DI PT. SWABINA GATRA GRESIK
SKRIPSI
Oleh :
NPM : 0632010099
IMANIAR MAWASA
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
Assalamualaikum WR. WB.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih
sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “PENGUKURAN TINGKAT FLEKSIBILITAS SUPPLY CHAIN DI
PT. SWABINA GATRA GRESIK”. Tak ada kata yang pantas untuk diucapkan
selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan olehNYA.
Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian
persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas
Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. H. MT. Safirin, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Enny Ariyani, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Ir. Hari Purwoadi, MM selaku Dosen Pembimbing II.
6. Bapak Ir. Irwan Soejanto, MT, Ibu Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT, dan Ibu
ii
Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8. Bapak Wiwit Setiyawan, Spdl, selaku pembimbing pabrik yang telah
membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.
9. Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di PT. Swabina Gatra Gresik yang
telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.
10.Papa, Ibuk, dan Dalbo yang telah mendukung baik moral maupun materi serta
memberikan doa kepada aku dalam penyelesaian skripsi ini, matur sembah
nuwun sanget...
11.Someone special, thanks a lot for your prayer, advice, and always give me a
spirit...
12.Buat teman-teman Asslab OTISTA tahun 2009-2010, yang telah menghibur
dengan joke-joke lucu....ayoo sama-sama kita harus berusaha lulus tahun
ini...amin...
13.All my prends yang gak bisa disebut satu – satu, mulai dari angkatan ’05, ’06,
’07, ’08, ’09 terima kasih atas dukungannya hingga selesai skripsi ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang
telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata,
semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
setiap pembaca pada umumnya dan PT. Swabina Gatra pada khususnya.
Wassalamualaikum WR. WB.
iii
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Gambar ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Lampiran ... xi
Abstraksi ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..……… 1
1.2 Perumusan Masalah..……… 2
1.3 Batasan Masalah..………. 3
1.4 Asumsi...……… 3
1.5 Tujuan Penelitian..……… 3
1.6 Manfaat Penelitian…...……….. 4
1.7 Sistematika Penulisan…..………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Supply Chain..……….………. 7
2.2 Fleksibilitas………….……….………. 8
2.3 Dimensi-Dimensi Fleksibilitas... 8
2.3.1 Fleksibilitas Manufaktur ... 8
2.3.1.1 Tipe Fleksibilitas Manufaktur... 14
iv
2.3.2.2 Pengukuran Fleksibilitas Supply Chain... 24
2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model... 26
2.5 Perhitungan Skor Gap……….. 29
2.6 Uji Validitas...…………...………..……… 30
2.7 Uji Reliabilitas...………..………….…… 31
2.8 Analitical Hierarchy Process (AHP)……….……….….……. 32
2.9 Program Expert Choice………..……….………... 38
2.10 Skala Servqual... 38
2.11 Penelitian Terdahulu... 39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…...………... 44
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel…..……..……... 44
3.3 Metode Pengumpulan Data………....…… 47
3.3.1 Data Primer……….….. 47
3.3.2 Data Sekunder……….….. 48
3.4 Metode Pengolahan Data……..……….……… 48
3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah……….. 51
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data... 58
4.1.1 Penentuan Parameter – parameter Fleksibilitas Supply Chain... 58
v
Tiap Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 69
4.1.4 Penentuan Sampel... 70
4.1.5 Uji Validitas... 70
4.1.6 Uji Reliabilitas... 72
4.2 Pengolahan Data... 73
4.2.1 Perhitungan Nilai Kebutuhan dan Kemampuan Fleksibilitas Supply Chain... 73
4.2.1.1 Pembuatan Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 76
4.2.2 Analisa Bobot Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 78
4.2.2.1 Pembuatan Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Parameter Fleksibilitas Supply Chain81 4.2.3 Pengukuran Tingkat Fleksibilitas Menurut Dimensi... 86
4.2.3.1 Pembuatan Grafik Niliai Tingkat Fleksibilitas Supply Chain... 89
4.2.3.2 Pembuatan Peta (Mapping) Kuadran Fleksibilitas..91
4.2.4 Parameter-Parameter Yang Perlu Diperbaiki... 97
vi
5.1 Kesimpulan... 102
5.2 Saran... 103
DAFTAR PUSTAKA
xii
Fleksibilitas perusahaan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam menghadapi persaingan, karena dengan fleksibilitas diharapkan customer satisfaction dapat tercapai. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya penilaian fleksibilitas. Dalam konteks supply chain, tidak hanya memperhatikan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari suplier sampai retailer. Untuk mencapai fleksibilitas yang tinggi, keseluruhan channel harus saling mendukung.
PT. Swabina Gatra merupakan satu perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) merk “SWA” dengan bahan baku utama air. Pada saat ini, penilaian fleksibilitas supply chain perlu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui level fleksibilitas supply chain. Selama ini perusahaan belum melakukan pengukuran kinerja, hanyalah penilaian secara subyektif dan fungsional dari pemimpin bagian tanpa suatu kerangka yang jelas. Pengukuran kinerja hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total.
Tujuan dilakukan penelitian ini tentang fleksibilitas supply chain yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System adalah dengan harapan dapat diketahui fleksibilitas supply chain yang ada di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di PT. Swabina Gatra.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di PT. Swabina Gatra menunjukkan bahwa tingkat fleksibilitas supply chain yang ada di perusahaan secara keseluruhan flesksibel (baik) dimana seluruh dimensi utama mencapai presentase di atas 85%, secara berurutan presentase dari yang terkecil hingga terbesar yang yaitu Delivery System 91,88%, Product Design 93,32%, Supplier System 93,76%, dan Production System 93,77%. Lima besar prioritas yang diprioritaskan untuk diperbaiki adalah memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan (Delivery System), secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan (Delivery System), ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain (Product Design), sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda (Supplier System), memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi (Production System).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Semakin tingginya persaingan di era globalisasi saat ini dan semakin
mudahnya memperoleh informasi maka tingkat persaingan usaha akan semakin
ketat. Setiap perusahaan dituntut tidak hanya sekedar mempertahankan kinerja
yang sudah diraih tapi juga harus meningkatkan service level yang sudah ada
dalam memenuhi permintaan konsumen dan memenangkan persaingan.
PT. Swabina Gatra merupakan satu perusahaan yang memproduksi air
minum dalam kemasan (AMDK) merk “SWA” dengan bahan baku utama air.
Pada saat ini, penilaian fleksibilitas supply chain perlu dilakukan agar perusahaan
dapat mengetahui level fleksibilitas supply chain. Selama ini perusahaan belum
melakukan penilaian fleksibilitas supply chain, hanyalah penilaian secara
subyektif dan fungsional dari pemimpin bagian tanpa suatu kerangka yang jelas.
Pengukuran hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja
seperti efisiensi mesin dan efisiensi total, sedangkan untuk penilaian fleksibilitas
di perusahaan yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product
Design, Production System, dan Delivery System masih belum ada sehingga
belum dapat menginformasikan fleksibilitas supply chain secara menyeluruh.
