• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - SALAK, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - SALAK, JAWA BARAT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH DI

KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG

HALIMUN - SALAK, JAWA BARAT

Inge Larashati Subro

Peneliti pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Raya Jakarta – Bogor, Km 46 Cibinong Bogor

email: ingels@ymail.com Abstrak

Taman Nasional Gunung Halimun - Salak adalah kawasan konservasi yang terletak di Propinsi Jawa Barat. Kawasan hutan Gunung Salak merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun - Salak memiliki peran yang sangat penting sebagai kawasan untuk kelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya. Vegetasi tumbuhan bawah merupakan bagian dari ekosistem hutan yang berfungsi sebagai penyeimbang iklim mikro seperti suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, kelembaban tanah dan curah hujan. Pertumbuhan vegetasi sangat berkaitan dengan proses fotosintesis, dalam proses tersebut dibutuhkan CO2 dari udara. H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi zat organic karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Dengan demikian tumbuhan bawah memiliki andil dalam mengurangi emisi gas CO2 di udara sebagai pemicu terjadinya pemanasan global. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan sebagai alat regenerasi alami dan mengetahui jenis-jenis tumbuhan bawah yang memiliki kandungan klorofil tinggi. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan data informasi dalam menunjang pencanangan Indonesia “go green”. Penelitian menggunakan metode penjelajahan dan membuat petak-petak kuadrat mengikuti cara Oosting. Hasil analisis menunjukkan jenis tumbuhan bawah yang mendominasi di Gunung Salak antara lain Alocasia esculenta, Begonia multangula, Psychotria viridiflora, Athyrium dilalatum, Strobilanthes blumei, Alocasia longifolia, Blechnum sp dan Clidemia hirta.

Kata kunci: Jenis tumbuhan bawah, Alocasia esculenta, Begonia multangula, Psychotria viridiflora, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat

Abstract

Gunung Halimun – Salak National Park is a conservation area located in West Java. Forests of Mount Salak is part of the Gunung Halimun – Salak National Park , it has a very important role for the region for its conservation of biodiversity and its ecosystem. Shrubs is part of the forest ecosystem that serves as a counterweight to the microclimate such as air temperature, air humidity, soil pH, soil moisture and rainfall. Vegetation growth is closely associated with the process of photosynthesis, the process takes CO2 from the air. H2O and CO2 by chlorophyll is converted into organic substances carbohydrates with the help of sunlight. Thus the plant has a role in reducing CO2 gas J. Tek. Ling “Hari Lingkungan Hidup”Edisi Khusus Hal. 57 - 67 Jakarta, Juni 2012 ISSN 1441-318X

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa, terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Data yang dikeluarkan Balai TNGHS menyebutkan terjadi degradasi kawasan berupa fragmentasi yaitu hutan asli berubah struktur tegakannya menjadi hutan sekunder, hutan produksi bahkan hutan tanaman. Degradasi yang terjadi di kawasan Halimun Salak semakin besar saja mengingat titik-titik kerusakan itu berada di perbatasan dengan lahan permukiman atau pertanian milik masyarakat. Di dalam kawasan ada aktivitas perkebunan, pertambangan geotermal dan emas, serta tertancap sebelas menara penyangga kabel tegangan listrik ultratinggi. Deforestasi (penyusutan kawasan hutan berubah menjadi semak belukar dan padang ilalang) semakin nyata dari tahun ke tahun. 14)

Di dalam kawasan TNGHS terdapat 117 hulu sungai ataupun anak sungai yang bermuara ke Laut Jawa di bagian utara dan Samudra Hindia di bagian selatan. Sungai dan anak sungai itu membentuk 12 daerah aliran sungai (DAS), yang mengatur tata air di wilayah-wilayah pelintasannya termasuk sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bagi sebagian besar masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta. 14)

Sejak tahun 2004 hingga sekarang relatif

belum ada kegiatan restorasi yang memadai dan penelitian yang menyeluruh. Untuk mengembalikan kondisi kawasan konservasi yang terdegradasi maka penelitian ekologi tumbuhan mutlak diperlukan.

Salah satu tugas utama dalam kajian ekologi tumbuhan adalah mempertelakan berbagai komunitas tumbuhan secara ilmiah. Komunitas tersebut dapat dibandingkan, diklasifikasikan atau ditelaah proses transformasi energi yang terjadi di dalamnya.

