• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Obesitas

2.2.1 Definisi Obesitas

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik27. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Batas kegemukan umumnya adalah 20% melebihi standar normal. Obesitas terjadi jika, selama periode waktu tertentu, jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak16.

2.2.2 Klasifikasi Obesitas

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks masa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk menentukan berat badan lebh atau obes. Orang yang lebih besar-tinggi dan gemuk, akan lebih berat dari orang yang lebih kecil28.

Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. IMT dapat memberikan kesan yang umum mengenai derajat kegemukan (kelebihan jumlah lemak) pada populasi, terutama pada kelmpok usia lanjut dan pada atlit dengan banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass.

Tabel 2.2. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT danlingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik7

Risiko ko Morbiditas

Klasifikasi IMT (kg/m2) Lingkar perut <90cm (laki-laki) <80cm (perempuan) >90cm (laki-laki) >80cm (perempuan) Berat badan kurang <18,5 Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis Sedang

Kisaran normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat

Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat

Obes II >30,0 Berat Sangat berat

2.2.3 Epidemiologi Obesitas

Pada tahun 1995, diperkirakan ada 200 juta orang dewasa obesitas di seluruh dunia. Pada tahun 2000, jumlah orang dewasa obesitas meningkat menjadi lebih dari 300 juta.. Di negara-negara berkembang, diperkirakan lebih dari 115 juta orang menderita masalah terkait obesitas28. Pada bulan November 2004, database telah mengumpulkan data yang mencakup 86% populasi orang dewasa di seluruh dunia. Dan didapatkan pada tahun 2005, sekitar 1,6 miliar orang diseluruh dunia memiliki kelebihan berat badan dengan 400 juta orang dewasa obesitas 29. Di Amerika, obesitas merupakan suatu masalah yang diakui, angka kejadian obesitas terakhir sekitar 34% orang dewasa dan 15-20% anak anak dan remaja30.Epidemi obesitas saat ini telah dilaporkan di beberapa wilayah di seluruh dunia. Tingkat obesitas tertinggi telah dilaporkan di kepulauan pasifik dan tingkat terendah telah terlihat di Asia. Angka di Eropa dan Amerika Utara umumnya tinggi, sementara kejadian di Afrika dan negara-negara Timur Tengah bervariasi. Pada bulan November 2004, database telah mengumpulkan data yang mencakup sekitar 86% populasi

orang dewasa di seluruh dunia. 1,6 miliar orang di dunia memiliki berat badan yang berlebih dan 400 juta merupakan orang dewasa dengan obesitas29

Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang teradi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi khusus nya pada kota kota besar. Prevalensi nasional pada obesitas tipe

pear shaped (usia >15 tahun) di Indonesia sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obesitas) dan prevalensi obesitas tipe apple shaped

sebesar 26,6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Kelompok dengan karakteristik obesitas tipe apple shaped tertinggi di Indonesia berada dalam rentang umur 40-54 tahun sebanyak 27,4%. Penelitian epidemiologi yang di lakukan di daerah sub urban di daerah kota Jakarta Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi obesitas sebesar 4,2% di daerah Kayu Putih, Jakarta pusat. Sepuluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas sudah mencapai 17,1%, dimana ditemukan prevalensi obesitas pada laki-laki dan perempuan masing masing 10,9% dan 24,4%. Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didapatkan 48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan 2003 didapat 44% orang dengan berat badan lebih dan obesitas7

2.2.4 Patofisiologi dan Komplikasi Obesitas a. Fungsi Adipokin

Adiposit, yang terdiri lebih dari satu miliar sel, tidak hanya menyimpan triasilgliserol di depot lemak di berbagai tempat tubuh untuk menyediakan cadangan energi, namun secara keseluruhan merupakan jaringan endokrin terbesar yang terus berkomunikasi dengan jaringan lain oleh sekretagog yang dikeluarkan oleh adiposit, seperti proteohormon lectin, adiponektin, dan visfatin. Insulin dan proteohormon membantu mengatur massa lemak tubuh. Kelompok gen lainnya yang berkontribusi terhadap adipokin adiposit meliputi sitokin, faktor pertumbuhan, dan

protein komplementer. Tumor nekrosis faktor (TNF) a, interleukin (IL) -1, dan IL-6 yang menyebabkan steatonekrosis lokal, namun juga didistribusikan oleh sistem vaskular dan menyebabkan peradangan di tempat lain. Kandungan lemak yang ditingkatkan pada otot menjadi sangat signifikan pada obesitas berat sehingga pencitraan resonansi magnetik seluruh tubuh menunjukkan kumulatif 31.