Fleksibilitas perusahaan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam
menghadapi persaingan, karena dengan fleksibilitas diharapkan customer
satisfaction dapat tercapai. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya
menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya
penilaian fleksibilitas dalam konteks supply chain. Dalam konteks supply chain,
tidak hanya memperhatikan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari
supplier sampai retailer. Untuk mencapai fleksibilitas yang tinggi, keseluruhan
channel harus saling mendukung.
Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah pendekatan integratif
antara supplier, manufaktur, warehouse dan retailer untuk mengelola barang,
informasi, dan uang sehingga produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam
jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan pada saat yang tepat untuk mengurangi
pengeluaran biaya dan memenuhi tingkat kepuasan pelanggan.
Fleksibilitas supply chain perusahaan dititik beratkan pada kemampuan
mengakomodasi fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari supply
chain yaitu supplier, distributor, dan konsumen. Pengukuran fleksibilitas supply
chain ini sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa fleksibel suatu supply
chain terhadap perubahan-perubahan dan fluktuasi-fluktuasi yang mungkin akan
dihadapinya.
Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian fleksibilitas
supply chain yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product
Design, Production System, dan Delivery System dengan harapan dapat diketahui
fleksibilitas supply chain yang ada di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter
apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di PT. Swabina Gatra.
1.2.Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah yang
chain di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter apa saja yang perlu
diprioritaskan untuk diperbaiki?”
1.3.Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Penelitian dilakukan pada Supplier System, Product Design, Production
System, dan Delivery System.
2. Penelitian dilakukan pada intern perusahaan tersebut.
3. Penyebaran kuisioner dilakukan hanya pada staf departemen yang mengerti
tentang Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery
System sebagai objek penelitian ini.
1.4.Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan diasumsikan dapat
mewakili kinerja perusahaan.
2. Bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan tersedia setiap saat dari supplier
dengan kualitas yang dikehendaki oleh perusahaan.
3. Parameter-parameter fleksibilitas supply chain yang disusun dapat mewakili
kinerja yang ada di perusahaan.
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur tingkat fleksibilitas supply chain.
1.6.Manfaat Penelitian
Dari latar belakang yang telah dibahas diatas, maka dalam penelitian ini
dapat diperoleh manfaat yaitu :
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan mampu mengetahui fleksibilitas supply chain yang lebih
terintegrasi, mampu mengetahui nilai pencapaian kinerja supply chain untuk
setiap periode tertentu, serta mampu mengadakan perbaikan kinerja sesuai
kerangka sistem pengukuran supply chain perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Menambah wawasan tentang pengukuran fleksibilitas supply chain dan
kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu dan memperoleh pengalaman
praktis dalam mempraktekkan teori-teori yang pernah didapat, baik dalam
perkuliahan maupun dalam literatur-literatur yang telah ada mengenai supply
chain.
3. Bagi Universitas
Sebagai bahan pengetahuan di perpustakaan, yang mungkin dapat berguna
bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri pada khususnya. Terutama
1.7.Sistematika Penulisan
Didalam penyusunan proposal ini penulis menggunakan sistematika
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan yaitu kondisi
yang menyebabkan penelitian dilakukan, pokok permasalahan, tujuan
penelitian yaitu hasil akhir yang dicapai, batasan masalah yaitu agar
penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan, serta sistematika penulisan yang mendeskripsikan isi
laporan penelitian ini secara keseluruhan dan singkat.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini dijelaskan tentang teori-teori yang mendasari dan mendukung
pokok bahasan yang diperlukan penelitian ini yang berhubungan
dengan fleksibilitas supply chain dan pendekatan AHP. Dimana
nantinya tinjauan pustaka ini akan dijadikan referensi di dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada baik dalam pengolahan data
maupun dalam menginterprestasikan hasil dari pengolahan data.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam
pelaksanaan penelitian dan penyelesaian masalah dalam tugas akhir
ini. Dengan adanya urutan-urutan langkah ini diharapkan tercapainya
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dan
pengolahan terhadap data-data tersebut untuk mencapai tujuan dari
penelitian ini.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan hasil pengolahan data akan didapatkan penyelesaian
permasalahan sehingga dapat memberikan kesimpulan yang didapat
dari penelitian ini dan sekaligus saran yang membangun untuk
perusahaan yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Supply Chain
Supply Chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada pelanggannya. Rantai ini juga
merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan
mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan
pengadaan atau penyaluran barang tersebut.
Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan
logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern
masing-masing perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara
intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik
dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari
bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan
mata rantai penyediaan barang.
Oleh karena itu, manajemen supply chain dapat didefinisikan sebagai
berikut : manajemen supply chain adalah sebuah rangkaian dari pendekatan untuk
mengefisiensi integrasi suplier, manufaktur, gudang dan pasar, jadi semua
diproduksi dan didistribusikan pada jumlah, lokasi dan waktu yang tepat agar
meminimalkan biaya dan kebutuhan kepuasan pelayanan (David Simchi Levi, et
al., 2000).
2.2. Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan faktor utama yang menentukan daya saing
perusahaan dalam mengantisipasi berkembangnya pasar yang penuh dengan
pertumbuhan teknologi yang sangat cepat dan berkembangnya ekspektasi dari
permintaan customer. Fleksibilitas sendiri berhubungan dengan mesin, proses,
aliran bahan baku, tipe, pekerja, dan semua digabung menjadi sebuah sistem
manufaktur dan sistem produksi. Fleksibilitas disini akan dijelaskan tentang
sistem fleksibilitas manufaktur dan sistem fleksibilitas supply chain.
2.3. Dimensi-Dimensi Fleksibilitas
2.3.1. Fleksibilitas Manufaktur
Pengertian fleksibilitas pada fleksibilitas manufaktur disini adalah
kemampuan untuk memproses bermacam-macam benda dengan bentuk yang
berbeda-beda dan pada sistem kerja yang berbeda-beda pula, fleksibilitas juga
berarti kemampuan untuk mengubah bentuk benda produksi sesuai dengan
permintaan yang datang ( Groover 2000 ), sedangkan menurut Zhang ( 2003 )
fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk memenuhi setiap
peningkatan varietas dari ekspektasi yang dipunyai oleh konsumennya tanpa
menimbulkan pengurangan pada cost, waktu, dan perubahan pada organisasi,
sedangkan fleksibilitas manufaktur di definisikan sebagai kemampuan dari
organisasi untuk memanage sumberdaya produksi dan ketidakpastian yang ada
untuk menemukan berbagai permintaan dari konsumennya, fleksibilitas
manufaktur sering kali diidentikkan dengan system fleksibel mesin (flexible
Menurut Groover (2000) sebuah sistem manufaktur baru dapat
dikatakan fleksibel jika :
1. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan proses
produksi yang mempunyai ciri yang berbeda ataupun benda yang berbeda
berdasarkan system.
2. Mampu dengan cepat mengubah instruksi operasi.
3. Mampu dengan cepat mengubah set up.
Sebenarnya fleksibilitas dapat diterapkan baik itu pada sistem manual
maupun pada sistem otomatis. Pada sistem manual, karena sebagian besar operasi
dikerjakan oleh tenaga kerja manusia maka pekerjaannyalah yang memungkinkan
untuk difleksibilitaskan.
