pariwisata. Pariwisata adalah perjalan seorang atau kelompok ke suatu tempat ke tempat lain yang bertujuan untuk berekreasi dan mencari kesenangan (Wardiyanto dan Baiquni 2011). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Pada Bab 1 Pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha yang terkait dengan wisata alam. Ayat 4 berisi wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

(17)

2

pengelolaan wisata alam, peningkatan kualitas pengetahuan pada masyarakat lokal, serta memberikan penyadaran pada masyarakat lokal akan arti penting hutan untuk masa depan. Pariwisata semacam ini disebut dengan ekowisata. Namun, ekowisata masih sangat sulit untuk dikembangkan karena pariwisata jenis ini merupakan pariwisata jenis baru dan masih banyak masyarakat lokal maupun masyarakat umum belum mengetahui konsep dari ekowisata ini, sehingga masih banyak wisata di Indonesia khususnya wisata alam yang belum menjadi ekowisata karena basis ekowisata adalah konservasi lingkungan. Hal ini membutuhkan adanya pendekatan, penyuluhan, pembinaan kepada masyarakat khususnya yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata.

Salah satu wujud dari kegiatan konservasi adalah ekowisata, yang mengkombinasikan aspek ekonomi, sosial, ekologi, dan pariwisata sebagai alternatif perlindungan sumberdaya alam sekaligus meningkatkatkan taraf hidup masyarakat lokal secara berkelanjutan. Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan konservasi, yang menekankan adanya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana dan berkelanjutan. Ekowisata memiliki enam prinsip dasar yaitu konservasi, partisipasi, edukasi, rekreasi, ekonomi lokal, dan lembaga lokal (Ginting 2010). Tujuan dari ekowisata sendiri adalah mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat (The International Ecotourism Society 1990 dalam Irwanto 2008).

Kawasan pariwisata alam memberikan keindahan panorama alam yang dapat menjadi potensi obyek wisata, jika dikelola dengan bijak. Kegiatan-kegiatan di areal wisata yang dilakukan menekankan keterlibatan pada berbagai pihak seperti pemerintah setempat, pengelola, masyarakat sekitar, dan juga pengunjung wisata. Dari kegiatan pariwisata ini tentunya membawa pengaruh terhadap ekonomi, sosial, dan ekologi yang akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup pada masyarakat sekitar kawasan ekowisata.

Hadirnya pariwisata telah mempengaruhi struktur dan strategi masyarakat dalam mencari nafkah. Pariwisata bagi masyarakat sekitar dipandang sebagai sumber penghidupan mereka selain dari sektor pertanian dan non-pertanian. Adanya kawasan wisata membuat tersedianya lapangan kerja baru dan peluang untuk membuka usaha serta jasa wisata menjadi alternatif peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar dan upaya pemberantasan kemiskinan. Wisatawan yang datang untuk melakukan aktivitas wisata seperti berkemah, trecking, ataupun sekedar bermain-main air di air terjun dan melakukan pengobatan alternatif di air panas menjadi sasaran bagi warga sekitar untuk menawarkan barang dan jasa yang dijual maupun disewakan. Jenis fasilitas yang ditawarkan di kawasan wisata misalnya pondok penginapan, home stay, warung, lesehan, transportasi, wahana outbond, dan guide. Strategi nafkah menurut Dharmawan (2006) adalah partisipasi individu dalam usaha mendapatkan suatu jenis pekerjaan untuk bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya dalam merespon dinamika sosial-ekonomi, ekologi, dan politik.

(18)

3 kebutuhan dan keinginan wisatawan. Hawanya yang dingin dan sejuk serta akses yang mudah untuk menuju lokasi wisata sangat cocok dijadikan wisata alternatif di Bogor selain kawasan Puncak yang kini sudah tidak se-alami dulu. Adapun obyek wisata yang termasuk dalam kawasan Gunung Salak Endah, Desa Gunung Sari adalah Kawah Ratu, Curug Ngumpet, Curug Seribu, Curug Cigamea, Curug Pangeran, dan Air Panas Lokapurna. Perluasan kawasan Taman Nasional ini juga mencakup hutan pinus dan rasamala bekas Perhutani di Bumi Perkemahan Gunung Bunder dan beberapa air terjun di kawasan Gunung Bunder.

Kawasan Wisata Gunung Salak Endah terletak di Desa Gunung Bunder 2 dan Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan termasuk ke dalam kawasan Resort Gunung Salak II. Kawasan wisata di sini merupakan one stop travelling karena dalam satu waktu pengunjung bisa memilih obyek wisata mana saja yang ingin didatangi sesuai kebutuhan dan keinginan.

Obyek wisata yang menjadi primadona dan icon dari kawasan wisata Gunung Salak Endah adalah Curug Cigamea dan Pemandian Air Panas Lokapurna. Wisatawan lokal maupun luar kota banyak yang mengunjungi kedua obyek wisata tersebut di saat liburan maupun hari biasa. Adanya berbagai obyek wisata menarik di Gunung Salak Endah khususnya di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea membuat peluang masyarakat dalam bidang ekonomi pun menjadi terbuka dan membuat masyarakat sekitar melakukan alternatif pekerjaan untuk menambah penghasilan rumahtangga mereka. Untuk itu, masyarakat sekitar kawasan menerapkan strategi nafkah untuk dapat menghidupi rumahtangganya dari hasil kerja di sektor ekowisata dan non-pertanian bukan ekowisata.

Dengan pariwisata diharapkan dapat mewujudkan perkembangan ekonomi, sosial yang positif dan berkelanjutan sekaligus dapat memelihara lingkungan alam agar tetap lestari. Salah satu keuntungan pariwisata adalah mendatangkan peluang kerja baru sehingga memberdayakan masyarakat sekitar dan meningkatkan pendapatannya. Dari lapangan kerja tersebut juga dapat dilihat jenis-jenis pekerjaan di sektor wisata dan non-pertanian yang memungkinkan dan membawa keuntungan bagi warga. Jika dalam kawasan wisata banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar, maka otomatis masyarakat akan senantiasa menjaga kelestarian lingkungan obyek wisata agar wisatawan dapat terus datang dan menikmati keindahan alam serta memberikan dampak yang positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat sekitar khususnya masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata.