6). Dalam komunitas terdapat ukuran dan

struktur tumbuhan yang berbeda-beda dan tersebar sedemikian rupa sehingga membentuk lapisan yang tersusun secara horizontal (sebaran kelas diameter) dan vertical (stratifikasi tajuk) yang berupa pohon (diameter >10 cm) anakan pohon (diameter 5 – 9,9 cm) dan tumbuhan bawah yang terdiri atas lapisan-lapisan semak dan herba yang tumbuh lebat apabila ada pembukaan tajuk atau rumpang. Vegetasi lapisan bawah sebagai sumber plasma nutfah tidak kalah pentingnya dengan peran pohon-pohon yang ada di atasnya. Pertumbuhan vegetasi sangat berhubungan erat dengan proses fotosintesis. Dengan perantaraan proses fotosintesis maka disalurkanlah bahan-bahan untuk kehidupan mahluk hidup. Pada proses fotosintesis akan terjadi pembentukan karbohidrat dari gas karbon dioksida (CO2) yang didapat dari udara dan air (H2O) dengan bantuan cahaya matahari yang terjadi di dalam hijau daun (klorofil). Tumbuhan bawah yang merupakan elemen dari suatu komunitas memiliki kontribusi dalam upaya untuk mengurangi pemanasan emissions in the air as a trigger of global warming. The study aims to determine the presence of shrubs on the forest floor as a means of natural regeneration and to know the kind of shrubs that of the square plots making contain high-chlorophyll under. It is also expected to provide data information to support the declaration of Indonesia “go green”. Exploration and research are using the method follow Oosting. The analysis showed lower plant species that dominate in the Mount Salak include Alocasia sp, Begonia multangula, Psychotria viridiflora, Athyrium dilalatum, Strobilanthes blumei, Alocasia longifolia, Blechnum sp and Clidemia hirta.

Key words: Shrubs, Alocasia sp, Begonia multangula, Psychotria viridiflora, Gunung

(3)

global yang disebabkan oleh tingginya emisi gas karbon dioksida di udara.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keberadaan vegetasi khususnya jenis – jenis tumbuhan bawah yang memiliki kandungan klorofil tinggi sehingga dapat menyerap gas CO2 di udara dan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya untuk mengurangi emisi gas CO2 di udara. Data informasi tumbuhan bawah diharapkan dapat melengkapi data vegetasi yang sudah ada.

2. METODOLOGI

2.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2010. Daerah penelitian terletak di hutan Cangkuang Resort Cidahu, kecamatan Cidahu , Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada koordinat 06 º44’ 48,4” LS dan 106º 42’ 35,4” LE. Topografi medan umumnya bergelombang sampai berbukit dan berguung-gunung., Curah hujan tahunan sebesar 4.000 – 6.000 mm. Rata-rata curah hujan bulanan selalu > 100 mm, dengan bulan terkering (+ 200mm) pada bulan Juni sampai September dan terbasah (+ 550 mm) pada bulan Oktober dan Maret, sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah. 3).

Suhu rata-rata bulanan 31,5º C dengan suhu terendah 19,7 ºC dan suhu tertinggi 31,8 C dengan kelembaban udara rata-rata 88 %. Kondisi demikian menurut klasifikasi. 11) iklim

di daerah kawasan TNGHS termasuk tipe A .

2.2. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metoda petak kuadrat mengikuti cara Mueller – Dombois and Ellenberg 4). Pengamatan

dilakukan pada 27 petak masing-masing

berukuran 50 x 50 m² dengan perbedaan jarak ketinggian 200 m . Pada petak-petak tersebut kemudian dibuat anak petak berukuran 10 x 10 m Untuk pencacahan data semai dilakukan pada sub anak petak berukuran 1 x 1 m yang diletakkan secara sistematis. Pada empat sudut dengan melihat kondisi sekitarnya. Parameter yang dicatat pada setiap jenis tumbuhan bawah meliputi jenis, jumlah individu, persentase penutupannya dan kondisi perawakannya serta diukur kandungan klorofil pada daun yang tua dengan menggunakan alat Chlorophyll meter SPAD (Soil Plant Analysis Development) tipe-502 merek Minolta. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan cara dan rumus yang baku untuk kajian ekologi tumbuhan.

4). Jenis – jenis tumbuhan bawah yang

belum diketahui nama jenis, marga maupun sukunya diambil specimen kemudian dibuat herbariumnya. Kemudian specimen tersebut dikirim ke Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI untuk proses pengeringan. Identifikasi jenis digunakan specimen acuan dan buku – buku pustaka 1); 10). dan 13). Untuk mengetahui tingkat

keanekaragaman jenis digunakan Indeks keanekaragaman 4) dengan rumus sbb :

(H’) = - € (ni/N) log (ni/N) Keterangan :

ni = jumlah individu jenis i

N = jumlah individu seluruh cuplikan € = jumlah jenis seluruh cuplikan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pencacahan pada 108 petak berukuran 1 x 1 m yang terletak pada 27 petak berukuran 10 x 10 m, tercatat 1.309 individu tumbuhan bawah (diameter < 2 cm). Secara keseluruhan tercatat 83 jenis terdiri atas 69 marga dan 39 suku ( Tabel 2). Dari jumlah tersebut yang berhasil di identifikasi sampai tingkat jenis sebanyak 77 jenis, yang berhasil

(4)

teridentifikasi pada tingkat marga tercatat 63 marga. Berdasarkan persentase penutupan

Athyrium dilalatum tercatat sebagai jenis yang

melimpah dengan persentase penutupan tertinggi sebesar (DR = 8,55), disusul kemudian Alocasia sp (DR = 7,3. Jenis lain yang memiliki persetase penutupan tinggi antara lain Begonia multangula, (DR = 6.88), Blechnum sp memiliki nilai persentase penutupan sebesar (DR = 5,84),

Strobilanthes blumei (DR = (5,84) dan Alocasia longifolia (DR = 5.46). (Tabel.1).