Empat hal yang dapat digunakan untuk menggolongkan suatu sistem
manufaktur sebagai sistem yang fleksibel adalah : (Groover, 2000)
1. Part Variety Test
Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat
memproses part dengan style yang berbeda-beda.
2. Schedule Change Test
Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur siap
menerima perubahan pada jadwal produksi dan mengubah jumlah benda atau
produksi.
3. Error Recovery Test.
Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur mampu
memperbaiki peralatan-peralatan yang tidak berfungsi dengan baik dan
4. New Part Test
Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat
mengidentifikasikan produk yang mempunyai desain yang baru yang belum
ada sebelumnya kedalam produk yang telah ada dilantai produksi dengan
baik.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa fleksibilitas tidak hanya
tersusun dari single variable, namun merupakan suatu multi-dimensi banyak teori
yang menyatakan dimensi-dimensi (type) apa saja yang menyusun fleksibilitas
manufaktur seperti dikutip oleh Duclos, yaitu teori Browne Dubois, et al (1984)
membagi fleksibilitas manufaktur menjadi 8 dimensi, Sethi dan Sethi (1990) 11
dimensi, Vokurka dan O’leary-kelly (2000) 15 dimensi, dan masih banyak lagi.
Menurut Tsourveloudis dan Phillpis (2000), terdapat 9 dimensi atau tipe, yaitu :
1. Fleksibilitas Mesin
Merupakan kemampuan membuat perubahan diantara operasi-operasi yang
memproduksi beberapa produk diukur dari jumlah operasi dan waktu yang
dibutuhkan untuk berpindah dari satu operasi ke operasi yang lain.
Parameter yang digunakan :
a. Setup atau chargeover time
Yaitu berhubungan dengan variasi persiapan seperti peralatan, positioning
part dan release, perubahan software dan lain-lain.
b. Versatility
c. Adjustability
Yaitu berhubungan dengan ukuran ruang kerja dan dimensi yang dapat
ditangani mesin
2. Fleksibilitas Routing
Merupakan kemampuan sistem untuk memproduksi part dengan menggunakan
beberapa alternatif rute dan dibagi menjadi beberapa rute professional, dan
mesin cadangan untuk mengatasi terjadinya breakdown.
Parameter yang digunakan :
a. OperationCommonality
Merupakan jumlah operasi yang mampu dilakukan oleh sekelompok mesin
secara bersamaan untuk memproduksi satu set part.
b. Substitutability
Merupakan kemampuan sistem untuk mengatur kembali rute dan schedule
secara efektif pada saat terjadi kegagalan.
3. Fleksibilitas Material Handling System
Merupakan kemampuan sistem transportasi untuk memindah beberapa jenis
part dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien.
Parameter yang digunakan :
a. Faktor Rerouting
Kemampuan material handling yang mengubah jalur perpindahan secara
b. Variasi Lead
Batasan yang dimiliki oleh MHS mulai dari volume dimensi dan berat untuk
dapat memindahkan bawaannya yang ada, seperti work places, tools, jugs,
fixlures dan lain-lain
c. Kecepatan Transfer
Fleksibilitas dari transportasi
4. Fleksibilitas Produk
Merupakan kemampuan dalam mengubah part ini dalam rangka produksi baru
secara kuantitatif dapat diukur melalui waktu dan cost yang diperlukan untuk
setiap perubahan yang terjadi.
Parameter yang digunakan :
a. Variasi Part
Jumlah produk baru pada sistem manufaktur yang mampu diproduksi tanpa
adanya tambahan investor namun cukup dengan menggunakan mesin yang
telah ada saat ini.
b. ChargeoverPart
Menggambarkan kemampuan untuk menampung variasi yang menjadi
tuntutan pasar.
c. PartCommonality
Namun merupakan jumlah part yang sama, diassembly untuk menghasilkan
produk final. Hal ini juga menunjukkan kamampuan untuk membuat produk
baru dengan cepat dan ekonomis, dan juga mengindikasikan perbedaan
5. Fleksibilitas Operasi
Merupakan kemudahan mengubah urutan operasi dari proses produksi. Dapat
diukur dengan mengatur jumlah urutan proses yang berbeda yang dapat
dilakukan.Parameter yang digunakan adalah : Jumlah urutan produksi
6. Fleksibilitas Proses
Merupakan kemampuan sistem manufaktur untuk memproduksi beberapa jenis
part tanpa melakukan konfigurasi ulang.
Parameter yang digunakan :
a. SetTipe Part
b. SetupCost
7. Fleksibilitas Volume
Merupakan kemampuan sistem untuk mengubah volume produksi dan tetap
mampu beroperasi untuk mencapai keuntungan. Parameter yang digunakan
adalah RangeVolume
8. Fleksibilitas Ekspansi
Merupakan kemampuan sistem disusun dalam bentuk model-model dan
melakukan perluasan.
Parameter yang digunakan :
a. Modularity Index
Merepresentasikan kemudahan dalam menambah mesin-mesin pada sistem
produksi tanpa melakukan effort dan perubahan yang signifikan.
b. Kemampuan Ekspansi
Kemampuan untuk menambah kapasitas tanpa harus membutuhkan waktu
9. Fleksibilitas Labour
Merupakan kemudahan untuk menempatkan personel pada suatu departemen
yang dapat dicapai dengan adanya multi-trained off, sehingga mampu
melakukan berbagai macam tugas.
a. TrainningLevel
b. JobRotation
Terhadap beberapa tipe fleksibilitas manufacturing, suarez et al (1996)
dan Beamon (1999) membagi menjadi Aframe work yaitu Mix Fleksibilitas, di
bawah ini akan disebutkan beberapa tipe fleksibilitas, dan definisi dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2.3.1.1. Tipe Fleksibilitas Manufaktur
Tabel 2.1 Tipe Fleksibilitas Manufakturing
Tipe
Fleksibilitas Definisi
Fleksibilitas Manufakturing
Kemampuan organisasi untuk mengatur sumber produksi dan ketidakpastian untuk memenuhi pesanan pelanggan
Fleksibilitas Mesin
Kemampuan untuk melakukan operasi yang berbeda secara ekonomis dan efektif
Fleksibilitas Tenaga Kerja
Kemampuan untuk melakukan tugas dengan ekonomis dan efektif
Fleksibilitas Penanganan Material
Kemampuan untuk mengatur berbagai pengolahan material secara ekonomis dan efektif
Fleksibilitas Routing
Kemampuan untuk memproses berbagai tipe rute dengan ekonomis dan efektif
Fleksibilitas Volume
Kemampuan untuk mengakomodasikan produksi part yang tinggi dan merendahkan kuantitas total pada
produksi, memberikan invers tatap pada sistem.
Fleksibilitas Campuran
Kemampuan untuk mengubah campuran produk dimana pada saat yang sama sehingga menangani kualitas produk
Gambar 2.1 Dampak dari wewenang fleksibel manufacturing di kemampuan dan kepuasan pelanggan
Zhang, Q., Vonderembse, M. A., Lim, J. (2003). Manufacturing flexibility ; defining and analyzing relationships among competence, capability, and customer satisfaction, Journal of Operations
Management, 173-191
Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara fleksibilitas
manufaktur dangan customer satisfaction.
