• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.7 Novelty Penelitian

Hal yang baru dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dampak emisi gas CO2 dengan menggunakan pendekatan model DICE ( Dynamic Integrated Climate Change and Economic ) dalam perspektif Indonesia belum pernah dilakukan

2. Penggunaan model DICE yang telah dilakukan adalah untuk menganalisa dampak pajak karbon dalam kontek Global dan Regional, sedangkan

dalam penelitian ini model DICE akan disesuaikan untuk kebutuhan nasional didalam menentukan besarnya pajak emisi CO2 yang optimal. 3. Belum ada penelitian dalam mengurangi dampak emisi gas CO2 dengan

menggunakan instrumen ekonomi, khususnya instrumen pajak dalam persfektif Indonesia.

2.1 Eksternalitas dan Pajak Lingkungan

Masalah lingkungan sangat beragam, tetapi pada umumnya disebabkan karena penggunaan yang berlebihan (overuse) dari sumber daya alam atau karena adanya emisi dari polutan yang membahayakan. Tujuan kebijakan lingkungan adalah untuk memodifikasi, memperlambat ataupun menghentikan ekstraksi dari sumberdaya alam tersebut termasuk mengurangi atau mengelimasi emisi, mengubah pola konsumsi dan produksi kearah yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan karena adanya eksternalitas yang ditimbulkan dari penggunaan sumberdaya alam tersebut. Externalitas dapat positip atau disebut ”external economies” dapat juga berupa eksternalitas negatip atau disebut ”external

diseconomies”. Eksternalitas lingkungan pada umumnya adalah negatif ( detrimental externalities) yaitu dimana suatu kegiatan yang dilakukan akan

mengakibatkan kerugian biaya kepada pihak lain, sedangkan biaya kerusakan itu sendiri tidak dibayar oleh pencemar. Groosman,Britt (1999) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi apabila produksi dan konsumsi dari suatu produk langsung mempengaruhi bisnis ataupun konsumen yang tidak ikut didalam proses pembelian dan penjualan tersebut . Selain itu juga karena pengaruh limpahan (spillover) yang tidak ter-refleksikan didalam harga pasar. Hartwick dan Olewiler dalam Fauzi,Akhmad (2004) menggunakan terminologi lain dalam menggambarkan eksternalitas. Keduanya membedakan antara eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa individu dan tidak menimbulkan limpahan (spillover) kepada pihak lain, sementara eksternalitas publik terjadi manakala barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat. Eksternalitas yang telah disebutkan diatas adalah merupakan konsep eksternalitas statis, karena tidak ada keterlibatan variabel waktu didalamnya.

Masalah eksternalitas tersebut oleh pemerintah dapat diatasi melalui instrumen kebijakan dalam bentuk peraturan atau disebut regulasi (command and control ) atau dapat juga diatasi melalui kebijakan yang berorientasi pasar yaitu dalam bentuk instrumen ekonomi ( economic instruments ).

Adanya fenomena pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang disertai kelangkaan sumberdaya alam pada saat ini memerlukan perhatian dimana kita perlu melihat kembali kebijakan yang berorientase ekonomi (fiskal atau pajak) tersebut agar biaya lingkungan yang disebabkan oleh eksternalitas negatif dapat dimasukkan kedalam sistem ekonomi, kemudian meyakinkan kebijakan yang dibuat bergerak kearah pengendalian dan perlindungan yang kita kehendaki. Dan yang tidak kalah penting adalah mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya yang tak terbaharui. Fauzi,Akhmad ( 2004) dari persepektif ekonomi, menjelaskan bahwa pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomis sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat. Pencemaran akan tetap ada sebagai hasil dari aktivitas ekonomi, tetapi jalan terbaik adalah mengendalikan pencemaran tersebut ketingkat yang paling efisien.8)

Pajak lingkungan khususnya pajak emisi sebagai salah satu dari instrument ekonomi dapat memainkan peran penting untuk mengurangi kerusakan lingkungan tersebut. Menurut Japan Centre for a Sustainable and Society (JACSES) pajak lingkungan adalah : Perjanjian umum yang dibuat berdasarkan tujuan dan fungsi sebagai berikut :

ƒ sebagai suatu insentif untuk mengurangi beban lingkungan dan menjaga

lingkungan itu sendiri. Dengan mentranslasikan biaya kerusakan lingkungan atau kelangkaan sumber daya alam kedalam biaya yang sesuai. Pajak lingkungan membantu untuk melakukan tekanan ekonomi kepada pihak-pihak yang merusak lingkungan dan dengan cara yang sama dapat mengurangi beban ekonomi kepada pihak-pihak yang ikut berkontribusi dalam menjaga lingkungan.

8)

Hoeller,Peter dan Wallin,Markku(1991), The International Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya menyatakan bahwa proyeksi business-as–usual (BAU) dapat menaikkan suhu pemanasan global pada kisar 0,2o sampai 0,5o C per dekade pada seratus tahun yang akan datang dan untuk memperlambat laju pemanasan sampai 0,1o C per dekade perlu mengurangi separoh dari level emisi pada saat ini.

ƒ Sebagai alat untuk menjaga lingkungan melalui pendapatan pajak. Pendapatan pajak tersebut dapat digunakan kembali untuk mengurangi pembayaran tenaga kerja dalam bentuk pajak pendapatan maupun pajak perusahaan.

Objek dari pajak lingkungan adalah biaya eksternalitas lingkungan yang terdapat dalam harga, sehingga konsumen dan produsen memiliki insentif untuk membatasi/mengurangi polusi dan memperlakukan sumberdaya alam dengan cara lebih bertanggung jawab. Harga setiap unit produk seharusnya mereflesikan biaya sebenarnya dari penggunaan sumberdaya alam tersebut dan harga barang juga sekaligus akan memotivasi masyarakat untuk menggunakan sumberdaya alam dengan cara yang bijaksana dan kesadaran yang tinggi.

Menurut seri lingkungan No 1, mengenai pajak lingkungan (Implementation and Environmental Efectiveness, (Copenhagen.1996), alasan utama untuk menggunakan pajak lingkungan adalah :

▪ Karena pajak lingkungan adalah instrumen yang efektif untuk

menginternalisasikan eksternalitas, karena biaya kerusakan dan pelayanan lingkungan langsung dimasukkan kedalam harga produk

▪ Memberikan insentif kepada konsumen dan produsen untuk mengubah perilaku

kearah eco-efficient dalam menggunakan sumberdaya alam, memberikan

stimulus untuk berinovasi, perubahan struktural dan patuh terhadap peraturan

▪ Dapat menaikkan pendapatan yang dipakai untuk memperbaiki pengeluaran

lingkungan, mengurangi pajak pendapatan tenaga kerja, kapital dan penghematan

▪ Merupakan alat kebijakan yang efektif untuk mengatasi masalah prioritas

lingkungan seperti emisi kendaraan, limbah, bahan kimia yang dipakai dalam sektor pertanian.

Corpuz,Catherine (2003) menyatakan bahwa pajak lingkungan adalah bagian penting dari Market Based Instrument (MBI) dan pajak emisi adalah salah satu dari pajak lingkungan tersebut. 9)

Pajak emisi adalah pembayaran secara langsung yang berhubungan dengan adanya emisi. Pajak emisi ini ditujukan langsung pada pihak pencemar yang mengeluarkan emisinya kedalam lingkungan, umumny terhadap sumber tetap. 10)

2.2 Pajak Karbon Dan Energi

Pajak energi berbeda dengan pajak emisi. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tujuan dan cara bagaimana pajak tersebut diberlakukan. Pajak energi ( Zhang, Z Xiang dan Baranzini,Andrea, 2003 ) adalah jenis pajak yang besarnya secara absolut tetap misalnya rupiah per ton, rupiah per kilowatt-hour, rupiah per British thermal unit. Jadi pajak energi dikenakan terhadap bahan bakar fosil ataupun sumber energi yang bebas emisi ataupun sumber bahan bakar yang memenuhi batas emisi yang ditetapkan. Pajak energi tidak terkait dengan tingkat emisi yang dikeluarkan. Jika tujuannya adalah untuk mengurangi emisi gas CO2, maka yang efektif adalah mengenakan pajak karbon. Pajak karbon dapat ditransformasi ke pajak CO2 karena satu ton karbon ekivalen dengan 3,67 ton CO2. Walaupun pajak energi itu sendiri dapat mengurangi tingkat emisi, tetapi dalam implementasinya

pajak energi tidak tepat untuk tujuan mengurangi emisi CO2

(Kageson,1991;Cline,1992; Jorgenson and Wilcoxen,1993; dikutip dari Zhang,Z Xiang dan Baranzini,Andrea,2003).

9) Menurut EEA ( Europen Environment Agency, Copenhagen (1996), pajak lingkungan terdiri dari cost-recovering charges, incentive taxes dan fiscal environmental tax. Fiscal environmental tax inilah disebut “green Tax Reform” yang terdiri dari pajak energi dan pajak bukan energi termasuk pajak CO2

10) Corpuz,Catherine (2003 ). Pollution Tax for Controlling Emssion From The Manufacturing and Power Generation Sectors:Metro Manila”. Regulasi langsung (Regulasi) yang digunakan oleh Filipina dengan memberikan batas atas emisi tidak memberikan insentif kepada industri untuk mengendalikan polusi pada tingkat yang dikehendaki oleh pemerintah. Selalu dihadapkan oleh kesulitan dalam menegakkan peraturan tersebut dan biaya administrasi yang tinggi.

Pajak emisi atau pajak karbon dapat mengurangi emisi melalui pengaruh mekanisme harga dari bahan bakar yang dikonsumsi. Oleh sebab itu pajak emisi merupakan instrumen kebijakan yang baik dalam mengurangi emisi (emisi CO2). Dilihat dari segi produksi, maka pajak energi secara umum berorientasi input bukan output, sedangkan pajak emisi berorientasi bisa input atau output.

Pajak emisi pada dasarnya bukan untuk menciptakan pendapatan (fiscal objective) bagi pemerintah, tetapi di-disain dengan tujuan untuk pengendalian lingkungan seperti pengurangan emisi, mengubah perilaku pencemar akan tindakannya dalam merusak lingkungan. Studi yang dilakukan oleh Scrimgeour et.al ( 2005 ) untuk kasus New Zealand menunjukkan bahwa pajak karbon lebih efektif dibandingkan dengan pajak energi ataupun pajak petroleum. 11) Secara umum pajak energi dapat dikenakan sebagai pajak yang didasarkan pada output ( contohnya pemanasan atau listrik) sebagai pajak yang didasarkan pada input atau sebagai emission charged

dari pembakaran bahan bakar fosil. 12)

Pajak karbon merupakan pajak emisi dan merupakan jenis dari pajak lingkungan yang dikenakan pada konsumsi yang mengkonsumsi bahan bakar seperti batubara, minyak dan gas. Kadar kandungan karbon dari setiap bahan bakar tersebut menentukan besarnya nilai pajak. Bila suatu produk dikenakan pajak karbon, maka harga dari produk tersebut akan mengalami kenaikan.

11) Hasil studi dari Scrimgeour,Frank et.al ;”Reducing Carbon Emission ? The Relative

effectiveness of Different Types of Environmental Tax: The Case of New Zealand” dengan CGE untuk kasus New Zealand menunjukkan bahwa dampak dari pajak karbon dan pajak energi hampir sama. Pajak energi akan mengurangi konsumsi sebesar 13 persen dibandingkan dengan 14% unuk pajak karbon. Emisi CO2 berkurang sebesar 16% untuk pajak energi dan 18% untuk pajak karbon. Sementara pajak petroleum kurang efektif. Pajak karbon dan pajak energi keduanya memberikan dampak makro dalam bentuk mengurangi GDP kira-kira sebesar 0,385% sedangkan pajak petroleum akan mengurangi GDP sebesar 0,29%

12) Menurut ESCAP Virtual Conference: Charge atau pajak adalah pembayaran yang dikenakan pada polutan sesuai dengan proporsi dari polutan yang dilepaskan ke lingkungan. Charge dibuat berdasarkan “Polluter Pay Principle”. UNEP- REPORT 1997 Menjelaskan bahwa charge system pada umumnya dipakai untuk melindungi sumberdaya dari limbah atau emisi yang dibuang ke lingkungan dan tidak dimasukkan kedalam instrument fiskal, tetapi dipisahkan kedalam sistem charge.

Kenaikan harga akan mengurangi permintaan dan pada akhirnya akan mengurangi emisi CO2. 13) Karena pajak karbon ditentukan berdasarkan kadar karbon yang ada dalam masing-masing bahan bakar, maka harga dari bahan bakar akan bervariasi sesuai dengan besarnya nilai pajak yang dikenakan untuk masing-masing bahan bakar. Oleh sebab itu konsumen akan melakukan pilihan dengan kesadaran akan segala konsekuensi dari pilihan yang dibuatnya.

Menurut PEANZ ( Petroleum Exploration Association of New Zealand ), dokumen implementasi pajak karbon yang dikeluarkan pada bulan Juli 2005, ada dua prinsip dasar dalam mekanisme pajak karbon :

▪ Tujuan utama dari pajak adalah untuk menginformasikan kepada pemakai akhir dari energi yang digunakannya agar dapat membuat keputusan yang akan memberikan benefit terhadap atmosfir. Untuk penyederhanaan, maka pajak haruslah dikenakan pada pihak sejauh mungkin dari rantai distribusi dan disampaikan kepada pemakai akhir sepenuhnya agar informasi tersebut dapat dipakai untuk membuat keputusan.

▪ Karena pajak merupakan mekanisme fiskal, sebagai konsekuensi, setiap

pendapatan dari pajak karbon akan di ”recycle” kedalam sistem ekonomi

melalui pengurangan pajak yang lain.

Hasil studi mengenai interaksi antara pajak yang berlaku sekarang terhadap energi dan penggunaan pajak karbon untuk mengurangi emisi gas CO2 ( Peter Hoeller and Jonathan Coppel,1992 ) terhadap 20 negara termasuk negara OECD, menunjukkan bahwa ada hubungan antara besarnya pajak karbon per ton dengan persentase pengurangan emisi.14)

13) Laporan yang dikeluarkan oleh .The Royal Society (Nov 2002).”Economic Instruments for the Reduction of Carbon Dioxide Emission”. Pajak karbon akan menaikkan biaya bahan bakar dan harus mengurangi permintaan akan bahan bakar tersebut dan konsumen akan berpindah ke bahan bakar dengan sumber karbon rendah. Halk ini akan tergantung dari elastisitas permintaan. Elastisitas jangka pendek (short-run) negara OECD untuk gasoline pada kisar -0,15 sampai -0,38 dan jangka panjang -1,05 sampai -1,40 )

14) Adalah hasil studi dari Hoe Hoeller,P and Coppel,J (Paris, 1992). Energy Taxation and Price Distortions in Fossil Fuel Markets: Some Implications for Climate Change Policy.

Nedergaard,Mette ( 2005 ) dalam suatu survey dari aplikasi penggunaan instrument ekonomi untuk kebijakan energi dan perubahan iklim untuk beberapa negara Eropa memberikan empat alasan penggunaan pajak lingkungan, (1) karena pajak lingkungan adalah instrument yang efektif untuk menginternalkan eksternalitas,(2) memberikan insentif untuk mengubah perilaku,(3) meningkatkan pendapatan dan (4) alat yang efektif dalam mengurangi sumber polusi dalam jangka panjang. 15)

Pada tabel 1 dapat dilihat tujuan dan objek dari pajak karbon, pajak energi dan pajak emisi yang diterapkan pada negara Eropa Utara.

Tabel 1. Pajak karbon pada beberapa negara Eropa Utara

Negara Jenis Nilai pajak (Rate) Tahun Obyek Tujuan Aliran Dana

Finlandia Pajak Karbon Mulai dari 26 Mk/tC s/d 260 Mk/tC

Diperkenalkan mulai tahun 1990

Gasoline,light fuel oil,heavy fuel oil,diesel oil,natural gas, coal dan peat (kecuali BBF untuk Listrik)

Efek insentif:penghematan BBF untuk mengurangi CO2,promosi investasi-hemat energi dan substitusi produk karbon rendah

Pajak masuk ke general fund

Denmark Pajak CO2

100 Dkr/tCO2 meningkat s/d 200 Dkr/tCO2 tahun 1996 dan s/d 6000 Dkr/tCO2 tahun 2000

Sejak 1993

Light fuel oil, heavy oil,diesel oil,LPG,coal dan residual fuel(kecuali untuk gasoline, natural gas dan bio diesel)

Efek insentif:penghematan BBF untuk mengurangi CO2,promosi investasi-hemat energi dan substitusi produk karbon rendah

Pajak bukan untuk meningkatan pendapatan

Nederland Pajak karbon dan energi

50% pajak energi dan 50% pajak karbon : 5,16 DGL/tCO2 dan 0,3906 DGL/Gj untuk energi

Sejak 1992

Gasoline, light fuel oil, heavy fuel oil, diesel oil, natural gas atau residual oil

Pengendalian emisi CO2

Pajak masuk ke spesial fund untuk lingkungan

Norwegia Pajak karbon 676 NKr/tC s/d 1350

NKr/tC Sejak 1991

Gasoline, light fuel oil, heavy oil, diesel oil, natural gas dan gas yg dibakar dari lapangan minyak di laut

Efek insentif : untuk mengurangi emisi CO2

Pajak untuk general account

Swedia Pajak karbon 370 SKr/tCO2 -1996 s/d

380 SKr/tCO2 1997 Sejak 1991

Gasoline, light fuel oil, heavy oil, diesel oil, LPG,natural gas,coal (kecuali untuk listrik)

Efek insentif : untuk mengurangi emisi CO2

Pajak berhubungan dgn general account

Sumber: Diolah dari data research panel on economic instrument such as taxion and charges in environmental policies. Chapter 1: Situation of Environmental Taxes of Foreigh Countries. Dari website :

http://www.env.go.jp/en/rep/tax/ch1.html. 14Juli 2005.

15) Baumert,Kevin ( 1998 ), Carbon Taxes vs Emission Trading: What the difference, and Which is Better. Menyatakan bahwa pajak karbon dan semua pajak lingkungan adalah instrument kebijakan yang bersifat “price-based”. Pajak menaikkan harga barang dan pelayanan dan akan mengurangi kuantitas permintaan, ini disebut “price-effect” sedangkan trading permits atau emission trading adalah instrument kebijakan berdasarkan “quantity-based”. Walaupun keduanya adalah merupakan “market-based” cara kerjanya berbeda. Pajak karbon menetapkan biaya marjinal untuk emisi karbon dan mengizinkan perubahan dari emisi yang dikeluarkan sementara emission trading menetapkan jumlah emisi karbon yang dikeluarkan dan membiarkan harga berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar.

Pada tabel 2 dapat dilihat persentase pendapatan pajak lingkungan termasuk pajak transportasi terhadap GDP dan persentase pajak energi terhadap GDP . Menurut laporan dari OECD dan IEA (2003) instrumen pajak sering digunakan oleh pembuat kebijakan untuk mempromosikan pengembangan energi terbarukan dan teknologi untuk efisiensi energi dari pada bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

.Tabel 2. Persentase pajak lingkungan ( tidak termasuk energi) dan pajak energi terhadap GDP

Negara

% GDP % Pendapatan Pajak % GDP % Pendapatan Pajak

Austria 0,7 1,6 1,4 3,2 Belgium 0,5 1,1 1,6 3,4 Denmark 2,2 4,3 2,2 4,3 Jerman 0,6 1,4 2,1 4,8 Yunani 0,4 1,2 1,5 4,6 Finlandia 0,1 0,2 2,2 4,7 Perancis 0,5 1,1 2 4,5 Irlandia 1,4 4 1,8 5,2 Itali 0,5 1,2 3,1 7,7 Luxemberg 0,2 0,5 3,1 7 Netherland 2,6 5,9 1,5 3,4 Portugal 0,1 0,3 3 8,4 Spanyol 1 2,7 1,9 5,2 Swedia 0,4 0,8 2,6 5,1 UK 0,6 1,7 2,2 6,3 EU 15* 0,7 1,7 2,2 5,2

* terdiri dari 15 anggota negara Uni Eropa (EU)

Lingkungan Energi

Sumber : Final report : Study on the economic and environmental implications of the use of environmental taxes and charges in the Europw Union and its member states. ECOTEC, research & consulting. April 2001

Pada tabel 3 dapat dilihat instrumen kebijakan pajak yang telah diimplementasi ataupun direncanakan oleh beberapa negara di Eropa. Pada table tersebut dapat dilihat pendekatan implementasinya, pajak energi atau CO2 dan perdagangan (trading).

Tabel 3. Instrumen pajak yang telah diimplementasikan dan direncanakan dibeberapa negara Eropa.

Energi Industri Emisi Energi terbarukan

Australia x x* x Austria x x x Belgia x x x Kanada x x Check Republik x x Denmark x x x x Estonia x x Finlandia x x Perancis x x** x Jerman x x x Itali x x x Jepang x Belanda x x x x Selandia Baru x Norwegia x x x x Slovakia x Swedia x x x Swiss x x x UK x x x x USA x x* x*

* pada level negara bagian ** rencana saat ini dihentikan

Pajak Trading

Pendekatan sukarela (Voluntary Approach) Negara

Sumber: OECD and IEA information paper (2003) OECD environment directorate and international energy agency. Policies to reduce greenhouse gas emission in industry-successful approaches and lessen learned:workshop report.

2.3 Emisi Per Kapita, Energi dan Karbon Intensitas

Berdasarkan studi yang pernah dilakukan maka ada hubungan kuat antara emisi, populasi dan GDP dimana pertumbuhan ekonomi dan populasi sebagai pemicu emisi. Model ekonomi perubahan iklim global banyak menggunakan pendekatan keseimbangan makro ekonomi dimana GDP berhubungan dengan masalah investasi dan konsumsi melalui model produksi Cobb Douglas.

Distribusi emisi per kapita pada setiap negara tergantung dari faktor yang mempengaruhinya dari waktu ke waktu. Menurut identifikasi dari Kaya besarnya karbon yang dikeluarkan sebagai emisi CO2 tergantung pada :

M = Nx (GDP/N) x (E/GDP) x (C/E)

dimana M adalah emisi CO2 ( dalam kg karbon), N adalah populasi (dalam orang), GDP dalam rupiah per tahun, GDP/N adalah pendapatan per kapita ( dalam rupiah

per orang per tahun), E dalam watt, E/GDP adalah intensitas energi ( Watt tahun per rupiah ), C/E adalah intensitas karbon (dalam kgC/W tahun)

McKibbin,Warwick dan Stegman,Alison (2005) menyatakan bahwa hubungan emisi, GDP dan intensitas emisi dapat dilihat melalui persamaa berikut :

Emisi = Populasi x GDP/kapita x Emisi/GDP Atau E = P x GDPPC x I

Dimana GDPPC adalah GDP per kapita, P adalah populasi dan I adalah intensitas emisi. Kalau populasi, pendapatan per kapita dan intensitas emisi adalah faktor yang tidak saling ketergantungan, maka laju emisi akan terjadi jika ada perubahan terhadap ketiga variabel tersebut.

Hubungan dari faktor tersebut menurut Beumart,Kevin et.al 2005 dapat dilihat dari model yang sederhana dengan menggunakan empat faktor yaitu level kegiatan, struktur, intensitas energi dan fuel mix.

A. CO2 = Populasi x GDP/orang x Energi/GDP x CO2/Energi Energi/GDP adalah intensitas energi dan CO2/Energi adalah fuel mix

Intensitas emisi CO2 adalah fungsi dari dua variabel. Variabel pertama adalah intensitas energi dan variabel kedua adalah fuel mix.

B. CO2/GDP = Energi/GDP x CO2/Energi

CO2/GDP disebut intensitas karbon dan merupakan perkalian antara intensitas energi dengan fuel mix. Intensitas energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi per unit dari GDP. Intensitas energi mereflesikan level efisiensi energi dan struktur ekonomi secara keseluruhan termasuk kadar kandungan karbon dari produk yang diimpor dan diekspor. Faktor yang tidak terwakili dalam persamaan A adalah struktur. Sebagai contoh jika sebuah kendaraan yang mengkonsumsi jumlah bahan bakar yang besar jika diganti dengan jenis kendaraan hemat energi akan menurunkan emisi. Level dari intensitas energi tidak berhubungan langsung dengan pembangunan ekonomi. Intensitas energi pada negara berkembang cenderung lebih tinggi dari negara industri karena secara umum pada negara berkembang GDP yang tinggi berasal dari industri manufaktur yang menggunakan

energi intensif sedangkan pada negara industri GDP yang tinggi berasal dari sektor pelayanan yang memiliki karbon rendah. Komponen kedua dari intensitas emisi adalah fuel mix atau secara spesifik adalah kadar karbon dari energi yang dikonsumsi pada suatu negara.16)

.

Gambar 6. Intensitas energi dan karbon 25 negara European Union

Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2004, Part 2 : Energy.

Pada gambar 6 dapat dilihat intensitas energi dan intensitas karbon untuk 25

negara Eropa (anggota EU). GIC adalah gross inland consumption. Intensitas

karbon adalah emisi CO2/gross inland consumption dan intensitas energi adalah

gross inland consumption of energy/GDP. GDP adalah berdasarkan harga 1995. Indikator yang sama untuk 15 negara anggota EU dapat dilihat pada gambar 7

16) McDougall,RA (1993),Short-Run Effects of Carbon Tax. Centre of Policy Studies,Monash University. Untuk menentukan pengaruh dari pajak karbon pada harga bahan bakar, kita perlu mengetahui intensitas emisi untuk tiap-tiap bahan bakar yaitu jumlah kuantitas CO2 yang

Gambar 7. Tren intensitas energi dan karbon 15 anggota European Union Sumber : European union energy & transportation in figures, edisi 2002,

Part 2 :Energy.

2.4 Emisi dan Pertumbuhan Emisi Gas CO2

Beberapa gas rumah kaca terjadi di atmosfir secara alamiah sedangkan gas rumah kaca lainnya terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alamiah tersebut seperti uap air, karbon dioksida, metan, oksida nitrogen dan ozon. Dengan adanya kegiatan manusia maka level dari konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat. Menurut UNFCC, gas rumah kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen

(N2O), perflouorocarbon (PFCs), Hydrofluorocarbons(HFCs) dan sulfur

heksaflorida (SF6). Menurut IPCC konsentrasi CO2 pada tahun 2100 akan berada pada kisar 650 sampai 970 ppm jauh melebihi pada tingkat pra-industri (280 ppm).

Dokumen terkait