BAB III KEPASTIAN SAAT TERHUTANG BPHTB DAN PPH FINAL
A. Saat Terutang Pajak Dalam Perpajakan
Pada setiap ketentuan pengenaan atau pemungutan pajak, satu hal yang sangat menentukan untuk dapat dilakukan pemungutan pajak atas suatu objek pajak adalah saat pajak terutang. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Setiap undang-undang pajak harus menentukan kapan saat pajak terutang dengan jelas agar tidak menimbulkan sengketa antara wajib pajak dengan fiskus.98
Mengenai saat timbulnya utang pajak, terdapat dua ajaran yaitu ajaran materil (materiele leer) dan ajaran formal (formele leer). Menurut ajaran materil (materiele
leer) menyatakan bahwa timbulnya utang pajak pada saat diundangkannya undang-
undang pajak dan terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, Untuk menentukan saat wajib pajak melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan kapan waktunya wajib pajak wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya. Untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat timbulnya utang pajak.
98
tanpa harus diikuti Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak. Syarat subjektif adalah syarat yang melekat pada subjeknya seperti seseorang lahir di Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia. Syarat objektif adalah syarat yang melekat pada objeknya seperti memiliki penghasilan kena pajak, melakukan penyerahan barang kena pajak, memiliki tanah dan bangunan. Pada saat seluruh syarat timbulnya utang pajak terpenuhi, saat itu juga sudah menjadi kewajiban.99
Sedangkan menurut ajaran formal, sebaliknya, menyatakan bahwa di samping undang-undang, utang pajak baru timbul jika ada perbuatan manusia yang menimbulkannya. Adanya syarat-syarat objektif dan subjektif timbulnya utang pajak sajaa belum cukup, masih harus dilengkapi dengan adanya perbuatan manusia berupa Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh pejabat pajak. Dengan demikian, menurut ajaran formal, saat timbulnya utang pajak adalah pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak. Menurut ajaran ini meskipun undang-undang pajak telah diundangkan, seseorang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, apabila Surat Ketetapan Pajak belum diterbitkan oleh pejabat pajak maka utang pajak belum timbul. Menurut ajaran formal, adanya Surat Ketetapan Pajak merupakan syarat mutlak timbulnya utang pajak.
100
99
Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas, Penagihan Pajak di Indonesia, (Malang: Bayu Media Publishing, 2006), hlm.2.
100
Soemarso S.R., Perpajakan: Pendekatan Komprehensif, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm.11.
Utang menurut hukum perdata adalah perikatan, yang mengandung kewajiban bagi salah satu pihak (subjek hukum) untuk melakukan sesuatu (prestasi) atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi hak pihak lain. Artinya, apabila pihak yang wajib melakukan suatu prestasi tidak melakukan hal itu atau jika pihak yang wajib tidak
melakukan sesuatu ternyata melakukan hal itu, maka akan terjadi suatu contract
break sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut kepada pihak yang melanggar isi perikatan.101
Pengertian utang pajak dalam hukum pajak tergolong sebagai utang dalam arti sempit. Wajib pajak (debitor) diwajibkan membayar sejumlah uang dalam jumlah tertentu ke kas negara (kreditor) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Utang pajak timbul secara khusus karena negara (kreditor) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debitornya, seperti halnya dalam hukum perdata. Hal ini terjadi karena uutang pajak timbul karena undang-undang.102
Utang pajak mempunyai sifat memaksa, yaitu pelunasan utang pajak dapat dipaksakan secara langsung oleh negara kepada wajib pajak. Paksaan ini dijamin oleh hukum. Negara melalui Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan penyitaan atas barang milik wajib pajak yang tidak melunasi hutang pajaknya untuk kemudian dapat dijual secara lelang maupun non lelang guna pelunasan utang pajak. Kewajiban pajak harus dipenuhi oleh wajib pajak. Kewajiban pajak yang harus dipenuhi tersebut, yang
101
Rochmat Soemitro, Asas-asas dan Dasar Perpajakan 2, (Bandung: Aresco, 1990), hlm.1. 102
menimbulkan utang pajak harus dipenuhi wajib pajak, agar kewajibannya sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang pajak dapat terpenuhi. Utang pajak inilah yang menjadi pokok pangkal semua kegiatan pemungutan pajak.
