• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 5. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral Beserta Tempat Aksi (Anonim, 2007)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

a. obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin),

b. sensitiser insulin yaitu obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,

c. penghambat glukoneogenesis, yaitu metformin golongan biguanida (Anonim, 2006a),

d. penghambat absorbsi glukosa, antara lain inhibitor α -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa (Anonim, 2005b).

a. Golongan sulfonilurea. Obat dengan golongan sulfonilurea digunakan dalam meningkatkan sekresi insulin (Triplitt, Reasner, 2005), selain itu dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin dan menurunkan sekresi glukagon (Priyanto, 2009). Dalam tubuh, sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan kalsium sehingga terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca2+ terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh tubuh (Triplitt, Reasner, 2005).

Gambar 6. Mekanisme Aksi Golongan Sulfonilurea (Allan, 2008)

Pada geriatri, penggunaan obat golongan sulfonilurea harus berhati-hati, oleh karena itu untuk memulai terapinya menggunakan dosis yang

sangat rendah. Selain itu, golongan ini merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal atau kurang serta tidak mengalami ketoasidosis sebelumnya (Priyanto, 2006). Efek samping golongan sulfonilurea adalah gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya (Anonim, 2005a).

Sulfonilurea mempunyai dua generasi yaitu generasi pertama dan kedua. Pembagian tersebut didasarkan kekuatan daya kerja dan efek samping yang ditimbulkan obat tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid. Generasi kedua meliputi glimepirid, glipizid dan glibenklamid. Generasi kedua berdaya kerja lebih kuat daripada generasi pertama (Triplitt, Reasner, 2005).

Salah satu golongan sulfonilurea generasi kedua adalah glikazid. Mekanisme obat ini dengan merangsang sekresi insulin dari sel-sel β -Langerhans kelenjar pankreas dan meningkatkan sensitivitas sel-sel β -Langerhans terhadap stimulus glukosa (Anonim, 2009d).

Obat yang masuk dalam golongan sulfonilurea ini mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan efek hipoglikemik. Selain itu, obat ini mempunyai efek agregasi trombosit yang lebih poten. Glikazida dapat diberikan bagi penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan (Anonim, 2005a).

Dosis awal 40-80 mg 1 kali sehari bersama sarapan, maksimal 240 mg/hari dalam 1-2 kali pemberian. Glikazid dosis rendah dapat diberikan 1 kali sehari, sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalam dosis terbagi (Anonim, 2009d).

b. Golongan glinid. Senyawa ini bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di pankreas untuk memproduksi insulin. Termasuk golongan ini adalah repaglinida, nateglinida, dan mitiglinida. Nateglinida cenderung bekerja lebih cepat dan aksinya lebih pendek dibandingkan repaglinida. Obat-obat ini secara khusus efektif bila dikombinasikan dengan metformin atau obat diabetes lain (Anonim, 2006b).

Repaglinida merupakan turunan asam benzoat yang memiliki efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal (Anonim, 2005a). Nateglinida merupakan turunan fenilalanin. Ekskresi utama melalui ginjal (Anonim, 2005a).

c. Golongan biguanida. Mekanisme kerja dari golongan biguanida yaitu dengan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer dan pengambilan glukosa serta menghambat glukoneogenesis (Priyanto, 2009). Glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa yang bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino (Poedjiadi, 1994).

Gambar 7. Mekanisme Aksi Golongan Biguanida (Cheng, Fantus, 2005)

Dari gambar diatas dapat dillihat mekanisme metformin yaitu dalam keadaan normal enzim AMPK (Adenosin- monophosphate- activated- protein kinase) akan diaktifkan oleh adenosin monofosfat (AMP) yang terbentuk dari proses pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat (AMP) pada siklus pembentukan energi di dalam mitokondria. Aktivasi AMPK oleh metformin akan menghambat enzim asetil-koenzime A carboxylase, yang berfungsi pada proses metabolisme lemak. Proses ini akan menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim-enzim yang berperan pada lipogenesis.