Keterangan :
H1a : Hipotesis 1a , Fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak
positif secara signifikan terhadap volume flexibility.
H1b : Hipotesis 1b fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak
positif secara signifikan terhadap mix flexibility.
H2a : Hipotesis 2a, volume flexibility mempunyai dampak positif terhadap
customer satisfaction.
H2b : Hipotesis 2b, mix flexibility mempunyai dampak positif tehadap customer
satisfaction.
Keuntungan dari fleksibilitas manufaktur (Groover 2000) :
a. Menambah utilisasi mesin
b. Berkurangnya mesin yang membutuhkan perbaikan
c. Mengurangi kebutuhan factory floor space
d. Lebih mudah untuk melakukan perubahan
e. Mengurangi kebutuhan inventory Flexibel Manufacturing
Competence
Machine Flexibility Labor Flexibility
f. Mengurangi lead time manufacturing
g. Mengurangi kebutuhan tenaga kerja langsung dan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja.
h. Kesempatan untuk melakukan unattended production.
2.3.2 Fleksibilitas Supply Chain
Supply Manufacturing Distribution Customer
Gambar 2.2 Rangkaian Supply Chain
(Sumber : Beamon, B. M. (1999) Measuring Supply Chain Performance, International Journal Of Operation and Production Management).
Rantai penyediaan (supply chain) terdiri dari berbagai aspek yang
secara langsung maupun tak langsung dapat memenuhi permintaan dari
pelanggan, supply chain tidak terdiri dari manufaktur dan suplier tetapi juga
termasuk di dalamnya transportasi, informasi, warehouse, retailer dan pelanggan
itu sendiri.
Fleksibilitas di titik beratkan pada kemampuan mengalokasikan
fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari supply chain yaitu supplier,
diperlukan untuk mengetahui seberapa fleksibel suatu supply chain terhadap
perubahan-perubahan dan fluktuasi-fluktuasi yang mungkin akan dihadapi.
Menurut Beamon (1999) supply chain adalah sebuah proses yang
terintegrasi dimana didalamnya bahan baku dikenai proses manufaktur untuk
dijadikan produk akhir, kemudian dikirimkan kepada konsumen (baik itu melalui
distribusi, retail, ataupun keduanya).
Dari pemahaman inilah berkembang sebuah ide untuk menganalisa
tentang supply chain lebih jauh termasuk dalam hal ini melakukan pengukuran
terhadap fleksibilitas supply chain tersebut.
Penyelesaian tentang fleksibilitas dalam sistem manufakturing diatas
sangat berhubungan dengan fleksibilitas yang ada pada supply chain hal ini
dikarenakan fleksibilitas manufakturing mempunyai peranan yang sangat penting
dalam internal perusahaan sedangkan supply chain sendiri juga berpengaruh pada
internal perusahaan, sehingga pengaruh fleksibilitas manufakturing terhadap
fleksibilitas dalam supply chain sangat luas dibandingkan dengan fleksibilitas
dalam internal perusahaan, hal ini tidak lain disebabkan oleh luasnya jaringan
dalam supply chain itu sendiri. Fleksibilitas supply chain dapat digunakan untuk
menganalisa terhadap kemampuan sistem secara keseluruhan untuk menghandel
fluktuatif yang bisa terjadi pada volume dan jadwal dari supplier, pabrik dan
konsumen yang merupakan rangkaian dari pada supply chain itu sendiri.
Fleksibilitas supply chain sangat memegang peranan penting dalam
keberhasilan supply chain itu sendiri, terlebih lagi pada perusahaan yang
Fleksibilitas merupakan tanggung jawab setiap elemen yang berada
dalam supply chain, baik itu internal perusahaan, yakni departemen-departemen
yang ada dalam perusahaan maupun eksternal perusahaan mulai dari supplier,
distributor, retailer termasuk disini pihak yang membantu dalam penyediaan
informasi.
Komponen–komponen dari fleksibilitas yang mempengaruhi pada
aktivitas dalam supply chain, termasuk di dalamnya fleksibilitas untuk
memperoleh informasi mengenai permintaan dan selanjutnya digunakan sebagai
pertukaran informasi antar organisasi yang ada dalam supply chain tersebut.
Menurut Garavelli (2003) fleksibilitas dalam suatu supply chain sangat
kompleks dan terdiri dari multi dimensi konsep dan sangat sulit untuk diringkas.
Namun satu hal yang perlu ditekankan pada fleksibilitas dalam suatu supply chain
haruslah mempunyai kemampuan untuk merespon perubahan yang terjadi baik itu
perubahan yang datang dari dalam perusahaan sebaik dengan perubahan yang
datang dari luar perusahaan.
Menurut Duklos et al (2001) enam komponen fleksibilitas supply chain
telah diidentifikasikan berdasarkan fleksibilitas manufacturing yang telah dibahas
sebelumnya, yaitu :
1. Production System Flexibility
Kemampuan untuk menyusun modal dan operasi-operasi untuk melakukan
respon dari kecenderungan yang dimiliki oleh konsumen (perubahan produk,
2. Market Flexibility
Kemampuan untuk dapat melakukan produksi sesuai pesanan dan mampu
membangun hubungan dekat dengan konsumen dan melibatkan mereka
(konsumen) dalam design dan melakukan modifikasi produksi baru maupun
produksi yang telah ada.
3. Logistic Flexibility
Kemampuan melakukan perubahan dalam penerimaan dan delivery produksi
baik dari pihak supplier maupun konsumen dengan pengeluaran biaya yang
seefektif mungkin ( perubahan lokasi konsumen, globalisasi dan penundaan).
4. Supply Flexibility
Kemampuan untuk mengatasi perubahan permintaan supply, seiring dengan
permintaan dari konsumen.
5. Organizazional flexibility
Kemampuan untuk menggalang tenaga kerja ahli untuk kebutuhan supply
chain dalam menentukan permintaan dari konsumen.
6. Information Flexibility
Kemampuan untuk menyusun struktur system informasi sesuai dengan
dinamika perubahan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka
untuk memenuhi permintaan dari konsumen.
Penggambaran fleksibilitas suatu supply chain pada dasarnya haruslah
meliputi secara keseluruhan dari pada sistem yang ada dalam supply chain itu
sendiri, yaitu dimulai dari supplier sampai dengan konsumen, dimensi-dimensi
fleksibilitas yang ada dalam suatu supply chain haruslah mampu mencerminkan
Kemudian model dan karakteristik tersebut dikembangkan oleh Stafford
(2001) yang menyatakan bahwa dimensi-dimensi fleksibilitas yang lebih umum
namun mencakup keseluruhan elemen dalam supply chain, dimensi-dimensi itu
adalah sourcing, product development, production, delivery.
Sourcing adalah penilaian yang diberikan pada kemampuan yang di
miliki dalam hal pengadaan bahan baku dan berkaitan dengan supplier system.