1.2 Masalah Penelitian

(19)

4

mereka diambil alih oleh Taman Nasonal, karena basis dari Taman Nasional adalah konservasi. Walaupun tahun 2003 kawasan wisata Gunung Salak Endah telah dilimpahkan kepada Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, BTNGHS baru beroperasi secara resmi pada tahun 2007 ditandai dengan dibangunnya kantor resort yang terletak di Gunung Bunder. Masa kekosongan tersebut digunakan masyarakat untuk membuka lahan dan menebang pohon-pohon di Taman Nasional secara besar-besaran. Lahan garapan yang digunakan untuk pertanian yang ada dalam kawasan Taman Nasional telah diambil oleh Taman Nasional. Hal tersebut membuat masyarakat yang sebelumnya menggantungkan hidupnya pada pertanian mencari alternatif lain untuk menyambung hidup. Dibukanya kawasan wisata GSE untuk umum otomatis memberikan peluang bagi masyarakat untuk dapat mendapatkan penghasilan dari ekowisata. Selain itu, untuk dapat memenuhi kebutuhannya masyarakat juga mencari pekerjaan di luar bidang pertanian dan ekowisata.

Kawasan Wisata Gunung Salak Endah yang memiliki banyak obyek wisata, diantaranya yang banyak menarik pengunjung adalah Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Kedua lokasi tersebut selalu ramai pengunjung dan banyak masyarakat lokal yang membuka usaha di sana. Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan penulis mengajukan beberapa pertanyaan penelitian untuk diteliti dan hendak dijawab, yaitu:

1. Bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga pedagang warung yang berusaha di Curug Cigamea dan Pemandian Air Panas Lokapurna?

2. Bagaimana struktur nafkah rumahtangga pedagang warung dari sektor pertanian, ekowisata, serta non-pertanian bukan ekowisata di kedua lokasi? 3. Bagaimana tingkat kemiskinan rumahtangga pedagang warung di kedua

lokasi?

4. Bagaimana kaitan struktur dan strategi nafkah masyarakat terhadap pengelolaan kawasan ekowisata?

1.3 Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini secara umum bertujuan untuk mengetahui struktur dan strategi nafkah rumahtangga masyarakat lokal yang berusaha di wisata Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Tujuan khususnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mengetahui strategi nafkah rumahtangga pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea sejak dibukanya kawasan wisata GSE. 2. Menganalisis struktur nafkah rumahtangga pedagang warung dari pertanian,

ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata di kedua lokasi.

3. Menganalisis tingkat kemiskinan rumahtangga pedagang warung di kedua lokasi.

4. Menganalisis kaitan struktur dan strategi nafkah masyarakat terhadap pengelolaan kawasan ekowisata.

(20)

5 1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan dalam pengembangan ekowisata dengan memberi peluang kepada masyarakat di kawasan hutan untuk dapat mengelola hutan dan tetap menjaga fungsi hutan.

2. Bagi Pengelola, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pemacu kegiatan promosi di kawasan wisata Gunung Salak Endah agar dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar kawasan dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana di wisata Gunung Salak Endah.

3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai kontribusi ekowisata yang dapat memberikan peluang kepada masyarakat untuk dapat mengelola kawasan hutan, mengambil manfaat hutan, dan menjaga kelestarian kawasan hutan.

(21)
(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Pariwisata adalah kegiatan yang dapat dijadikan sebagai industri yang dapat meningkatkan ekonomi yang cepat terutama pada peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan taraf hidup masyarakat yang secara langsung terjun ke dalamnya. Menurut Yoeti (2008) pariwisata didefinisikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang dilakukan atau diadakan di suatu tempat dengan tujuan bertamasya dan berekreasi atau untuk memenuhi kebutuhan yang beragam, tetapi bukan untuk tujuan berbisnis atau mencari nafkah.

Konsep lain mengenai definisi pariwisata adalah perjalanan terencana yang dilakukan secara individu maupun kelompok dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Wardiyanto dan Baiquni 2010). Lebih lanjut, Yoeti (2008) menjelaskan dengan adanya industri pariwisata, maka akan membuka lapangan pekerjaan baru seperti transportasi, akomodasi, penginapan, maupun dalam hal kerajinan tangan. Hal tersebut yang menjadi daya tarik untuk mengukur seberapa besar suatu industri pariwisata memberikan kontribusi pada perekonomian masyarakat maupun kesejahteraan masyarakat.

2.2 Dampak Pariwisata

Pariwisata sangat erat kaitannya dengan kondisi sosial, ekonomi, maupun ekologi masyarakat yang berada disekitarnya. Datangnya wisatawan ke daerah tujuan wisata dapat membuat tekanan pada lingkungan yang dapat berpengaruh pada keadaan hutan, air, danau, ataupun pantai yang didatangi. Pengusahaan pariwisata harus memiliki interaksi yang baik antar semua pihak agar terdapat dampak yang posistif juga bagi pihak-pihak yang terlibat. Jika, interaksi tidak dilakukan dengan baik maka akan memancing munculnya potensi konflik jika pariwisata tersebut tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini, interaksi yang terjalin adalah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengelola (baik Taman Nasional, perorangan, perusahaan, BUMN, maupun BUMD), dan tentunya masyarakat lokal dan wisatawan. Pariwisata dapat dikatakan berhasil apabila sektor non-pertanian mendominasi pendapatan masyarakat dibandingkan sektor pertanian. Namun, usaha-usaha ekonomi tersebut haruslah dibarengi dengan rasa sadar dan cinta akan lingkungan, agar dampak negatif dari pariwisata dapat diminimalisir.

