• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer)"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUKUM PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS

TANAH DAN BANGUNAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM

TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER)

Tesis

Oleh

DINA ARFINA

127011112/MKn.

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

(2)

ABSTRAK

Built, Operate and Transfer (BOT) adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana investor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut, juga menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya investor diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya selama waktu tertentu.

Perjanjian kerjasama dengan sistem Built, Operate and Transfer (BOT) tersebut

terjadi bukan hanya antara pemerintah dengan swasta, akan tetapi bisa juga antara non pemerintah dengan swasta. Perjanjian BOT antara pemerintah dengan swasta tidak ada kendala dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Tanah dan Bangunan, namun dalam perjanjian BOT antara non pemerintah dengan swasta menemui kendala dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final PHTB. Karena itu perlu dikaji mengenai pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, kepastian saat terhutang mengenai BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah penyerahan bangunan dari investor kepada pemilik tanah, pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP bangunan/nilai Pasar bangunan. Sedangkan pengenaan BPHTB pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT tidak diatur oleh UU PDRD. Saat terhutang PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah pada saat sebagian bangunan yang diserahkan investor ke pemilik tanah, pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP bangunan/nilai pasar bangunan yang diserahkan. Setelah jangka waktu BOT berakhir, atas seluruh bangunan yang diserahkan dari investor ke pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP Bangunan/nilai pasar bangunan yang diserahkan tersebut. Sedang saat terutang BPHTB pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT tidak ada kejelasan saat terutangnya. Kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah dalam ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD tidak ada pengaturan tentang BOT sebagai objek pajak, sedangkan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT dikenakan pajak/terutang pajak, sebagaimana diatur dalam ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.

(3)

ABSTRACT

Built, Operate and Transfer (BOT) is the financing for a construction project in which the investor should himself prepare the project financing. He should also be responsible for preparing the materials, equipment, and other facilities which are needed for the project equipment. The compensation is that he will be given the right to operate and to benefit its economy in a certain time. Cooperative agreement by using BOT system is not only between the government and private sector but also between non-government and private sector. There is no obstacle in BOT agreement between the government and private sector in levying BPHTB and Final PPh (income tax) on land and building rights transfer, while obstacle in the same case is found in BOT agreement between non-government and private sector; the obstacle is also found in levying BPHTB and Final PPh on the land and building rights transfer in BOT transaction.

The research used judicial normative and descriptive analytic approaches. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically, systematically, and deductively.

The result of the research showed that levying Final PPh on land and building rights transfer in BOT transaction is transferring buildings from an investor to the land owner by levying PPh BPHTB 5% of the highest value between building NJOP/market value. Meanwhile, levying BPHTB on land and building rights transfer in BOT transaction is not regulated in PDRB law. Payable time of Final PPh on land and building rights transfer in BOT transaction is when a part of the building is transferred by the investor to the land owner by levying 5% of the highest value between building NJOP/market value. When BOT ends, the whole building will be transferred to the land owner although there is no certainty about the payable time when BPHTB payable on the land and building rights transfer occurs. The judicial obstacle is that there is no specific regulation on BOT transaction in Article 85, paragraph 1 and paragraph 2 of PDRB law as taxable item in levying BPHTB and Final PPh on land and building rights transfer, while Final PPh on land and building rights transfer is levied tax payable as it is stipulated in the provision of the Decree of the Minister of Finance No. 635/KMK.04/1994 as it is finally amended to the Regulation of the Minister of Finance No. 243/PMK.03/2008.

(4)

JUDICIAL ANALYSIS ON LEVYING LAND AND BUILDING RIGHTS ACQUISITION TAX AND FINAL INCOME TAX ON LAND AND

BUILDING RIGHT TRANSFER IN BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER)

THESIS

BY

DINA ARFINA 127011112/M.Kn

MAGISTER OF NOTARIAL AFFAIRS STUDY PROGRAM FACULTY OF LAW

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu

persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera

Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih

judul : “Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas

Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan

tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak,

agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan

pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya

secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum., selaku

Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,

CN., serta Bapak Dr. Bastari, SE., MM., masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukkan dan bimbingan kepada penulis selama

dalam penulisan tesis ini dan kepada Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN,

MHum., dan Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.

