• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Guna Langsung Ekosistem Karst Gunung Cibodas Bogor, Jawa Barat"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Sebaran batu gamping di Indonesia terdapat di seluruh pulau baik pulau besar maupun pulau kecil. Pulau besar tersebut diantaranya Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Madura, Bali, Halmahera, Lombok, Sumbawa, Flores dan pulau kecil seperti Sumba, Nusa Penida, Seram, dan Muna (Kurniawan 2010). Luas karst Indonesia hampir mencapai 20% dari luas seluruh wilayah Indonesia. Karst memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi baik hayati maupun non hayati (Adji et al. 1999). Menurut Suryantoro (2000) kawasan karst biasanya memiliki bentang alam eksotis, flora fauna langka, berfungsi sebagai daerah resapan dan sumber air, kaya bahan tambang, serta kaya akan peninggalan pra sejarah. Keragaman hayati di dalam ekosistem karst biasanya memiliki tingkat endemisme yang tinggi. Hal ini disebabkan biota terutama yang hidup di dalam goa pada ekosistem karst hanya mampu bertahan pada ekosistem tersebut.

Potensi karst sebagai bahan non-tambang di Indonesia saat ini masih kurang disadari oleh masyarakat, umumnya hanya dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi bahan galian untuk bahan bangunan atau bahan baku semen. Padahal kawasan karst memiliki potensi ekonomi, ekologis, dan sosial budaya. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, kawasan karst memiliki tiga nilai strategis, yaitu: (1) nilai ekonomi, berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pertambangan, pengelolaan air, dan pariwisata; (2) nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu-ilmu kebumian, speleologi, biologi, arkeologi, dan paleontologi; serta (3) nilai kemanusiaan, berkaitan dengan keindahan, rekreasi, pendidikan, unsur-unsur spiritual, dan agama atau kepercayaan.

(2)

gamping yang berlangsung sejak tahun 1950-an. Pada saat ini, Gunung Cibodas mengalami degradasi yang disebabkan oleh kegiatan pengambilan batu gamping oleh masyarakat setempat yang menggantungkan kebutuhan ekonominya dari hasil penjualan batu gamping tersebut. Di sisi lain, ekosistem ini menyediakan barang dan jasa lingkungan berupa kayu bakar, sarang burung walet yang berasal dari goa-goa di dalam ekosistem karst, pemandangan yang indah untuk rekreasi, tebing dan goa untuk kegiatan olah raga minat khusus, sumber air yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan pertanian masyarakat, serta jasa lingkungan lainnya.

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumberdaya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi (Bahruni 1999). Menilai manfaat ekosistem Karst Gunung Cibodas perlu dilakukan sebagai bahan untuk memberikan informasi seberapa besar nilai yang terdapat dalam ekosistem tersebut yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pengelolaan. Konversi lahan yang mungkin terjadi seperti pembuatan pemukiman, lahan pertambangan, dan sebagainya bisa dipertimbangkan secara lebih hati-hati setelah mengetahui nilai ekonomi yang terdapat di dalam ekosistem Karst Gunung Cibodas. Penelitian ini penting untuk mengidentifikasi potensi unsur hayati dan non hayati serta mengungkap nilai ekonomi ekosistem Karst Gunung Cibodas.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi biofisik ekosistem Karst Gunung Cibodas dan menduga nilai guna langsung ekosistem Karst Gunung Cibodas.

1.3 Manfaat

(3)

2.1 Karst dan Pembentukannya

Karst adalah bentukan bentang alam pada batuan karbonat yang khas berupa bukit, lembah, dolina (cekungan), dan goa. Karst terbentuk dari proses alam yang disebut dengan proses karstifikasi. Kawasan karst adalah kawasan batuan karbonat (batu gamping CaCo3 dan dolomite Ca[MgCO3]2) yang

memperlihatkan morfologi karst (KESDM 2000). Karst dan kawasan karst dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang dipengaruhi oleh air. Proses pelarutan ini dipercepat oleh adanya CO2 yang terdapat pada atmosfer di bagian

atas permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Air hujan yang bereaksi dengan CO2 membentuk H2CO3 (asam karbonat) dan bersifat

reaktif terhadap kalsium sehingga terbentuk kalsium karbonat atau batu gamping (CaCO3).

Samodra (2001) menjelaskan bahwa secara sempit kawasan karst dapat diartikan sebagai suatu kawasan yang diwarnai oleh kegiatan pelarutan atau karstifikasi. Dalam konteks yang lebih luas, kawasan karst merupakan perpaduan antara unsur-unsur morfologi, kehidupan, energi, air, gas, tanah, dan batuan yang membentuk satu kesatuan sistem yang utuh. Gangguan terhadap salah satu unsur akan mempengaruhi seluruh sistem.

2.2 Manfaat dan Nilai Ekonomi Ekosistem Karst

Ekosistem karst memiliki berbagai manfaat, manfaat dari ekosistem karst antara lain (KLH 2009):

 Tempat penyimpanan air yang secara bertahap dapat disalurkan ke tempat lain.

 Habitat yang sesuai bagi fauna yang tinggal di goa-goa karst seperti kelelawar yang berfungsi sebagai penyerbuk, penyebar biji, dan pengendali hama serta penyakit yang berasal dari serangga.

(4)

 Kawasan karst memiliki pemandangan yang indah sebagai lokasi tujuan wisata.

 Beberapa kawasan karst memiliki nilai tradisi troglodit (tradisimasyarakat yang masih menggunakan goa atau ceruk sebagai bagian dari tradisinya; seperti kuburan toraja, kandang ternak, dan sebagainya).

 Beberapa kawasan karst memiliki nilai pusaka budaya yang merupakan lokasi bersejarah.

 Kawasan karst kaya akan bahan galian tambang sehingga berpotensi sebagai kawasan pertambangan.

2.3 Potensi Kawasan Karst

Kawasan karst memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Potensi ekosistem karst yang bisa dikembangkan diantaranya meliputi potensi biotik maupun potensi abiotik. Pengembangan dari potensi kawasan karst tersebut tentunya mampu menjadi bahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sumber pendapatan bagi negara.

Potensi biotik yang dapat dikembangkan dari ekosistem karst diantaranya goa sebagai habitat burung walet, kelelawar, dan satwa lainnya. Burung walet membuat sarang dari air liurnya, dan kelelawar menghasilkan kotoran yang disebut guano. Sarang burung walet bisa dijadikan bahan konsumsi dan guano merupakan bahan pupuk yang bagus. Kedua barang ini memiliki nilai ekonomi tinggi yang bisa dijadikan sumber pendapatan. Selain walet dan kelelawar, goa juga merupakan habitat bagi satwa lain baik vertebarata maupun invertebrata yang tentunya memiliki fungsi tersendiri dalam ekosistem karst. Potensi biotik lainnya adalah potensi flora atau tumbuhan yang hidup di dalam kawasan karst. Kondisi ini memberikan potensi untuk pengembangan bidang kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kondisi hutan yang baik membuat proses perusakan karst menjadi terhambat (Suryatmojo 2006).

(5)

pada zona yang ditetapkan sebagai zona pertambangan. Kawasan karst dengan lanskap dan batuan yang khas dan fisiografi yang unik dengan keberadaan tebing, goa dan sungai bawah tanah berpotensi sebagai objek wisata minat khusus yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Benda-benda bersejarah dan fosil purba yang ditemukan di dalam kawasan karst bisa dijadikan sebagai pusat studi arkeologi dan studi tentang karst. Kawasan lembah yang merupakan pengendapan hasil erosi di perbukitan karst memiliki potensi luasan yang ideal untuk dikembangkan sebagai areal produktif melalui pertanian dan perkebunan (Suryatmojo 2006).

2.4 Konsep Sistem Nilai

Nilai adalah hasil persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Bahruni 1999).

Pagiola, Ritter, dan Bishop (2004) menjelaskan nilai ekonomi total terdiri atas nilai guna (use value) dan nilai bukan guna (non use value). Nilai guna terdiri atas nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use value), dan nilai pilihan (option value), sedangkan nilai bukan guna berupa nilai keberadaan (existence value).

(6)

tidak ada kaitannya dengan dengan penggunaan dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung. Contoh nilai keberadaan yang merupakan nilai bukan guna adalah keberadaan hutan yang berperan sebagai habitat satwa.

Sumber : Pagiola et al. (2004)

Gambar 1 Klasifikasi nilai ekonomi total.

2.5 Metode Penilaian Sumberdaya Alam

Menurut Bahruni (1999), metode penelitian nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, dan nilai keberadaan yang merupakan nilai fungsi dan atribut dari sumberdaya hutan ditentukan berdasarkan pada dapat tidaknya nilai hutan tersebut direfleksikan pada nilai-nilai manfaat yang mudah terukur.

Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) mengenai nilai sebagian dari jasa lingkungan Kawasan Karst Maros Pangkep (KKMP) dilakukan dengan beberapa metode. Nilai guna langsung sebagai lokasi kunjungan wisata dinilai dengan metode biaya perjalanan dan nilai guna air berdasarkan jumlah produksi dan harga air baku PDAM serta keuntungan lahan pertanian dari sawah irigasi. Nilai guna tidak langsung KKMP yang dihitung adalah nilai kawasan sebagai pencegah bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan akibat kerusakan lingkungan. Nilai guna tidak langsung didekati dengan metode kontingensi. Selain itu juga dilakukan penilaian terhadap nilai bukan guna berupa nilai kelestarian keanekaragaman hayati dengan menggunakan metode kontingensi. Nilai ekonomi total dari sebagian nilai jasa lingkungan KKMP setiap tahunnya adalah sebesar Rp 2.072.501.086.700.

(7)
(8)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011 di Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat.

3.2 Alat dan Objek

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Binokuler, digunakan untuk mengamati burung dan mamalia.

2. Fieldguide satwa (burung, mamalia, herpetofauna) digunakan untuk mengidentifikasi jenis satwa.

3. Alat penerangan (senter/headlamp), digunakan untuk mengamati herpetofauna pada malam hari.

4. Alat tulis, digunakan untuk mencatat data.

5. Kompas, digunakan untuk menentukan arah jalur.

6. GPS (Gobal Positioning System), digunakan untuk mengambil koordinat pengamatan dan lokasi potensi biofisik.

7. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan. 8. Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu pengamatan.

9. Panduan wawancara/kuisioner, digunakan dalam kegiatan wawancara dengan narasumber.

10.Peta RBI Leuwiliang tahun 2005 skala 1 : 25.000

Objek penelitian adalah komponen biofisik ekosistem karst yang terdiri dari tumbuhan, satwa, mata air, goa, tebing, dan batu gamping.

3.3 Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian yang dilakukan di ekosistem Karst Gunung Cibodas adalah sebagai berikut :

(9)

 Potensi biofisik yang diidentifikasi meliputi unsur biologi (tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna) dan unsur fisik berupa mata air, goa, tebing, dan batu gamping.

 Nilai ekonomi yang diduga adalah nilai guna dari pemanfaatan tumbuhan untuk kayu bakar, pemanfaatan satwa, penggunaan air, goa dan tebing sebagai sarana wisata, dan batu gamping untuk bahan tambang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Potensi biofisik

a. Potensi unsur biologi

1. Tumbuhan

Data potensi tumbuhan dikumpulkan dengan cara studi pustaka berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Tumbuhan yang diidentifikasi adalah tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga.

2. Burung

Data jumlah jenis burung dikumpulkan dengan melakukan survey pada pagi dan sore hari. Pencatatan dilakukan pada daftar jenis MacKinnon yang terdiri dari 10 jenis untuk setiap daftar. Jalur pengamatan burung dibuat berdasarkan morfologi Gunung Cibodas yang memanjang dari barat ke timur. Jalur dibuat memanjang mengikuti morfologi Gunung Cibodas, sehingga jalur berbentuk garis yang mengikuti arah Gunung Cibodas. Jalur dibagi menjadi dua bagian, yaitu jalur utara dan jalur selatan yang merupakan dua sisi Gunung Cibodas.

3. Mamalia

Data potensi mamalia dikumpulkan dengan menggunakan metode transek garis (line transect) untuk mengetahui jumlah jenis mamalia. Pendugaan populasi dilakukan pada monyet ekor panjang dengan metode group density count yaitu menghitung jumlah kelompok yang ditemukan dan jumlah individu setiap kelompok dari setiap lokasi yang ditentukan.

4. Herpetofauna

Data potensi herpetofauna dikumpulkan dengan menggunakan metode

(10)

di Gunung Cibodas. Pengambilan data dilakukan pada siang hari (pukul 07.00 – 11.00 WIB) dan malam hari (pukul 19.00-21.00 WIB).

b. Potensi unsur fisik

Unsur fisik yang diidentifikasi adalah goa, tebing, air, dan batu gamping dari ekosistem Karst Gunung Cibodas. Data potensi fisik dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan narasumber yang mengetahui informasi unsur fisik tersebut.

3.4.2 Pendugaan nilai ekonomi a. Nilai tumbuhan

Penilaian tumbuhan dilakukan dengan menggunakan metode kontingensi. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Tumbuhan

Indikator : Digunakan sebagai kayu bakar

Data : Jenis tumbuhan dan jumlah kayu bakar yang diambil perhari untuk setiap rumah tangga

Cara mengukur : Pengukuran dilakukan melalui kegiatan wawancara untuk mengetahui harga kontingensi kayu bakar

b. Nilai satwa

Satwa dinilai dengan menggunakan metode harga pasar. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Satwa

Indikator : Dijual atau dikonsumsi

Data : Jenis dan jumlah satwa yang diambil untuk setiap pemburu

Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui harga satwa yang diambil

c. Nilai air

Metode yang digunakan untuk penilaian air adalah metode kontingensi. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Mata air dari Gunung Cibodas

Indikator : Dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga Data : Jumlah pemanfaatan air dan jumlah rumah tangga

(11)

Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui jumlah pemanfatan dan harga kontingensi air untuk setiap pemanfaatan

d. Nilai goa

Penilaian goa dilakukan dengan menggunakan metode biaya perjalanan. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Goa di dalam ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Digunakan untuk kegiatan olahraga penelusuran goa

(caving)

Data : Jumlah goa, jumlah pengunjung, intensitas kunjungan, dan biaya perjalanan setiap pengunjung

Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui total biaya perjalanan pengunjung

e. Nilai tebing

Tebing dinilai dengan menggunakan metode biaya perjalanan. Pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Tebing di dalam ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Digunakan untuk kegiatan olahraga panjat tebing

(climbing)

Data : Jumlah pengunjung, intensitas kunjungan, dan biaya perjalanan setiap pengunjung.

Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui total biaya perjalanan pengunjung

f. Nilai batu gamping

Batu gamping dinilai dengan metode nilai sisa turunan. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Sumber : Batu gamping dari ekosistem karst Gunung Cibodas Indikator : Diambil sebagai bahan tambang

Data : Jumlah pengambilan batu gamping (kubik), jumlah pengusaha batu gamping, dan harga perkubik

Cara mengukur : Wawancara untuk mengetahui harga pasar batu gamping

(12)

3.4.3 Nilai ekonomi total

Untuk mengihitung nilai ekonomi sumberdaya alam, digunakan persamaan yang diformulasikan sebagai berikut :

Keterangan :

TEV : total economic value (nilai ekonomi total) DUV : direct use value (nilai guna langsung)

IUV : indirect use value (nilai guna tidak langsung) OV : option value (nilai pilihan)

EV : existance value (nilai keberadaan) Sumber : Ninan (2008)

Nilai ekonomi yang diduga adalah nilai guna dari potensi ekosistem yang diidentifikasi. Nilai tersebut merupakan nilai guna langsung (direct use value) dari eksistem karst Gunung Cibodas yang berupa nilai unsur biologi dan nilai unsur fisik. Nilai biologi terdiri dari nilai tumbuhan (kayu bakar) dan nilai satwa, sedang nilai fisik terdiri dari nilai goa, nilai tebing, nilai air, dan nilai batu gamping. Berdasarkan komponen biologi dan fisik tersebut, maka persamaan untuk menghitung nilai tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :

NGL : nilai guna langsung NGG : nilai guna goa NGTm : nilai guna tumbuhan NGTb : nilai guna tebing

NGS : nilai guna satwa NGBG : nilai guna batu gamping

NGA : nilai guna air

3.4.4 Penentuan responden

Penentuan responden dilakukan secara purposive dan metode snow ball. Responden atau narasumber dipilih berdasarkan keterkaitan dan interaksinya dengan ekosistem karst Gunung Cibodas, kemudian mencari responden selanjutnya berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Responden yang dipilih adalah masyarakat disekitar kawasan yang memiliki interaksi berupa pengambilan batu kapur, pemanfaatan air, pengambilan satwa, dan pengumpulan kayu bakar, sedangkan responden untuk kegiatan olah raga panjat tebing dan

TEV = DUV + IUV + OV + EV

(13)

penelusuran goa adalah responden yang merupakan kelompok pecinta alam yang melakukan kegiatan tersebut. Kelompok pecinta alam biasanya berasal dari luar atau tinggal jauh dari kawasan Gunung Cibodas. Adapun klasifikasi responden ditentukan seperti tabel berikut ini (Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi responden penerima manfaat Gunung Cibodas

No Jenis Data Responden Lokasi Keterangan

1 Pemanfaatan air Masyarakat sekitar aliran air Kp. Mekarjaya 2 Pemanfaatan batu kapur Pengusaha batu kapur Kp. Mekarjaya 3 Pemanfaatan kayu bakar Masyarakat sekitar kawasan Kp. Bubulak 4 Pemanfaatan satwa Masyarakat sekitar kawasan Kp. Tegal

5 Pemanfaatan tebing Kelompok pecinta alam Pengunjung

6 Pemanfaatan goa Kelompok pecinta alam Pengunjung

(14)

4.1 Letak, Luas, dan Batas

Kawasan Gunung Cibodas terletak pada 1060 32’ 0” BT – 1060 35’ 46” BT - 60 36’ 0” LS - 60 55’ 46” LS. Gunung Cibodas berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan luas 125,10 hektar. Berdasarkan gambaran Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1209-134 Leuwiliang, Gunung Cibodas memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Jalur alternatif Ciampea – Galuga (Jalan Leuwikancra), Desa Ciampea dan Desa Ciaruteun Hilir

Sebelah Selatan : Jalur Jalan Darmaga – Jasinga, Desa Leuweung Kolot dan Desa Cibadak

Sebelah Barat : Sungai Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang

Sebelah Timur : Jalur Jalan Ciampea – Bantar Kambing, Desa Ciampea dan Desa Warung Borong

Sumber : Bakosurtanal (2008)

Gambar 2 Lokasi Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Menurut pengelolaannya, Gunung Cibodas berada dalam wilayah Resor Pemangku Hutan (RPH) Gobang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Leuwiliang, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bogor, Perum Perhutani Unit III

U

(15)

Jawa Barat dan Banten seluas 99,10 hektar dan lahan pertambangan PT. Karang Purnama Jati seluas 26 hektar.