(23)

8

menimbulkan polusi udara dan suara di kawasan wisata alam jika tidak dikendalikan. Pada Tabel 1 tentang dampak pariwisata bagi perekonomian nasional, menurut Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2008) dalam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2009).

Tabel 1 Dampak pariwisata terhadap perekonomian nasional tahun 2004-2007

Sumber: Neraca Satelit Pariwisata Nasional, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2008) dalam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2009)

Data di atas dapat terlihat pariwisata memberikan andil yang besar terhadap pariwisata. Pariwisata memberikan dampak yang positif dalam menyerap tenaga kerja PDB nasional dari tahun 2004 sampai 2007 selalu mangalami peningkatan, terlihat sebesar 2.273 triliyun rupiah pada tahun 2004 dan tahun 2007 meningkat sebesar 3.957 triliyun rupiah. Sementara, kontribusi pariwisata dalam menciptakan lapangan kerja mengalami pasang surut. Sebanyak 8.49 juta orang diserap pada tahun 2004, tahun 2005 sebanyak 6.97 juta orang, tahun 2006 sempat turun di angka 4.41 juta orang, dan pada tahun 2007 naik kembali sebanyak 5.22 juta orang yang telah mempunyai lapangan kerja baru.

2.3 Taman Nasional

(24)

9 Tata zonasi kawasan TNGHS berdasarkan rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (RPTNGHS) periode tahun 2007-2026 adalah: 1. Zona inti dan zona rimba

Zona inti dan zona rimba meliputi ekosistem hutan alam yang mana identifikasi zona ini melalui pendekatan ilmiah dengan mengkaji ekosistem dan habitat spesies penting, daerah-daerah yang secara sosial budaya memiliki nilai dan pengaruh terhadap ekosistem.

2. Zona rehabilitasi

Zona rehabilitasi merupakan ekosistem penting serta menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi seperti hutan hujan rendah, areal rusak, koridor Gunung Halimun Salah, dan sebagainya. Di masa yang akan datang, setelah ekosistem ini pulih dapat ditetapkan menjadi zona inti atau zona rimba atau zona pemanfaatan.

3. Zona pemanfaatan

Zona pemanfaatan berkaitan dengan areal yang akan dikembangkan untuk memenuhi fungsi-fungsi pemanfaatan di dalam taman nasional antara-lain untuk wisata alam, pembangunan sarana prasarana pengunjung, dan lokasi penelitian intensif. Zona pemanfaatan yang memiliki obyek wisata dan areal bekas Perhutani akan tetap dikelola oleh Perhutani dan zona yang berupa jalur-jalur pendakian dan wilayah yang rawan pengunjung akan dikelola oleh BTNGHS.

4. Zona khusus

Zona khusus merupakan bagian dari TNGHS yang mana sebelum penunjukan taman nasional, dalam wilayah ini sudah ada pemukiman dan garapan masyarakat sejak dulu. Selain itu juga jalan provinsi dan kabupaten yang melintas TNGHS.

5. Zona religi, budaya, dan sosial serta zona tradisional

Penentuan zonal religi, budaya, dan sosial serta zona tradisional terbagi menjadi dua yaitu:

a. Areal yang penting bagi kegiatan budaya yang ditentukan melalui

penelusuran sejarah seperti makam di puncak Gunung Salak, Situs Cibedug, dan Situs Kosala di Lebak dijadikan zona religi dan budaya. b. Wilayah dimana penduduk secara tradisional memanfaatkan hasil hutan

non-kayu dijadikan zona tradisional untuk memastikan akses masyarakat terhadap hutan. Wilayah yang termasuk zona tradisional adalah kasepuhan yang ada di dalam kawasan TNGHS.

6. Zona lainnya

Zona lainnya tidak termasuk dalam Permenhut No. 56. Zona ini merupakan bagian dari taman nasional yang nantinya akan ditetapkan menjadi zona trtentu melalui komunikasi dengan para pihak.

2.4 Ekowisata

(25)

10

tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekowisata tidak dapat terlepas dari konservasi. The Ecotourism Society (1990) dalam Irwanto (2008) berpendapat ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Fandeli (2000) dalam Sari (2008) menyatakan ekowisata mempunyai pengertian suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, di mana ekowisata selalu menjaga kualitas, keutuhan dan kelestarian alam serta budaya dengan menjamin keberpihakan kepada masyarakat. Selanjutnya, ekowisata dapat diartikan juga sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam (Direktorat Produk Pariwisata et al 2009). Dapat disimpulkan ekowisata adalah pariwisata yang bertanggung jawab dan menyumbang pendapatan bagi perekonomian masyarakat sekitar kawasan, bertanggung jawab disini maksudnya ekowisata merupakan kegiatan wisata yang tidak hanya untuk melepaskan penat dengan menikmati keindahan alam tetapi juga menjaga keindahan alam dan budaya yang ada di masyarakat tersebut agar selalu terjaga keutuhannya.

2.5 Prinsip Ekowisata

Pada Direktorat Produk Pariwisata et al (2009) dikemukakan bahwa ada lima prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan konservasi, sebagai berikut: 1) keberlanjutan ekowisata dari segi aspek sosial, ekonomi, dan ekologi, 2) pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan, 3) ekonomi berbasis masyarakat, 4) prinsip edukasi, dan 5) pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja pengelolaan lokasi ekowisata (prinsip konservasi dan wisata).