(6)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, Mhum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., Selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan

Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada

ayahanda Letkol (Purn) Dr. H. Wasfi Zainul dan Ibunda Hj. Harmiaty, yang telah

melahirkan, membesarkan dan mendidik ananda dengan penuh kasih sayang, serta

Suamiku H. Amar Subchan Indra, Amd, SS., atas segala pengorbanan dan

pengertiannya, serta anak-anakku tersayang Malikah Mazaya Indra dan Mahfuzah

Syafura Indra atas segala dorongan serta semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada kakak penulis, dr.

(7)

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan,

Khususnya rekan-rekan Magister Kenotariatan Kelas Reguler Angkatan 2012,

Hujjatul Marwiyah, Ivo Fara Zara, SH, MKn., Suci Mulani, SH, MKn., Syafwatun

Nida, SH, MKn., Dini Novrina, Afriyani Pohan, Zaisika Khairunnisak, dan

kawan-kawan satu angkatan lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu

dan memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sampai saat

penulis selesai menyusun tesis ini.

Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.

Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak

khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.

Medan, Nopember 2014

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Dina Arfina

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 29 Januari 1978

Alamat : Jl. Karya Kasih Nomor 81, Gedung

Johor, Kota Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 36 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Nama Bapak : Letkol (Purn) Dr. H. Wasfi Zainul

Nama Ibu : Hj. Harmiaty

Nama Suami : H. Amar Subchan Indra, Amd, SS.

Anak Kandung : Malikah Mazaya Indra

Mahfuzah Syafura Indra

II. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Taman Harapan Medan

(1984-1990)

Sekolah Menengah Pertama : SLTPN 10 Medan (1990-1993)

Sekolah Menengah Atas : SMA Tunas Kartika I (1993-1996)

Universitas : 1. Sekolah Tinggi Bahasa Asing

Harapan Medan (1996-2001)

2. S1 Fakultas Hukum Universitas

Islam

(9)

(1996-2002)

Universitas : S2 Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK --- i

DAFTAR ISI --- ii

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A.Latar Belakang --- 1

B. Permasalahan --- 10

C. Tujuan Penelitian --- 11

D.Manfaat Penelitian --- 11

E. Keaslian Penelitian --- 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi --- 14

1. Kerangka Teori --- 14

2. Konsepsi --- 16

G.Metode Penelitian --- 19

1. Sifat dan Jenis Penelitian --- 19

2. Sumber Data/ Bahan Hukum --- 20

3. Teknik Pengumpulan Data --- 22

4. Analisis Data --- 23

BAB II BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) --- 24

A. Pengertian BOT (Built Operate And Transfer) --- 24

(11)

1. Dasar Hukum BPHTB --- 32

2. Definisi BPHTB --- 33

3. Subjek BPHTB --- 34

4. Objek BPHTB --- 35

5. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB --- 38

6. Perhitungan BPHTB --- 39

C. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan --- 48

1. Dasar Hukum PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan 48 2. Prinsip Pemajakan Menurut UU PPh --- 48

3. Penggolongan PPh Final --- 51

4. Subjek Pajak --- 52

5. Objek Pajak --- 56

6. Penghitungan PPh Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan --- 66

D. Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dalam Transaksi BOT --- 67

1. Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi BOT --- 67

2. PPh Final PHTB Dalam Transaksi BOT --- 70

3. BPHTB Dalam Transaksi BOT --- 76

BAB III KEPASTIAN SAAT TERHUTANG BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) --- 77

(12)

B. Saat Terhutang BPHTB Dalam Transaksi BOT (Built Operate And

Transfer) --- 82

C. Saat Terhutang PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer) --- 84

BAB IV KENDALA YURIDIS DALAM PENGENAAN BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) -- 94

