• Tidak ada hasil yang ditemukan

Normalitas data dan perbedaan tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1 pada karsinoma kolorektal

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ekspresi LMP-1 dan EBNA-1 pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal

1.3. Normalitas data dan perbedaan tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1 pada karsinoma kolorektal

Tabel 5.12 Normalitas data dan perbedaan tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1. LMP-1

(high grade dan low grade)

EBNA-1

(high grade dan low grade) Uji normalitas

(Shapiro-wilk)

0,003

(data tidak terdistribusi normal)

0,108

(data terdistribusi normal)

Uji beda 0,000 (Mann-Whitney) terdapat perbedaan 0,036 (t-test) terdapat perbedaan

Uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai p = 0,003 (< 0,05) diketahui data tingkat ekspresi LMP-1 tidak terdistribusi normal. Sedangkan uji Shapiro-Wilk data tingkat ekspresi EBNA-1 didapatkan nilai p = 0,108 (> 0,05) terdistribusi normal. Hasil analisis di atas juga didapatkan nilai p-value 0,000 < 0,05(alpha) dan p-value 0,036 < 0,05 (alpha), terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1 pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal.

B. PEMBAHASAN

Pada tabel 5.1,5.2 dan gambar 5.5, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi LMP-1 pada high grade lebih tinggi (rerata: 3,47) dibandingkan low grade(rerata: LMP-1,86) karsinoma kolorektal. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara tingkat ekspresi LMP-1 pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal. Analisis statistik menggunakan uji beda Mann-Whitney didapatkan nilai p-value 0,000 < 0,05 (alpha). Sedangkan ekspresi EBNA-1 pada high grade lebih tinggi (rerata:6,4) dibandingkan low grade(rerata: 3,8) karsinoma kolorektal. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara tingkat ekspresi EBNA-1 pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal didapatkan nilai p-value 0,036 < 0,05 (alpha).

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan perbedaan tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1 pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal dimana kedua produk protein onkogenik yang dihasilkan virus Epstein-Barr hadir pada patogenesis karsinoma kolorektal, hal ini mengindikasikan semakin tinggi derajat differensi histopatologi karsinoma kolorektal semakin tinggi juga tingkat ekspresi LMP-1 dan EBNA-1. Keadaan ini membuktikan adanya keterkaitan antara infeksi virus Epstein-Barr pada kejadian karsinoma kolorektal.

Hal ini sesuai pada penelitian yang dilakukan oleh Simatupang (2012) terhadap ekspresi virus Epstein-Barr terkait kejadian high grade dan low grade karsinoma kolorektal, didapatkan perbedaan bermakna atas ekspresi karsinoma kolorektal derajat rendah maupun tinggi dan hal ini menguatkan keterkaitan infeksi virus Epstein-Barr pada patogenesis kejadian karsinoma kolorektal. Sedangkan, pada penelitian Simatupang (2012) didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi LMP-2A pada high grade dan low grade karsinoma kolorektal. Menurut penelitian tersebut peran LMP-2A sebagai protein latent virus, ternyata memang terbatas pada perannya sebagai “transforming factor”, dimana commit to user

LMP-2A ini merusak mekanisme perbaikan sel dari suatu low grade pre-invasive lesion menjadi high grade pre-invasive lesion, hingga menjadi suatu tumor dengan derajat keganasan yang tinggi. Peran LMP-2A juga sebagai inisiator keganasan ternyata terbukti melalui penelitian tersebut dimana tidak terdapat perbedaan ekspresi LMP-2A yang signifikan saat sudah terjadi suatu proses malignansi.