Perkembangan ekowisata yang mendasarkan pada lingkungan alam dan budaya sebagai daya tarik obyek wisatanya akan berpengaruh terhadap lingkungan. Semua pariwisata dalam prinsipnya harus dikelola berdasarkan asas yang berkesinambungan yaitu sosial, kultural, ekonomi, dan ekologi. Manfaat dari pengembangan ekowisata ini tentunya adalah menjaga kelestarian lingkungan, karena tanpa lingkungan yang berkualitas ekowisata tidak dapat dikembangkan. Terdapat lima prinsip pokok dalam pengembangan ekowisata (Supriyanto et al

2005), yaitu:

1. Konservasi: Ekowisata harus mampu berkontribusi dalam usaha menjaga keberlanjutan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

2. Edukasi: Ekowisata harus mampu memberikan manfaat berupa peningkatan pengetahuan tentang pentingnya konservasi dengan segala aspeknya bagi masyarakat sekitar dan pengunjung

(26)

11 4. Ekonomi: Ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekonomi pada

masyarakat lokal agar ekowisata dapat berkembang dan terus berjalan

5. Rekreasi: Ekowisata harus memberikan kepuasan bagi pengunjungnya melalui kegiatan wisata maupun obyek wisata. Untuk itu dalam ekowisata terdapat kegiatan-kegiatan yang menyenangkan serta ramah lingkungan

Tujuan dari ekowisata sendiri adalah mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat (The Ecotourism Society 1990 dalam Irwanto 2008). Ekowisata pada saat sekarang ini menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat memberikan generating income untuk kegiatan konservasi dan keuntungan ekonomi pada masyarakat yang tingal di sekitar lokasi ekowisata.

Menurut Kementerian Budaya dan Pariwisata (2003) sebagaimana dikutip Tafalas (2010) mengemukakan bahwa secara konseptual ekowisata menekankan tiga prinsip dasar pengembangan yaitu:

1. Prinsip konservasi: pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam. 2. Prinsip partisipasi masyarakat: pengembangan harus didasarkan atas

musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan.

3. Prinsip ekonomi: pengembangan ekowisata harus memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat mengembangkan pembangunan yang berimbang antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak.

Menurut Direktorat Produk Pariwisata et al (2009), ada lima aspek kunci dalam ekowisata yaitu:

1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat

2. Pola wisata ramah lingkungan

3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat

4. Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal 5. Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar

The Ecotourism Society (Eplerwood 1999 dalam Irwanto 2008) menyebutkan ada delapan prinsip ekowisata agar menjamin pembangunan yang

ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (community based), yaitu:

(27)

12

8. peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara.

Konsep lain yang dikemukakan oleh Muntasib et al (2000) mengenai prinsip pengelolaan ekowisata berdasarkan karakteristik ekowisatanya adalah: 1. Nature based: pariwisata alam berdasarkan pada lingkungan dan fokus pada

obyek biologis, fisik, dan budaya

2. Ecologically sustainable: pelaksanaan dan pengaturan secara berkelanjutan 3. Environmentally educative: memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang

pentingnya lingkungan

4. Bermanfaat terhadap masyarakat lokal secara langsung maupun tidak langsung

5. Kepuasan wisatawan ditunjang dari kelengkapan informasi penyebaran pengunjung serta jaminan keselamatan

2.6 Pendapatan

Pendapatan adalah hasil dari jerih payah seseorang setelah dia bekerja untuk beberapa waktu tertentu yang biasanya diwujudkan dalam bentuk upah yang berupa uang. Pendapatan rumahtangga menurut Soedarwono seperti dikutip Saifullah (2000) adalah nilai tambah seluruh usaha rumahtangga dikurangi balas jasa yaitu nilai tenaga buruh, modal, dan tanah milik orang lain yang dipekerjakan di dalam usaha itu (yaitu upah, bunga, sewa) yang diterima keluarga. Secara khusus pendapatan lebih menekankan pada tingkat kesejahteraan jasmaniah yang dicapai seseorang, dan kedudukannya dalam masyarakat.

Nurmanaf (1985) menjelaskan bahwa pendapatan rumahtangga adalah aliran uang, barang, jasa, dan kepuasan yang diperoleh dibawah penguasaan keluarga untuk digunakan dalam memuaskan kebutuhan dan kewajibannya. Pendapatan rumahtangga dapat berasal dari satu macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumahtangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau masing-masing anggota rumahtangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu sama lain.

Menurut BPS (1998) konsep pendapatan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota rumahtangga ekonomi. Pendapatan tersebut terdiri dari:

1. Pendapatan dari upah/gaji yang terdiri dari seluruh anggota rumahtangga yang bekerja sebagai buruh sebagai hasil bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan/majikan/instansi baik berupa uang, barang, maupun jasa.

2. Pendapatan dari hasil usaha dari hasil seluruh anggota rumahtangga yang merupakan pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dilihat dari ongkos produksi.

3. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar upah/gaji yang menyangkuti: (i) perkiraan sewa rumah milik sendiri; (ii) bunga deviden; (iii) bukan hasil usaha; (iv) pensiunan; (v) kiriman dari famili/pihak lain secara rutin, ikatan dinas.

2.7 Konsep Strategi Nafkah

(28)

13 pekerjaan untuk bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya dalam merespon dinamika sosial-ekonomi, ekologi, dan politik. Dalam konsep lain, Dharmawan (2007) mengatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Selanjutnya, strategi nafkah menurut Dharmawan (2001) adalah segala aktivitas maupun keputusan untuk bertahan hidup yang dipilih atau diambil oleh anggota rumahtangga agar hidupnya lebih baik lagi. Tujuan dari bertahan hidup ini adalah membangun beberapa strategi untuk keamanan dan keseimbangan mata pencaharian rumahtangga.

Menurut Crow dikutip Dharmawan (2001), terdapat aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam penerapan strategi nafkah, yaitu:

1. Harus ada pilihan yang dapat dipilih oleh seseorang sebagai tindakan alternatif.

2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti memberikan perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (aset) akan lebih mempunyai kekuatan untuk dapat memaksakan kehendaknya. Oleh karena itu strategi nafkah dapat dipandang sebagai suatu kompetisi untuk mendapatkan aset-aset yang ingin dikuasai.

3. Dengan merencanakan strategi yang tepat, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat diminimalisir.

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang berat yang menerpa seseorang.

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda.