Selain itu, enzim AMPK di hati akan menurunkan expresi sterol regulatory element-binding protein 1 (SREBP-1), suatu transcription factor

yang berperan pada patogenesis resistensi insulin, dislipidemia, dan steatosis hati (perlemakan). Pada jaringan otot metformin akan menyebabkan translokasi

glucose transporter-1 (GLUT 1) dari dalam sel ke membran plasma, sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa masuk ke dalam sel otot (Zhou, Myer, Li, 2001).

Salah satu contoh obat yang masuk dalam golongan biguanida dan masih digunakan dalam pengobatan Diabetes Melitus saat ini adalah metformin. Dalam Asian Pacific Type 2 Diabetes Policy Group edisi keempat dengan judul Type 2 Diabetes practical and treatments tahun 2005, metformin merupakan terapi awal pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan dan direkomendasikan pula bagi pasien yang pasien yang tidak obesitas pada beberapa negara.

Metformin tidak direkomendasikan pada orang yang sudah tua (usia >80 tahun) dan bagi seseorang yang mengalami disfungsi ginjal dimana nilai kreatinin >1,5mg/dL pada pria dan 1,4mg/dL pada wanita (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2006).

Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam.

Efek samping dengan penggunaan metformin adalah mual, muntah, terkadang diare dan dapat menyebabkan asidosis laktat (Anonim, 2005a). Metformin mempunyai afinitas terhadap membaran mitokondria. Adanya aktivitas ini, mempengaruhi transport elektron (konsentrasi NADH meningkat) dan menghambat metabolism oksidatif. Ketika level metformin tinggi, fosforilasi oksidatif menurun dan metabolisme aerob berubah menjadi anaerob

(Bruijstens, Luin, Jungerhans & Bosch, 2008). Dalam keadaan anaerob ini, asam laktat terbentuk (Poedjiadi, 1994).

Metformin meningkatkan produksi laktat dalam splanchnic bed dan sistem vena portal. oleh karena peningkatan laktat tersebut, aktivitas enzim piruvat dehidrogenase menurun dengan demikian terjadi perubahan dalam metabolism anaerob (Bosenberg dan Zyl, 2008). Dalam Drug information handbook edisi ke-14, dosis untuk dewasa adalah 500 mg dua kali sehari (Lacy, Armstrong, Goldman, Lance, 2008-2009).

d. Golongan tiazolidindion. Senyawa ini bekerja dengan meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR-γ (Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Gambar 8. Mekanisme Aksi Golongan Tiazolidindion (Cheng, Fantus, 2005)

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer. Contoh obat dari golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon. Pioglitazon menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer.

e. Penghambat α –glukosidase, mekanisme penghambatan dilakukan pada enzim

α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita DM.

Gambar 9. Mekanisme Aksi Golongan Penghambat Alfa Glukosidase (Allan, 2008)

Obat golongan ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah sewaktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama (Anonim, 2005a).

Disamping obat hipoglikemik oral yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat obat yang mempunyai mekanisme berbeda yaitu dengan meningkatan efek dari inkretin. Inkretin merupakan suatu hormon peptida yang disekresi oleh epitel usus sebagai respon terhadap makanan yang dimakan dan berfungsi mempertahankan homeostasis glukosa darah (Anonim,2009f).

Hormon inkretin meningkatkan sekresi insulin dari sel-sel β-pankreas sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi setelah makan. Selain fungsi diatas, fungsi inkretin adalah menghambat pelepasan glukagon dari sel α-pankreas dalam kondisi hiperglikemia (Aryono, 2009). Contoh golongan obatnya yaitu golongan analog GLP-1 dan Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor.

a. analog GLP-1 (glucagon-like peptide-1). Mekanisme kerja golongan obat ini menyerupai kerja dari GLP-1 endogen. Yang merupakan golongan ini adalah exatinade. Exenatide juga merupakan anggota pertama dari kelas baru obat antidiabetik. Exenatide menunjukkan kemampuan yang sama dengan GLP-1 manusia. Hormon inkretin GLP-1 dan GIP diproduksi oleh sel endokrin dari sel

β-pulau Langerhans pada pankreas. Hanya GLP-1 yang menyebabkan sekresi insulin pada status diabetik. Namun GLP-1 itu sendiri tidak efektif untuk pengobatan dibetes secara klinis karena memiliki waktu paruh yang sangat singkat.