Depot lemak di lokasi otot yang serupa dengan jaringan adiposa viseral total. Lemak perifer pada bagian pinggul tampaknya berhubungan dengan fungsi endokrin, karena lemak ini banyak digunakan sebagai cadangan energi jangka-panjang. Depot lemak viscial melepaskan adipokin inflamasi., yang bersamaan dengan asam lemak bebas, ini memberikan dasar patofisiologis untuk kondisi komorbid yang terkait dengan obesitas seperti resistensi insulin dan diabetes mellitus. Adipokin viseral akan diangkut oleh sistem vaskular portal ke hati, meningkatkan steatohepatitis nonalkohol (NASH), dan juga oleh sirkulasi sistemik ke berbagai bagian lainnya. Seiring dengan lipotoksisitas asam lemak, adipokin viseral juga berkontribusi terhadap peradangan inflamasi adipokine yang menyebabkan disfungsi sel beta pankreas, yang menyebabkan mengurangi sintesis dan sekresi insulin31.

b. Peran Adipokin Spesifik

Dislipidemia, hipertensi, dan aterogenesis adalah kondisi komorbiditas, di samping resistensi insulin, yang terkait dengan obesitas dan sangat dipengaruhi oleh sekresi adipokin inflamasi yang beragam, terutama dari jaringan adipose putih (WAT) di depot lemak visceral. Adenokin spesifik meningkatkan endotel pada vasomotor dengan mengeluarkan renin, angiotensinogen, dan angiotensin II, yang serupa dengan sistem renin-angiotensin ginjal (RAS), tetapi bila disekresikan dari adiposit dapat meningkatkan hipertensi pada pasien obesitas. Sekresi TNF-α meningkat sebanding dengan peningkatan total massa lemak tubuh dan meningkatkan peradangan pada hati berlemak dan depot lemak di tempat lain, terutama di pankreas, mesenterium, dan situs visceral usus. Tanda

inflamasi yang meningkat pada obesitas umumnya berkontribusi pada kondisi inflamasi seperti NASH dan di bronkus pasien dengan apnea obstruktif. Penanda ini tidak hanya mencakup TNF-α dan IL-6, tetapi juga reaktan fase imun seperti protein C-reaktif, glikoprotein asam α1, dan antigen amiloid spesifik, terutama pada hati berlemak31.

Reaktan fase-akut adalah penanda peradangan penting yang juga diregulasi dalam keadaan tahan insulin yang terkait dengan diabetes. Adiposit juga merangsang makrofag terkait lemak yang juga mengeluarkan protein kemoattractant monosit (MCP-1), faktor penghambat migrasi makrofag (MMIF), dan resistin, yang semuanya mengurangi sensitivitas insulin yaitu meningkatkan resistensi insulin. Makrofag ini berkontribusi pada keadaan inflamasi yang disempurnakan dan sebagai stimulator imun, meningkatkan kumpulan kinase protein mitogenaktivasi (C-Jun N-terminal kinase, penghambat faktor inti kappa beta Kinase b (NF-KB), dan phosphatidylinositol 3-kinase), menginduksi faktor transkripsi NF-KB yang memungkinkan defosforilasi protein

docking IRS-1 dan -2, yang dapat menghambat transport glukogen

GLUT4, yang mengakibatkan resistensi insulin31.

c. Anti-inflamasi secretagogues

Untuk mengatasi pembekuan dari efek nflamasi yang merugikan , sel adiposa juga mengeluarkan hormon anti-inflamasi, seperti adiponektin, visfatin, dan protein penguat asilasi yang berhubungan dengan pelengkap, yang memberikan efek menguntungkan yang dapat menghambat adipokin inflamasi. Dengan cara ini, hormon pelindung dan protein pelengkap menjadi anti-inflamasi dan anti ateroskogenik dalam tindakan, karena secara bersamaan meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki disfungsi endotel vaskular. Efek ini paling jelas ketika adipokin anti-inflamasi ini menjadi kurang, seperti pada saat tingkat adiponektin menurun seiring dengan meningkatnya obesitas. Kemungkinan defisiensi reseptor adiponektin, adipokin inflamasi, serta asam lemak berlebih, semuanya berkontribusi terhadap resistensi insulin dan komorbiditas lainnya. Menariknya, leptin dapat bertindak baik sebagai secretagogue anti-inflamasi dan pro-inflamasi, karena meningkatkan sensitivitas insulin untuk pengambilan glukosa dalam otot namun mendorong inflamasi dan angiogenesis pada tempat lain31.

2.2.5 Strategi penurunan dan pemeliharaan Berat Badan a. Terapi diet

Pada program manajemen berat badan, terapi diet direncanakan berdasarkan individu. Terapi diet harus dimasukkan ke dalam status pasien

overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 1000

kcal/hari, sebaiknya kebutuhan energi basal pasien diukur terlebih dahulu. Pengukuran kebutuhan energi dapat menggunakan rumus dari Harris-Benedict7 :

Laki laki  B.E.E = 66,5+(13,75 x kg) + (5,003 x cm) – (6,775 x age) Wanita  B.E.E = 655.1 + (9.563) + (1850 x cm) – (4.676 x age)

b. Aktivitas fisik

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapat dicapai7.

c. Terapi perilaku

Stategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus kontrol, pemecahan masalah, contigency management, cognitive estructuring dan dukungan sosial 7.

d. Farmakoterapi

Sibutramine dan Orlisat merupakan obat obatan penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat. Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahanannya. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat strok.

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan pengantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial7.

e. Terapi bedah

Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI >40 atau >35 dengan kondisi kormobid. Terapi bedah

ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas ekstrem7.

Dokumen terkait