• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN

D. Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan

2. PPh Final PHTB Dalam Transaksi BOT

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama

Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (“Built Operate And Transfer”) jo.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, pembayaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor bagi orang pribadi bersifat final dan bagi wajib pajak badan adalah merupakan pembayaran pajak penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Hanya saja

dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan sebesar 5% tersebut diatas apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.91

Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang

Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (“Built Operate

And Transfer”) jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah tersebut, maka kewajiban pajak penghasilan bagi investor berlaku ketika proyek BOT tersebut telah selesai dilaksanakan dan beroperasi serta pendapatan yang diperoleh investor apabila masa perjanjian BOT diperpendek dari masa yang telah ditentukan, sedangkan kewajiban pajak penghasilan bagi pemilik tanah berlaku ketika masa perjanjian BOT berakhir dan bangunan diserahkan pihak investor kepada pemegang hak atas tanah, namun apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah maka ketentuan pajak penghasilan ini tidak diberlakukan.

Mengenai besarnya PPh Final terutang pemegang hak atas tanah dan bangunan dapat diuraikan sebagai berikut:92

1. Penghasilan pemegang hak atas tanah karena menerima sebagian dari bangunan

yang didirikan.

91

Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, Bagian IV Point 2.

92

Atep Adya Barata, Panduan Lengkap Pajak Penghasilan, (Jakarta: Visimedia, 2011), hal.303.

Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepeda pemegang hak atas tanah, maka bagian bangunan yang diserahkan merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan tersebut terutang PPh sebesar 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai tertinggi antara nilai pasar (market value) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan dan harus dilunasi pemegang hak atas tanah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.

Nilai pasar atau NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, ditentukan bilai mana yang lebih tinggi antara keduanya. Nilai tertinggi itulah yang dipakai sebagai dasar perhitungan. Pelunasan PPh disetor sendiri oleh pemegang hak atas tanah.93

Contoh:

a. Bagian bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas

tanah menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

Rp.6.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya Rp.5.000.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah nilai pasar.

PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah: 5% x Rp.6.000.000.000,00 = Rp.3.000.000.000,00

93 Ibid.

b. Bagian bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas

tanah menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

Rp.6.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya Rp.7.000.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah NJOP PBB.

PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah: 5% x Rp.7.000.000.000,00 = Rp.350.000.000.000,00

2. Penghasilan pemegang hak atas tanah karena penyerahan bangunan dari investor

setelah masa BOT selesai.94

Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir, terutang PPh sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai tertinggi antara Nilai Pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan yang diserahkan, dan harus dilunasi pemegang hak atas tanah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna serah berakhir.

Contoh:

a. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah

pada masa akhir BOT menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

Rp.7.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya Rp.6.000.000.000,00 maka yang dijadikan dasar perhitungan adalah nilai pasar.

94

PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah: 5% x Rp.7.000.000.000,00 = Rp.350.000.000,00

b. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah

pada masa akhir BOT menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

Rp.7.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya Rp.7.500.000.000,00 maka yang dijadikan dasar perhitungan adalah nilai pasar.

PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah: 5% x Rp.7.500.000.000,00 = Rp.375.000.000,00

Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas: a. Bagi orang pribadi bersifat final, dan

b. Bagi wajib pajak badan adalah merupakan pembayaran pajak penghasilan Pasal

25 yang dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Pengenaan PPh Final sebesar 5% diberlakukan terhadap wajib pajak non pemerintah, sedangkan terhadap pemerintah tidak dikenakan pajak. Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama

Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (“Built Operate And Transfer”), pihak pemerintah tidak dikenakan pajak.95

Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah kadang kala membutuhkan tanah dan bangunan guna menunjang pelaksanaan tugas yang diembannya. Tanah dan/atau bangunan yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum merupakan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya tanah atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum dan sebagainya.96

Apabila pemerintah membutuhkan tanah dan bangunan dalam pelaksanaan tugasnya, maka pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum guna mendapatkan suatu tanah dan bangunan, misalnya dengan cara pembebasan tanah dan bangunan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah dan bangunan. Perbuatan hukum ini mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh instansi pemerintah yang seharusnya dikenakan pajak. Tetapi karena tujuan perolehan hak ini untuk menjalankan fungsinya maka perolehan hak oleh negara untuk penyelenggaraan

95

Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, Bagian IV Point 2

96

pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum ditetapkan bukan menjadi objek pajak.97

3. BPHTB Dalam Transaksi BOT

Sebagaimana ditentukan dalam UU BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Pelunasan BPHTB menjadi salah satu prasyarat yang harus dipenuhi penerima hak untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah, guna perolehan sertipikat tanda bukti hak atas tanah. Dalam transaksi BOT perubahan status hak atas tanah dari Hak Pengelolaan menjadi Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan merupakan objek BPHTB bagi investor yang menerima hak atas tanah, dan harus dibayar sejak penerbitan sertifikat HGB di atas Hak Pengelolaan tersebut.

Dalam ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) tidak memasukkan BOT sebagai objek pajak pengalihan tanah dan bangunan, sehingga dengan demikian terhadap BPHTB dalam transaksi BOT tidak ada dasar hukum pemungutannya.

97