A. Kepastian Hukum --- 94

B. Asas Kepastian Hukum Dalam Perpajakan --- 97

C. Ketentuan Tentang PPh PHTB dan BPHTB Dalam BOT --- 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN --- 112

A. Kesimpulan --- 112

B. Saran --- 113

(13)

DAFTAR ISTILAH

Advalorum : tarif dengan % tertentu yang dikenakan pada

harga atau nilai suatu barang

Ambiguous : penafsiran yang berbeda

Amortisasi : pengurangan pajak

Arrest Hooggerechtshof : yurisprudensi Mahkamah Agung

BOT Agreement : perjanjian bangun guna serah

Built : pembangunan

Certainty : kepastian

Comprehensive income taxation : skedul tarif diterapkan atas kategori penghasilan tertentu

Consolidation : peleburan usaha

Contract break : wanprestasi

Deemed profit : wajib pajak yang menggunakan norma

penghitungan khusus

Degresif : tarif menurun

Efficiency : efisiensi

Expantion : pemekaran usaha

Fee : imbalan atas jasa tertentu

Field research : penelitian lapangan

Fiskus : pemungut pajak

(14)

Global taxation : prinsip pemajakan atas penghasilan

digabungkan tanpa membedakan asal, sumber, dan jenis

Hierarki : tata urutan

Independent agent : perantara yang mempunyai kedudukan bebas

Inbreng : penyetoran modal saham dalam bentuk tanah

dan atau bangunan

Investor : penyandang dana

Juncto : dihubungkan/dikaitkan

Legal order : tata hukum

Library research : penelitian kepustakaan

Likuidasi : pembubaran badan hukum

Materiele leer : ajaran materil

Merger : penggabungan usaha

Official Assesment : perhitungan pajak oleh instansi pemerintah

Operate : pengoperasian

Order : tata aturan

Owner : pemilik tanah

Place of business : tempat usaha

Preferent : hak mendahului

Progresif : tarif meningkat

Proporsional : sebanding

(15)

Rule : aturan tunggal

Rules : seperangkat aturan

Schedular tax system : pengenaan PPh atas jenis dan sumber

penghasilan tertentu, perlakuan pajak beda berdasarkan asal, sumber, dan jenis penghasilan

Self Assesment : perhitungan pajak oleh wajib pajak sendiri

Spirit : semangat

Staatblad : Lembaran Negara, peraturan dan ketentuan

pada masa kolonial Belanda

Take over : pengambilalihan usaha

Tax Law : Undang-undang perpajakan

Tax reform : reformasi perpajakan

Tax reliefs : pengurangan pajak

Transfer : penyerahan kembali

Transparency : transparansi

Unitary tax system : skedul tarif diterapkan atas seluruh tanggungan penghasilan

Wording : kata dan kalimat

(16)

DAFTAR SINGKATAN

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional

BOT : Built Operate and Transfer

BM : Bea Meterai

BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

BUT : Bentuk Usaha Tetap

BW : Burgerlijk Wetboek

Dirjen : Direktur Jenderal

DJP : Direktorat Jenderal Pajak

Dispenda : Dinas Pendapatan Daerah

DPP : Dasar Pengenaan Pajak

HIR : Herziene Inlandsch Reglement

Hlm. : Halaman

JBNPHTB : Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan

KMK : Keputusan Menteri Keuangan

HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

HMSRS : Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

HPL : Hak Pengelolaan

HT : Harga Transaksi

KTP : Kartu Tanda Penduduk

KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

No. : Nomor

(17)