Product development merupakan penilaian yang diberikan atas kemampuan yang
dimiliki untuk membuat variasi produk dan melakukan perencanaan terhadap
adanya produk baru yang disebut juga sebagai produk design. Production adalah
penilaian yang diberikan atas kemampuan dari dalam perusahaan, yang pada
bagian terdahulu lebih dikenal sebagai fleksibilitas manufakturing lebih tepatnya
dikenal dengan production system. Delivery merupakan penilaian yang diberikan
atas kemampuan untuk hal yang berhubungan langsung dengan konsumen untuk
delivery system.
Penjelasan yang lebih lanjut dan untuk memudahkan melakukan
penilaian (assessment) terhadap fleksibilitas yang telah disebutkan diatas
diuraikan menjadi parameter-parameter yang lebih spesifik, seperti dapat dilihat
pada tabel 2.2. yang secara umum dapat dipakai untuk melakukan penilaian
Tabel 2.2. Parameter Fleksibilitas Supply Chain
No. Deskripsi
Supplier System
1.1 Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok untuk setiap produk
1.2 Biaya rendah untuk mengalihkan pembelian dari satu pemasok ke yang lainnya 1.3 Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam
tipe produk yang berbeda
1.4 Sebagian besar produk memiliki kapasitas persediaan yang besar
1.5 Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat
1.6 Dengan biaya setup yang rendah, sebagian besar pemasok mampu memproduksi dalam jumlah yang kecil
1.7 Memiliki bermacam-macam model transportasi untuk pengiriman produk dari pemasok 1.8 Jumlah pesanan kecil maupun jumlah pesanan banyak selalu ada
1.9 Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan
1.10 Pemasok mampu mengirim permintaan yang mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah
Product Design
2.1 Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain
2.2 Dengan biaya rendah, outsourcing kegiatan pengembangan produk dapat dilakukan 2.3 Tim pengembangan produk memiliki kemampuan mengembangkan beragam produk
dengan tipe dan spesifikasi yang berbeda
2.4 Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain
2.5 Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb
2.6 Tim mampu menghasilkan desain yang berbeda dalam jumlah besar
2.7 Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru
Production System
3.1 Ada beragam fasilitas produksi yang terletak di lokasi yang berbeda
3.2 Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi
3.3 Ketika total permintaan tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas/kemampuan gudang, mudah untuk melakukan outsourcing
3.4 Fluktuasi dalam permintaan dapat diatasi dengan kerja lembur
3.5 Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain
3.6 Mesin adalah serbaguna sehingga dapat mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda 3.7 Mampu mengakomodasi sampai batas waktu tertentu bila ada perubahan dari
konsumen
3.8 Waktu setup untuk sebagian besar mesin rendah, sehingga untuk ukuran golongan rendah diproses secara ekonomis
3.9 Ada alternatif jalan yang ditempuh untuk menghasilkan produk
3.10 Sistem perencanaan produksi mampu merubah jadwal produksi yang sudah ada 3.11 Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan
dalam waktu yang cepat
Delivery System
4.1 Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan 4.2 Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali
pengiriman dari perusahaan ke pelanggan
4.3 Jumlah pengiriman sangat kecil, sehingga pengiriman pemesanan ke pelanggan dapat dipenuhi
No. Deskripsi
4.5 Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat
4.6 Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan
4.7 Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat
4.8 Biaya rendah untuk merubah jumlah, tipe dan/atau tanggal pengiriman
Sumber : “Assessing supply chain flexibility: a conceptual framework and case study", Pujawan, I Nyoman (2004), Int. J. Integrated Supply Management, Vol. 1, No. 1, pp.79–97
Perubahan demand adalah suatu hal yang menjadi sumber timbulnya
kebutuhan untuk fleksibel. Gambar 2.3 memperlihatkan hubungan antara level
uncertainty demand dengan level fleksibilitas yang harus dicapai. Uncertainty
yang tinggi dapat menimbulkan nervousness dalam sistem produksi dan
pengiriman, mempertinggi level inventory dan menurunkan derajat service level
terhadap customer, hal ini dinyatakan oleh Nyoman Pujawan dan Brian G.
Kingsman (2000).
Low demand Somewhat Somewhat high demand
Uncertainty certain uncertain uncertainty
demand demand
1 2 3 4
Semakin Fleksibel
Gambar 2.3 Hubungan antara level uncertainty demand dengan level fleksibilitas
Keterangan :
1. Low demand uncertainty
Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang
rendah dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi.
2. Somewhat certain demand
Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang
sedang dengan tingkat kepastian tinggi.
3. Somewhat uncertain demand
Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang
sedang dengan tingkat ketidakpastian tinggi.
4. High demand uncertainty
Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang
tinggi dengan tingkat ketidak pastian yang tinggi pula.
2.3.2.1 Tingkat kebutuhan Fleksibilitas berdasarkan Demand
Perbedaan tingkat fleksibilitas pada supply chain berarti terjadi
perbedaan pada parameter-parameter fleksibilitas yang dijadikan acuan, tidak
semua parameter fleksibilitas yang disebutkan atas cocok untuk semua supply
chain itu sendiri, pada suatu supply chain suatu parameter bisa jadi merupakan
suatu faktor yang penting, namun pada model supply chain yang lain faktor
tersebut, dianggap tidak terlalu penting.
Menurut Beamon (1999) keuntungan dari fleksibilitas supply chain adalah :
• Mereduksi jumlah backorder yang ada.
• Mereduksi jumlah lost sales.
• Menambah kepuasan konsumen.
• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi variasi demand, misalkan
faktor musiman.
• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performansi
mesin (machine breakdown).
• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performansi
dari supplier.
• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performasi
pengiriman.
• Memudahkan untuk merespondan mengakomodasi produk baru, pasar baru dan
pesaing baru.
2.3.2.2 Pengukuran Fleksibilitas Supply Chain
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan analisa terhadap
fleksibilitas suatu supply chain adalah melakukan penilaian atau assessment
mengenai seberapa fleksibel suatu supply chain untuk memenuhi kebutuhan pasar
mengingat kebutuhan pasar yang sangat bersifat fluktuatif. Parameter-parameter
fleksibilitas supply chain lah yang digunakan ketika melakukan penilaian ini
dengan sebelumnya menyesuaikan parameter-parameter mana sesuai dengan
kondisi perusahaan yang sedang diukur fleksibilitas supply chain yang dimilkinya
menurut Pujawan (2002) yang dikutip oleh Eunike (2002), identifikasi kondisi
fleksibilitas supply chain dapat digambarkan dalam kuadaran fleksibilitas sebagai
Gambar 2.4 Kuadran fleksibilitas Supply Chain
Pada kuadran Pertama dan Ketiga menunjukkan Kondisi yang
seimbang, yakni antara kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki fleksibilitas
sebanding. Dimana kebutuhan yang tinggi diimbangi dengan kemampuan yang
tinggi pada kuadran I (pertama) dan kebutuhan yang rendah juga dapat diimbangi
dengan kemampuan yang rendah pada kuadran III (ketiga).
