• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sapi pada umumnya dapat digunakan sebagai salah satu ternak penghasil daging. Sapi-sapi pedaging lokal sering digunakan sebagai bakalan dan bibit dalam usaha peternakan rakyat. Sapi PO merupakan bangsa sapi pedaging lokal yang banyak ditemui di Indonesia, termasuk di Kabupaten Rembang.

Sapi PO merupakan sapi yang berasal dari persilangan antara bangsa sapi Jawa (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) yang telah berlangsung cukup lama yakni sejak tahun 1908. Persilangan tersebut merupakan suatu ”Grading Up” yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat digunakan bagi keperluan tenaga tarik membantu petani mengolah tanah pertanian dan transportasi (Atmadilaga, 1979; Erlangga, 2009).

Menurut Sosroamidjojo dan Soeradji (1990) dan Natural Veterinary (2009), sapi PO berwarna putih, mempunyai perawakan yang besar, bergumba pada pundaknya dan mempunyai gelambir yang menjulur sepanjang garis bawah leher, dada sampai ke pusar. Secara komersial, sapi PO dapat dimanfaatkan sebagai ternak pedaging karena memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik dan mempunyai kemampuan konsumsi yang cukup tinggi terhadap hijauan serta mudah pemeliharaannya. Sapi PO termasuk tipe sapi pekerja yang baik, tenaganya kuat, tahan lapar dan haus, sabar serta dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana.

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sangat tergantung dari bangsa sapi. Pertambahan bobot badan harian sapi PO prasapih yang pernah dilaporkan adalah 0,62 kg dan lepas sapih 0,24 kg, untuk umur 4-12 bulan berkisar 0,34-0,37 kg, umur 13-24 bulan berkisar 0,31-0,40 kg, umur 2 tahun berkisar 0,44-0,98 kg, sapi Bali sebesar 0,35-0,5 kg dan sapi Brahman sebesar 0,91-1,36 kg (Astuti, 2003). Data tersebut menunjukkan bahwa sapi PO mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan ternak sapi lokal lainnya. Astuti (2003) menyatakan bahwa sapi PO tanggap terhadap perubahan maupun perbaikan pakan dengan menunjukkan PBBH yang berbeda-beda.

4 Performa Produksi

Performa seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh kumulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak tersebut sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak diukur dan diobservasi. Hardjosubroto (1990) dan Gunawan et al. (2008) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Menurut Otsuka et al. (1982) dan Tazkia (2008), penampilan seekor hewan adalah hasil dari proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam kehidupan hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda, karena pengaruh alam maupun lingkungan. Performa produksi ternak dapat dilihat dari bobot badan, ukuran tubuh dan laju pertumbuhan.

Bobot Badan dan Ukuran Tubuh

Bobot badan ternak berhubungan dengan pertumbuhan dan karkas yang dihasilkan, sedangkan bobot badan itu sendiri dipengaruhi sifat perdagingan, perlemakan, perototan, karkas, isi perut dan besarnya pertulangan kepala, kaki dan kulit. Umur dan jenis kelamin turut mempengaruhi bobot badan dan ukuran ternak. Bobot badan pada umumnya mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linear tubuh.

Peubah tubuh merupakan ukuran-ukuran yang dapat dilihat pada permukaan tubuh sapi, antara lain, tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980; Ningsih, 2011). Pengukuran peubah tubuh sering digunakan untuk mengestimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Zubaidah, 1984; Damayanti, 2003) dan seringkali dipakai sebagai peubah teknis penentu sapi bibit. Ukuran-ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994; Ningsih, 2011). Natasasmita dan Mudikdjo (1980) dan Hanibal (2008) menambahkan, bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus penduga bobot badan.

Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi (Kadarsih, 2003). Ukuran-ukuran linear tubuh merupakan suatu ukuran dari bagian tubuh ternak yang pertambahannya

5 satu sama lain saling berhubungan secara linear. Kadarsih (2003) menyatakan bahwa ukuran linear tubuh yang dapat dipakai dalam memprediksi bobot badan sapi antara lain panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada. Sementara itu, Williamson dan Payne (1986) dan Handayani (2003) menyatakan bahwa pemakaian ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.

Ukuran-ukuran tubuh berbeda antar ternak, tetapi ada korelasi antar ukuran tubuh. Korelasi positif terjadi apabila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Apabila satu sifat meningkat dan sifat lain menurun maka disebut korelasi negatif.

Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan menduduki peringkat tertinggi, menyusul ukuran-ukuran tubuh lainnya (Soeroso, 2004). Menurut Massiara (1986) dan Tazkia (2008), bobot badan dan lingkar dada berkorelasi positif dan merupakan fungsi umur, maka lingkar dada dan bobot badan ternak semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak, tetapi laju pertumbuhan bobot badan lebih cepat daripada laju pertumbuhan lingkar dada dan yang diutamakan adalah pertumbuhan kerangka.

Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid. Laju pertumbuhan ternak terdiri atas dua fase yaitu: pertumbuhan sebelum dan sesudah lahir. Pertambahan bobot badan per unit waktu sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu menyangkut peningkatan massa per satuan waktu dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk maupun komposisi tubuh sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh (Berg dan Butterfield, 1976; Herren, 2000). Taylor dan Field (2004) menyatakan umumnya pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan sampai ukuran dewasa tercapai.

Selama periode pertumbuhan, seekor ternak mengalami peningkatan bobot badan sampai dewasa dan perubahan bentuk yang disebut dengan pertumbuhan dan perkembangan (Tillman et al., 1998). Dua aspek kedewasaan (maturitas) tersebut disertai dengan adanya peningkatan pada tiga jaringan utama karkas yaitu tulang,

6 otot dan lemak. Tulang akan meningkat pada laju pertumbuhan awal, kemudian akan diikuti dengan perkembangan dan terakhir dengan adanya kandungan energi pakan yang diberikan, maka lemak akan mengalami peningkatan pesat. Meskipun perubahan-perubahan yang terjadi ini adalah sama antar hewan hidup, namun waktu yang diperlukan adalah bervariasi antar spesies (Tillman et al., 1998).

Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya bobot badan, sedangkan bobot badannya dapat diduga melalui tinggi badan, lingkar dada, panjang badan dan sebagainya. Kombinasi antara bobot badan dengan besarnya ukuran tubuh umumnya dapat dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980) dan Scanes (2003), perubahan relatif komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot badan dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut, hal ini menandakan bahwa umur fisiologis lebih berpengaruh daripada umur kronologis.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ternak antara lain adalah bangsa, jenis kelamin, hormon, pakan dan kastrasi. Selain itu, genetik ternak juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Phillips (2001) menyatakan bahwa laju pertumbuhan dipengaruhi oleh jenis kelamin, hormon, pakan, gen, iklim dan kesehatan ternak. Perbedaan laju pertumbuhan diantara bangsa dan individu ternak dalam suatu bangsa dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa (Soeparno, 2005). Hasnudi (2005) menyatakan bahwa pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, sedangkan potensi pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour), pakan dan jenis kelamin. Sementara itu, Cole (1982) mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan bobot badan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia. Tillman et al. (1998) menyebutkan bahwa faktor pakan sangat menentukan pertumbuhan, bila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup, pertumbuhannya akan menjadi cepat, demikian pula sebaliknya.

Pakan

Setiap hewan ternak membutuhkan unsur-unsur pakan yang memenuhi syarat. Unsur-unsur pakan yang dimaksud meliputi protein, karbohidrat, lemak,

7 mineral, vitamin dan air. Tubuh hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatannya terjamin karena setiap bahan baku pakan mengandung sejumlah energi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan penambahan bobot badan. Kebutuhan pakan untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencukupi kebutuhan energi untuk proses esensial organisme hidup disebut dengan kebutuhan untuk hidup pokok. Apabila kebutuhan hidup pokok tidak terpenuhi dari pakan, maka kebutuhan tersebut dipenuhi dari degradasi jaringan (Tillman et al., 1998).

Kebutuhan pakan disesuaikan dengan jenis ternak, umur dan tingkat produksi. Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran tubuh, macam ransum, umur dan kondisi ternak. Menurut Tillman et al. (1998), kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan untuk sapi pedaging adalah antara 2,5%-3,0% dari bobot badan. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa jumlah konsumsi BK pakan dipengaruhi beberapa variabel yang meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Komposisi pakan, kondisi hewan dan faktor pemberian pakan dapat mempengaruhi kecernaan pakan (McDonald et al., 2002).

Jerami Padi

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi untuk memenuhi kebutuhan pakan pada saat kekurangan pakan hijauan, karena produksinya yang melimpah di seluruh Indonesia. Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia telah umum dilakukan di daerah tropik dan subtropik terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan jerami padi untuk pakan ternak di Indonesia berkisar antara 31-39% dan sebagian besar dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk (36-62%) serta sisanya antara 7-16% digunakan untuk keperluan industri (Sukria dan Krisnan, 2009).

Jerami padi sebagai pakan ternak masih terbatas pemanfaatannya karena hanya berperan sebagai bulk dan menggantikan tidak lebih dari 25% kebutuhan ternak terhadap rumput (Sutardi, 1980). Menurut Drake et al. (2002), tantangan dalam penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak adalah kurangnya palatabilitas, memiliki nilai kecernaan yang rendah, rendah protein dan kandungan silika yang tinggi.

8 Jerami padi mempunyai nilai nutrisi yang rendah karena hanya memiliki daya cerna sebesar 20,97% untuk kecernaan bahan kering (KCBK) dan 20,1% untuk kecernaan bahan organik (KCBO) (Selly, 1994). Jerami padi harus mendapatkan suplementasi berupa N (protein), energi dan beberapa mineral serta vitamin apabila digunakan untuk tujuan berproduksi pada ternak (Tillman et al., 1998).

Suplementasi

Suplementasi merupakan proses penambahan pakan yang berasal dari zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Suplementasi dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan nutrisi seperti energi, protein, vitamin dan mineral, mengurangi defisiensi protein by-pass, meningkatkan efisiensi pencernaan pakan dalam lambung ternak ruminansia, meningkatkan produksi dan perbaikan kinerja reproduksi serta memperbaiki nilai gizi pakan (BATAN, 2005).

Suplemen Kaya Nutrien (SKN) telah dikembangkan oleh IPB yang merupakan perkembangan dari Suplemen Pakan Multinutrien (SPM). Hasil penelitian Wahyuni (2008) dan Sulistiyo (2008), menunjukkan bahwa penggunaan 10% SKN dalam ransum dapat meningkatkan konsentrasi VFA, konsentrasi NH3, persentase DBK, persentase DBO, dan biomasa mikroba. Peningkatan tersebut merupakan tanda bahwa SKN dapat meningkatkan kualitas ransum sehingga dapat dicerna dalam tubuh ternak. SKN yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan SKN dengan menggunakan bahan baku yang tersedia di Kabupaten Rembang.

Ransum Komplit

Ransum adalah total bahan makanan yang diberikan kepada hewan dalam jangka waktu 24 jam. Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu, dibentuk atau dicampur dari berbagai jenis pakan untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan yang memenuhi kebutuhan pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1998). Ransum komplit dibentuk dari campuran ransum total dengan cara menimbang dan menyatukan semua bahan-bahan pakan yang dapat menyediakan kecukupan nutrien sapi. Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai pertengahan Agustus 2010 hingga akhir September 2010.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi PO betina sebanyak 16 ekor, umur 2-6 tahun dengan kisaran bobot badan awal sebesar 240,25-338,56 kg. Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan kapasitas 16 ekor. Kandang ini beratapkan asbes dengan tipe shade, berdinding tembok dan lantai dibuat dari semen.

Pakan dan Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan yang berbasis jerami padi. Bahan pakan lain yang digunakan terdiri atas dedak padi, tepung ikan, tepung daun lamtoro, tepung daun singkong, tepung daun turi, molases, campuran mineral dan minyak kelapa. Air minum disediakan dalam bak minum.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah timbangan pakan, tongkat ukur dan pita ukur.

Prosedur

Sapi-sapi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok dan setiap kelompok terbagi ke dalam empat perlakuan. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan bahan kering sebesar 3,5% bobot badan sapi. Pakan yang diberikan pada waktu pagi, siang dan sore hari. Pemberian minum dilakukan ad libitum. Pemeliharaan ternak dilakukan secara intensif yang berlangsung selama 40 hari (terdiri dari: 15 hari masa adaptasi dan 25 hari masa evaluasi pertumbuhan).

10 Percobaan penelitian ini menggunakan empat taraf perlakuan yaitu:

1. R1 adalah pemberian jerami padi tanpa penambahan konsentrat. 2. R2 adalah pemberian jerami padi dengan penambahan 2 kg dedak padi. 3. R3 adalah pemberian jerami padi dengan penambahan 2 kg dedak padi dan

0,4 kg suplemen kaya nutrien. Suplemen kaya nutrien terdiri dari: 10% tepung ikan, 60% dedak padi, 15% tepung daun singkong, 9% tepung daun lamtoro, 5% tepung daun turi dan 1% campuran mineral.

4. R4 adalah pemberian ransum komplit. Ransum komplit terdiri dari: 40% jerami padi dan 60% konsentrat (8,5% tepung ikan, 30,5% dedak padi, 5,7% tepung daun singkong, 3% tepung daun lamtoro, 0,3% tepung daun turi, 10% molases, 1% campuran mineral dan 1% minyak kelapa).

Peubah yang Diamati Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering (kg/ekor/hari) dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pemberian pakan dengan sisa pakan yang kemudian dikalikan dengan kandungan bahan kering pakan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan harian (kg/hari) dihitung berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan.

Sapi PO betina sebanyak 16 ekor diestimasi bobot badan awal dan akhir dengan menggunakan rumus Schoorl (Williamson dan Payne, 1986), yaitu sebagai berikut: (LD + 22)2 BB = 100 Keterangan : BB = Bobot Badan (kg) LD = Lingkar Dada (cm)

11 Peubah Tubuh :

1. Panjang badan (cm), diukur dari sendi bahu (humerus) sampai tulang duduk (tuber ischii) dengan menggunakan tongkat ukur.

2. Lingkar dada (cm), diukur melingkar pada bagian dada di belakang kaki depan dengan menggunakan pita ukur.

3. Tinggi pundak (cm), diukur di titik tertinggi pundak tegak lurus sampai ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.

4. Lebar dada (cm), diukur dari tonjolan sendi bahu (os scapula) kiri sampai tonjolan sendi bahu (os scapula) kanan dengan menggunakan tongkat ukur. 5. Dalam dada (cm), diukur dari pundak sampai dasar dada tepat di belakang

kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur.

Pengukuran peubah tubuh yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan : PB : Panjang Badan (cm) LD : Lingkar Dada (cm) TP : Tinggi Pundak (cm) DD : Dalam Dada (cm) LeD : Lebar Dada (cm)

Gambar 1. Pengukuran Peubah Tubuh Pertambahan Panjang Badan Harian

Pertambahan panjang badan harian (cm/hari) dihitung berdasarkan panjang badan akhir dikurangi panjang badan awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan.

12 Pertambahan Lingkar Dada Harian

Pertambahan lingkar dada harian (cm/hari) dihitung berdasarkan lingkar dada akhir dikurangi lingkar dada awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan.

Pertambahan Tinggi Pundak Harian

Pertambahan tinggi pundak harian (cm/hari) dihitung berdasarkan tinggi pundak akhir dikurangi tinggi pundak awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan. Pertambahan Lebar Dada Harian

Pertambahan lebar dada harian (cm/hari) dihitung berdasarkan lebar dada akhir dikurangi lebar dada awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan.

Pertambahan Dalam Dada Harian

Pertambahan dalam dada harian (cm/hari) dihitung berdasarkan dalam dada akhir dikurangi dalam dada awal dibagi dengan jumlah hari pemeliharaan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat kelompok bobot badan awal. Unit percobaan yang diamati adalah sapi PO betina. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan sebanyak empat taraf perlakuan yaitu:

R1 = 100 % pemberian pakan jerami padi. R2 = R1 + 2 kg dedak padi.

R3 = R2 + 0,4 kg suplemen kaya nutrien. R4 = pemberian ransum komplit

Penelitian ini menggunakan empat kelompok bobot badan awal yang berbeda yaitu: K1 = empat sapi dengan bobot badan awal tertinggi peringkat 1-4 yang memiliki

rataan kelompok sebesar 335,81 ± 1,84 kg.

K2 = empat sapi dengan bobot badan awal tertinggi peringkat 5-8 yang memiliki rataan kelompok sebesar 320,86 ± 3,06 kg.

K3 = empat sapi dengan bobot badan awal tertinggi peringkat 9-12 yang memiliki rataan kelompok sebesar 297,19 ± 9,48 kg.

K4 = empat sapi dengan bobot badan awal tertinggi peringkat 13-16 yang memiliki rataan kelompok sebesar 262,63 ± 16,17 kg.

13 Model rancangan percobaannya berdasarkan Steel dan Torie (1991) adalah:

Yij = µ + αi + βj + εij

Dimana: i = Perlakuan R1, R2, R3, R4 j = Kelompok K1, K2, K3, K4 Keterangan:

Yij = Respon pengaruh faktor pemberian pakan terhadap sapi PO betina pada taraf perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan pemberian pakan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

ℇij = Pengaruh galat percobaan

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) software MINITAB 14. Pengaruh perlakuan yang nyata pada penelitian ini dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torie, 1991).

Dokumen terkait