NJOP TB : Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan

NP : Nilai Pasar

NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak

NPOPKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak

NPOPTKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak

OP : Objek Pajak

PBB : Pajak Bumi dan Bangunan

PMK : Peraturan Menteri Keuangan

PN : Pengadilan Negeri

PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak

PP : Peraturan Pemerintah

PPh : Pajak Penghasilan

PPh PHTB : Pajak Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Ps. : Pasal

PT : Perseroan Terbatas

Rbg. : Reglement Buitengewesten

RS : Rumah Sederhana

RSS : Rumah Susun Sederhana

RI : Republik Indonesia

Rp. : Rupiah

RV : Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering

SE : Surat Edaran

SK : Surat Keputusan

SKP : Surat Ketetapan Pajak

SKPD : Surat Ketetapan Pajak Daerah

SKPDKB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

SKPDKBT : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan

(18)

SKPKBT : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

SPPT : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

SPTPD : Surat Pemberitahuan Pajak Daerah

STP : Surat Tagihan Pajak

Stb. : Staatsblad

UU : Undang-Undang

UUPA : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

UU PDRD : Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

UUPPh : Undang-Undang Pajak Penghasilan

(19)

ABSTRAK

Built, Operate and Transfer (BOT) adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana investor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut, juga menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya investor diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya selama waktu tertentu.

Perjanjian kerjasama dengan sistem Built, Operate and Transfer (BOT) tersebut

terjadi bukan hanya antara pemerintah dengan swasta, akan tetapi bisa juga antara non pemerintah dengan swasta. Perjanjian BOT antara pemerintah dengan swasta tidak ada kendala dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Tanah dan Bangunan, namun dalam perjanjian BOT antara non pemerintah dengan swasta menemui kendala dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final PHTB. Karena itu perlu dikaji mengenai pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, kepastian saat terhutang mengenai BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah penyerahan bangunan dari investor kepada pemilik tanah, pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP bangunan/nilai Pasar bangunan. Sedangkan pengenaan BPHTB pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT tidak diatur oleh UU PDRD. Saat terhutang PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah pada saat sebagian bangunan yang diserahkan investor ke pemilik tanah, pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP bangunan/nilai pasar bangunan yang diserahkan. Setelah jangka waktu BOT berakhir, atas seluruh bangunan yang diserahkan dari investor ke pemilik tanah dikenakan PPh PHTB sebesar 5% dari nilai tertinggi antara NJOP Bangunan/nilai pasar bangunan yang diserahkan tersebut. Sedang saat terutang BPHTB pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT tidak ada kejelasan saat terutangnya. Kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT adalah dalam ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD tidak ada pengaturan tentang BOT sebagai objek pajak, sedangkan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT dikenakan pajak/terutang pajak, sebagaimana diatur dalam ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.

(20)

ABSTRACT

Built, Operate and Transfer (BOT) is the financing for a construction project in which the investor should himself prepare the project financing. He should also be responsible for preparing the materials, equipment, and other facilities which are needed for the project equipment. The compensation is that he will be given the right to operate and to benefit its economy in a certain time. Cooperative agreement by using BOT system is not only between the government and private sector but also between non-government and private sector. There is no obstacle in BOT agreement between the government and private sector in levying BPHTB and Final PPh (income tax) on land and building rights transfer, while obstacle in the same case is found in BOT agreement between non-government and private sector; the obstacle is also found in levying BPHTB and Final PPh on the land and building rights transfer in BOT transaction.

The research used judicial normative and descriptive analytic approaches. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically, systematically, and deductively.

The result of the research showed that levying Final PPh on land and building rights transfer in BOT transaction is transferring buildings from an investor to the land owner by levying PPh BPHTB 5% of the highest value between building NJOP/market value. Meanwhile, levying BPHTB on land and building rights transfer in BOT transaction is not regulated in PDRB law. Payable time of Final PPh on land and building rights transfer in BOT transaction is when a part of the building is transferred by the investor to the land owner by levying 5% of the highest value between building NJOP/market value. When BOT ends, the whole building will be transferred to the land owner although there is no certainty about the payable time when BPHTB payable on the land and building rights transfer occurs. The judicial obstacle is that there is no specific regulation on BOT transaction in Article 85, paragraph 1 and paragraph 2 of PDRB law as taxable item in levying BPHTB and Final PPh on land and building rights transfer, while Final PPh on land and building rights transfer is levied tax payable as it is stipulated in the provision of the Decree of the Minister of Finance No. 635/KMK.04/1994 as it is finally amended to the Regulation of the Minister of Finance No. 243/PMK.03/2008.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

bersama-sama dengan pemerintah, yang berlangsung terus menerus dan

berkesinambungan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

material maupun spiritual. Untuk merealisasikannya diperlukan biaya yang besar

yang harus digali terutama dari dalam negeri berupa pajak. Hal ini menempatkan

perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam

kegotong-royongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan.1

Beberapa fungsi penting pajak, antara lain adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara, pembiayaan kepentingan umum, seperti

pembangunan gedung-gedung sekolah, jembatan, jalan umum dan berbagai fasilitas

lainnya yang sering kali digunakan oleh masyarakat. Pada dasarnya pajak digunakan

untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dalam menjalankan pemerintahan.2

Peningkatan pendapatan negara terutama dalam sektor pajak, memberikan

sumbangan positif dalam keuangan negara.3

1

Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.7.

Di sisi lain pajak bukan hanya berfungsi

2

Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Edisi 3, (Jakarta: Granit, 2005), hlm.21. 3

(22)

untuk memasukkan uang ke kas negara, tetapi juga merupakan wujud partisipasi

masyarakat dalam pembangunan dengan memenuhi kewajiban kenegaraan dalam

upaya peningkatan kemandirian bangsa dalam pelaksanaan pembangunan nasional.4

Pajak merupakan bagian penting dan tidak dapat dipisahkan dengan hukum. Dengan

demikian dalam pembangunan nasional khususnya pembangunan hukum di bidang

administrasi negara, hukum pajak merupakan sarana yang penting dalam kerangka

menunjang pemasukan pajak ke kas negara dan menunjang peningkatan pertumbuhan

pembangunan ekonomi dan sosial.5

Sejalan dengan otonomi daerah, kebijakan desentralisasi telah memberikan

wewenang yang lebih banyak kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya

secara otonom, dengan cara mendelegasikan tanggung jawab yang besar kepada

pejabat tingkat lokal untuk merancang proyek pembangunan agar sesuai dengan

kebutuhan masyarakat setempat.6 Salah satu komponen utama pelaksanaan

desentralisasi dalam otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal (pembiayaan

otonomi daerah).7 Untuk itu semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan

akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan

pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah khususnya.8

4

Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm.21.

5

Marihot Pahala Siahaan (a), Hukum Pajak Elementer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.8.

6

Joko Widodo, Good Governanve: Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, (Surabaya: Penerbit Insan Cendekia, 2001), hlm.43.

7

Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Indonesia, (Jakarta: Yellow Printing, 2007), hlm.12. 8

(23)

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu

Pajak Pusat dan Pajak Daerah.9 Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yang terdiri

dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, dan Bea Materai. Sedangkan Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak

daerah terdiri atas Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Propinsi, seperti

Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan

Pajak Kabupaten/Kota, seperti Pajak Hotel, Pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,10

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilimpahkan

pemungutannya dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sehingga

dinamakan Pajak Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 85 sampai dengan pasal 93

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(Undang-Undang Pajak Daerah). Pelaksanaan pelimpahan BPHTB menjadi Pajak

Daerah lebih cepat dibandingkan pelimpahan PBB Perdesaan dan Perkotaan, dimana

peraturan tentang tahapan persiapan pengalihan dilakukan oleh Menteri Keuangan sedangkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) belakangan masuk menjadi pajak daerah.

9

Tony Marsyahrul, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), hlm.5. 10

(24)

bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dalam waktu paling lama 1(satu) tahun

sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah tertanggal 1 Januari 2010, sehingga paling lambat tanggal 31

Desember 2010 merupakan batas akhir persiapan pengalihan BPHTB sebagai pajak

daerah. Maka sejak tanggal 1 Januari 2011 pemungutan BPHTB sudah dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.11

Dalam pengalihan tanah dan bangunan ada beberapa pajak yang dikenakan

antara lain BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh F

PHTB). BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan

bangunan di Indonesia sehingga segala pungutan yang ada kaitannya dengan

perolehan hak (kecuali biaya resmi yang berkaitan dengan pembuatan akta dan

pendaftaran hak atas tanah dan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku) tidak boleh dilakukan oleh pihak manapun di luar ketentuan

Undang-undang BPHTB.

12

BPHTB merupakan pajak yang dikenakan/dipungut oleh

Pemerintah terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan

bangunan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.13

Secara umum, penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau

badan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut maka wajib dibayar

11

Eddy Wahyudi, http://eddiwahyudi.com/2010/12/31/mulai-1-januari-2011-bphtb-telah-resmi-menjadi-pajak-daerah/, terakhir diakses tanggal 04 Mei 2014

12

Muhammad Rusjdi, PBB, BPHTB dan Bea Materai, (Jakarta: PT indeks Kelompok Gramedia, 2005), hlm.127.

13

(25)

pajak penghasilan (PPh).14

Objek PPh adalah penghasilan yang diperoleh dari pengalihan harta berupa

hak atas tanah dan bangunan, ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)

Cara pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang

objek pajak dilakukan dengan dua cara. Pertama, dikenakan PPh secara umum

dengan menggunakan tarif umum (tarif Pasal 17 UU PPh) dan pengenaannya melalui

mekanisme SPT Tahunan. Kedua, dikenakan PPh secara final, seperti Pajak

Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan (PPh PHTB).

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

, berbunyi:

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak

5. ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

14

(26)

6. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Sedangkan objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

(Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah). Peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah suatu

perbuatan hukum yang dikuatkan dengan akta otentik yang mengakibatkan beralihnya

pemegang hak atas tanah kepada pihak lain.15

Seluruh transaksi pengalihan hak atas tanah pada dasarnya dikenakan PPh F

PHTB kecuali bila memenuhi persyaratan yang dapat dibebaskan PPh seperti yang

diatur dalam Peraturan Dirjen Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemberian

Pengecualian Pembayaran Kewajiban atau Pemungutan PPh atas Penghasilan dari

Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BOT hanya sebuah skema atau konsep yang umum sifatnya, maka konsep

BOT tidak hanya dapat digunakan untuk proyek pemerintah saja, tetapi juga dapat

digunakan untuk proyek swasta, artinya pihak yang terlibat antara individu dengan

individu atau swasta dengan swasta. Misalnya penduduk asli memiliki tanah, tetapi

tidak memiliki cukup dana untuk mendirikan bangunan komersial, maka dapat

melakukan pola kerja sama pendirian bangunan hotel/penginapan di atas tanah

penduduk melalui perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer/BOT),

yaitu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan

15

(27)

investor, di mana pihak investor diberikan hak untuk mendirikan bangunan selama

masa perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer/BOT), dan

mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah

masa Bangun Guna Serah berakhir.16

Merujuk pada definisi perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and

Transfer/BOT), maka BOT memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

17

1. Adanya para pihak, yaitu pihak investor yang menyediakan dana untuk

membangun fisik proyek tersebut, dan pihak pemilik tanah/lahan yaitu masyarakat/swasta yang memiliki lahan strategis. Demikian juga pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegang hak pengelolaan atau juga hak ulayat;

2. Adanya objek yang diperjanjikan dalam perjanjian BOT, yaitu lahan atau

beserta bangunannya;

3. Investor dalam jangka waktu tertentu diberi hak kelola atas bangunan yang dibangun untuk mengambil manfaat ekonominya dengan pola bagi hasil,

royalty, atau kompensasi dengan harapan modal yang telah diinvestasikan dapat kembali atau bahkan menguntungkan;

4. Setelah waktu kelola tersebut berakhir, investor mengembalikan bangunan

beserta fasilitas-fasilitas yang melekat pada bangunan tersebut kepada pemilik lahan atau pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegang hak pengelolaan.