Kondisi II dan IV menggambarkan keadaan yang bermasalah dan
memerlukan penanganan. Kondisi II dapat terjadi pada saat kebutuhan akan
fleksibilitas rendah namun kemampuan akan fleksibilitasnya tinggi, hal inilah
yang dinamakan overdesign. Overdesign dapat mengakibatkan terjadinya ketidak
efisien dalam perusahaan dan akan menyebabkan pula banyaknya cost yang akan
terbuang secara sia-sia.
Kondisi IV merupakan kebalikan daripada kondisi II, pada kondisi IV
ini yang terjadi ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan akan
tingkat fleksibilitas yang tinggi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan high
II
Unmatched condition, Over design system
I
IV
Unmatched condition, Flexibility is too low III
low high
low capability
terjadinya nervousness. Nervousness ini akan menyebabkan terjadinya lost
oppurtunity yaitu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan memenuhi permintaan
yang ada, dan lama kelamaan kondisi ini dapat mengakibatkan perusahaan tidak
akan dapat bersaing dipasar. Selanjutnya dapat diketahui tingkat fleksibilitas
supplychain sebagai berikut:
Tbk = x100%
Terbobot Kebutuhan
Nilai Total
Terbobot Kemampuan
Nilai Total
2.4. Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model
Salah satu metode pengukuran kinerja supply chain yang digunakan adalah
SCOR. Model ini telah dikembangkan oleh Supply Chain Council dan dirilis pada
tahun 1997. Model ini dikuasakan kepada seluruh industri standar yang digunakan
untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk
mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang
terlibat untuk memenuhi permintaan customer. Model ini diorganisasikan dalam 4
proses supply chain utama yaitu : Plan, Resource, Make dan Deliver yang
memiliki elemen seperti berikut ini :
1. Plan : Perencanaan permintaan bahan baku, kebutuhan akan permintaan,
perencanaan inventori, kebutuhan pendistribusian, produksi, serta bahan
baku.
2. Source : Infrastruktur dalam melakukan sourcing dan mendapatkan bahan
baku.
3. Make : Produksi dan elemen pelaksanaan
4. Delivery : Manajemen pemesanan, manajemen pergudangan dan komponen
Sedangkan elemen proses yang kelima adalah Return, yang mana dalam
keadaan yang krititikal pada beberapa perusahaan yang menggunakan pengiriman
secara langsung kepada konsumen pada strategi pasar, ditambahkan kemudian.
SCOR mendefinisikan supply chain sebagai integrasi dari proses plan, source,
make, deliver, dan return, mulai dari perputaran supplier menuju customer, sejajar
dengan strategi operasional, material, aliran pekerjaan dan informasi.
Gambar 2.5 Lima Proses Inti Supply Chain pada Model SCOR (Sumber : Pujawan (2005), Supply Chain Management, hal. 243)
Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam
SCOR adalah sebagai berikut :
1. Plan
Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan
pengiriman yang terbaik.
2. Source
Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan
3. Make
Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk
memenuhi permintaan customer.
4. Delivery
Proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan.
5. Return
Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang
dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.
Sebagai suatu acuan proses model, SCOR mengkombinasikan konsep
pengetahuan dari bisnis proses reengineering dengan pengukuran, latihan yang
baik dan proses pengukuran kedalam suatu kerangka ”one stop shopping” dalam
pelaksanaan supply chain proyek. Yang memiliki beberapa keuntungan sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kecepatan dalam pengembangan.
2. Mempercepat dan memperbesar pengembalian investasi.
3. Matriks yang digunakan oleh seluruh organisasi secara langsung terhubung ke
dalam proses.
4. Kemiripan matriks dengan model acuan lain yang digunakan didalam industri
dan model acuan memiliki bahasa yang sangat netral/ umum.
5. Fasilitas dalam penilaian gap lebih mudah.
2.5 Perhitungan Skor Gap
Penilaian fleksibilitas suatu supply chain berdasarkan perhitungan yang
merupakan perbedaan antara penilaian terhadap pasangan pernyataan untuk
requirement (kebutuhan) dan kapasitas untuk tiap parameter fleksibilitas untuk
perhitungan ini perlu adanya suatu skala yang digunakan untuk menunjukkan
kedua kondisi tersebut, skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi
tersebut skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut yang
digunakan disini adalah skala likert yaitu skala 1 s.d 5.
Definisi dari setiap skala untuk kebutuhan adalah:
1. Elemen fleksibilitas tidak relevan untuk supply chain tersebut dan tidak perlu
dipertimbangkan.
2. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang rendah.
3. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sedang.
4. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang tinggi.
5. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi.
Definisi dari setiap skala untuk kemampuan adalah :
1. Supply chain sangat tidak fleksibel untuk elemen fleksibilitas yang
bersangkutan.
2. Supply chain memiliki fleksibel yang rendah untuk elemen fleksibilitas yang
bersangkutan.
3. Supply chain memiliki fleksibilitas yang sedang untuk elemen fleksibilitas
yang bersangkutan.
4. Supply chain memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk elemen fleksibilitas yang
5. Supply chain memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi untuk elemen
fleksibilitas yang bersangkutan.
Perhitungan gap atau skor fleksibilitas untuk setiap pasangan
pertanyaan dihitung sebagai berikut :
Flexibilitas = Requirement Score – Capability Score
Jika hasil pengurangan positif, maka menunjukkan bahwa perlu untuk
dilakukan perbaikan terhadap elemen fleksibilitas yang bersangkutan, sedangkan
bila hasil pengurangannya negatif menunjukkan sebaliknya. Hasil perhitungan
tersebut kemudian dipetakan pada kuadran fleksibilitas seperti gambar 2.5.
2.6 Uji Validitas
Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuesioner
yang disebar, maka dilakukan uji validitas. Apabila data valid, dilanjutkan dengan
pengujian reliabilitas. Apabila data tidak valid maka perlu ditinjau ulang pada
penyusunan kuesionernya. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus
korelasi produk momen :
r =
Data bisa dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dibandingkan dengan r
2.7 Uji Reliabilitas
Untuk menguji ketepatan hasil pengukuran kuesioner dilakukan uji
reliabilitas. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut
memberikan hasil yang tepat. Cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan
rumus ‘alpha’ :
Besarnya reliabilitas yang paling baik adalah 1 dan yang paling jelek adalah 0.
Semakin besar nilai yang diperoleh, maka semakin besar reliable atribut tersebut,
apabila perhitungan tidak reliable, maka perlu ditinjau pada penyusunan
kuisionernya.
2.8 Analitical Hierarchy Process (AHP)
Pengertian AHP adalah merupakan model pengambilan keputusan yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang merupakan suatu model yang
komperhensif dan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kuantitatif dan
Model AHP menggunakan persepsi manusia yang dianggap sebagai
input utamanya. AHP menggunakan model hierarkis yang terdiri dari satu tujuan
(goal), kriteria (atau beberapa sub criteria) dan alternatif untuk setiap masalah
keputusan dalam menentukan penelitian diantara alternatif digunakan skala
tertentu agar dapat dihasilkan bobot dari masing-masing alternatif keputusan,
skala yang dipakai dalam perbandingan berpasangan terdiri dari 9 angka yaitu:
Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berkala
Intensitas
kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong suatu elemen dibandingkan
elemen yang lain.
5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sangat mendukung satu elemen dibandingkan
dengan elemen yang lain.