4.2 Aksesibilitas

Gunung Cibodas dapat dicapai melalui beberapa jalur. Arah timur dapat ditempuh dari Kota Bogor melalui Jalan Raya Darmaga-Ciampea dengan waktu tempuh sekitar satu jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Arah barat dapat ditempuh melalui Jalan Raya Jasinga-Darmaga dengan waktu tempuh sekitar dua jam dari arah Jasinga, sedangkan dari arah utara dapat ditempuh dengan waktu sekitar lima menit dari pasar Ciampea menggunakan jalan raya Ciampea-Bantar Kambing. Kondisi jalan raya relatif baik sehingga dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Walapun demikian, untuk memasuki Gunung Cibodas harus berjalan kaki melewati jalan setapak yang berbatu.

4.3 Iklim

Data iklim Gunung Cibodas diambil dari data iklim Ciampea berdasarkan hasil pengamatan BMG Balai Besar Wilayah II stasiun klimatologi kelas I Darmaga. Data iklim berada pada elevasi 190-360 mdpl, dengan letak astronomis antara 6033’ LS dan 1060 BT. Pengambilan data iklim dilakukan pada kisaran tahun 1998-2008. Suhu lokasi ini berada pada kisaran 240C-320C dengan suhu rata-rata 260C dan hampir merata sepanjang tahun. Kisaran curah hujan tahunan adalah 12-291 mm/tahun dengan rata-rata 129,5 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Kelembaban udara Gunung Cibodas Ciampea berkisar antara 66% - 83% dengan rata-rata kelembaban 74,75% pertahun. Kecepatan angin rata-rata adalah 2,5 km/jam dengan kecepatan tertinggi pada bulan Februari sebesar 3,2 km/jam dan terendah pada bulan Juni sebesar 2 km/jam. Angin bergerak dari arah timur laut. (BMG Bogor 2009 diacu dalam Noviana 2010).

4.4 Geologi dan Tanah

(16)

mengandung moluska. Formasi batuan Gunung Cibodas didominasi oleh batuan gamping kuarter, dan batuan sedimen plio-plistoten. Jenis tanah Gunung Cibodas adalah rendzina, aluvial coklat kelabu, dan latosol kemerahan yang ditunjukkan oleh peta tanah semi detail tahun 1979. Kawasan ini merupakan tipe kompleks rendzina dan litosol dengan bahan induk berupa batu kapur bertuf andesit. (Noviana 2010).

4.5 Topografi dan Kemiringan Lahan

Topografi Gunung Cibodas relatif curam dengan titik tertinggi berada pada ketinggian 354 m dpl. Kemiringan yang dijumpai pada Gunung Cibodas bervariasi antara 3-65 % . Daerah datar hampir tidak ditemukan dan didominasi oleh kemiringan antara 3-8%. Secara visual, Gunung Cibodas memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki topografi yang berbukit dan perbedaan ketinggian pada Gunung Cibodas memberikan kesan pandangan yang luas ke daerah yang lebih rendah di sekitarnya.

4.6 Hidrologi

(17)

5.1 Potensi Karst Gunung Cibodas 5.1.1 Potensi unsur biologi

a. Tumbuhan

Menurut Whitten et al. (1996) diacu dalam Sartika (2007), sekitar tahun 1940-an Gunung Cibodas belum terjamah oleh kegiatan manusia. Dalam ekosistem ini masih banyak jenis pohon yang ditemukan seperti keruing (Dipterocarpus hasseltii), burahol (Stelechocarpus burahol), dan eboni (Diospyros sp.). Tidak ada jenis yang dominan dari tiga jenis tumbuhan tersebut. Menurut Soemarno et al. (2006), pada saat ini ekosistem Karst Gunung Cibodas didominasi oleh kelompok vegetasi berupa semak dan jenis pionir seperti makaranga (Macaranga tanarius) dan ayam-ayaman (Penissetum purpureum).

Kondisi ini diduga karena terjadinya pembukaan lahan yang difungsikan sebagai areal perkebunan karet dan kemudian berubah menjadi tambang batu gamping yang dimulai sekitar tahun 1950-an.

Data keanekaragaman jenis tumbuhan di Gunung Cibodas diperoleh dari studi literatur. Hasil survey tumbuhan yang dilakukan oleh Soemarno et al. (2006) di Gunung Cibodas mencatat sebanyak 254 jenis tumbuhan dari 207 genus dan 84 famili. Hasil ini diperoleh dengan menganalisis tumbuhan berdasarkan petak cuplikan yang ditempatkan pada daerah punggung bukit yang bersolum tanah cukup tebal, daerah lereng bukit yang bersolum tanah tipis sampai cukup tebal, daerah lereng yang bersolum tanah tebal, daerah puncak bukit karang, dan daerah bekas galian batu gamping. Jenis pohon utama yang ditemukan sebanyak 17 jenis dari 64 jenis dengan penyebaran yang hampir merata di seluruh wilayah. Beberapa jenis pohon utama yang ditemukan adalah Bridelia tomentosa, Buchanania arborescens, Cecropia umbellata, dan Macaranga tanarius.

(18)

Macaranga tanarius, Macarangan calabura, Bridelia glauca, dan Piper aduncum, sedangkan jenis tumbuhan bawah terdiri dari Phragmites karka, Pennisetum purpureum, dan Mikania cordata. Suku utama untuk tingkat pohon terdiri dari anacardiaceae, euphorbiaceae, moraceae, dan urtaceae yang tersebar hampir di semua daerah, serta tiliaceae hanya dijumpai pada area bekas galian batu gamping. Suku utama tumbuhan bawah diantaranya anacardiaceae, asteraceae, euphorbiaceae, poaceae, polypodiaceae, dan verbenaceae.

Gambar 3 Makarang (Macaranga tanarius), salah satu jenis pohon yang mendominsi ekosistem Karst Gunung Cibodas.

Tumbuhan yang terdapat di Gunung Cibodas memiliki nilai ekonomi berupa nilai guna dan nilai bukan guna. Tumbuhan memiliki fungsi ekologis berupa penghasil oksigen dan pengatur tata air, selain itu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bakar rumah tangga, pakan ternak, dan sayuran. Sartika (2007) menemukan 34 jenis tumbuhan di Gunung Cibodas yang berpotensi sebagai tumbuhan obat yang memiliki khasiat untuk mengatasi penyakit gula, obat batuk, antidiare, obat sakit perut, obat demam dan lainnya. Beberapa jenis tumbuhan yang ditemukan di Gunung Cibodas tercantum dalam lampiran 5.

(19)

Cibodas (Gambar 4). Hasil yang diperoleh adalah satu ikat besar atau satu pikulan dengan berat mencapai 15 kg. Kegiatan pengambilan kayu bakar biasanya dimulai pada pagi hari dan berakhir sekitar jam delapan sampai dengan jam sepuluh. Pemanfaatan kayu bakar yang dilakukan adalah pengambilan ranting-ranting kering, namun saat ini para pengambil kayu bakar juga menebang tumbuhan yang berdiameter 3cm sampai dengan 15cm. Jenis tumbuhan yang sering diambil adalah kihandra (Calliandracalothyrsus) dan totoropongan (Cecropia umbellata). Jenis ini diambil dengan menyisakan tunggak sekitar 30cm di atas permukaan tanah. Menurut Soemarno et al. (2006) pengambilan kayu Calliandra calothyrsus

di Gunung Cibodas yang menyisakan tunggak memacu pertumbuhan trubus dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah individu semula sehingga dimungkinkan memiliki kepadatan tinggi. Masyarakat Kampung Bubulak meyakini kayu yang diambil tidak akan pernah habis karena tunggak yang ditebang akan kembali bertunas dan tumbuh serta bisa dimanfaatkan kembali untuk kayu bakar. Kihandra (Calliandracalothyrsus) dan totoropongan (Cecropia umbellata) banyak ditemukan di sisi selatan Gunung Cibodas bagian barat di daerah lereng bukit yang bersolum tanah tebal (Soemarno et al. 2006). Lokasi ini menjadi tempat pengambilan kayu bakar bagi masyarakat Kampung Bubulak yang berada di sebelah selatan Gunung Cibodas .