Dalam transaksi BOT, pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah

miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua

(investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola

bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa

fee) kepada pemilik tanah (owner), dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah

16

Anita Kamilah, Bangun Guna Serah (Build Operate And Transfer/BOT) Membangun Tanpa Harus Memiliki Tanah (Perspektif Hukum Agraria, Hukum Perjanjian Dan Hukum Publik), (Bandung: Keni Media, 2012), hlm.6.

17

(28)

beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap

dioperasionalkan kepada pemilik tanah (owner) setelah jangka waktu operasional

tersebut berakhir.18

Metode pembiayaan suatu proyek dalam transaksi BOT termasuk segala

sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan proyek tersebut yaitu studi

kelayakan, pengadaan barang dan peralatan, pembiayaan, pembangunan, pemasaran,

pengoperasian dan pemeliharaan proyek yang diserahkan kepada pihak kontraktor

untuk melakukannya. Pihak investor akan mendapatkan pengembalian investasi yang

ditanamkannya melalui pengoperasian proyek tersebut untuk jangka waktu tertentu.

Aset proyek tersebut setelah jangka waktu pengoperasian berakhir akan dialihkan

kepada pihak owner sebagai pemegang hak atas aset tersebut.

19

Keuntungan terbesar dari BOT bagi owner adalah memindahkan risiko kepada

investor, dalam pembangunan fasilitas infrastruktur tersebut. Pada akhir masa

konsesi, owner akan mewarisi hasil dari proyek yang telah terbukti dapat

dioperasionalkan dengan baik.

Di Kota Medan ada beberapa pembangunan proyek dengan menggunakan

kerjasama BOT ini, misalnya pembangunan Plaza Medan Fair di Jalan Gatot Subroto,

Ramayana Teladan di Jalan Sisingamangaraja Eks Terminal Taksi Teladan, The City

18

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademis Peraturan perundang-undangan tentang Perjanjian BOT, (Jakarta: BHPN, 1997), hlm.9.

19

(29)

Hall di Jalan Balaikota, gedung Trade Centre Medan di Jalan Gatot Subroto, dan

Pasar Petisah.20

Dalam transaksi BOT, antara owner/pemilik tanah (swasta) dengan investor

(swasta) atas pengalihan bangunan dari investor kepada owner, owner dikenakan PPh

Final Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh F PHTB).

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2

Juni 1995 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tanggal

14 Juli 1995, bahwa:

”Pembayaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor bagi orang pribadi bersifat final dan bagi wajib pajak badan adalah merupakan pembayaran pajak penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Hanya saja dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan sebesar 5% tersebut diatas apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah”.

Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

248/KMK.04/1995 Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang

Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (”Built Operate

And Transfer”) jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995

tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan

Perjanjian Bangun Guna Serah (Seri PPh Umum Nomor 17) tersebut maka kewajiban

pajak penghasilan bagi investor berlaku ketika proyek BOT tersebut telah selesai

dilaksanakan dan beroperasi serta pendapatan yang diperoleh investor apabila masa

20

(30)

perjanjian BOT diperpendek dari masa yang telah ditentukan, sedangkan kewajiban

pajak penghasilan bagi pemilik tanah (owner) berlaku ketika masa perjanjian BOT

berakhir dan bangunan diserahkan pihak investor kepada pemegang hak atas tanah

(owner).