6. Strategi biasanya merupakan keluaran dan konflik yang terjadi dalam rumahtangga.

Scoones (1998) dalam Turasih (2011) menyatakan, strategi nafkah yang dilakukan masyarakat pedesaan meliputi: (1) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); (2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan. Atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja –selain pertanian- dan memperoleh pendapatan; (3) Rekayasa spasial (migrasi) merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.

Dalam rangka mempertahankan hidupnya rumahtangga tidak hanya menerapkan satu strategi nafkah melainkan menggabungkannya dari berbagai bentuk strategi nafkah. Sedikitnya ada enam bentuk strategi nafkah yang biasa dilakukan oleh rumahtangga petani (Masitoh 2005), antara lain:

(29)

14

2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian secara maksimal;

4. Strategi spasial, strategi ini dilakukan dengan berbasiskan rekayasa sumberdaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga guna mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga;

5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara menganekaragamkan nafkah; dan

6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan produksi.

Ada tiga jenis strategi nafkah yang biasa digunakan oleh rumahtangga di pedesaan (Ellis 2000) yaitu:

1. Sektor on farm income: strategi ini menunjuk pada nafkah yang berasal dari pertanian dalam arti luas. Pendapatan dari sektor ini didapat dari lahan pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah maupun diakses melalui sewa menyewa ataupun bagi hasil.

2. Sektor off farm income: pendapatan dari sektor ini didapat dari hasil di luar sektor pertanian tetapi masih dalam lingkup pertanian. Penghasilan yang didapat bisa berasal dari upah tenaga kerja, sistem bagi hasil, maupun kontrak upah tenaga kerja non-upah.

3. Sektor non-farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan yang bukan berasal dari pertanian, seperti pendapatan atau gaji pensiun, pendapatan dari usaha pribadi, dan sebagainya.

Lebih lanjut Ellis (2000) mengemukakan ada lima modal dasar dalam

livelihood asset, yaitu:

1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)

Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumberdaya mineral seeprti minyak, emas, batu bara, dan lain sebagainya. 2. Modal Fisik (Physical Capital)

Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya.

3. Modal Manusia (Human Capital)

Modal ini merupakan modal utama apalagi pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan, keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes)

Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman.

5. Modal Sosial (Social Capital)

(30)

15 Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.

Pada penelitian Mardiyaningsih (2003) di Taman Wisata Candi Borobudur menggambarkan strategi nafkah yang umum dilakukan di sekitar obyek wisata berupa diversifikasi nafkah. Diversifikasi nafkah terlihat pada pola nafkah ganda di masyarakat. besarnya dampak yang ditimbulkan dari berkembangnya industri pariwisata, tergantung dari jarak antara lokasi obyek wisata dengan tempat tinggal masyarakat lokal. Semakin dekat jaraknya maka semakin besar dampak terhadap pola nafkah rumahtangga. Pada Desa Borobudur, sektor non-pertanian lebih dominan dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga.

2.8 Kemiskinan

Konsep pengukuran yang didefinisikan oleh Sayogyo (1978) dalam

Patinnama (2009) adalah berdasarkan pendapatan rumahtangga (bukan per kapita) yang disetarakan dengan beras. Hal ini disebabkan beras adalah komoditas yang sttrategis, merupakan makanan pokok, serta memungkinkan untuk dijadkan penentuan standar upah atau gaji minimum. Konsep lain dituturkan oleh Sen dan Foster (1997) dalam Hakim dan Zuber (2012) yang menyatakan kemiskinan adalah keadaan di mana seseorang atau rumahtangga yang serba kekurangan. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut Kemiskinan absolut didefinisikan sebagai ketidakmampuan mencapai standar minimal dari kehidupan. Pengertian kebutuhan standar minimal berbeda-beda di setiap negara. Kemiskinan relatif pada sisi lain didefinisikan sebagai ketidakmampuan mencapai standar kebutuhan kontemporer, yang dihubungkan dengan kesejahteraan rata-rata atau pendapatan rata-rata masyarakat pada saat itu (Hakim dan Zuber 2012).

Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok baik untuk makanan maupun non-makanan atau untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Lebih lanjut BPS menentukan garis kemiskinan dengan cara mengukur jumlah kalori yang dikonsumsi masyarakat yaitu sebesar 2100 kalori per orang per hari. Agar lebih memudahkan dalam menghitung jumlah kalori minimal maka jumlah kalori tersebut disetarakan dalam bentuk rupiah yang setiap tahun diubah sesuai perkembangan harga. Data kemiskinan ini didapat dengan melakukan SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) (Hakim dan Zuber 2012).

World Bank menetapkan ukuran standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional, maka termasuk dalam kategori miskin. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari (Sukmaraga 2011).

2.9 Kerangka Pemikiran

(31)

16

sumber penghidupan maka hutan harus dijaga dengan baik dan diatur dengan aturan yang dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak. Salah satu fungsi hutan adalah dapat dijadikan tujuan pariwisata, hutan yang biasanya dijadikan kawasan rekreasi adalah hutan yang memiliki potensi keindahan alam berupa obyek wisata seperti air terjun, pemandian air panas, bumi perkemahan, dan lain sebagainya. Dalam rangka mewujudkan pemberdayaan masyarakat pengelola mengajak masyarakat lokal untuk dapat ikut serta dalam menjaga sekaligus melestarikan lingkungan agar dapat terus memberikan sumber penghidupan.

Adanya pariwisata alam Gunung Salak Endah, khususnya obyek wisata Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea yang selalu ramai pengunjung membawa perubahan baik langsung maupun tak langsung pada mata pencaharian masyarakat yang awalnya pertanian menjadi ekowisata. Meskipun, masih ada masyarakat sekitar yang masih bekerja di sektor pertanian, jumlahnya tidak terlalu banyak karena sebagian dari mereka telah tidak memiliki sawah atau lahan untuk diolah, mereka bekerja hanya sebagai buruh tani.