Persentase penutupan Athyrium dilalatum di lokasi petak kajian tergolong rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian di hutan Berbakti yaitu sebesar (DR= 11,5 ) di dalam kawasan TN Gunung Halimun Salak pada ketinggian yang berbeda. 8) hal tersebut

diduga faktor habitat dan ketinggian yang berbeda meskipun masih dalam kawasan yang sama. Konsentrasi CO2 di udara dan suhu udara sangat berpengaruh terhadap laju fotosintesis pada pohon. 7).

Athyrium dilalatum atau yang dikenal

dengan nama paku beunyeur (Sunda) banyak tumbuh di hutan-hutan pegunungan pada ketinggian 1.350 m dpl. dan pada tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari langsung. Paku jenis ini banyak terdapat di Gunung Gede dan di sekitar Cibodas. Tumbuhnya sering berkelompok kadang-kadang bercampur dengan tumbuhan lain .Memiliki daya tumbuh yang cepat dibandingkan dengan paku jenis lainnya. Daerah penyebarannya terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara 8). Paku jenis ini dapat diolah

menjadi masakan gulai pakis terutama oleh masyarakat di daerah Sumatera. Tumbuhan bawah jenis lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung yaitu Cyrtandra merupakan tumbuhan terna, memiliki tinggi kira-kira sejengka,l biasa tumbuh di lembah-lembah yang rimbun dan lembab. Daun dapat dimanfaatkan sebagai lalaban.

Berdasarkan jumlah jenis dengan kelas persentase penutupan, persentase penutupan < 1 % tercatat paling tinggi yaitu

sebanyak 57 jenis, persentase < 5 sejumlah 20 jenis dan kelas persentase > 5 tercatat 6 jenis yang merupakan jenis-jenis yang melimpah yaitu Athyrium dilalatum, Alocasia sp. Jenis lain yang memiliki persetase penutupan tinggi antara lain Begonia

multangul Blechnum sp Strobilanthes blumei

dan Alocasia longifolia (Gambar.1)

Di lokasi penelitian terdapat tiga jenis Begonia, namun hanya satu jenis yang memiliki penutupan yang tergolong tinggi yaitu Begonia multangula memiliki persentase penutupan (DR= > 5). Begonia dikenal dengan nama daerah hariang bulu (Sunda). Tumbuhan ini berasal dari Brazilia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor namun kini tumbuh meliar di berbagai tempat pada ketinggian antara 200 - 1300 m dpl . 2)

Jenis ini banyak tumbuh di Jawa Barat dan beberapa tempat lain di pulau Jawa terutama derah yg sedikit musim kemaraunya.

Begonia tergolong terna tegak yang

kadang-kadang tumbuh menjulang tinggi, memiliki cabang sedikit dan kuat dengan tinggi antara15 - 65 cm, dapat tumbuh pada dinding teras yg terjal dan lembab serta disepanjang jalan yang ternaungi. Batang Begonia mempunyai rasa asam dan dapat dimakan langsun,g atau dapat digunakan untuk memasak sebagai pengganti asam, dan dapat diolah menjadi sirup.

Berdasarkan nilai penting tertinggi (NP = > 10) Alocasia sp, Begonia multangula,

Psychotria viridiflora, Athyrium dilalatum, Strobilanthes blumei, Alocasia longifolia, Blechnum sp dan Clidemia hirta dapat

ditentukan sebagai jenis-jenis utama di daerah penelitian (Tabel.2). Alocasia sp yang tergolong suku Araceae mendominasi di daerah penelitian, umbinya berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Jenis-jenis tersebut tersebar cukup luas dengan jumlah individu cukup banyak. (Tabel.2). Rutaceae dan Poaceae tercatat sebagai suku yang memiliki anggota jenis terbanyak masing-masing lima jenis. Acanthaceae, Arecaceae dan Fagaceae masing-masing memiliki anggota empat jenis. Untuk mempertahankan kehidupannya, semua

(5)

mahluk hidup membutuhkan unsur-unsur kimia yang kira-kira berjumlah antara 30 – 40 unsur kimia. Beberapa di antaranya seperti karbon, nitrogen, hydrogen dan oksigen diperlukan dalam jumlah banyak, sedangkan unsur lainnya hanya diperlukan dalam jumlah sedikit. 11). Karbon merupakan

salah satu unsur yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Karbohidrat sebagai hasil dari proses fotosintesis akan dipakai oleh tumbuhan itu sendiri untuk memperoleh energy. Sementara karbon dioksida dilepas melalui klorofil dan akar. 6) Pada pencacahan

tumbuhan bawah sebagai penutup lantai hutan dilakukan juga pengukuran kandungan klorofil pada tumbuhan bawah yang berdaun tua. Hasil analisis nilai penutupan diketahui beberapa jenis tumbuhan bawah memiliki nilai penutupan yang relatife rendah, akan tetapi berdasarkan pengukuran kandungan klorofil memiliki nilai cukup tinggi. (Tabel.1) Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian beberapa tumbuhan memiliki perawakan masih dalam proses pertumbuhan namun memiliki kandungan klorofil yang tinggi.

