• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Asam Urat

2.4.4 Obat-obat hiperurisemia

Beberapa kelompok obat untuk terapi penyakit gout adalah antiinflamasi nonsteroid, urikosurik yaitu obat yang dapat meningkatkan ekskresi asam urat dan urikostatik yaitu obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat. Terapi untuk mengatasi gout umumnya membutuhkan waktu yang lama bahkan satu tahun, sehingga efek samping yang ditimbulkan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini sering terjadi seperti gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna (Hawkins & Rahn,2005). Dengan demikian diperlukan obat hipourisemik yang memiliki efektivitas dan keamanan yang lebih tinggi.

 Allopurinol

Gambar 2. Struktur Allopurinol

Allopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Allopurinol berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akibat obat dan radiasi. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin. Allopurinol sendiri mengalami biotranformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang dari pada allopurinol, itu sebabnya allopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari (Sulistia G.G et al, 2007).

Dosis untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang lebih berat. Dosis untuk anak hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak 6-10 tahun: 300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun: 150 mg sehari (Sulistia G.G et al, 2007).

 Efek samping Allopurinol (Australian Rheumatology Association, 2009) Ada beberapa samping yang jarang tapi berpotensi serius efek dengan allopurinol.

- Masalah kulit: Allopurinol dapat menyebabkan ruam atau pengelupasan kulit, serta bisul atau bibir sakit atau mulut. Jika salah satu terjadi hubungi Dokter langsung.

- Kelelahan: Mengantuk dapat terjadi. Jika itu membuat Anda merasa mengantuk, menghindari mengemudi atau mengoperasikan mesin.

- Hati: Allopurinol dapat mengobarkan hati menyebabkan jenis hepatitis. Tes darah dapat dipilih jika hal ini terjadi. Dosis allopurinol mungkin perlu dikurangi atau mungkin perlu dihentikan jika terjadi masalah. Hubungi dokter segera jika kulit anda mulai menguning dan mata berwarna putih. - Lainnya: Sakit kepala, pusing, rasa gangguan, tekanan darah tinggi,

umumnya merasa tidak enak, dan rambut rontok dapat terjadi.

Obat urikosorik (Ganiswarna, 1995)

Obat-obat urikosurik meningkatkan klirens ginjal dari asam urat dengan menghambat reabsorpsi tubular asam urat, memperbesar eksresi dan mengurangi konsentrasi asam urat di serum. Terapi dengan obat-obat urikosurik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari

efek urikosuria dan terbentuknya endapan asam urat. Aliran urin yang teratur dan cukup serta pembasaan urin dengan natrium bikarbonat pada beberapa hari pertama terapi dengan obat urikosurik dapat menghilangkan kemungkinan adanya kristalisasi asam urat. Efek samping yang sering terjadi pada pengobatan dengan terapi urikosurik adalah iritasi saluran pencernaan, ruam kulit, hipersensitivitas, dan kristalisasi asam urat di urin. Obat-obat urikosurik memiliki kontraindikasi terhadap pasien yang alergi pada masing-masing obat dan pada penderita yang mengalami ketidaknormalan fungsi ginjal. Obat-obat urikosurik diantaranya adalah:

1. Probenesid

Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Obat ini biasanya diberikan pada dosis 250 mg dua kali sehari selama 1-2 minggu kemudian dilanjutkan 500 mg selama 2 minggu. Setelah itu dosis dilanjutkan 500 mg setiap 1-2 minggu hingga keadaan menjadi normal atau sampai dosis maksimum 3 g (Sulistia G.G et al, 2007)

2. Sufinpirazon

Sufinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorbsi tubular asam urat. Diberikan dengan dosis 100-200 mg dua kali sehari dan ditingkatkan sampai 400-800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal.

3. Salisilat

Obat ini memiliki efek paradoksikal dari dosis tinggi dan dosis rendah. Dosis kecil ( 1 g atau 2 g sehari) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan alkalinasi urin, kelarutan asam urat dalam urin meningkat sehingga tidak terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal.

2.5 Kafein

Gambar 4. Struktur kafeina

Kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Maka, dalam penelitian ini kafein digunakan sebagai penginduksi asam urat yang poten yang dapat menyebabkan hewan coba menjadi hiperurisemia (Azizahwati et al, 2005).

Kafein adalah basa sangat lemah dari larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilap putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat, merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya digunakan berdasarkan khasiat sentralnya merangsang semua susunan saraf pusat, mula – mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medulla spinalis hanya dirangsang dengan dosis besar (Sudarmi, 1997)

Kafein dapat dikeluarkan dari otak dengan cepat, tidak seperti alkohol atau perangsang sistem saraf pusat yang lain. Tambahan lagi, kafein tidak mengganggu fungsi mental tinggi dan tumpuan otak. Pengambilan kafein secara berkelanjutan

akan menyebabkan badan menjadi toleran dengan kehadiran kafein. Oleh itu, jika pengambilan kafein diberhentikan (proses ini dinamakan "penarikan" atau "tarikan"), badan menjadi terlalu sensitif terhadap adenosin menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak yang seterusnya mengakibatkan sakit kepala dan sebagainya (Ganiswarna, 1995).

Dalam dosis standar antara 50-200 mg, kafein utamanya mempengaruhi lapisan luar otak. Pengaruh ini bisa mengurangi kelelahan. Dalam dosis besar pusat vasomotor dan pernapasan terpengaruh. Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200-300 mg kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup. Tapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung kepada kafein. Keracunan kafein kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara dengan 600 mg kafein. Lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan pencernaan makanan, rasa lelah, gelisah, sukar tidur, tidak nafsu makan, sakit kepala, pusing, bingung, berdebar, sesak nafas, dan kadang sukar buang air besar (Setiawan, 2002).

2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah

Dokumen terkait