• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

5. Objek Pajak

Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Undang-Undang PPh), yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.81

Dilihat dari adanya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

81

a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, Notaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan

d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.82

Penghasilan-penghasilan yang termasuk didalam kategori ini bersifat tidak final. Atas PPh yang telah dibayarkannya dapat dijadikan sebagai kredit pajak atau Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum.

82

pengurang pajak pada saat dilakukan perhitungan kembali di akhir tahun pajak (SPT Tahunan Badan/SPT Tahunan OP).

Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang PPh mengatur mengenai penghasilan-penghasilan yang termasuk dalam Objek Pajak. Selain mengatur mengenai penghasilan yang termasuk sebagai Objek Pajak, Pasal 4 Undang-Undang PPh juga mengatur mengenai penghasilan yang dikenakan PPh Final dan tidak termasuk Objek Pajak.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur mengenai objek pajak penghasilan (PPh). menurut ketentuan ini yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:83

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; c. Laba usaha;

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

83

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4.

1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;

4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang;

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi;

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

s. Surplus Bank Indonesia.

Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan, adalah :84

a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;

84

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (3).

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; c. Warisan;

d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh;

f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2) bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:

1) Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;

2) Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;

3) Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;

m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;

n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Klasifikasi pengalihan hak atas tanah dan bangunan dibagi menjadi pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara orang-perorangan atau badan hukum swasta dengan orang-perorangan atau badan hukum swasta (non pemerintah dengan non pemerintah), atau antara antara orang-perorangan atau badan

hukum swasta dengan pemerintah (non pemerintah dengan pemerintah). Pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara non pemerintah dengan pemerintah dibagi menjadi pengalihan hak atas tanah yang tidak memerlukan persyaratan khusus dan pengalihan hak atas tanah yang memerlukan persyaratan khusus.

Pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara non pemerintah dengan non pemerintah maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut wajib dibayar pajak penghasilan finalnya (PPh PHTB), demikian juga antara non pemerintah dengan pemerintah yang tidak memerlukan persyaratan khusus juga wajib dibayar PPh PHTB. Pengecualian terhadap pengalihan hak atas tanah yang dilakukan antara non pemerintah dengan pemerintah yang memerlukan persyaratan khusus, maka penghasilan yang diterima atau diperoleh non pemerintah dikenakan PPh PHTB, sedangkan terhadap pemerintah tidak dikenakan PPh PHTB.85

Pengalihan hak atas tanah yang dilakukan antara non pemerintah dengan pemerintah yang memerlukan persyaratan khusus berlaku bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang pembebasannya oleh pemerintah lokasinya tidak dapat dipindahkan ke tempat lain karena untuk:

86 a. Jalan umum;

85

Direktorat Jenderal Pajak, Seri PPh - Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-danatau-bangunan, terakhir diakses tanggal 10 Nopember 2014.

86

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Penjelasan Pasal 5 Huruf b.

b. Saluran pembuangan air, saluran irigasi; c. Waduk, bendungan, bangunan pengairan lain; d. Pelabuhan, bandar udara;

e. Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul banjir, lahar, dan bencana alam lainnya serta tempat pembuangan sampah;

f. Fasilitas tentara/polisi.

Mengenai pengalihan hak atas tanah dan bangunan dapat dilakukan dengan cara:87

a. Penjualan,

b. Tukar menukar termasuk ruislag, c. Perjanjian pemindahan hak, d. Pelepasan hak,

e. Penyerahan hak, f. Lelang,

g. Hibah,

h. Cara lain yang disepakati kedua pihak non pemerintah,

i. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, j. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan

termasuk untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

87

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Pasal 1 ayat (2)

Terhadap pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan cara lain yang disepakati, antara lain:

a. Warisan,

b. Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease), c. Sale and lease back,

d. Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan atau bangunan (inbreng, in-kind

participation),

e. Pengalihan hak sehubungan dengan Built Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah,

f. Penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha (merger, consolidation, expantion, take over),

g. Pembubaran badan hukum (likuidasi),

h. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 6. Penghitungan PPh Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Penghitungan Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPh PHTB) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh PHTB sebesar 5% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh PHTB. Besarnya PPh PHTB adalah sebesar 5% (lima persen) dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (JBNPHTB), kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana (RSS) yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha

pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dikenai PPh sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.88

Secara ringkas penghitungan PPh PHTB dapat digambarkan sebagai berikut:

PPh PHTB = tarif x DPP PPh PHTB

DPP PPh PHTB = JBNPHTB/ Nilai Risalah Lelang/ Nilai Keputusan Pejabat JBNPHTB = Nilai tertinggi antara Nilai Transaksi dan NJOP PBB PPh PHTB = 5 % x DPP PPh PHTB

Kecuali untuk RS dan RSS penghitungan PPh PHTB: PPh PHTB = 1 % x DPP PPh PHTB.

Contoh:

NJOP TB = Rp.347.000.000,00

Harga Transaksi/Jual = Rp.500.000.000,00 PPh PHTB terutang 5% x Rp.500.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00.

D. Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan

Dokumen terkait