Penentuan saat terutangnya pajak merupakan bagian penting dalam ketentuan perpajakan. Saat ini dapat digunakan untuk:103
1. Pembayaran/penagihan pajak;
2. Pemasukan Surat Keberatan;
3. Penentuan daluarsa;
4. Penerbitan Surat Penetapan Pajak.
Saat terutangnya pajak merupakan dasar untuk melakukan pembayaran pajak. Pada umumnya, ada tenggang waktu tertentu antara saat terutangnya pajak dengan saat pembayaran (pelunasan pajak). Jika utang pajak telah jatuh tempo (saat bayar) dan ternyata belum dibayar, maka dilakukan penagihan pajak oleh kantor pajak. Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau suatu masa pajak ditetapkan tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Keterlambatan pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenakannya sanksi administrasi.104
Demikian juga halnya dengan pengajuan surat keberatan. Surat keberatan pajak dapat diajukan dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) setelah diterimanya surat ketetapan pajak (saat terutangnya pajak menurut ajaran formal). Daluarsa dihitung
103 Ibid. 104
Djoko Muljono, Panduan Brevet Pajak: Akuntansi Pajak dan Ketentuan Umum Perpajakan, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010), hlm.113.
sepuluh tahun sejak terutangnya pajak. Demikian halnya dengan surat ketetapan pajak, yang pengeluarannya ditentukan oleh saat terutangnya pajak.
Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran materiil hanya memiliki dua fungsi yaitu sebagai instrumen penagihan pajak, sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak. Sedangkan menurut ajaran fomal memiliki tiga fungsi yaitu sebagai instrumen yang menimbulkan utang pajak, sebagai instrumen penagihan pajak, dan sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.
Surat ketetapan pajak dalam undang-undang perpajakan nasional, tidak selalu diterbitkan oleh pejabat pajak kepada wajib pajak. Surat ketetapan pajak diterbitkan antara lain apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik misalnya, wajib pajak tidak melaporkan pajaknya sesuai dengan yang seharusnya. Dalam hal demikian akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ataupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Pajak yang kurang dibayar menurut penelitian aspek formal dan sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan terhadapnya ditagih oleh fiskus dengan Surat Tagihan Pajak (STP). STP adalah surat dari Kepala KPP untuk melakukan tagihan pajak yang kurang bayar/tidak bayar dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.105
105
Muda Markus, Perpajakan Indonesia, Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm.386.
B. Saat Terhutang BPHTB Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) mengatur dengan jelas penentuan saat terutang pajak yang harus diikuti pada setiap jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pada Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) penentuan saat terutang pajak berguna untuk menentukan beberapa hal antara lain:
1. Apakah suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang pajak atau
tidak;
2. Ketentuan pengenaan pajak dan fasilitas pajak yang mana yang akan
diberlakukan. Adanya perubahan peraturan di bidang BPHTB, baik di tingkat undang-undang, peraturan pemerintah, maupun keputusan menteri keuangan pada suatu waktu tertentu (misalnya perubahan ketentuan pemberian pengurangan BPHTB dan besarnya presentase pengurangan) akan berpengaruh pada perlakuan terhadap obyek pajak yang pada akhirnya akan berpengaruh pada besarnya BPHTB terutang yang akan dibayar. Hal ini sangat terkait dengan saat terutangnya pajak yang menjadi dasar kewajiban pembayaran pajak terutang oleh wajib pajak.
3. Penentuan besarnya denda administrasi bila sekiranya berdasarkan
pemeriksaan fiskus harus diterbitkan STB, SKKB, dan SKBKBT.
4. Penentuan batas akhir hak wajib pajak untuk mengajukan keberatan dan
pengurangan pajak.106
Ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :107
1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 3. Hibah : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta;
106
Marihot Pahala Siahaan (b), Op.Cit., hlm.207-208. 107
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 90
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang;
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya
ke Kantor Pertanahan;
10.Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat
Keputusan Pemberian Hak;
11.Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 12.Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 13.Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta; 14.Hadiah : Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta.
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak. Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.108
108
Tony Marsyahrul, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), hlm.183.
Dengan demikian kewajiban bayar BPHTB muncul pada saat:109
1. Dibuat dan ditandatanganinya Akta untuk Jual Beli, Hibah, Hibah Wasiat, Tukar
Menukar, Pemasukan Dalam Perseroan atau badan hukum lainnya, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah, dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
2. Pendaftaran Peralihan Hak untuk Waris;
3. Ditunjuknya pemenang Lelang untuk Lelang;
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian hak baru;
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap untuk Putusan
Hakim.
C. Saat Terhutang PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan