• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL, MORAL DAN NOVEL

1. Kontak Sosial

2.3.2. Novel Sebagai Genre Sastra

Sastra menurut Luxemburg ( 1986 : 9) adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan. Sastra juga merupakan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya (adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.

Dalam kesusastraan dikenal bermacam – macam jenis sastra ( Genre). Genre sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan, karena itu teori sastra selalu berusaha untuk mencari sebuah konvesi yang tepat sesuai dengan perkembangan sastra. Genre sastra ini terjadi karena adanya konvesi yang berlaku pada sebuah karya sehingga membentuk ciri tertentu ( Warren dan Wellek, 1995 :298).

Secara umum Genre Sastra yang dikenal adalah puisi, prosa dan drama. Drama Kesusastraan mengenal prosa sebagai sal;ah satu Genre Sastra disamping Genre – genre yang lain. Prosa sering pula disebut fiksi (Fiction) yang berasal dari bahasa latin fictio atau fictum yang berarti membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Henry Guntur, 1993 : 120).

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro ( 1998 : 2) istilah fiksi dalam pengertiannya berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak mengarah pada kebenaran sejarah. Dengan demikian karya fiksi merupakan suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan atau khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya dalam dunia nyata.

Salah satu bentuk karya fiksi yang terkenal saat ini adalah novel. Novel adalah karya sastra yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kehidupan.nilai-nilai keindahan yang terdapat didalamnya memberikan kenikmatan dan manfaat bagi pembacanya.

Ditinjau dari segi etimologi , novel berasal dari bahasa latin yaitu novelis atau novus yang berarti baru.

Novel merupakan salah satu ragam dari prosa. Novel juga merupakan genre yang dapat mencerminkan kebudayaan. Novel diartikan sebagai sebuah cerita pendek dalam bentuk prosa yang bersifat fiksi, tidak panjang dan tidak terlalu pendek.

Ciri novel yang khas adalah menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh dan juga mampu untuk mengkreasikan sebuah dunia nyata. Dalam Semi (1993:32) novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupam pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel juga merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.

Poerwadaminta ( 1996: 694) menyatakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang disekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Menurut HB Jassin( 1976 : 78), novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang luar biasa, karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian yang mengalih jurusan dalam mana seakan - akan seluruh kehidupan mereka tiba – tiba benderang terhampar dihadapan kita. Dengan pendapat yang sedikit berbeda Tarigan ( 1991 : 164) mengemukakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan alur cukup panjang mengisi satu buku atau lebih menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Dalam arti yang lebih meluas Sumardjo dan Saini KM ( 1998 : 29) mengatakan bahwa novel adalah cerita dengan alur atau plot yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan setting yang beragam pula.

Novel sebagai salah satu genresastra memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Jumlah katanya berkisar lebih dari 35.000 kata

2. Jumlah halamannya kira-kira 100 halaman 3. Jumlah pelaku lebih dari satu orang

4. Novel menyajikan lebih dari satu efek, impresi, dan emosi 5. Novel menyajikan sesuatu secara lebih terperinci dan detail

6. Novel banyak menceritakan dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks

Novel juga biasanya didalamnya lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia didalam karangannya daripada kejadiannya dan secara keseluruhannya mengambil bentuk yang dikatakan dengan ciptaan dunia berdasarkan perbedaan individu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa novel sesuai prinsip dimana sastra itu dapat mengungkapkan sebuah atau bermacam-macam kebudayaan yang berlaku di dalam sebuah masyarakat.

2.3. Unsur-unsur dalam Novel

Menurut Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (1998 : 3) bahwa novel sebagai karya sastra fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetapi merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan yang estetik. Oleh karena itu novel dibentuk oleh unsur-unsur pembangun yang membentuk cerita yang kemudian membuat sebuah novel menjadi berwujud.

Unsur-unsur pembangun yang membentuk sebuah novel terdiri dari : 3. Unsur ekstrinsik

4. Unsur instrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang berada di luar suatu karya sastra namun ikut mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor sosial ekonomi, faktor sosial politik, atau keagamaan dan faktor tata nilai yang dianut masyarakat. Sedangkan unsur instrinsik aladah unsur pembangun novel yang terdapat di dalam karya tersebut.

Unsur instrinsik adalah unsur pembangun novel yang terdapat di dalam karya sastra. Unsur tersebut adalah tema, alur, penokohan, sudut pandang, latar, gaya bahasa, amanat, dan lain-lain.

1. Tema

Atar semi (1993 : 84) mengemukakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Kedudukan tma dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang mengikat seluruh unsur-unsur intrinsik.

2. Alur

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Semi, 1993 : 43). Alur merupakan kerangka dasar penting yang mengatur tindakan sehingga bertalian dan berhubungan satu dengan yang lain.

Penokohan merupakan sebuah unsur pembentuk novel. Tokoh yang terdapat di dalam novel itu mempunyai perilaku tertentu baik fisik maupun mental, dan mempunyai karakter yang kemudian menjadi tokoh yang diceritakan dan bergerak mengikuti bentuk alur cerita.

4. Sudut pandang

Sudut pandang adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya atau darimana dia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 248) mengatakan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan yang diguanakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

5. Latar

Latar adalah lingkungan tempat terjadi peristiwa. Yang termasuk juga ke dalam latar adalah tempat yang dapat diamati, waktu, dan juga keadaan sekitar. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 216) latar atau setting mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan tingkah laku sosial tempat terjadinya yang diceritakan. Jadi fungsi latar adalah memberikan informasi tentang situasi umum dari sebuah karya sastra.

6. Gaya bahasa

Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Cara menggunakan bahasa itu ikut menentukan bagaimana bentuk novel yang akan dibuat.

Amanat adalah pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah novel atau cerita rekaan harus memiliki kepaduan yang utuh diantara semua unsur penyusunnya agar dapat menghibur, memberikan kenikmatan emosional dan intelektual kepada pembacanya.

Dokumen terkait