(20)

b. Satwa

1. Burung

Pengamatan burung yang dilakukan mencatat 37 jenis burung dari 21 famili. Jumlah tersebut terdiri dari 30 jenis teridentifikasi pada daftar jenis burung dan 7 jenis melalui perjumpaan seketika (opportunistic encountering) pada saat melakukan pengamatan mamalia dan herpetofauna. Pengamatan dilakukan di dua jalur yaitu jalur utara dan selatan Gunung Cibodas. Pengamatan di selatan dimulai dari ujung barat sampai timur, sedangkan pengamatan di utara hanya dilakukan di ujung barat dan ujung timur saja. Hal ini dilakukan karena pada bagian utara Gunung Cibodas terdapat kegiatan penambangan batu gamping yang beresiko tinggi terhadap pengamatan. Jenis burung yang ditemukan di kawasan Gunung Cibodas dan sekitarnya disajikan pada tabel berikut (Tabel 2).

Tabel 2 Daftar jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya

No. Nama Lokal Nama Latin Famili

1 Kowak-malam kelabu Nycticorax nycticorax Ardeidae 2 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae

3 Gemak loreng Turnix suscitator Turnicidae

4 Ayam-hutan hijau Gallus varius Phasianidae

5 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae

6 Uncal Macropygia sp. Columbidae

7 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae 8 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Cuculidae

9 Kedasi hitam Surniculus lugubris Cuculidae

10 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae

11 Serak jawa Tyto alba Tytonidae

12 Celepuk reban Otus lempiji Strigidae

13 Walet sarang-putih Aerodramus fuciphagus Apodidae

14 Walet linchi Collocalia linchi Apodidae

15 Kapinis rumah Appus affinis Apodidae

16 Raja-udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae 17 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris Alcedinidae 18 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Alcedinidae 19 Layang-layang loreng Hirundo striolata Hirundinidae

20 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae

21 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 22 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae

23 Gelatik-batu kelabu Parus major Paridae

(21)

No. Nama Lokal Nama Latin Famili 26 Rametuk laut Gerygone sulphurea Silviidae 27 Cinenen pisang Orthotomus sutorius Silviidae

28 Cinenen jawa Orthotomus sepium Silviidae

29 Perenjak padi Prinia inornata Silviidae

30 Perenjak jawa Prinia familiaris Silviidae

31 Bentet kelabu Lanius schach Laniidae

32 Burung-madu sriganti Cyniris jugularis Nectariniidae

33 Cabai jawa Dicaeum trochileum Dicaeidae

34 Kacamata biasa Zosterops palpebrosus Zosteropidae 35 Bondol jawa Lonchura leucogastroides Ploceidae 36 Bondol peking Lonchura punctulata Ploceidae 37 Burung-gereja erasia Passer montanus Ploceidae

(22)

0

Gambar 5 Beberapa jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Merbah Cerukcuk; (b) Perenjak Jawa.

Hasil survey keragaman jenis burung menunjukan peningkatan jumlah jenis burung dari beberapa kali pengamatan dengan pengulangan dan tempat yang berbeda. Pertambahan jumlah jenis burung bisa dilihat pada grafik berikut (Gambar 6).

Gambar 6 Grafik pertambahan jenis burung.

(23)

jenis pada daftar ke-19 dan satu jenis pada daftar ke-21. Pada daftar ke-21 sampai dengan daftar ke-24 tidak ditemukan pertambahan jenis. Hal ini diduga karena jenis burung lainnya berada pada area yang tidak teramati, sehingga peluang untuk menemukan jenis burung lain masih sangat besar terutama di daerah yang tidak terjangkau pada saat penelitian dilaksanakan. Jenis burung lain yang ditemukan adalah dua jenis burung nocturnal yaitu celepuk reban (Otus lempiji) dan serak jawa (Tyto alba) serta lima jenis lain yaitu elang hitam (Ictinaetus malayensis), kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax), ayam-hutan hijau (Gallus varius), raja-udang meninting (Alcedo meninting), dan kareo padi (Amaurornis phoenicurus). Beberapa jenis tersebut ditemukan saat mengamati herpetofauna.

2. Mamalia

Pengamatan mamalia dilakukan dengan metode observasi secara langsung. Pengamatan dilakukan di empat jalur yang berbeda. Jalur tersebut dipilih berdasarkan kemudahan untuk menjangkau dan hasil survey sebelumnya ditemukan mamalia. Jalur pengamatan ditentukan berdasarkan hasil survey yang diduga merupakan jalur lintasan atau areal jelajah dimana terdapat tanda-tanda keberadaan mamalia. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, jenis mamalia yang ditemukan adalah 5 jenis. Pengamaatan yang dilakukan mengalami keterbatasan peralatan dan kendala berupa topografi Gunung Cibodas yang relatif sulit dijangkau, sehingga masih memungkinkan untuk menemukan jenis mamalia lainnya. Jenis mamalia yang ditemukan disajikan pada tabel berikut (Tabel 3).

Tabel 3 Jenis mamalia yang teramati di Gunung Cibodas

No. Nama Jenis Nama Latin Famili

1 Garangan Herpestes javanicus Herpestidae

2 Musang Paradoxurus hermaphrodites Viverridae

3 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis Cercopithecidae

4 Kelelawar Cynopterus sp. Pteropodidae

5 Bajing Callosciurus sp. Sciuridae

(24)

pada jalan setapak di bagian barat Gunung Cibodas. Garangan (Herpestes javanicus) ditemukan secara langsung di bagian timur dan barat Gunung Cibodas. Garangan terlihat berjalan melewati jalan setapak masuk ke semak-semak. Jenis mamalia yang diduga memiliki kelimpahan tinggi adalah kelelawar. Kelelawar yang teridentifikasi adalah kelelawar pemakan buah (Cynopterus sp.), dan diduga terdapat lebih dari satu jenis kelelawar di Gunung Cibodas. Spesimen yang diperoleh hanya mampu diidentifikasi sampai dengan genus. Jenis mamalia lain yang ditemukan adalah bajing (Callosciurus sp.). Bajing ditemukan di sisi selatan gunung bagian barat saat berjalan melewati dahan pohon. Bajing dikenali melalui bentuk ekor yang terlihat menyerupai sikat.

(a) (b)

Gambar 7 Mamalia yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Kelelawar; (b) Monyet ekor panjang.

3. Herpetofauna

(25)

Jenis herpetofauna yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya adalah 20 jenis dari 12 famili. Total waktu pengamatan sekitar 19 jam yang dilakukan pada waktu malam, pagi, dan siang hari. Adapun jenis-jenis herpetofauna yang ditemukan disajikan pada tabel berikut (Tabel 4).

Tabel 4 Daftar jenis herpetofauna yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya

No. Nama Indonesia Nama Jenis Famili

1 Bangkong sungai Bufo asper Bufonidae

2 Bangkong kolong Bufo melanostictus Bufonidae

3 Bangkong hutan Bufo biporcatus Bufonidae

4 Percil jawa Microhyla achatina Microhylidae

5 Kongkang kolam Rana chalconota Ranidae

6 Kongkang jangkrik Rana nicobariensis Ranidae

7 Katak sawah Fejervarya cancrivora Ranidae

8 Katak tegalan Fejervarya limnocharis Ranidae 9 Bancet rawa sumatera Occidozyga sumatrana Dicroglosidae 10 Katak pohon bergaris Polypedates leucomystax Rhacophoridae 11 Cecak batu Cyrtodactylus cf. fumosus Gekkonidae 12 Cecak kayu Hemidactylus frenatus Gekkonidae

13 Tokek rumah Gekko gecko Gekkonidae

14 Kadal kebun Mabuya multifasciata Scincidae

15 Cicak terbang Draco vollans Agamidae

16 Bunglon Bronchocela jubata Agamidae

17 Ular hijau ekor merah Trimeresurus albolabris Viperidae 18 Ular tanah Calloselasma rhodostoma Viperidae

19 Ular pucuk Ahaetulla prasina Colubridae

20 Ular lidah api Dendrelaphis pictus Colubridae

(26)

bebatuan di atas genangan, bertengger di ranting tumbuhan rimbun di sekitar kolam air, dan dijumpai pula di daratan dekat sumber air. Dua spesies lainnya yaitu kongkang jangkrik (Rana nicobariensis) dan percil jawa (Microhyla achatina ) ditemukan diantara rerumputan. Kongkang jangkrik berada di daratan yang tersembunyi di sekitar genangan air, sedangkan percil jawa tersembunyi diantara rerumputan dan serasah di tepi kolam dan aliran air.

Kelompok Bufonidae yang ditemukan adalah bangkong sungai (Bufo asper), bangkong kolong (Bufo melanostictus), dan bangkong hutan (Bufo biporcatus). Tiga jenis ini lebih sering dijumpai di daerah kering atau di sekitar genangan air yang relatif dangkal. Bangkong sungai hanya ditemukan satu individu di sekitar genangan air pada lahan pertanian. Bangkong kolong ditemukan di tegalan yang kering dan sekitar area pertanian masyarakat, sedangkan bangkong hutan ditemukan di areal yang becek di sekitar lahan pertanian.

(a) (b)

Gambar 8 Beberapa jenis katak yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Rana chalconota (b) Fejervarya limnocharis.

(27)

Herpetofauna lain yang teramati adalah bunglon (Bronchocela jubata), kadal kebun (Mabuya multifasciata), dan cicak terbang (Draco vollans).Bunglon teramati ketika berburu serangga di ranting tumbuhan dan cicak terbang teramati sedang berjalan naik pada batang pohon. Kadal kebun ditemukan sebanyak 11 individu di dua lokasi berbeda. Lokasi ditemukannya kadal kebun adalah areal sekitar pertambangan dan di sekitar tebing di bagian barat Gunung Cibodas.

(a) (b)

Foto oleh: Wibowo A. Djatmiko

Gambar 9 Tokek rumah dan kelompok telur pada celah tebing batu gamping (a) Tokek (Gekko gecko); (b) Kelompok telur.

(28)

(a) (b) (c)

Gambar 10 Ular yang ditemukan di kawasan Gunung Cibodas (a) T. Albolabris; (b) D. Pictus; (c) C. Rhodostoma.

5.1.2 Potensi unsur fisik

a. Goa

(29)

keberadaan goa-goa yang ada di Gunung Cibodas. Goa-goa yang ditemukan pada saat penelitian disajikan pada tabel berikut (Tabel 5).

Tabel 5 Daftar goa yang ditemukan di Gunung Cibodas

No. Nama goa Koordinat Keterangan

1 Sipeso* E 106

S 06033’7,992” Penghasil sarang burung walet

12 Sibeusi 2 E 106

041’0,708”

S 06033’7,992” Penghasil sarang burung walet 13 Siwandra* E 106

S 06033’8,676” Goa penghasil sarang walet terbesar 15 Sibetot

E 106040’25,704”

S 06033’2,134” Goa vertikal penghasil sarang burung walet

(30)

Beberapa goa yang telah ditelusuri adalah goa Sipeso, Simusola, Sinawing, Sipanjang, Siwulung, Sigodawang, Sidempet, Sibeusi 1, dan Siwandra. Goa ini merupakan goa yang memiliki lorong vertikal kecuali goa Sipanjang yang didominasi lorong horizontal. Goa-goa yang ditemukan berada pada lokasi di sekitar punggungan atau bagian tengah Gunung Cibodas sehingga goa-goa tersebut relatif sulit dijangkau karena harus mendaki terlebih dahulu.

(a) (b)

Foto oleh: Lawalata IPB

Gambar 11 Goa dengan lorong vertikal (a) Goa Sinawing; (b) Goa Sigodawang.

Kegiatan penelusuran goa yang dilakukan oleh para pecinta alam umumnya adalah kegiatan petualangan atau olah raga minat khusus, namun ada pula kegiatan ilmiah yang berhubungan dengan penelitian goa maupun lingkungan goa atau dikenal dengan kegiatan speleologi. Speleologi merupakan ilmu yang mempelajari lingkungan goa, baik yang mencakup aspek fisik maupun biologis (Moore 1928 diacu dalam Haryono 2008).

(a) (b)

Foto oleh: Lawalata IPB

(31)

Pecinta alam yang sering berkunjung ke Gunung Cibodas untuk melakukan kegiatan penelusuran goa adalah Lawalata IPB. Penelusuran goa biasanya dilakukan pada akhir pekan ataupun pada hari libur kuliah. Kelompok pecinta alam lain yang berkunjung ke Gunung Cibodas dengan tujuan penelusuran goa adalah pecinta alam yang berasal dari Jakarta. Salah satu anggota Lawalata IPB menuturkan bahwa Gunung Cibodas memiliki potensi yang besar untuk pengembangan olah raga minat khusus ataupun wisata berupa penelusuran goa, panjat tebing, dan treking. Pada saat ini, keberadaan goa-goa di Gunung Cibodas terancam akibat adanya kegiatan pertambangan yang menggunakan bahan peledak.

b. Tebing

(32)

yang bersarang pada celah-celah jalur tersebut. Jalur Kambing merupakan jalur yang biasa dipanjat dengan tujuan melatih ketahanan dan kekuatan pemanjat (endurance) setelah melakukan pemanasan di jalur tangga atau jalur putih. Pada saat sebuah jalur dibuat, seorang pemanjat berjanji akan menyembelih kambing untuk perayaan keberhasilannya. Peristiwa ini membuat jalur tersebut diberi nama Jalur Kambing. Jalur yang dianggap tersulit untuk dilalui adalah Jalur Intifada dan Jalur One Moment of Time.

Gambar 13 Kegiatan panjat tebing di Gunung Cibodas.

Para pemanjat tebing yang datang ke tebing Gunung Cibodas kebanyakan adalah pecinta alam yang berasal dari Jabodetabek. Mereka biasanya datang pada akhir pekan atau saat hari libur. Tebing Gunung Cibodas banyak dikunjungi karena lokasinya yang relatif dekat serta mudah dijangkau, selain itu di beberapa lokasi lain tidak ditemukan tebing alam seperti di Jakarta, Depok, Tangerang, maupun Bekasi. Tebing ini juga digunakan oleh TNI pada saat pendidikan dan latihan. Pemanjat tebing yang hampir setiap minggu datang adalah mereka yang berasal dari organisasi Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Dalam satu akhir pekan setidaknya ada satu kelompok yang datang untuk melakukan kegiatan panjat tebing. Areal pemanjatan akan semakin ramai pada hari libur kuliah atau ketika organisasi pecinta alam melakukan kegiatan pendidikan dan latihan penerimaan anggota baru untuk divisi panjat tebing (rock climbing).

c. Air

(33)

mengakibatkan batu gamping memiliki terowongan panjang yang bisa dilalui air sehingga membentuk aliran bawah tanah atau sungai bawah tanah. Sungai yang akhirnya menembus batu gamping dan keluar dari batuan karst membuatnya menjadi mata air karst (KLH 2009). Mata air karst dari Gunung Cibodas ditemukan di sisi utara bagian barat , tepatnya pada titik koordinat S 06033’05,2” dan E 106041’24,4”. Mata air tersebut dikenal oleh penduduk setempat dengan nama mata air Cipanas. Mata air Cipanas merupakan aliran sungai bawah tanah yang keluar dari celah-celah batu karst di sekitar areal penambangan batu gamping. Air yang keluar mengalir melewati parit kecil dan terhubung dengan Sungai Cikarang menuju Sungai Cisadane. Para penambang batu gamping sering menggunakan air untuk membersihkan badan dan peralatan yang digunakan untuk menggali batu gamping.

Menurut penuturan warga setempat, mata air ini tidak pernah kering sekalipun pada saat musim kemarau. Mata air Cipanas memiliki peranan yang penting bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat Kampung Mekarjaya yang tinggal berdekatan dengan mata air tersebut. Mata air ini dimanfaatkan untuk kegiatan mandi, mencuci, dan kebutuhan rumah tangga. Masyarakat tidak menggunakan air tersebut untuk minum karena air yang keluar mengandung zat kapur. Hasil kajian tim Lawalata IPB menunjukkan mata air Cipanas memiliki kandungan alkalinitas sebesar 500 mg/l dan kesadahan sebesar 200 mg/l. Kondisi air ini mengakibatkan mata air Cipanas tidak layak dikonsumsi.

Gambar 14 Pemanfaatan air oleh masyarakat.

(34)

melalui pipa dan ditampung pada sebuah bak besar di Kampung Mekarjaya. Bak air berukuran 3x3 meter dan tinggi 1 meter. Bak memiliki tempat untuk mandi dan mencuci yang ditutupi oleh tembok setinggi 1,5 meter. Salah satu sudut bak dilubangi agar air bisa keluar ketika bak sudah terpenuhi air. Ada juga lubang yang dihubungkan dengan pipa menuju mushola dan beberapa rumah warga. Warga setempat pada umumnya lebih memilih langsung menggunakan air dari bak tersebut karena harus mengeluarkan biaya jika memasang pipa menuju rumah. Setiap pagi dan sore, masyarakat datang bergantian untuk mandi, mencuci pakaian, dan mencuci peralatan rumah tangga.

Gambar 15 Bak penampungan air Cipanas.

d. Batu gamping

(35)

Kawasan karst sangat potensial dengan kandungan batu gamping (kapur) yang bisa diolah menjadi bahan tambang seperti marmer, bahan baku semen, dan lainnya. Berdasarkan penuturan penambang batu gamping, kegiatan pertambangan batu gamping di Gunung Cibodas sudah dimulai sejak tahun 1950-an, saat itu masyarakat menggunakan alat sederhana untuk melakukan penambangan. Penggunaan alat berat dan bahan peledak dilakukan ketika adanya perusahaan asing yang melakukan pengambilan batu gamping dengan skala yang lebih besar. Saat ini perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi, namun penggunaan bahan peledak masih terus berlangsung. Teknik penggalian dengan menggunakan bahan peledak ditiru oleh para penambang lokal yang dahulu hanya menggunakan alat sederhana seperti palu ukuran besar, “pencos” (pasak), dan linggis.

(a) (b)

Gambar 16 Pemanfaatan batu gamping sebagai bahan tambang (a) Pengangkutan batu gamping; (b) Pembakaran batu gamping.

(36)

tembok digunakan untuk membuat batako, sedangkan kapur sirih digunakan untuk mengecat dinding. Kapur olahan ini dijual kepada para pelanggan yang sudah biasa membeli ataupun pembeli lain yang datang setelah memesan sebelumnya.

5.2 Nilai Guna Ekosistem Karst Gunung Cibodas 5.2.1 Nilai unsur biologi

a. Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat terdiri dari pemanfaatan sayuran, pakan ternak dan kayu bakar. Penilaian tumbuhan yang dilakukan terdiri dari penilaian kayu bakar dan pakan ternak. Pemanfaatan sayuran belum bisa dinilai karena keterbatasan informasi yang diperoleh.

Gunung Cibodas ditumbuhi dengan tumbuhan yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dalam penelitian tidak diamati jenis yang dimanfaatkan untuk pakan ternak, namun masyarakat menuturkan bahwa jenis yang sering diambil untuk pakan ternak adalah kihandra (Calliandra calothyrsus) dan macam-macam jenis rumput. Contoh jenis yang dimanfaatkan untuk pakan ternak di Kecamatan Nglipar Gunung Kidul adalah rumput gajah, daun mahoni muda, daun turi, kolonjo, dan rumput liar (Nurfatriani 2005). Menurut penuturan masyarakat, jumlah pakan ternak di Gunung Cibodas bisa dikumpulkan sebanyak dua karung dalam satu kali pengambilan. Waktu rata-rata yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut sekitar dua jam, sehingga pengumpul pakan ternak membutuhkan satu jam untuk satu karung pakan ternak. Intensitas pengambilan pakan ternak dalam satu minggu mencapai tiga kali pengambilan. Jumlah pemilik ternak di Kampung Bubulak adalah empat orang. Apabila diasumsikan pengambilan dilakukan dengan intensitas yang tetap, maka dalam satu tahun jumlah pakan ternak yang bisa dikumpulkan adalah 1.248 karung yang dikumpulkan selama 1.248 jam. Nilai pakan ternak diduga dengan metode nilai substitusi tidak langsung berupa nilai upah buruh. Upah buruh di Kampung Bubulak adalah sebesar Rp 25.000 dengan waktu kerja efektif sekitar enam jam. Nilai upah buruh berarti setara dengan Rp 4.200 per jam. Berdasarkan pendekatan ini, nilai pakan ternak dari Gunung Cibodas adalah Rp 5.241.600 per tahun.

(37)

bakar adalah kihandra (Calliandra calothyrsus) dan totoropongan (Cecropia umbellata). Penilaian kayu bakar yang dilakukan di Kampung Bubulak karena berdasarkan informasi yang diperoleh, masyarakat yang tinggal di sebelah selatan Gunung Cibodas banyak yang melakukan pengambilan kayu kayu bakar. Pemanfaat kayu bakar di kampung tersebut berasal dari RT 01 dan RT 02 yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Cibodas dibanding tiga RT lainnya. Jumlah rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar adalah sebanyak 41 KK. Jumlah rumah tangga pengguna kayu bakar terdiri dari 10 KK dari RT 01, 15 KK dari RT 02, 9 KK dari RT 03, dan 7 KK dari RT 04. Hal ini berbeda dengan warga RT 05 yang seluruhnya menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar rumah tangga. Jumlah rumah tangga yang memanfaatkan kayu bakar dari Gunung Cibodas adalah 34 rumah tangga, sedangkan 7 rumah tangga lainnya memanfaatkan kayu bakar dari kebun milik sendiri atau membeli dari warga RT 01 dan RT 02 yang mengambil kayu bakar dari Gunung Cibodas. Pemanfaatan kayu bakar juga dilakukan masyarakat yang berasal dari kampung lainnya, yaitu Kampung Jatake, Kampung Mekarjaya, dan kampung lainnya di sekitar Gunung Cibodas. Pemilihan Kampung Bubulak sebagai objek penilaian kayu bakar didasarkan pada informasi bahwa jumlah pengambil kayu bakar dari kampung ini lebih banyak dari pada kampung lainnya.

(38)

Nilai guna tumbuhan diperoleh dari pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak. Nilai pemanfaatan dari sayuran tidak bisa dijumlahkan karena kesulitan untuk menduga nilai tersebut. Nilai tumbuhan yang dimanfaatkan adalah Rp 86.121.600 per tahun yang berasal dari pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak.

b. Satwa

Pemanfaatan satwa yang dilakukan masyarakat disekitar Gunung Cibodas masih terbatas. Menurut penuturan masyarakat setempat, satwa yang biasa dimanfaatkan adalah burung. Jenis burung yang diambil adalah ayam-hutan hijau (Gallus varius) dan poksai (Garrulax rufrifrons). Saat ini pengambilan burung sudah tidak dilakukan, masyarakat menganggap populasi burung sudah menurun dan jenis yang ditangkap sudah jarang ditemukan di Gunung Cibodas. Kelangkaan beberapa jenis burung bisa terjadi karena tingginya intensitas pengambilan ataupun terganggunya habitat dari satwa tersebut. Pengambilan satwa yang saat ini dilakukan masyarakat adalah pengambilan kelelawar.

Pengambilan kelelawar dilakukan pada sore hari hingga malam hari yang berasal dari goa-goa di Gunung Cibodas. Goa yang sering diambil kelelawarnya adalah Goa Simanggir dan Goa Sigajah. Berdasarkan pemaparan pemburu kelelawar, jumlah kelelawar yang tertangkap bisa mencapai 200 ekor dalam satu kali perburuan. Alat yang digunakan berupa jaring yang diikat pada dua batang bambu kecil dan dipasangkan di mulut goa. Perburuan kelelawar dimulai sekitar pukul 17.00 WIB dan berakhir pada pukul 20.00 WIB.

(39)

Kegiatan pengambilan kelelawar di Gunung Cibodas hanya dilakukan oleh satu kelompok pemburu yang berasal dari Kampung Tegalwaru. Pemburu hanya melakukan pengambilan ketika ada pesanan atau permintaan dari pedagang di pasar, namun pengambilan kelelawar biasanya dilakukan satu kali dalam dua bulan. Salah satu pemburu kelelawar menyebutkan bahwa jumlah kelelawar yang tertangkap dalam satu kali pengambilan rata-rata sekitar 70 ekor. Kelelawar dijual dengan harga Rp 3.000 per ekor. Jumlah kelelawar yang tertangkap bisa mencapai 200 ekor, dan jika kurang beruntung hanya sekitar 30 ekor yang tertangkap. Apabila kelelawar yang tertangkap tidak terjual, maka kelelawar akan dikonsumsi. Jika diasumsikan pengambilan kelelawar dilakukan dengan intensitas dan jumlah tangkapan yang tetap, maka hasil yang bisa diperoleh adalah Rp 1.260.000 per tahun. Nilai ini merupakan perkiraan dari nilai kelelawar yang ditangkap di goa-goa di Gunung Cibodas. Intensitas pengambilan kelelawar bisa bertambah ataupun berkurang, sehingga kelelawar memiliki nilai potensial yang lebih tinggi atau rendah dari nilai pemanfaatan saat penelitian berlangsung.

5.2.2 Nilai unsur fisik

a. Goa

Penialaian goa hanya dilakukan pada pemanfaatan sebagai sarana olahraga penelusuran goa dengan menggunakan metode biaya perjalanan (travel cost methode). Biaya perjalanan yang dihitung meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi, dan kebutuhan lain yang digunakan selama kegiatan penelusuran goa serta kesediaan penelusur goa untuk mengeluarkan sumbangan atas jasa lingkungan yang diperoleh dari goa tersebut. Jumlah penelusur goa yang ditemui adalah sebanyak 21 orang. Penelusur goa adalah anggota pecinta alam Lawalata IPB sebanyak 15 orang dan 6 orang pecinta alam yang berasal dari Jakarta.

(40)

dikeluarkan penelusur goa untuk melakukan kegiatan penelusuran rata-rata adalah Rp 17.500 dari biaya pembelian baterai. Biaya perjalanan penelusur goa adalah Rp 31.000 hingga Rp. 100.000 tergantung dari jarak tempat tinggal dari Gunung Cibodas. Berdasarkan hasil perhitungan dari 21 orang narasumber, nilai goa di Gunung Cibodas adalah Rp 4.426.000 per tahun. Intensitas kunjungan yang berbeda dalam satu tahun akan menyebabkan nilai yang berbeda pula untuk setiap pengunjung. Hal yang mempengaruhi intensitas kunjungan mahasiswa pecinta alam untuk melakukan penelusuran goa adalah waktu libur kuliah. Semakin banyak libur maka bisa diasumsikan akan semakin banyak pula kunjungan mahasiswa yang melakukan kegiatan penelusuran goa di Gunung Cibodas.

b. Tebing

Gunung Cibodas memiliki tebing baik yang sudah dimanfaatkan maupun tebing yang potensial untuk sarana olahraga panjat tebing. Tebing yang dinilai adalah tebing yang saat ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga panjat tebing. Penilaian tebing dilakukan menggunakan metode biaya perjalanan. Informasi biaya diperoleh dari wawancara dengan pengunjung yang merupakan pemanjat tebing di Gunung Cibodas. Berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah pengunjung tebing berkisar antara empat sampai lima puluh orang per minggu. Dalam satu bulan, jumlah pemanjat tebing yang datang berkisar antara 30-100 orang. Pada bulan-bulan tertentu jumlah pengunjung yang datang bisa mencapai 150 orang per bulan. Peningkatan jumlah tersebut biasanya terjadi pada bulan Juni hingga Agustus, karena merupakan waktu libur panjang masa kuliah dan waktu para pecinta alam melakukan latihan untuk anggota baru. Berdasarkan pendekatan tersebut, jumlah pengunjung tebing berkisar antara 720-1.350 orang per tahun. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh perbedaan intensitas kunjungan.

(41)

jumlah pengunjung tetap untuk setiap kunjungan dalam satu tahun. Biaya perjalanan satu kali kunjungan yaitu Rp 20.000 sampai Rp 170.000 tergantung dari biaya transportasi dan biaya lain yang dikeluarkan. Hal ini terkait dengan waktu dan jarak yang ditempuh dari tempat masing-masing. Intensitas kunjungan pemanjat tebing adalah 1 sampai 36 kali kunjungan per tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung yang ditemui, nilai guna tebing sebagai sarana olahraga minat khusus sebesar Rp 30.317.000 per tahun. Nilai ini hanya berlaku bagi pemanjat tebing yang dijumpai pada saat penelitian. Jumlah pemanjat tebing yang datang bisa saja mengalami perubahan baik jumlah tim maupun intensitas kunjungannya. Hal yang mempengaruhi intensitas kunjungan yaitu intensitas libur perkuliahan. Banyaknya waktu libur kuliah memungkinkan intensitas kunjungan semakin tinggi, dan apabila waktu liburan semakin panjang maka waktu kunjungan kemungkinan semakin lama yang mengakibatkan biaya kunjungan semakin tinggi.

c. Air

Air memiliki manfaat yang luas, mulai dari hulu hingga ke bagian hilir. Masyarakat yang tinggal di sekitar aliran air biasanya mendapatkan manfaat dari keberadaan air tesebut. Penilaian air hanya dilakukan di Kampung Mekarjaya yang berada dekat dengan mata air Cipanas, sehingga nilai air yang diperoleh hanya berdasarkan pemanfaatan di kampung tersebut. Nilai air diduga dengan menggunakan metode kontingensi yaitu kesediaan membayar dari masyarakat Kampung Mekarjaya yang memanfaatkan air. Teknik yang digunakan adalah melalui wawancara dengan pengguna air tersebut. Jumlah rumah tangga yang memanfaatkan air dari mata air Cipanas saat melakukan penelitian adalah sebanyak 18 kepala keluarga. Jumlah pengguna air Cipanas akan bertambah jika terjadi kemarau karena saat kemarau sumur-sumur yang ada dibeberapa rumah mengalami kekeringan.

(42)

tahun. Air tersebut dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga seperti mandi, mencuci, dan kakus. Jumlah konsumsi air tersebut diasumsikan sama dengan konsumsi air di Kampung Mekarjaya, asumsi ini digunakan karena hasil wawancara yang dilakukan tidak bisa memperoleh data jumlah air yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Narasumber tidak bisa memberikan informasi jumlah air yang dipakai dalam satuan pemakaian tertentu, misalnya jumlah air dalam satuan kubik atau liter. Berdasarkan asumsi tersebut diperoleh nilai air di Kampung Mekarjaya adalah Rp 100 per kubik. Jumlah pemanfaat air oleh 18 rumah tangga pada saat penelitian dilaksanakan adalah 7.920 kubik per tahun. Nilai air di Kampung Mekarjaya diperoleh dengan mengalikan jumlah pemanfaatan air dengan harga air per kubik, sehingga diperoleh nilai air sebesar Rp 792.000 per tahun. Nilai ini tentunya bukan merupakan nilai yang sesungguhnya karena pengguna air pada musim kemarau belum termasuk narasumber.

d. Batu gamping

Gunung Cibodas merupakan salah satu penyusun formasi karst di Indonesia, luas singkapan batu gamping Indonesia mencapai 154.000 km2. Ketebalan rata-rata batu gamping di Indonesia adalah 100 m dan berat jenis 2,5 ton/m3. Berdasarkan nilai ini, Indonesia memiliki cadangan batu gamping sebanyak 39 trilyun ton (Surono et al. 1999 diacu dalam Samodra 2001). Gunung Cibodas memiliki luas singkapan 125,1 ha atau sekitar 1,251 km2.Cadangan batu gamping Gunung Cibodas belum bisa diketahui karena keterbatasan informasi mengenai ketebalan rata-rata batu gamping di gunung tersebut.

(43)

22 tobong, namun hanya 20 yang beroperasi. Berdasarkan penuturan para pemilik tobong, kapasitas tobong bervariasi mulai dari 24 kubik (8 pick up) sampai dengan 51 kubik (17 pick up). Ukuran tobong rata adalah 36 kubik dan rata-rata intensitas pembakaran batu gamping yang dilakukan pemilik tobong adalah 5 kali per bulan. Jumlah batu gamping rata-rata yang diambil dari Gunung Cibodas adalah 3.252 kubik per bulan. Apabila kondisi ini diasumsikan tetap, jumlah batu gamping yang diambil adalah sebanyak 39.024 kubik per tahun. Berdasarkan jumlah tersebut, nilai pemanfaatan batu gamping adalah Rp 975.600.000 per tahun. Jumlah batu gamping yang dibakar terkadang kurang bahkan dari kapasitas tungku pembakaran karena lambatnya pasokan batu gamping yang diambil para penambang.

5.2.3 Nilai total ekosistem Karst Gunung Cibodas

Nilai guna merupakan salah satu komponen nilai ekonomi total dari suatu sumberdaya alam. Nilai guna yang dihitung dari ekosistem Karst Gunung Cibodas adalah nilai guna langsung yang diperoleh dari pemanfaatan unsur biofisik yang diidentifikasi. Hasil pendugaan nilai guna langsung ekosistem Karst Gunung Cibodas dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 6).

Tabel 6 Nilai pemanfaatan unsur biofisik ekosistem Karst Gunung Cibodas No. Unsur biofisik Pemanfaatan Nilai per tahun (Rp)

1 Tumbuhan Kayu bakar dan pakan ternak 86.121.600

2 Satwa Kelelawar 1.260.000

3 Goa Wisata penelusuran goa 4.426.000

4 Tebing Wisata panjat tebing 30.317.000

5 Mata air Sumber air rumah tangga 792.000

6 Batu gamping Bahan pertambangan 975.600.000

Total 1.098.516.600

(44)

batu gamping hanya untuk jangka waktu tertentu yang berarti nilai ini akan habis serta menyebabkan hilangnya Gunung Cibodas dan hilang pula nilai yang lain. Pemanfaatan unsur non-tambang secara lestari akan mempertahankan keberadaan dan keberlanjutan nilai dari Gunung Cibodas. Menurut penuturan para pemanjat tebing, kegiatan penambangan batu gamping yang dilakukan di Gunung Cibodas mengancam kelestarian tebing. Pengambilan batu gamping bisa menghilangkan tebing panjat dan membahayakan pemanjat tebing saat melakukan pemanjatan. Kondisi ini terlihat nyata di lapangan dari menipisnya tebing. Kondisi serupa juga terjadi pada goa-goa di Gunung Cibodas. Lorong-lorong goa terlihat pada dinding batu gamping yang terus digali dan berakibat pada rusak dan hilangnya goa di Gunung Cibodas. Kerusakan goa akan menyebabkan perubahan mikro-klimat di dalam goa yang berpengaruh buruk bagi biota goa, hilangnya goa akan mengakibatkan hilangnya habitat walet dan kelelawar goa yang mengancam kelestarian serta manfaat ekonomi dari satwa tersebut (KLH 2009). Masyarakat setempat juga memaparkan kejadian longsor di Gunung Cibodas yang terjadi akibat pengambilan batu gamping. Mata air Cipanas merupakan mata air karst yang juga akan rusak jika batu gamping yang membentuk ekosistem karst tersebut hilang. Menurut KLH (2009), kegiatan pengambilan batu gamping pada ekosistem karst akan menyebabkan rusaknya tata air dan kelestarian keanekaragaman hayati pada ekosistem karst. Kawasan yang berfungsi sebagai penyimpan dan penyalur air akan hilang. Hilangnya mata air Cipanas akan berakibat pada hilangnya sumber air bagi masyarakat Kampung Mekarjaya dan sekitarnya yang memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan air rumahtangga. Merurut Noerjito (2006), alih fungsi sebagian lahan Gunung Cibodas menjadi tempat penggalian batu gamping memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekosistem tersebut. Berbagai jenis satwa akan hilang karena habitat yang terdapat di gunung tersebut rusak akibat eksploitasi batu gamping. Satwa dan tumbuhan yang terdapat di Gunung Cibodas memiliki nilai potensial lebih tinggi dari nilai batu gamping.

5.2.4 Nilai potensial Gunung Cibodas

(45)

melakukan pengambilan kayu bakar, apabila penilaian dilakukan di seluruh kampung tentu saja nilai tumbuhan yang diperoleh akan lebih besar. Pemanfaatan kayu bakar juga dilakukan oleh masyarakat Kampung Jatake, Kampung Tegal, Kampung Mekarjaya, Kampung Padatimondok, dan kampung lainnya di sekitar Gunung Cibodas. Apabila jumlah pemanfaatan kayu bakar di setiap kampung sama dengan 20% dari pemanfaatan kayu bakar di Kampung Bubulak, maka nilai pemanfaatannya sebesar Rp 64.704.000. Nilai kayu bakar di Kampung Bubulak adalah Rp 80.880.000 per tahun, sehingga nilai potensial seluruh pemanfaatan kayu bakar mencapai Rp 145.584.000 per tahun.

(46)

sarang burung walet dilakukan satu kali dalam empat bulan dengan memperhatikan siklus regenerasinya, maka nilai sarang walet di Gunung Cibodas bisa mencapai Rp 94.500.000 per tahun.

Gambar 18 Sarang dan telur walet sarang putih yang ditemukan di Goa Sidempet.

Kelelawar goa merupakan satwa penghasil guano (tumpukan kotoran kelelawar) yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Pemanfaatan guano di Gunung Cibodas teridentifkasi dari bekas penggalian pada lantai Goa Sipanjang dan Goa Siwandra serta informasi dari masayarakat setempat. Pemanfaatan ini belum bisa dinilai karena keterbatasan informasi. Harga jual guano di pasar mulai dari Rp 1.000 – Rp 7.500 per kilogram. Menurut pemaparan penjual pupuk guano, efisensi satu kilogram pupuk guano setara dengan tiga puluh kilogram kotoran kambing atau dua puluh kilogram kotoran sapi atau setara dengan sepuluh kilogram kotoran kuda. Apabila jumlah guano yang terdapat di seluruh goa diketahui, maka nilai potensial guano bisa diduga. Kelelawar dan walet hanya sebagian kecil satwa yang bisa diduga nilainya, apabila seluruh satwa yang teridentifkasi diketahui nilainya, nilai yang diperoleh bisa jadi lebih besar dari nilai pemanfaatan batu gamping. Contoh lain adalah monyet ekor panjang yang berusia dua sampai tiga tahun dijual dengan harga Rp 250.000 di online pet shop

(47)

Burung-burung yang ditemukan bisa diperoleh nilainya berdasarkan harga pasar, namun penilaian tidak bisa dilakukan karena kesulitan menduga populasi setiap burung yang ditemukan. Beberapa jenis burung di Gunung Cibodas dijual di Pasar Ciampea. Menurut pedagang burung, jenis burung yang diambil dari alam biasanya jarang diperdagangkan, burung yang banyak diminati pembeli biasanya burung hasil budidaya yang sudah dewasa, memiliki penampilan bagus, dan kicauan yang merdu. Jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas dan dijual di Pasar Ciampea tercantum dalam tabel berikut (Tabel 7).

Tabel 7 Daftar harga burung di Pasar Ciampea

No. Jenis Burung Harga Jual (Rp) Harga Beli (Rp)

Nilai burung bisa didekati berdasarkan harga jual setiap jenis burung dikalikan dengan populasi setiap jenis. Apabila populasi seluruh jenis burung diketahui, maka nilai burung bisa diduga.

(48)

Manfaat dari unsur biofisik Gunung Cibodas belum teridentifikasi seluruhnya, sehingga masih banyak nilai potensial yang belum terungkap. Nilai potensial yang bisa terduga dari beberapa unsur yang telah dijelaskan bisa dilihat pada tabel berikut (Tabel 8).

Tabel 8 Pendugaan nilai potensial Gunung Cibodas

No. Unsur biofisik Nilai (Rp) Keterangan

1 Kayu bakar 145.584.000 Diduga dari empat kampung 2 Sarang walet 94.500.000 Pemanenan 3x per tahun 3 Pupuk guano/kotoran kelelawar 1.000 - 7.500 Harga per kilogram 4 Monyet ekor panjang 15.225.000 Asumsi harga di pet shop 5 Burung 1.500 - 30.000 Harga per individu

6 Air 75.686.400 Nilai debit air per tahun

7 Tebing 150-300 juta/thn Asumsi seluruh populasi 8 Herpetofauna Tidak diketahui Tidak ada data

9 Satwa lain (invertebrata, dll) Tidak diketahui Tidak ada data 10 Tumbuhan obat Tidak diketahui Tidak ada data

Nilai potensial Gunung Cibodas terdiri dari kayu bakar, sarang walet, satwa (monyet), air, dan tebing (300 juta/thn) dengan nilai Rp 630.995.400 per tahun, atau sekitar lima kali lipat dari nilai aktual yaitu Rp 122.916.600 yang dihitung tanpa nilai batu gamping. Nilai potensial ini belum termasuk nilai unsur biologi dan fisik lain yang belum dikuantifikasi nilainya.

5.3 Pengelolaan Gunung Cibodas

Gunung Cibodas merupakan kawasan Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang ditetapkan sebagai Hutan Produksi Kelas Perusahaan Meranti Jangka 2005-2014 berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 143/Kpts/DJ/I/1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Khusus Kelas Perusahaan Tebang Habis Jati serta Petunjuk Kerja Inventarisasi Sumberdaya Hutan Khusus Kelas Perusahaan Meranti yang diterbitkan Biro Perencanaan dan Pengembangan PT. Perhutani Unit III Jawa Barat dan Bogor Tahun 2001 (Perhutani 2004).

(49)

tersusun oleh formasi batu gamping bersolum tipis (Soemarno et al 2006) dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian, Gunung Cibodas memiliki potensi sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati yang akan memberikan manfaat jika dikelola dengan baik.

Pada masa yang akan datang jasa lingkungan menjadi kebutuhan yang penting dan memiliki nilai yang tinggi. Pemanfaatan di masa yang akan datang menjadikan Gunung Cibodas memiliki nilai pilihan yang belum bisa dikuantifikasi untuk saat ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, unsur fisik dan biologi yang terdapat pada ekosistem ini memberikan manfaat nyata baik bagi masyarakat setempat maupun stakeholders lainnya. Fungsi penyimpanan dan penyalur air dari ekosistem Karst Gunung Cibodas sangat dirasakan masyarakat. Kekeringan dan krisis air yang terjadi bisa diminimalisir dengan mempertahankan jasa lingkungan yang diperoleh dari fungsi ekosistem ini. Kemarau dan krisis air bersih yang terjadi pada tahun 2011 di Kabupaten Bogor menjadikan air memiliki nilai yang sangat tinggi. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor harus mengeluarkan biaya hingga Rp 50.000 per minggu untuk biaya pembelian air (RadarBogor 2011). Harga air di daerah Jakarta bahkan mencapai Rp 50.000 - Rp 75.000 per kubik. Harga ini sepuluh kali lipat dari harga air PDAM di derah tersebut (HarianAnalisa 2011). Peristiwa tersebut menggambarkan betapa pentingnya sumber air bersih bagi kehidupan.

(50)

karena itu, pembuat keputusan sebaiknya bersikap bijaksana dan memikirkan kepentingan jangka panjang sehingga manfaat ekosistem ini bisa dirasakan sampai generasi selanjutnya. Pengelola hendaknya melakukan kegiatan yang bisa melestarikan ekosistem Gunung Cibodas baik hayati maupun nonhayati. Upaya-upaya yang disarankan untuk pelestarian tersebut antara lain :

1. Membatasi area untuk kegiatan pengambilan batu gamping.

2. Pengelolaan pemanfaatan satwa dan tumbuhan dengan memperhitungkan siklus regenerasinya.

3. Menunjuk lokasi khusus untuk pengambilan kayu bakar dan melakukan pelestarian jenis tumbuhan yang dimanfaatkan.

4. Mengatur jumlah tangkapan satwa (kelelawar) dalam jumlah tertentu. 5. Melakukan pemanenan sarang burung walet sesuai siklus

regenerasinya, yaitu tiga kali dalam satu tahun.

6. Melakukan pemanfaatan kotoran kelelawar (guano) sebagai pupuk organik.

7. Melestarikan sumber air dengan tidak melakukan penambangan batu gamping di sekitar mata air.

8. Mengembangkan wisata panjat tebing dan penelusuran goa.

Gambar

Tabel 1  Klasifikasi responden penerima manfaat Gunung Cibodas
Gambar 2  Lokasi Gunung Cibodas Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Tabel 2  Daftar jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas dan sekitarnya
Gambar 5  Beberapa jenis burung yang ditemukan di Gunung Cibodas (a) Merbah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan total flavonoid dan antosianin yang diberikan vinasse, baik melalui daun maupun tanah memberikan hasil yang tidak berbeda dengan tanpa pemberian vinasse

Susut volumetrik suatu tanah adalah “persentase pengurangan volume tanah terhadap volume kering tanah” apabila tanah pada suatu kadar air (dalam persen) tertentu berkurang

Penelitian mengenai penggunaan strategi inkuiri dalam pembelajaran fisika telah dilaporkan oleh banyak peneliti, di antaranya yaitu untuk mengatasi kesulitan belajar siswa

Dari hasil simulasi terlihat walaupun solusi bebasis algoritma konvensional memiliki tingkat overshoot yang rendah namun masih terjadi osilasi, sementara sistem berbasis

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian. Program Pendidikan

Penelitian tahan III yaitu pengujian sampel yang dilakukan setelah mendapatkan perlakuan peredaman rebusan kayu secang selama 10 menit dan dibiarkan terbuka pada

Selain itu UMKM Industri Batik harus meman- faatkan peluang untuk meraih potensi pasar yang lebih luas dan menjaga eksistensi UMKM dengan baik Untuk memanfaatkan

(i) Pada tanggal 31 Desember 2003, aktiva tetap milik Perusahaan dan CPJF dengan nilai buku Rp399,48 miliar digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman bank yang diperoleh Perusahaan