Alternatif yang dilakukan untuk tetap dapat menghidupi keluarga adalah dengan bekerja di sektor ekowisata dan juga sektor non-pertanian bukan ekowisata. Sektor ekowisata di sini bisa menjadi: pedagang, penjual jasa, maupun industri kecil, sedangkan sektor non-pertanian bukan ekowisata meliputi kuli bangunan, supir, karyawan perusahaan, dan wiraswasta. Sumber-sumber pendapatan tersebut baik dari pertanian dan non-pertanian diatur sedemikian rupa oleh rumahtangga yang berada dalam kawasan wisata untuk bertahan hidup.

(32)

17

Gambar 1 Kerangka pemikiran struktur dan strategi nafkah rumahtangga pedagang warung di Curug Cigamea dan Pemandian Air Panas Lokapurna, Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah

2.10 Hipotesis

Terdapat hubungan antara struktur nafkah terhadap tingkat kemiskinan rumahtangga pedagang warung akibat adanya obyek wisata Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah. 2.11 Definisi Operasional

1. Struktur nafkah adalah gabungan nafkah dari sumber nafkah yang digeluti responden di sektor pertanian, ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Struktur nafkah ini dijadikan tingkat pendapatan, yaitu jumlah pemasukkan yang Keterangan:

: Fokus Penelitian

Sumberdaya Alam

Pengunjung Peluang Kerja bagi Masyarakat

Nilai Ekonomi

Obyek Wisata Alam

Jasa Lingkungan

Struktur Nafkah: - Tingkat Pendapatan

Pertanian

- Tingkat Pendapatan Ekowisata

- Tingkat Pendapatan Non-pertanian bukan ekowisata

Tingkat Kemiskinan

(33)

18

diterima seseorang dari sumber pendapatan yang didapatkannya yang dihitung selama kurun waktu satu tahun dalam satuan rupiah juga. Penghitungan didasarkan pada jumlah total rata-rata pendapatan rumahtangga yang berasal dari pertanian, ekowisata, serta non-pertanian bukan ekowisata pada total sampel yang diukur. Struktur nafkah ini berasal dari:

a. Tingkat pendapatan dari sektor pertanian: jumlah total pemasukkan yang diterima responden dari hasil bertani, berkebun, beternak dinyatakan dalam rupiah

b. Tingkat pendapatan sektor ekowisata: jumlah total pemasukkan yang diterima responden dari hasil berjualan warung, pondok penginapan, jaga loket, jaga villa, usaha parkir, penyewaan bale-bale, jasa ketering, dan

homestay dinyakatan dalam rupiah

c. Tingkat pendapatan dari sektor non-pertanian bukan ekowisata: jumlah total pemasukkan yang diterima responden dari hasil bekerja sebagai kuli bangunan, supir, karyawan, tukang kredit, dan wiraswasta dinyatakan dalam rupiah

Penentuan kategori lapisan sosial rumahtangga pada struktur nafkah berdasarkan sebaran normal pendapatan yang diperoleh dari kedua lokasi obyek wisata yang dihitung secara terpisah dengan menggunakan rumus. Kategori lapisan bawah diperoleh dengan menghitung pendapatan rata-rata dikurangi setengah standar deviasi. Kategori lapisan atas diperoleh dengan menghitung pendapatan rata-rata ditambah setengah standar deviasi. Kategori lapisan menengah diperoleh dari selang antara lapisan rumahtangga pendapatan rendah dan lapisan rumahtangga pendapatan tinggi.

a. Lapisan bawah = x-½ standar deviasi

b. Lapisan menengah = x - ½ standar deviasi ≤ x ≤ x + ½ standar deviasi c. Lapisan atas = x +½ standar deviasi

(34)

19 BAB III

PENDEKATAN LAPANG

Metode yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data adalah kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Survei mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2008).

Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara kepada informan dan observasi di lapangan. Satuan unit analisis responden untuk data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive yang terdiri dari jumlah responden yang membuka usaha warung di Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Teknik pengambilan sampel responden dengan teknik pengambilan cluster sampling.

Responden yang diteliti berjumlah 40 orang, masing-masing 20 orang di Pemandian Air Panas Lokapurna dan 20 orang di Curug Cigamea.

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah, tepatnya di Pemandian Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea, yang terletak di Desa Gunung Sari (Kampung Ciparay dan Kampung Rawa Bogo), Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama kurang lebih satu bulan, mulai bulan Maret 2013 sampai April 2013. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan karakteristik yang terdapat dalam lokasi ekowisata tersebut sesuai dengan maksud penelitian, yaitu melihat perbedaan tingkat pendapatan dan penerapan strategi nafkah yang ada di kedua lokasi obyek wisata tersebut, dengan pertimbangan kedua lokasi tersebut yang paling banyak dikunjungi.

Kawasan ekowisata ini termasuk ke dalam kawasan yang dikelola Balai Taman Nasional Gunung-Halimun Salak. Obyek wisata yang ada di Gunung Salak Endah adalah Pemandian Air Panas, Curug Cigamea, Curug Seribu, Curug Ngumpet, dan Kawah Ratu, dan masih banyak lagi. Adanya beberapa obyek wisata di Gunung Salak Endah seperti pemandian air panas Lokapurna dan Curug Cigamea tentunya menarik wisatawan untuk datang, sehingga membuka peluang kepada masyarakat setempat untuk mencari pendapatan di kawasan ekowisata dan menerapkan strategi nafkah yang cocok sebagai pilihan untuk bertahan hidup. Berdasarkan alasan tersebut, maka kedua obyek wisata ini dipilih menjadi tempat penelitian.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

(35)

20

relevan sebagai tambahan dan bahan pembanding untuk data yang sudah ditemukan di lapangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis peluang bekerja dan berusaha responden di bidang wisata, jenis-jenis pekerjaan yang ada di sektor wisata dan non-wisata, tingkat pendapatan responden, dan tingkat penerapan strategi nafkah responden dalam menghidupi rumahtangganya.