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen yang lain.
Satu elemen yang kuat didukung dan dominan terlihat
dalam praktek.
9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lain.
Bukti yang mendukung elemen
yang satu terhadap elemen lain dan memiliki tingkat penegasan tertinggi
yang mungkin menguatkan.
2,4,6,8 . Nilai-nilai antara 2 nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai diberikan bila ada 2 kompromi diantara 2 pilihan.
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
Kelebihan AHP
AHP mempunyai banyak keunggulan jika dibandingkan dengan proses
pengambilan keputusan yang lainnya antara lain adalah sebagai berikut :
a. Konsistensi
AHP mempunyai kemampuan untuk melacak konsistensi langsung dari
pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
b. Sintesis
AHP mampu menuntun kepada suatu taksiran yang bersifat menyeluruh
tentang kebaikan setiap alternatif.
c. Pengukuran
AHP mempunyai kemampuan untuk memberikan suatu skala yang digunakan
untuk mengukur hal yang tidak berwujud dan suatu metode untuk menetapkan
prioritas.
d. Kompleksitas
AHP mempunyai kemampuan untuk memadukan rancangan deduktif dan
rancangan berdasarkan system untuk memecahkan suatu permasalahan yang
kompleks.
e. Kesatuan
AHP mampu memberikan suatu model tunggal yang mudah untuk dimengerti,
luwes untuk digunakan pada aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur.
f. Saling ketergantungan
AHP mampu menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu
Salah satu keistimewaan dan keuntungan utama dari AHP yang berbeda
dengan model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat
konsistensi mutlak, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan yang
dibuat oleh manusia sebagian didasari atas logika dan sebagian yang didasari atas
unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman dan intuisi.
Langkah-langkah AHP :
Model AHP memiliki pendekatan yang hampir identik dengan model
perilaku politis yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan
menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusan, pada
dasarnya langkah-langkah dalam melakukan metode AHP adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hierarchy yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan subtujuan-subtujuan, criteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif
pada tingkatan criteria yang paling bawah.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau
criteria yang setingkat diatasnya, perbandingan dilakukan berdasarkan
“judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai target kepentingan
suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement
seluruhnya sebanyak n x [ ( n-1 ) / 2 ] buah , dengan n adalah banyaknya
elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai Eigen (Eigen Value) dan menguji konsistensinya,jika tidak
6. Mengulang langkah 3, 4, 5 untuk seluruh tingkat hierarki .
7. Menghitung Vektor Eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan, riil
vector eigen merupakan bobot setiap elemen, langkah ini dilakukan untuk
mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat
hierarki terendah seperti pencapaian tujuan.
8. Memeriksakan konsistensi hierarki jika nilainya lebih besar dari 10% maka
penilaian data Judgement harus diperbaiki.
Untuk mengukur bobot prioritas setiap element dalam matrik
perbandingan maka digunakan operasi matematis berdasarkan operasi matrik dan
vector yang disebut eigenvektor. Eigenvektor adalah sebuah vector yang apabila
dikalikan dengan sebuah bilangan scalar / parameter yang tidak lain adalah eigen
value, persamaannya adalah sebagai berikut :
A ×w=λ×w
Dimana : w = Eigenvektor
λ = Eigenvalue
A = Matrik bujur sangkar
Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan dan mengukur
konsistensi keseluruhan hierarki suatu matrik, misalnya dengan 3 unsur ( i, j, k )
dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a, akan konsistensi 100% jika
memenuhi syarat : aij×ajk= aik
Pengukuran konsistensi dari suatu matrik itu sendiri didasarkan atas
biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari hierarki
konsistensi :
IK = ( maks – n ) / ( n – 1)
Dimana : λ = Eigen Value
n = ukuran matrik
IK = Indek konsistensi
Indek konsistensi tersebut dapat diubah kedalam bentuk rasio
konsistensi dengan membaginya dengan suatu Indeks random, indeks random
menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1-10. yang
menunjukkan bahwa semakin besar ukuran matriksnya, makin tinggi tingkat
konsistensi yang dihasilkan.
Berdasarkan perhitungan saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika
judgement numeric diambil secara acak diri skala 1/9, 1/8, …,1, 2,…,9 akan
diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, adapun
Tabel 2.4 Nilai Random Indeks
Nilai Random Indeks
Ukuran Matrik Random Indeks
(inkonsisten)
1, 2 0.00
3 0.58
4 0.90
5 1.12
6 1.24
7 1.32
8 1.41
9 1.45
10 1.49
11 1.51
12 1.48
13 1.56
14 1.57
15 1.59
Sumber : Pengambilan Keputusan (bagi para pemimpin), Saaty, Thomas L, 1993. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Perbandingan indeks konsistensi dibandingkan dengan indeks random
dapat dituliskan sebagai berikut :
RK = IK / IR
Dimana : RK = rasio konsistensi
IK = indeks konsistensi
IR = indeks random
Untuk model Analitycal Hierarchy Process, matrik dapat diterima jika
2.9 Program Expert Choice
Untuk memudahkan pengolahan data pada proses analytical hierarcy
process maka digunakan software expert choice.
Expert Choice merupakan suatu software yang dipakai untuk
melakukan pembobotan berdasarkan metode analytical hierarchy process, dalam
penelitian tugas akhir ini pembobotan dilakukan dengan menggunakan expert
choice agar proses pembobotan yang dilakukan lebih cepat.
Keuntungan dengan menggunakan software ini adalah :
1. Proses pembobotan dapat dilakukan dengan cepat dari pada dengan proses
manual.
2. Nilai dari responden yang tidak konsisten bisa dicari sehingga hanya perlu
meminta pertimbangan lagi kepada responden untuk nilai-nilai yang tidak
konsisten tadi.
2.10 Skala Servqual
Konsep servqual disini digunakan untuk melakukan penelitian terhadap
tingkat fleksibilitas supply chain dari perusahaan yang diteliti, kemampuan dari
supply chain perusahaan untuk fleksibilitas diidentikkan dengan persepsi,
sedangkan kebutuhan dari supply chain perusahaan untuk fleksibel diidentikkan
dengan harapan skala yang digunakan adalah skala likert yaitu 1-5. Nilai gap
didapatkan dengan mengurangi nilai kebutuhan dengan nilai kemampuan. Gap
yang didapatkan akan dikalikan dengan bobot yang berasal dari pengolahan
terbobot suatu criteria, semakin besar nilai gap terbobot suatu kriteria, berarti
semakin perlu dilakukan perbaikan terhadap kriteria tersebut.