Peran LMP-1 sebagai onkoprotein dijelaskan oleh beberapa peneliti terdahulu. Wakisaka (2004) menjelaskan bahwa LMP-1 menginduksi ekspresi invasi seluler dan faktor metastasis, termasuk matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), yang berperan penting dalam invasi tumor. LMP-1 menginduksi vascular endothelial growth factor (VEGF) melalui induksi cyclooxygenase 2 (COX-2). LMP-1 menginduksi MMp-9, IL-8, FGF-2 dan COX-2 melalui sinyal NF-κB. LMP-1 juga menginduksi HIF-1α melalui ROS dan jalur P42/p44 MAPK. Kemudian LMP-1 menginduksi invasi dan faktor angiogenesis dan akhirnya mempromosikan metastasis tumor. Lebih lanjut dijelaskan oleh Wakisaka (2014) bahwa LMP-1 berhubungan langsung onkogenesis karena kemampuannya untuk merekrut susunan gen sel dan hal ini menghambat apoptosis sehingga LMP-1 berperan dalam terjadinya karsinogenesis. Dawson (2003) menjelaskan bahwa regulasi LMP-1 dari beberapa protein seluler berpusat pada fungsinya dalam mengaktivasi beberapa jalur sinyal seluler seperti Nuclear Factor-κB(NF-κB), c-Jun NH2-terminal kinase (JNK), p38 kinase, phosphatidyllinositol 3-kinase(PI3K), dan beberapa kemungkinan jalur lainnya. Johanson (2007) menjelaskan bahwa LMP-1 memicu ekspresi survivin melalui NF-κB dan AP-1 signal pathways dan ekspresi survivin tersebut mengakibatkan proliferasi sel terus-menerus dan menghambat apoptosis. LMP-1 menstimuli survivin meningkat sehingga sel yang terinfeksi terhindar dari penghentian siklus sel (cell cycle arrest). Thompson (2004) menjelaskan bahwa LMP-1 berperan dalam proliferasi dengan cara memutus ikatan pRB-E2F sehingga pada awal fase S (sintesis DNA) sel berproliferasi terus-menerus tanpa terkendali. LMP-1

juga merangsang NF-κB dengan cara menstimuli inhibitor κB (I-κB) kinase α (IKKα) yang memperantarai aktivasi jalur non-canonical NF-κB sehingga proses apoptosis terganggu. Chen (2001) juga menjelaskan LMP-1 juga mempengaruhi c-jun N- teminal kinase (JNK) memfosforilasi transkripsi faktor c-jun, ATF-2, p53, Elk-1 dan faktor inti sel T teraktifasi (NFAT) yang meregulasi ekspresi gen tertentu untuk proliferasi sel, differensiasi atau apoptosis. Protein JNK terlibat dalam produksi sitokin, respon inflamasi, apoptosis, reorganisasi aktin, transformasi sel, dan metabolisme.

Peran protein onkogenik viral EBNA-1 dalam karsinogenesis dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu seperti Sompallae (2010) menjelaskan bahwa EBNA-1 berperan dalam metilasi CpG suatu mekanisme penting dalam regulasi promotor dan ekspresi gen pada fase laten virus Epstein-Barr. EBNA-1 terekspresi pada keganasan yang berkaitan dengan virus Epstein-Barr dan berperan penting pada transformasi dan tumorigenesis sel. EBNA-1 dapat menurunkan level p53 dengan memicu ubiquitin-specific protease USP7 sehingga p53 menjadi tidak stabil. Frappier (2012) menjelaskan EBNA-1 dapat mengubah p53 pada epitel sel yang terinfeksi virus Epstein-Barr sehingga sel menjadi berproliferasi dan anti apoptosis. EBNA-1 juga dapat berperan sebagai onkoprotein dari virus Epstein-Barr dengan cara meningkatkan level Reactive Oxygen Species(ROS) dan instabilitas genom dengan meningkatnya ekspresi sub unit katalitik dari NADPH oksidase, Nox2 pada sel inang sehingga sel terinfeksi berproliferasi tak terkendali menjadi sel ganas.

Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sel normal menjadi karsinoma melalui 3 tahap, yaitu tahap inisiasi, promosi dan progresi (Mac Donald, 1997; Pecorino, 2005). Terdapat 2 model perjalanan perkembangan commit to user

karsinoma kolorektal, yaitu: 1). LOH (loss of heterozygosity yang mencakup mutasi tumor gen suppressor yang meliputi gen APC(adenomatous polyposis coli), gen DCC (deleted in colorectal carcinoma) dan p53 serta aktivasi onkogen yaitu K-ras proto oncogene. Sebagai contoh model ini adalah perkembangan polip menjadi karsinoma kolorektal. 2). RER (Replication Error) yang terjadi karena ada mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1 dan hPMS2. Contoh model ini adalah perkembangan HNPCC menjadi kanker kolorektal. Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20 % berkembang lewat model RER(Selgrad, 2008). Pada kasus sporadik dapat diketahui subtipe molekul yang berperan pada karsinoma kolorektal, yaitu: MIN(microsatellite instability) 15% kasus, CIN (chromosomal instability) 50% kasus, CIMP(CpG island methylator phenotype) 35-40% kasus (Selgrad,2008).

Dengan hadirnya kedua onkoprotein virus Epstein-Barr seperti LMP-1 dan EBNA-1 pada karsinoma kolorektal. Hal ini makin menambah pukulan terhadap bahan genetik host terutama ke arah malignansi tak terkendali. Pada penelitian yang dilakukan Wahyudi, 2012 didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat ekspresi p21 intra nukleus pada low grade dan high grade karsinoma kolorektal. Pada penelitian yang dilakukan Saputra, 2012 didapatkan perbedaan tingkat ekspresi p53 mutan intra nukleus pada low grade dan high grade karsinoma kolorektal. Kondisi ini mendukung pendapat bahwa semakin tinggi derajat histopatologi karsinoma kolorektal maka p53 fungsional semakin sedikit, demikian juga dengan p21 fungsional yang juga menurun. Dalam arti bahwa makin buruknya derajat differensiasi maka kemampuan kontrol normal sel yang diperantarai oleh p53 wild type dan p21 akan semakin menurun. Proses karsinogenik akan berjalan dengan makin aktif dengan kehadiran virus Epstein-Barr dengan onkoprotein LMP-1 dan EBNA-1. Penelitian ini semakin membuktikan adanya keterkaitan antara infeksi virus Epstein-Barr pada karsinogenesis karsinoma kolorektal sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti sebelumnya bahwa kehadiran commit to user

virus Epstein-Barr akan semakin mengacaukan sistem kontrol sel normal. Transformasi sel ke arah malignansi akan dipercepat dengan kehadiran berbagai protein viral onkogenesis yang dihasilkan oleh virus Epstein-Barr seperti EBNA-1, EBNA-2, EBNA-LP, LMP-1 dan LMP2A.

Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa hadirnya ekspresi LMP-1 sebagai produk protein onkogenik dari virus Epstein-Barr pada kejadian karsinoma kolorektal berperan dalam anti apoptosis dengan meregulasi ekspresi protein anti apoptosis Bcl-2, dan A20(Kieff & Rickinson, 2001). Chen (2001) menjelaskan peran lainnya dari LMP-1 adalah mempengaruhi JNK sehingga sel yang terinfeksi berproliferasi terus-menerus tak terkendali. Wakisaka (2004) juga menjelaskan peran LMP-1 menginduksi invasi dan faktor angiogenesis dan akhirnya mempromosikan metastasis tumor. Sivachandran (2011) menjelaskan peran EBNA-1 yang merupakan produk protein onkogenik dari virus Epstein-Barr adalah berperan dalam anti apoptosis dengan mengubah p53 pada epitel sel yang terinfeksi virus Epstein-Barr sehingga sel menjadi berproliferasi dan anti apoptosis. Menurut Frappier (2012) peran EBNA-1 lainnya adalah membuat sel terinfeksi berproliferasi tak terkendali menjadi sel ganas dengan cara meningkatkan level Reactive Oxygen Species(ROS) dan instabilitas genom dengan meningkatnya ekspresi sub unit katalitik dari NADPH oksidase, Nox2 pada sel inang. Sompallae (2010) menjelaskan peran EBNA-1 juga invasif dengan cara metilasi CpG sel kolorektal sehingga EBNA-1 terekspresi dan berperan penting pada transformasi dan tumorigenesis sel. Dengan hadirnya onkoprotein LMP-1 dan EBNA-1 pada karsinoma kolorektal akan makin memacu proses karsinogenesis yang ada sehingga kehadiran infeksi virus Epstein-Barr pada karsinoma kolorektal akan makin memperburuk prognosis.

Pada penelitian ini memiliki keterbatasan studi yang tidak dapat meneliti onkoprotein-onkoprotein lainnya dari virus Epstein-Barr, selain LMP-1 dan EBNA-1 karena berbagai alasan seperti biaya dan masa studi penulis yang terbatas dalam akhir semester. commit to user

Diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat saling melengkapi tentang keterkaitan infeksi virus Epstein-Barr dalam pathogenesis karsinoma kolorektal dan memiliki manfaat-manfaat bagi klinis dan aplikatif.

BAB V

Dokumen terkait