Pendekatan kualitatif didapat dari dokumen-dokumen dan literatur-literatur yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan data tambahan bagi penulis. Dokumen-dokumen tersebut dapat berupa data pariwisata, dan peta lokasi. Selain itu, dilakukan juga wawancara mendalam kepada informan maupun responden. Informan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai kalangan mulai dari pengelola Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, aparat desa Gunung Sari, tokoh masyarakat. Pemilihan informan ini didapat dengan menggunakan metode

snowball di mana informan yang didapat berasal dari informan satu ke informan yang lain yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan.

Populasi pada penelitian ini merupakan masyarakat lokal maupun masyarakat sekitar yang membuka usaha warung di masing-masing obyek wisata, yaitu Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Unit analisis yang diteliti adalah rumahtangga. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan kerangka sampling yang terdiri dari jumlah responden yang membuka usaha warung di Air Panas Lokapurna dan Curug Cigamea. Kerangka sampling pada penelitian ini adalah pedagang warung yang membuka usahanya setiap hari di lokasi, dengan tidak memandang apakah sedang ramai pengunjung atau sepi. Di lokasi pemandian Air Panas terdapat 52 warung keseluruhannya, hanya 23 pedagang warung yang membuka usahanya setiap hari. Dari 23 pedagang warung tersebut diambil sampel sebanyak 20 responden dengan cara purposive dengan beberapa alasan tertentu di antaranya:

1. Telah sesuai dengan rencana awal pengambilan jumlah sampel

2. Responden mau dan bersedia dimintai keterangan maupun informasinya 3. Responden adalah pedagang warung di lokasi penelitian.

4. Responden adalah pedagang warung yang berjualan setiap hari di lokasi obyek wisata

(36)

21 Pada tabel 2 dijelaskan mengenai metode serta data-data yang dikumpulkan dan dibutuhkan pada penelitian ini. Metode dan data-data tersebut berguna untuk membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

Tabel 2 Metode pengumpulan data

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data primer diolah dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, grafik, matriks, dan box cerita. Data primer tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Analisis deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian. Analisis deskriptif dilakukan menggunakan perangkat lunak microsoft excel 2007. Data primer berupa kuisioner yang dikumpulkan kemudian diolah dalam tiga tahapan, antara lain: (1) editing data, (2) pengkodean data, (3) membuat tabel frekuensi dan grafik. Pertama peneliti melakukan editing data meliputi klarifikasi, keterbacaan, konsistensi, dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Data yang telah terkumpul kemudian diberi kode selanjutnya ditransfer ke dalam komputer dengan aplikasi statistic program for social sciences

(SPSS versi 16.0) dan microsoft office excel 2007. Kemudian membuat statistik deskriptif variabel-variabel melalui tabel frekuensi dan grafik.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan

Kuantitatif (Kuesioner) - Pendapatan dari sektor pertanian, ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata

- Jenis-jenis pekerjaan di sektor wisata - Jumlah tanggungan rumahtangga Wawancara Mendalam

kepada Informan

- Sejarah dibentuknya kawasan wisata dan masuknya pariwisata ke lokasi penelitian

- Sistem nilai, norma, dan budaya yang berlaku di masyarakat

1. - Peran aktivitas pariwisata dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat sekitar

2. - Sumber-sumber dan besarnya pendapatan yang diperoleh responden

3. - Kegiatan yang ditawarkan kepada wisatawan 4. - Obyek wisata yang yang paling banyak dikunjungi 5. - Flora dan fauna yang ada di kawasan wisata 6. - Sarana dan prasarana yang menunjang 7. - Peraturan yang berkaitan dengan wisata 8. - Peluang kerja dan usaha di kawasan wisata Analisis Dokumen 1. - Gambaran umum desa melalui data monografi

(37)

22

Kategorisasi tingkat pendapatan diolah dengan mengkategorikan dari hasil pertanian, ekowisata, dan non-pertanian bukan ekowisata yang di rata-rata pendapatan per tahunnya di kedua lokasi. Setelah itu, dilakukan dengan cara proses penghitungan tingkat pendapatan melalui kaidah kurva sebaran normal. Tahapan kategorisasi lapisan pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga pedagang warung sebagai berikut:

1. Menjumlahkan total pendapatan yang diperoleh dari tiga sumber pendapatan yaitu dari pertanian, sektor ekowisata, dan sektor non-pertanian bukan ekowisata untuk masing-masing responden. Penjumlahan total pendapatan dilakukan untuk setiap sumber pendapatannya.

2. Selanjutnya total pendapatan dari tiga sumber pendapatan untuk masing-masing responden dijumlahkan menurut sumber pendapatannya. Kemudian ditentukan rata-ratanya menurut sumber pendapatan, berikutnya rata-rata pendapatan tersebut dihitung melalui kaidah kurva sebaran normal, agar mendapatkan kategorisasi lapisan pendapatan yaitu atas, menengah, dan bawah.

bawah menengah atas x – ½ sd < x < x + ½ sd

x- ½ sd x+ ½ sd

3. Setelah mendapatkan kategorisasi lapisan pendapatan dari perhitungan kaidah kurva sebaran normal. Selanjutnya menentukan rata-rata pendapatan dari lapisan pendapatan menurut sumber pendapatannya. Dimana jumlah dari setiap lapisan pendapatan menurut sumber pendapatannya dihitung dengan menjumlahkan berapa banyak responden yang berada pada setiap lapisannnya. Kemudian jumlah tersebut dibagi sesuai dengan banyaknya responden yang berada pada setiap lapisannya, untuk mendapatkan rata-rata pendapatan dari setiap lapisan pendapatan menurut sumber pendapatannya. Hasil dari rata-rata jumlah pendapatan pada setiap lapisan pendapatan sebagai berikut:

1. Rumahtangga pedagang warung di Pemandian Air Panas Lokapurna a. Lapisan pendapatan dari pertanian

Lapisan pendapatan atas : Rp1 138 571 Lapisan pendapatan menengah : Rp887 500 Lapisan pendapatan bawah : Rp717 143 b. Lapisan pendapatan sektor ekowisata

Lapisan pendapatan atas : Rp18 574 286 Lapisan pendapatan menengah : Rp20 070 000 Lapisan pendapatan bawah : Rp12 214 286 c. Lapisan pendapatan sektor non-pertanian bukan ekowisata

(38)

23 Lapisan pendapatan bawah : Rp1 748 571

2. Rumah tangga pedagang warung di Curug Cigamea a. Lapisan pendapatan dari pertanian

Lapisan pendapatan atas : Rp1 700 000 Lapisan pendapatan menengah : Rp685 714 Lapisan pendapatan bawah : Rp726 250 b. Lapisan pendapatan sektor ekowisata

Lapisan pendapatan atas : Rp35 664 000 Lapisan pendapatan menengah : Rp20 262 857 Lapisan pendapatan bawah : Rp17 040 000 c. Lapisan pendapatan sektor non-pertanian bukan ekowisata

Lapisan pendapatan atas : Rp8 544 000 Lapisan pendapatan menengah : Rp8 160 000 Lapisan pendapatan bawah : Rp1 530 000

(39)
(40)

25 BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Kondisi Geografis Desa Gunung Sari

a. Desa Gunung Sari

Desa Gunung Sari adalah salah satu desa di Kecamatan Pamijahan yang mempunyai luas wilayah 683.24 Ha. Jumlah penduduk Desa Gunung Sari sebanyak 12 368 jiwa yang terdiri dari 6 432 laki-laki dan 5 936 jiwa perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3 563 KK. Batas-batas administratif wilayah Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pamijahan Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Gunung Picung Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Ciasihan

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan secara umum berupa sawah dan daratan yang berada pada ketinggian antara 600 m s/d 800 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 22 0C s/d 28 0C (Data monografi desa 2011). Gambaran tentang Desa Gunung Sari dalam sketsa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Sketsa Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

(41)

26

4.1.1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gunung Sari

Mata pencaharian di Desa Gunung Sari pada umumnya adalah sebagai petani. Masyarakat masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Mata pencaharian lain adalah sebagai buruh tani, dan diikuti oleh pedagang di tempat ketiga sebagai mata pencaharian terbanyak di Desa Gunung Sari secara umum. Agar lebih jelas dan dapat membandingkan mata pencaharian apa saja yang ada di Desa Gunung Sari disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Desa Gunung Sari

NO Jenis pekerjaan Jumlah

1. Petani 3.524 orang

2. Buruh Tani 2.785 orang

3. Pedagang 745 orang

4. PNS 45 orang

5. TNI/Polri 2 orang

6. Karyawan Swasta 386 orang

7. Wirausaha lainnya 745 orang

Jumlah 8.232 orang

Sumber: Desa Gunung Sari (2011)

Dari hasil data monografi Desa Gunung Sari terlihat sektor pertanian masih mendominasi sumber pendapatan dari keseluruhan kampung di Desa Gunung Sari. Sementara tempat kedua pekerjaan yang banyak dilakukan oleh warga Gunung Sari adalah buruh tani yang masih berkaitan dengan pertanian juga. Sementara, di tempat ketiga masyarakat Desa Gunung Sari memilih berdagang sebagai mata pencaharian. Hal ini membuktikan bahwa Desa Gunung Sari termasuk desa yang sudah mengarah ke desa modern yang tidak takut lagi untuk berinteraksi dengan orang luar desa. Dari data juga terlihat jenis pekerjaan di desa ini sudah mulai beragam yang dapat dibuktikan dari jenis pekerjaan lain selain pertanian.

4.1.2 Jumlah Penduduk Desa Gunung Sari

(42)

27 Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan

Jenis Kelamin Jumlah Jiwa (orang)

Laki-Laki Perempuan

6 432 5 936

Total 12 368

Sumber: Data Monografi Desa Gunung Sari 2011

4.1.3 Jumlah Penduduk Desa Gunung Sari Berdasarkan Kategori Umur

Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan suatu daerah adalah jumlah usia produktif yang lebih besar daripada jumlah usai lainnya. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas (Badan Pusat Statistik 2010). Desa Gunung Sari dapat dikatakan usia yang cukup banyak ditemukan adalah penduduk usia 6-12 tahun yang memiliki persentase sebesar 10,4 % (belum termasuk angkatan kerja) yang artinya masih di bawah usia standar kerja menurut BPS, yaitu 15 tahun. Data lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Jumlah Penduduk Desa Gunung Sari Berdasarkan Umur

Kelompok Umur Dusun I Dusun II Dusun III Desa

Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa %

< 12 bln 130 116 51 297 2.4 1-3 th 261 232 101 594 4.8 4-5 th 207 183 80 470 3.8 6-12 th 566 502 218 1 286 10.4 13-15 th 239 212 93 544 4.4 16-18 th 245 217 95 557 4.5 19-25 th 511 453 198 1 162 9.4 26-30 th 502 443 193 1 138 9.2 31-35 th 457 405 177 1 039 8.4 36-40 th 449 398 173 1 020 8.3 41-45 th 443 393 172 1 008 8.2 46-50 th 381 338 147 866 7.0 51-55 th 365 323 141 829 6.7 56-60 th 289 255 111 655 5.3 61-65 th 234 208 90 532 4.3 >65 th 163 145 63 371 3.0 Total 5 442 4 823 2 103 12 368 100

Sumber: Monografi Desa Gunung Sari 2011

4.1.4 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Gunung Sari

Gambar

Tabel frekuensi lapisan sosial responden menurut jumlah total
Tabel 1 Dampak pariwisata terhadap perekonomian nasional tahun 2004-2007
Gambar 1 Kerangka pemikiran struktur dan strategi nafkah rumahtangga
Gambar 2 Sketsa Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait