• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air & klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.

GOLONGAN TIAZID

Golongan obat : hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon)

 Mekanisme kerja : menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.

 Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain. Indapamid memiliki kelebihan karena efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi ventrikel.

 Masa kerja : bendroflumetiazid memiliki waktu paruh 3 jam, hidroklorotiazid 10-12 jam dan indapamid 15-16 jam.

 Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal

 Efek samping :

- pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia ydan dapat berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis.

- hiponatremi dan hipomagnesemia serta hiperkalemia

- menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pd pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut

- hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL dan trigliserida)

- pada penderita DM menyebabkan hiperglikemi karena mengurangi sekresi insulin

DIURETIK KUAT (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS) Furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat

 Mekanisme kerja : diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kontransport Na+ , K+ , Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit.

 Farmakodinamik : waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari

 Indikasi : pasien hipertensi dengan gangguan funsgsi ginjal (kreatinin serum >2,5 mg/dL)

 Efek samping :

- menimbulkan hiperkalsiura - menurunkan kalsium darah

DIURETIK HEMAT KALIUM Amilorid , triamteren dan spironolakton • Indikasi :

• Kontra indikasi :

- penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih dari 2,5 mg/dL - gagal ginjal

• Efek samping :

- menimbulkan hiperkalemia pada pasien gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, B-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium

- penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih dari 2,5 mg/dL - spironolakton menyebabkan ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi

dan penurunan libido pada pria • Interaksi:

- pemberian kortikosteroid,agonis β-2, da amfoterisin B memperkuat efek hipokalemia diuretik

-

- AINS mengurangi efek hipertensi diuretik karena menghambat sintesis prostaglandin di ginjal

- AINS penghambat ACE dan β-blocker dapat meningkatkan risiko hiperkalemia bila diberikan bersama diuretik hemat kalium

3.2. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker)

Pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β-bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain:

1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung

2. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal engan akibat penurunan produksi angiotensin II

3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin

Dari berbagai β-bloker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih. Bersifat kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal, cukup diberikan sekali sehari. Metropolol perlu diberikan dua kali sehari dan kurang kardioselektif dibanding dengan atenolol. Labelatol dan karvedilol memiliki efek vasodilatasi karena selain menghambat reseptor β, obat ini menghambat reseptor α. Sehingga memperkuat efek antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin pada ekstremitas.

 Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik atau antipsikotik.

 Efek samping : bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA dan menurunkan kakuatan kontraksi miokard

 Kontraindikasi : pada keadaan bradikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung yang belum stabil

PENGHAMBAT ADRENORESEPTOR ALFA (α-BLOKER)

Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi α hipotensi ortostatik α refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma

 Indikasi : hipertensi dengan - dislipidemia/diabetes melitus - hipertrofi prostat

 efek samping

- Efek lain : hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan dosis (fenomena dosis pertama). Pasien dengan deplesi cairan (dehidrasi,

puasa) dan usia lanjut lebih mudah mengalami fenomena dosis pertama ini. Gejala, pusing sampai sinkop.

 sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual dan lain-lain

ADRENOLITIK SENTRAL 1. METILDOPA

 Mekanisme kerja : dalam SSp menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin denga hasil akhir α-metilnorepinefrin. Stimulasi reseptor α-2 di sentral mengurangi sinyal simpatis ke perifer.

 Indikasi : obat antihipertensi tahap kedua, efektif bila dikombinasikan dengan diuretik. Dapat digunakan untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan.

 Farmakokinetik : absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap. Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50% diekskresi melalui urim dalam konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk utuh. Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan metabolitnya. Waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak tercapai setelah 6-8 jam pemberian oral atau i.v., dan efektifitas berlangsung sampai 24 jam. Perlambatan efek ini nampaknya berkaitan dengan proses transport ke SSP, konversinya menjadi metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak.

 Efek samping : yang paling sering sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering dan sakit kepala. Depresi, gangguan tidur, impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, dan hidung tersumbat. Jarang –jarang terjadi anemia, hemolitik autoimun, trombositopenia, leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom seperti lupus (lupus-like syndrome). Pemberhentian mendadak dapat menimbulkan peningkatan TD mendadak (fenomena rebound)

2. KLONIDIN

Bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan simpathetic outflow. Efek hipotensif klonidin terjadi karena penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus simpatis menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung.

 Farmakokinetik : absorpsi oral berlangsung cepat dan lengkap dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Dapat pula diberikan transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian peroral. Farmakokinetiknya bersifat non linier dengan waktu paru 6 jam sampai 13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieleminasi dalam bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan fungsi ginjal atau pada usia lanjut.

 Indikasi : sebagai obat ke-2 atau ke-3 bila penurunan diuretik belum optimal. Untuk beberapa hipertensi darurat. Untuk diagnosik feokromositoma.

 Efek samping :

- Mulut kering dan sedasi setelah beberapa minggu pengobatan. Kira-kira 10% pasien menghentikan pengobatan karena menetapnya gejala sedasi, pusing, mulut kering, mual atau impotensi. Gejala ortosatatik kadang-kadang terjadi terutama bila ada deplesi cairan. Efek central berupa mimpi buruk, insomnia, cemas dan depresi.

- Reaksi putus obat sering terjadi pada penghentian mendadak. Ditandai dengan rasa gugup, tremor, sakit kepala, nyeri abdomen, takikardia, berkeringat, akibat aktivasi simpatis yang berlebihan.

Dokumen terkait