2.11. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu perlu dijadikan referensi oleh peneliti, seperti pada
Tugas Akhir yang berikut ini:
1. Eunike, Agustina. Analisis Terhadap Fleksibilitas Suatu Supply Chain (Studi
Kasus PT. Philips Ralin Electronics Surabaya), Tugas Akhir Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2002.
a. Permasalahan : mengenai cara untuk mengukur fleksibilitas supply chain di
PT. Philips Ralin Electronics
b. Hasil penelitian :
1. Dari evaluasi bobot yang diberikan oleh pihak manajemen terhadap
dimensi dan parameter-parameternya, dimensi delivery system dan
production system memiliki prioritas yang lebih besar bagi supply chain
Philips, yaitu masing-masing dengan bobot yang sama, sebesar 30.9%,
supplier system diberi bobot 24.10%, dan terakhir product design dengan
bobot 14.2%
2. Kemampuan dari supply chain Philips 87.5% masih dibawah kebutuhan
yang ada, hanya 8.33% saja yang berada pada kondisi ideal, dan 4.17%
yang mampu melebihi kebutuhan yang ada. Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan diperoleh hasil bahwa untuk dapat mencapai tingkat
fleksibilitas yang diinginkan terdapat 37.5% (9 dari 24) parameter
kesembilan parameter tersebut 44.4% berasal dari dimensi supplier
system, ditambah 11.11% berasal dari product design namun juga
berhubungan dengan kemampuan supplier. Ini berarti 50% dari
parameter tersebut berhubungan dengan kemampuan supplier.
3. Dengan mengetahui nilai-nilai requirement dan capability
parameter-parameter fleksibilitas dapat dilakukan perhitungan mengenai tingkat
fleksibilitas dari supply chain Philips yaitu 75.51%, yang dapat diartikan
bahwa kondisi fleksibilitas supply chain Philips adalah cukup baik,
terutama yang berkaitan dengan kemampuan intern, namun demikian
tingkat fleksibilitas menjadi kurang optimal akibat rendahnya fleksibilitas
yang dimiliki oleh pihak supplier. Hal ini nampak pada angka
fleksibilitas masing-masing dimensi tersebut, yaitu delivery system
79.77%, production system 79.67%, product design 73.70%, dan paling
rendah adalah supplier system dengan tingkat fleksibilitas 65.38%.
penyebaran nilai tingkat fleksibilitas yang merata menunjukkan
kemampuan yang hampir sama pada masing-masing dimensi bila
dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, namun berbeda dengan
kondisi dari supplier system, tingkat fleksibilitas yang dimiliki rendah,
dan hal ini berpengaruh pada fleksibilitas supply chain secara
keseluruhan.
2. Aprillianasari, Susan. Penilaian Fleksibilitas Supply Chain (Studi Kasus PT.
Philips Ralin Electronics Surabaya), Tugas Akhir Teknik Industri Institut
a. Permasalahan : mengenai penilaian fleksibilitas supply chain di PT. Philips
Ralin Electronics dengan menggunakan model yang relatif mudah
b. Hasil penelitian :
1. Perlu adanya penilaian terhadap fleksibilitas supply chain agar PT.
Philips Ralin Electronics mengetahui level fleksibilitas supply chain
perusahaan saat ini
2. Dimensi supply (weight = 0.22) adalah dimensi yang paling tidak
fleksibel, sedangkan dimensi delivery (weight = 0.31) paling fleksibel.
Oleh karena itu dimensi supply merupakan dimensi yang menjadi
prioritas untuk diperbaiki dalam meningkatkan fleksibilitas supply chain.
3. Sucipto, Wawan. Pengukuran Dan Analisis Fleksibilitas Supply Chain Pada
Divisi General Engineering PT. PAL INDONESIA, Skripsi Teknik Industri
UPN “Veteran” Surabaya, 2005.
a. Permasalahan : bagaimana pengukuran fleksibilitas suatu supply chain pada
Divisi General Engineering PT. PAL Indonesia dan apakah hasil
pengukuran terhadap fleksibilitas supply chain tersebut dapat digunakan
untuk mengakomodasi Perubahan-perubahan yang dihadapinya
b. Hasil penelitian :
1. Tingkat Fleksibilitas Supply Chain pada Divisi General Engineering PT.
PAL Indonesia masih cukup fleksibel dari masing – masing dimensi dan
parameternya sebesar 70,35% sedangkan tingkat Fleksibilitas Supply
Chain Dimensi Utama secara berurutan adalah Product Design 77,5%,
Delivery System 72,20%, Production System 65,90% dan Supplier System
2. Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Supplier System tertinggi adalah Lead
time suplier 91,7% dan yang terendah adalah Kemudahan menjalankan
sistem penjadwalan 60,80%. Untuk tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi
Product Design tertinggi adalah Menghasilkan desain berkulitas dengan
cepat 85% dan terendah adalah Kemampuan mengkonfirmasikan suplier
untuk menyediakan bahan baku pendukung produk baru 72,10%. Untuk
tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Production System yang tertinggi
adalah Perbaikan mesin yang rusak dengan cepat 72,70%, sedangkan
yang terendah adalah menggunakan beragam urutan proses 60%.
Sedangkan untuk tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Delivery System yang
tertinggi adalah pemenuhan pemintaan berasal dari lebih dari satu
distributor 86,50% dan yang terendah adalah pengiriman dengan
kuantitas yang fleksibel 68,20%
3. Dari hasil perhitungan tingkat prioritas dapat dilihat prioritas yang harus
diutamakan untuk meningkatkan tingkat fleksibilitas perusahaan adalah
merubah jadwal produksi dengan cepat (Production System) dan prioritas
terakhir adalah perbaikan pada Lead time suplier (Supplier System).
4. Sutaji, Slamet. Analisis dan Pengukuran Terhadap Fleksibilitas Supply Chain
pada PT. Pertiwi Mas Adi Kencana Waru Sidoarjo, Skripsi Teknik Industri
UPN “Veteran” Surabaya, 2008.
a. Permasalahan : Bagaimana Fleksibilitas Supply Chain yang harus dilakukan
b. Hasil penelitian :
1. Tingkat Fleksibilitas Supply Chain secara keseluruhan cukup flesksibel.
Tingkat Fleksibilitas Dimensi Utama secara berurutan sebagai berikut :
Delivery System 97.91%, Production System 90.50%, dan Supplier
System 94.32%
2. Secara berurutan prioritas yang harus dilakukan perbaikan beserta usulan
perbaikannya sebagai berikut :
1. Produce various different routing (Production System).
2. Produce various different products (Production System).
3. Delivery urgent request (Supplier System).
4. Use multi modal delivery request (Delivery System).
5. Delivery flexible quantity (Delivery System).
6. Produce or revise production plans/schedule quickly (Production
System).
7. Tranmit delivery request/information easily and quickly (Delivery
System).
8. Backup supplier (Supplier System).
9. Use multi modal transportation system (Supplier System).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perusahaan
pada PT. Swabina Gatra, yang berlokasi di Jl. R.A. Kartini No. 21 A Gresik, yaitu
sebuah perusahaan yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
dengan merk “SWA”. Pengambilan data dan penyebaran kuisioner akan diadakan
mulai bulan Januari 2010 sampai dengan selesai.
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Dalam identifikasi dan definisi operasional variabel disini dibagi
menjadi 2 bagian lagi, yaitu :
a. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu :
1. Variabel terikat
Yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel
bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah
fleksibilitas supply chain pada PT. Swabina Gatra.
2. Variabel bebas
Yaitu variabel yang mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat.
Dalam penelitian ini mencakup empat dimensi yaitu Dimensi Supplier
System, Dimensi Product Design, Dimensi Production System, dan