Exenatide mengandung sekitar 50% asam amino yang serupa (homolog) dengan GLP-1 dan memmiliki waktu paruh yang lebih panjang. Exenatide meningkatkan sintesis dan sekresi insulin berdasarkan keberadaan glukosa,

sehingga lebih kecil risikonya terjadi hipoglikemik. Selain itu risiko kenaikan berat badan juga lebih kecil bila dibandingkan obat anti diabetes lainnya (Arnita, 2007).

b. Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor. Kurangnya inkretin disebabkan oleh hadirnya protein DPP-4 yang bekerja memecah inkretin. Padahal, kurangnya hormon inkretin ini dapat mengganggu keseimbangan antara glukagon dan insulin. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penghambat untuk menghambat DPP-4.

Mekanisme kerja dari golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan kadar dan aksi dari GLP-1 dan GIP (GLP-1 reseptor agonis), meningkatkan sekresi insulin sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi glukagon dari sel alfa pankreas (Anonim, 2009f). Obat yang termasuk dalam DPP-4 (Dipeptydil peptidase-4) inhibitor adalah sitagliptin dan vildagliptin.

1) Sitagliptin, merupakan obat pertama dari golongan DPP-4. Obat ini bekerja dengan menghambat inaktifasi inkretin GLP-1 dan GIP melalui inhibisi secara kompetitif enzim oleh DPP-4 (Arnita, 2007). Pemberian bersamaan sitagliptin dengan makanan kaya lemak tidak berefek terhadap farmakokinetikanya, maka sitagliptin bisa diberikan dengan atau tanpa makanan.

2) Vildagliptin

Enzim DPP-4 dapat membuat hormon inkretin yang dihasilkan di gastrointestinal seperti Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan

glucose-dependent insulinotropic peptide (GIP) secara cepat dibuat inaktif. GLP-1 dan GIP dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan sekresi glukagon untuk merespon kondisi hiperglikemia. Dengan menghambat enzim DPP-4, maka kadar inkretin yang aktif dapat ditingkatkan dan aktivitasnya diperlama hingga menjanjikan keuntungan yang lebih baik untuk para penderita diabetes (Anonim, 2008b).

Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi kontrol glukosa darah yang diinginkan (Anonim, 2009b).

2. Dosis Obat Hipoglikemik Oral

Tabel II. Macam Obat Hipoglikemik Oral Beserta Dosis

Golongan Generik Nama dagang

mg/tab Dosis harian (mg) Lama kerja (jam) Frek/ Hari Waktu klorperamid Diabenese 100-250 100-500 24-36 1 glibenklamid Daonil 2,5-5 2,5-15 12-24 1-2 Minidiab 5-10 5-20 10-16 1-2 Glucotrol-XL 5-10 5-20 12-16 1 glikazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2 glikuidon Glurenom 30 30-120 6-8 2-3 glimepirid Arnaryl 1,2,3,4 0,5-6 24 1 1,2,3,4 1-6 24 1 1,2,3,4 1-6 24 1 Sulfonilurea 1,2,3,4 1-6 24 1

Glinid repaglinid Novonorm 0,5, 1,2 1,5-6 24 1

Sebelum makan

Tiazolidindi on

rosiglitazone Avandia 4 4-8 24 1 Tidak

bergantu ng jadwal makan Penghambat Glukosidase α

Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersama

suapan pertama

Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3 metformin XR Glumin XR 500 500-2000 24 1 metformin+ glibenklamid Glucovance 250/1,25 500/2,5 500/5 Total glibenklami d 20mg/hari 12-24 1-2 rosiglitazon+ metformin Avandamet 2mg/500mg 4mg/500mg 8mg/2000m g(dosis maksimal) 12 2 sesudah makan glimepirid+ metformin Amaryl-met 1mg/250mg 2mg/500mg - 2 Kombinasi rosiglitazone +glimepirid avandaryl 4mg/1mg 4mg/2mg 8mg/4mg (dosis maksimal) 24 1 (Anonim, 2006a) E. Insulin

Dokumen terkait