METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Prosedur kerja .1 Preparasi sampel
Pembuatan simplisia berupa daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) melalui tahapan-tahapan pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta syarat terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, penggilingan dan pengayakan.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak daun binahong digunakan metode ekstraksi cara panas dengan digesti dan menggunakan etanol 70%.
Ditimbang serbuk simplisia daun binahong 400 gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah lalu diekstraksi dengan metode digesti menggunakan pelarut etanol 70 % sampai seluruh serbuk terendam oleh pelarut, pada suhu 50°C selama 3 jam diatas waterbath dan sesekali diaduk hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak dengan ditandai warna pelarut jernih. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan. Setelah didapatkan ektrak kental maka dihitung hasil rendemen ekstrak (hasil perolehan kembali) dengan rumus:
Bobot ekstrak yang didapat
% Rendemen = --- x 100% Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi
3.3.3 Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak Susut Pengeringan dan Kadar Air
Ekstrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram dan dimasukan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar.
Kadar Abu
Lebih kurang 2 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b (Depkes RI, 2000).
3.3.4 Uji Penapisan Fitokimia (Farnsworth, 1996) A. Identifikasi golongan alkaloid
Sebanyak + 5 gram serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagai larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendroff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.
B.Identifikasi golongan flavonoid
Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
C.Identifikasi golongan saponin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil.
D.Identifikasi golongan Polifenol
200 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air lalu dipanaskan selama 10 menit, larutan didinginkan, setelah dingin larutan disaring. Filtrat ditetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes. Lalu diamati perubahan warnanya. Hasil positif polifenol adalah terbentuknya larutan berwarna hijau kehitaman atau biru tua, maka menunjukkan mengandung polifenol.
3.3.5 Persiapan Hewan Uji
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan bergalur Sprague-Dawley yang berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram diaklimatisasi selama 1 bulan agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badannya. Selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Hewan uji dipilih sebanyak 36 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor.
3.3.6 Rancangan Percobaan
Hewan uji dipilih sebanyak 36 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor (Tabel 1).
Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji
Kelompok Jumlah
Tikus Perlakuan
I 6 Kontrol normal, diberi air larutan Na-CMC 0,5 %
II 6 Kontrol negatif, diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 %
Na-CMC 0,5 % dan allopurinol 4 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % (Pembanding)
IV 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak etanol 70% dosis rendah
V 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak etanol 70% dosis sedang
VI 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak Etanol 70% dosis tinggi
Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan (Sudjana, 1992).
Jumlah hewan uji yang digunakan adalah :
(n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (6-1) ≥ 15 (n-1) (5) ≥ 15 (5n-5) ≥ 15 5n ≥ 20 n ≥ 4
jadi hasil ini sudah dapat diterima, berdasarkan rumus Federer.
3.3.7 Perhitungan Dosis.
Perhitungan Dosis Untuk Uji Pendahuluan
Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu, hal ini dikarena belum adanya penelitian terdahulu mengenai daun Binahong sebagai penurun kadar asam urat darah. Dosis pendahuluan yang digunakan adalah dosis rendah 10 mg/kgBB, dosis sedang 100 mg/kgBB, dosis tinggi 1000 mg/kgBB, dan dosis agak tinggi 2000 mg/kgBB untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta seluruh ekstrak kental. Setelah itu didapatkan rentang dosis uji masing-masing ekstrak untuk diujikan kepada hewan uji.
3.3.8 Percobaan
Pada uji ini dilakukan upaya peningkatan kadar asam urat darah dengan menginduksi tikus dengan kafein 3 mg/200 g BB. Setelah penginduksian tersebut, kadar asam urat darah tikus dikontrol dan diukur pada hari ke 0 untuk meyakinkan bahwa kafeina dengan dosis tersebut menyebabkan hiperurisemia. Selesai perlakukan, semua tikus diistirahatkan di dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum. Pada hari ke 1 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing setiap hari. Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada hari ke 3, ke 6 dan ke 9 setelah perlakuan (Azizahwati et al, 2005)
3.3.9 Cara Pengambilan Darah
Sebelum diambil darah, ekor tikus dibersihkan dengan etanol 70%. Darah diambil melalui ekor dengan cara melukai/memotong ekor dengan pisau kecil. Darah yang keluar dari ekor lalu diteteskan pada strip asam urat.
3.3.10 Pengukuran Kadar Asam Urat Darah
Pengukuran kadar asam urat dalam darah dilakukan dengan menggunakan alat tes strip asam urat. Alat tes strip Easytouch GCU (Glucose Cholesterol Uric acid) dirancang untuk pengukuran kuantitatif dari tingkat asam urat dalam darah. Pengukuran ini berdasarkan penentuan perubahan arus yang disebabkan oleh reaksi asam urat dengan reagen pada elektroda dari strip tersebut. Ketika sampel darah menyentuh area target sampel dari strip, darah secara otomatis ditarik ke dalam zona reaksi dari strip. Hasil tes akan ditampilkan pada layar setelah 20 detik (Bioptik technologi Inc).
3.3.12 Uji Statistik Terhadap Kadar Asam Urat Darah
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Dimana kadar asam urat darah Hari Pertama untuk semua kelompok uji diuji homogenitasnya (Levene) dan uji kenormalannya (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test). Bila kedua uji ini dipenuhi maka selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan bila terdapat perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD. Tetapi bila ada salah satu atau kedua uji tersebut tidak dipenuhi maka analisis dilakukan dengan uji Kruskall Wallis (Dahlan, 2004).
Hipotesis : Ho: tidak ada perbedaan yang bermakna anatara setiap kelompok
Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok
Kriteria pengujian : Bila nilai sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Bila nilai sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan (Dahlan, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4