Berdasarkan pengukuran kandungan klorofil dengan menggunakan alat Chlorophyll Meter SPAD (Soil Plant Analysis Development) 15) tipe-502 merek Minolta

diketahui bahwa kandungan tertinggi terdapat pada Goniothalamus macrophyllus dengan kandungan klorofil sebesar (73,1) dan terendah diduduki oleh Schima wallichii dengan kandungan klorofil sebesar (25,2). SPAD units adalah satuan dalam pengukuran hijau daun atau klorofil. Dengan SPAD sangat mudah untuk mengukur tingkat kehijauan daun yang disebabkan oleh kandungan klorofil dengan menghasilkan nilai dengan satuan SPAD. 5) Pada penelitian fisiologi tumbuhan untuk mengetahui kandungan klorofil dapat dianalisis dengan menggunakan sprektrofotometer yang akan menghasilkan nilai dengan satuan ᶙg/gr (mikro gram) 5) akan tetapi pada penelitian

ekologi tumbuhan dengan menggunakan Chlorophyll Meter SPAD akan menghasilkan

nilai dengan satuan SPAD units. 15)

Goniothalamus macrophyllus biasa

dikenal dengan nama daerah ki cantung (Sunda) tumbuhan ini termasuk perdu tinggi bias mencapai 8 m dengan gemang 15 cm. Daerah persebaranya di wilayah Indonesia bagian Barat banyak ditemukan pada ketinggian 50 – 1300 m dpl. Akar tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat demam.

2). Jenis lain yang memiliki kandungan nilai

klorofil cukup tinggi adalah; Alocasia longifolia (66,9), Ficus vasculosa (64,2), Stenochlaena

palustris (62, 7), Dysoxylum densiflorum

(61,1), Lasianthus navigatus (56,7), Pinanga

coronata (55,6), Urophyllum arboreum (54,8), Smilax leucophylla (54,0), Strobilanthes blumei (53,9), Urophyllum sp (52,0), Thea sinensis (51,9), Caryota rumphiana (51,1), Cyrtandra coccinea (51,1), Villebrunea rubescens (50,3) dan Schismatoglottis calyptrata (50,2). Jenis paku-pakuan

seperti Blechnum sp dan Asplenium sp mempunyai kandungan yang hampir sama yaitu sebesar (57,3) dan (57,2). Beberapa jenis lainnya tidak dilakukan pengukuran mengingat bentuk daun yang sangat kecil sehingga sulit untuk dilakukan pengukurann. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di lokasi penelitian tergolong tinggi, hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil analisis Indeks Shannon-Wienner total keseluruhan tercatat cukup tinggi (H’ = 4.23). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin tinggi keanekaragaman jenis. Besarnya nilai keanekaragaman jenis Shannon-Wienner dapat diartikan sbb :

H ’ > 3 m e n u n j u k k a n t i n g k a t keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan. Nilai 1 < H’ < 3 menunjukkan keaekaragaman jenis yang sedang dan H’ < 1 tergolong rendah 4).

4. KESIMPULAN & SARAN 4.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pencacahan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa

(6)

Diakses pada tanggal 26 Juli 2012. 6. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip

Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Alih bahasa, K.Kartawinata, S. Danimiharja dan U. Sutisna. Jakarta: Gramedia. Hal 239 –351

7. Mansur, M. 2011. Laju fotosintesis jenis-jenis pohon pionir hutan sekunder di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat.

8. Sastrapraja, S dkk. 1979. Jenis paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. 125 hal.

9. Subro, I. Larashati 2010. Komposisi jenis tumbuhan bawah di hutan Berbakti Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat. Berkala Penelitian Hayati. (in

press)

10. Plant Resources of South East Asia. 1993. Basic list of species and commodity grouping final version. Jansen, P.C.M, Lemmans, RHMJ, Oyen LPA, Siemonsma,JS, Stavast, FM and JLCH van Valkenburs (eds). Bogor. 372 p.

11 . Resosoedarmo, R.S; K. Kartawinata dan A.Soegiarto. 1993. Pengantar Ekologi.P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal 18 – 22.

12. Schmidt & JHA Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Kementrian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisic, Jakarta. Verhandelingen, (42).

13. Steenis, C.G.G. J van. 2006. Flora pegunungan Jawa. Bogor; Pusat Penelitian Biologi, LIPI

14. www.dephut.go.id. Diakses pada tanggal 1 November 2010 pk. 11.20 15. w w w. a l l a c r o n y m s . c o m / S PA D /

soil/+plant + analysis + development. Diakses pada tanggal 29 Juli 2012 pk. 23.06

kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak khususnya resort Cidahu masih cukup baik dan alami didominasi oleh jenis tumbuhan bawah Alocasia sp,

Begonia multangula, Psychotria viridiflora, Athyrium dilalatum, Strobilanthes blumei, Alocasia longifolia, Blechnum sp dan Clidemia hirta. Dibandingkan dengan

jenis lainnya Strobilanthes blumei dan

Blechnum sp memiliki kandungan klorofil

tertinggi. Meskipun masih dalam proses pertumbuhan, vegetasi tumbuhan bawah mempunyai kontribusi pada siklus karbon dalam upaya mengurangi pemanasan global dan berperan sebagai alat regenerasi dalam suatu ekosistem hutan sehingga patut dijaga kelestariannya.

4.2. SARAN

Perlu penelitian lanjutan guna mendapatkan data jenis-jenis tumbuhan bawah yang memiliki daya serap tinggi terhadap gas karbondioksida (CO2) dan data informasinya dapat melengkapi hasil-hasil penelitian yang dilakukan terhadap pohon yang berdiameter lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Backer C.A nd R.C. Bakhuizen v/d Brink JR. 1963. Flora of Java. Noordhoff. Groningen, The Netherlands.

2. Heyne, K.1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan penelitian dan P e n g e m b a n g a n K e h u t a n a n . Departemen Kehutanan. Hal. 704. 3 Kartawinata, K. 1975. The ecological

zone of Indonesia. Paper presented in the Symposim of Pacific Ecosystem, 13 th Pacific ScienceCongress, Vancouver, August 1975.

4. Kent , M and C. Paddy.2002. Vegetation description and Analysis: a Practical Approach. London: Belhaven Press.363 p.

5. Laporan penentuan kandungan klorofil dan carotenoids pada daun. Docstoc.

(7)

No. Species Family DR Kandungan klorofil (SPAD units)

1 Algalmyla parasitica (Lamk) O.K. Gesneriaceae 0.03 31.8

2 Alocasia sp Araceae 7.15 42.6

3 Alocasia longiloba Miq. Araceae 5.46 66.9

4 Amomum megalocheilos Backer Zingiberaceae 1.79 26.6

5 Anggrek tanah Orchidaceae 0.78 0

6 Ardisia fuliginosa Bl. Myrsinaceea 0.41 39.9

7 Ardisia lanceolata Roxb. Myrsinaceea 0.28 32.5

8 Ardisia sanguinolenta DC Myrsinaceea 0.75 40.8

9 Asplenium sp Pterid 1.03 57.2

10 Athyrium dilalatum (Bl.) Milde Aspleniaceae 8.55 45.2

11 Bareubeuy Unident 0.39 0

12 Begonia bracteata Jack Begoniaceae 0.19 37.4

13 Begonia multangula Bl. Begoniaceae 6.88 37.2

14 Begonia muricata Bl. Begoniaceae 0.84 40.4

15 Blechnum sp Blechnaceae 5.84 57.3

16 Calamus javensis Bl. Arecaceae 3.14 48.1

17 Calliandra sp Fabaceae 1.56 0

18 Caryota rumphiana Bl. Ex Mart. Arecaceae 0.42 51.1

19 Castanopsis argentea (Bl.) (DC.) Fagaceae 0.05 40.9

20 Clidemia hirta (L.) D. Don Melastomataceae 3.28 40.4

21 Coleus scutellarioides (L.) Bth. Lamiaceae 0.16 44.1

22 Commelina diffusa Burm. f. Commelinaceea 0.39 25.1

23 Curculigo latifolia Dryand. Ex W. T. Ait Amarilidaceae 3.39 30.7

24 Curculigo sp Amarilidaceae 0.08 20.1

25 Cyrtandra coccinea Bl. Gesneriaceae 0.22 51.1

26 Diflugossa filiformis (Bl.) Bremek. Acanthaceae 0.08 42.2

27 Dissochaeta reticulata Bl. Melastomataceae 0.19 42.2

28 Dysoxylum alliaceum Bl. Meliaceae 0.47 49.9

29 Dysoxylum densiflorum (Bl.) Miq. Meliaceae 0.25 61.1

30 Elatostema nigrescens Miq. Urticaceae 1.00 43.1

31 Eupatorium odoratum L. f. f. squarrosum Koster Asteraceae 0.55 36.9

32 Evodia latifolia DC Rutaceae 0.14 36.2

33 Ficus sinuata Thunb. Moraceea 0.09 46.3

34 Ficus vasculosa Wall. ex Miq. Moraceea 0.19 64.2

35 Forrestia mollissima (Bl.) Kds Commelinaceea 0.55 40.8

36 Freycinetia angustifolia Bl. Pandanaceae 1.37 0

37 Gigantochloa sp Poaceae 0.62 33.9

38 Goniothalamus macrophyllus (Bl.) Hook.f.& Thoms. Annonaceae 0.59 73.1

39 Impatiens platypetala Lindl. Balsaminaceae 0.28 43.7

40 Lasianthus navigatus Rutaceae 1.72 56.7

Tabel 1. Nilai persentase penutupan (DR) dan nilai kandungan klorofil jenis – jenis tumbuhan bawah di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, Jawa Barat

(8)

41 Lithocarpus korthalsii Fagaceae 0.59 45.2

42 Lithocarpus sp Fagaceae 1.89 38.1

43 Macaranga sp Euphorbiaceea 0.12 48

44 Macaranga triloba (Reinw. ex Bl.) M. A. Euphorbiaceea 1.28 46

45 Maranta arundinacea L. Marantaceae 0.56 46.1

46 Medinilla speciosa (Reinw. ex Bl.) Bl. Melastomataceae 0.33 46.1

47 Michelia candolii Magnoliaceae 0.31 29.2

48 Oleandra pistillaris (Sw.) C. Chr. Pterid 0.25 47.9

49 Ostodes paniculata Bl. Euphorbiaceea 0.12 44.8

50 Pakis hurang Pterid 2.20 33.5

51 Paspalum conjugatum Berg. Poaceea 0.72 27.5

52 Pinanga coronata (Bl. ex Mart.) Arecaceae 1.14 55.6

53 Plectocomia elongata Mart. ex Bl. Arecaceae 1.25 26.2

54 Pogonatherum paniceum (Lamk) Hack. Poaceea 0.33 35.7

55 Polyosma ilicifolia Bl. Saxifragaceae 0.16 41.5

56 Prunus arborea (Bl.) Kalkman Rosaceae 0.25 42.9

57 Pseudoranthenum accuminatissima (Miq.) Radlk. Acanthaceae 0.70 48.2

58 Psychotria viridiflora Reinw. ex Bl. Rutaceae 4.67 30.3

59 Pyrenaria serrata Bl. Theaceea 0.05 42

60 Quercus gemeliflora Bl. Fagaceae 0.03 38.1

61 Ramukuya Unident 1.31 0

62 Rubus elongatus J. E. Smith Rosaceae 0.23 34.4

63 Rubus rosaefolius J. E. Smith Rosaceae 0.08 0

64 Rumput kawat Poaceae 0.09 0

65 Schefflera lucida (Bl.) Frodin Araliaceae 0.25 0

66 Schima wallichii (DC.) Korth Theaceea 0.69 25.2

67 Schismatoglottis calyptrata (Roxb) Z. & M. Araceae 0.66 50.2

68 Schlerea laevis Poaceea 1.62 44.3

69 Selaginella plana Hieron Selaginellaceae 2.17 0

70 Smilax leucophylla Bl. Smilacaceae 0.25 54

71 Stenochlaena palustris Bedd. Blechnaceae 1.33 48.5

72 Straurogyne bibracteata Bl. Acanthaceae 0.28 46.4

73 Strobilanthes blumei Bremek. Acanthaceae 5.84 53.9

74 Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae 0.81 40

75 Symplocos odoratissima (Bl.) Chaisy Symplocaceae 0.58 43.8

76 Syzygium gracilis (Korth.) Asmh. Myrtaceae 0.56 45.5

77 Syzygium lineatum (Bl.) Merr & Perry Myrtaceae 0.05 36.8

78 Telepteris Pterid 3.11 0

79 Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch. Vitaceae 0.58 45.7

80 Thea sinensis Linn. Theaceea 0.84 51.9

81 Urophyllum arboreum Korth. Rubiaceae 0.09 54.8

82 Urophyllum glabrum Wall. Rubiaceae 0.41 52.2

(9)

Tabel 2. Nilai frekuensi relative (FR) , kerapatan relative (KR), dominansi relative (DR) , nilai penting (NP) dan nilai Indeks keanekaragaman Shannon (H’) jenis-jenis tumbuhan bawah di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat

Species Family FR KR DR NP H'

Algalmyla parasitica (Lamk) O.K. Gesneriaceae 0.19 0.08 0.03 0.30 -0.0022494

Alocasia esculenta Araceae 7.07 11.99 7.15 26.21 0.25328776

Alocasia longiloba Miq. Araceae 4.02 5.73 5.46 15.21 0.07866974

Amomum megalocheilos Backer Zingiberaceae 2.68 2.29 1.79 6.76 0.01046811

Anggrek tanah Orchidaceae 0.19 0.15 0.78 1.12 -0.0034397

Ardisia fuliginosa Bl. Myrsinaceea 0.38 0.23 0.41 1.02 -0.0042303

Ardisia lanceolata Roxb. Myrsinaceea 0.19 0.08 0.28 0.55 -0.0022494

Ardisia sanguinolenta DC Myrsinaceea 1.15 0.46 0.75 2.35 -0.0052835

Asplenium sp Pterid 0.76 0.69 1.03 2.48 -0.0051375

Athyrium dilalatum Aspleniaceae 4.97 4.28 8.55 17.80 0.04624226

Bareubeuy Unident 0.19 0.08 0.39 0.66 -0.0022494

Begonia bracteata Jack Begoniaceae 0.57 0.46 0.19 1.22 -0.0052835

Begonia multangula Bl. Begoniaceae 5.35 9.24 6.88 21.48 0.17113334

Begonia muricata Bl. Begoniaceae 1.15 0.76 0.84 2.75 -0.0049034

Blechnum sp Blechnaceae 3.25 5.04 5.84 14.13 0.06278399

Calamus javensis Bl. Arecaceae 2.29 1.07 3.14 6.50 -0.0032661

Calliandra sp Fabaceae 2.49 1.45 1.56 5.50 0

Caryota rumphiana Bl. Ex Mart. Arecaceae 0.38 0.23 0.42 1.03 -0.0042303

Castanopsis argentea (Bl.) (DC.) Fagaceae 0.19 0.08 0.05 0.31 -0.0022494

Clidemia hirta (L.) D. Don Melastomataceae 4.40 5.12 3.28 12.79 0.06450496

Coleus scutellarioides (L.) Bth. Lamiaceae 0.19 0.23 0.16 0.58 -0.0042303

Commelina diffusa Burm. f. Commelinaceea 0.38 0.15 0.39 0.93 -0.0034397

Curculigo latifolia Dryand. Ex W. T. Ait Amarilidaceae 4.40 1.99 3.39 9.77 0.00623002

Curculigo sp Amarilidaceae 0.19 0.08 0.08 0.35 -0.0022494

Cyrtandra coccinea Bl. Gesneriaceae 0.19 0.08 0.22 0.49 -0.0022494

Diflugossa filiformis (Bl.) Bremek. Acanthaceae 0.38 0.15 0.08 0.61 -0.0034397

Dissochaeta reticulata Bl. Melastomataceae 0.19 0.08 0.19 0.45 -0.0022494

Dysoxylum alliaceum Bl. Meliaceae 1.15 1.53 0.47 3.14 0.0007837

Dysoxylum densiflorum (Bl.) Miq. Meliaceae 0.76 0.31 0.25 1.32 -0.0047613

Elatostema nigrescens Miq. Urticaceae 1.34 0.76 1.00 3.10 -0.0049034

Eupatorium odoratum L. f. f. squarrosum Koster Asteraceae 0.38 0.38 0.55 1.31 -0.0050993

Evodia latifolia DC Rutaceae 0.19 0.08 0.14 0.41 -0.0022494

Ficus sinuata Thunb. Moraceea 0.19 0.08 0.09 0.36 -0.0022494

Ficus vasculosa Wall. ex Miq. Moraceea 0.19 0.08 0.19 0.45 -0.0022494

Forrestia mollissima (Bl.) Kds Commelinaceea 0.57 0.46 0.55 1.58 -0.0052835

Freycinetia angustifolia Bl. Pandanaceae 1.34 0.76 1.37 3.48 -0.0049034

Gigantochloa sp Poaceae 0.19 0.08 0.62 0.89 -0.0022494

Goniothalamus macrophyllus (Bl.) Hook.f.& Thoms. Annonaceae 0.19 0.31 0.59 1.09 -0.0047613

Impatiens platypetala Lindl. Balsaminaceae 0.76 0.31 0.28 1.35 -0.0047613

Lasianthus navigatus Rutaceae 0.96 1.22 1.72 3.89 -0.0021005

(10)

Lithocarpus sp Fagaceae 1.53 0.76 1.89 4.18 -0.0049034

Macaranga sp Euphorbiaceea 0.57 0.23 0.12 0.93 -0.0042303

Macaranga triloba (Reinw. ex Bl.) M. A. Euphorbiaceea 2.29 1.60 1.28 5.18 0.00160562

Maranta arundinacea L. Marantaceae 0.19 0.08 0.56 0.83 -0.0022494

Medinilla speciosa (Reinw. ex Bl.) Bl. Melastomataceae 0.38 0.15 0.33 0.86 -0.0034397

Michelia candolii Magnoliaceae 0.19 0.08 0.31 0.58 -0.0022494

Oleandra pistillaris (Sw.) C. Chr. Pterid 0.57 0.23 0.25 1.05 -0.0042303

Ostodes paniculata Bl. Euphorbiaceea 0.38 0.15 0.12 0.66 -0.0034397

Pakis hurang Pterid 1.15 0.46 2.20 3.81 -0.0052835

Paspalum conjugatum Berg. Poaceea 1.15 0.76 0.72 2.63 -0.0049034

Pinanga coronata (Bl. ex Mart.) Arecaceae 1.53 2.14 1.14 4.81 0.00829445

Plectocomia elongata Mart. ex Bl. Arecaceae 3.25 1.38 1.25 5.87 -0.0007435

Pogonatherum paniceum (Lamk) Hack. Poaceea 0.19 0.15 0.33 0.67 -0.0034397

Polyosma ilicifolia Bl. Saxifragaceae 0.19 0.08 0.16 0.42 -0.0022494

Prunus arborea (Bl.) Kalkman Rosaceae 0.38 0.15 0.25 0.78 -0.0034397

Pseudoranthenum accuminatissima (Miq.) Radlk. Acanthaceae 0.57 0.98 0.70 2.20 -0.0038494

Psychotria viridiflora Reinw. ex Bl. Rutaceae 3.82 10.16 4.67 18.65 0.1977128

Pyrenaria serrata Bl. Theaceea 0.19 0.23 0.05 0.47 -0.0042303

Quercus gemeliflora Bl. Fagaceae 0.19 0.08 0.03 0.30 -0.0022494

Ramukuya Unident 0.96 0.76 1.31 3.03 -0.0049034

Rubus elongatus J. E. Smith Rosaceae 0.19 0.23 0.23 0.65 -0.0042303

Rubus rosaefolius J. E. Smith Rosaceae 0.19 0.15 0.08 0.42 -0.0034397

Rumput kawat Poaceae 0.19 0.46 0.09 0.74 -0.0052835

Schefflera lucida (Bl.) Frodin Araliaceae 0.57 0.38 0.25 1.21 -0.0050993

Schima wallichii (DC.) Korth Theaceea 0.76 0.31 0.69 1.76 -0.0047613

Schismatoglottis calyptrata (Roxb) Z. & M. Araceae 1.34 1.15 0.66 3.14 -0.0027088

Schlerea laevis Poaceea 1.91 2.06 1.62 5.60 0.00724808

Selaginella plana Hieron Selaginellaceae 1.15 0.69 2.17 4.00 -0.0051375

Smilax leucophylla Bl. Smilacaceae 0.57 0.23 0.25 1.05 -0.0042303

Stenochlaena palustris Bedd. Blechnaceae 1.34 0.76 1.33 3.43 -0.0049034

Straurogyne bibracteata Bl. Acanthaceae 0.38 0.46 0.28 1.12 -0.0052835

Strobilanthes blumei Bremek. Acanthaceae 6.12 4.13 5.84 16.08 0.04309048

Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae 1.53 0.92 0.81 3.26 -0.0042127

Symplocos odoratissima (Bl.) Chaisy Symplocaceae 0.57 0.31 0.58 1.46 -0.0047613

Syzygium gracilis (Korth.) Asmh. Myrtaceae 0.38 0.15 0.56 1.10 -0.0034397

Syzygium lineatum (Bl.) Merr & Perry Myrtaceae 0.19 0.15 0.05 0.39 -0.0034397

Telepteris Pterid 3.25 2.29 3.11 8.65 0.01046811

Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch. Vitaceae 0.96 0.38 0.58 1.92 -0.0050993

Thea sinensis Linn. Theaceea 0.96 0.38 0.84 2.18 -0.0050993

Urophyllum arboreum Korth. Rubiaceae 0.19 0.84 0.09 1.13 -0.0045928

Urophyllum glabrum Wall. Rubiaceae 0.57 0.23 0.41 1.21 -0.0042303

Villebrunea rubescens Bl. Urticaceae 0.19 0.08 0.17 0.44 -0.0022494

(11)

Gambar 1. Diagram presentase penutupan tumbuhan bawah di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, Jawa Barat

Gambar

Tabel 1. Nilai persentase penutupan (DR) dan nilai kandungan klorofil jenis – jenis tumbuhan bawah  di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, Jawa Barat
Tabel 2. Nilai frekuensi relative (FR) , kerapatan relative (KR), dominansi relative (DR) , nilai penting (NP) dan nilai Indeks  keanekaragaman Shannon (H’) jenis-jenis tumbuhan bawah di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat
Gambar 1. Diagram presentase penutupan tumbuhan bawah di kawasan hutan Taman Nasional  Gunung Halimun - Salak, Jawa Barat

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, instansi pe- merintah dan dinas terkait melakukan tugas se- suai tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) mas- ing-masing. Kompleksitas pada permasalahan anak

15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan

Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini, dimana akan dilakukan pengambilan data yang meliputi rata-rata waktu penyerahan obat, obat yang terlayani, obat

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh content, bentuk, dan media komunikasi terhadap kesuksesan proyek IT di Bank ABC

Dan rumusan ini PADA HAKEKATNYA, INTINYA, adalah sama dengan rumusan PKI setengah jajahan setengah feudal (elemen-elemen feudal, artinya tidak sepenuhnya feudal

Tema peringatan HSN tahun ini adalah “ Kerja Bersama dengan Data ” yang merupakan seruan bagi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama,. membangun Indonesia,

Landasan Teori dan Program Proyek Akhir Arsitektur 72 ini dapat.. terselesaikan

Penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui wawancara kuesioner kepada ibu pasien anak DBD dan ditunjang dengan data rekam medis pasien selama periode 3