Mengenai kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) dalam perjanjian kerjasama BOT tidak diatur secara jelas dan

tegas sebagai objek pajak dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Tidak jelasnya pengaturan

objek BPHTB ini menimbulkan perbedaan persepsi antara wajib pajak maupun

instansi pemerintah misalnya Dispenda mengenai pengenaan BPHTB terkait

perubahan status tanah akibat adanya transaksi BOT.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut

mengenai pengenaan BPHTB dan PPh dalam kegiatan BOT yang akan dituangkan ke

dalam judul tesis “Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak

Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer)”.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:

1. Bagaimana pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan

bangunan dalam transaksi BOT (Built Operate And Transfer)?

2. Bagaimana kepastian saat terhutang mengenai BPHTB dan PPh Final pengalihan

(31)

3. Apa kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas

tanah dan bangunan dalam transaksi BOT?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengenaan BPHTB dan PPh Final

pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT (Built Operate And

Transfer).

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kepastian saat terhutang mengenai BPHTB

dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yuridis dalam pengenaan BPHTB

dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/ literatur

mengenai masalah pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah

dan bangunan dalam transaksi BOT, selain itu penelitian ini diharapkan juga

(32)

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah pengenaan BPHTB dan

PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang

ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum

ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Kajian Hukum Pengenaan BPHTB dan

PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built

Operate And Transfer)”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut

masalah kegiatan BOT (Built Operate And Transfer), antara lain penelitian yang

dilakukan oleh :

1. Soleh (NIM. B4B008237), Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Semarang, 2010, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Pembangunan Fasilitas

Umum Dengan Kontrak Bangun Serah Guna/ Build Operate Transfer (BOT) di

Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan”, dengan permasalahan yang diteliti

adalah:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian Bangun Serah Guna/ Build Operate and

Transfer (BOT) di Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan sebelum dan

(33)

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor

50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah?

b. Hambatan apa yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas umum

dengan Kotrak Bangun Serah Guna/ Build Operate and Transfer (BOT) di

Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan?

2. Saudara Amir Faisal Shabuddin Lubis, (NIM. 037011005), Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, 2006, dengan judul penelitian “Penerapan Build

Operate Transfer (BOT) Dalam Investasi Oleh Pemerintah Kota Medan”, dengan

permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana pengaturan BOT di Indonesia?

b. Apakah pada setiap jenis hak atas tanah dapat didirikan bangunan dan

investasi pranata BOT?

c. Bagaimana penerapan kontrak BOT oleh pemerintah kota Medan dalam

rangka investasi?

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut

berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan

demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari

permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik

(34)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,

teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu

terjadi.21

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori

kepastian hukum oleh Roscoe Pound, yang mengatakan bahwa dengan adanya

kepastian hukum memungkinkan adanya “Predictability”.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

22

Sedangkan Van Kant

mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia agar

kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk

menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.23

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 122

Dengan demikian kepastian

hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat

umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan

kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

22

Pieter Mahmud Marzuki (a), Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.158

23

(35)

Kepastian hukum hak atas tanah pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang tercakup dalam pengenaan pajak atas adanya peralihan hak atas tanah

objek BOT :

a. Substansi hukum, yang terdiri dari tujuan, sistem dan tata laksana pendaftaran

tanah;

b. Struktur hukum, yang terdiri dari aparat pertanahan dan lembaga penguji

kepastian hukum, juga lembaga pemerintahan terkait;

c. Kultur hukum, yang terdiri dari kesadaran hukum masyarakat dan realitas

sosial.24

Sistem bangun guna serah atau biasa disebut BOT Agreement adalah

perjanjian antara 2 (dua) pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan

tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua

(investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola

bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa

fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta

bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan

kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, unsur-unsur perjanjian sistem bangun

guna serah (built, operate, and transfer/BOT) atau BOT Agreement, adalah :

a. Owner dan Investor (penyandang dana)

24

(36)

b. Tanah

c. Bangunan komersial

d. Jangka waktu operasional

e. Penyerahan (transfer)

Dengan demikian BOT merupakan suatu konsep pembangunan gedung atau

bangunan dengan biaya sepenuhnya dari perusahaan swasta, beberapa perusahaan

swasta atau kerjasama dengan BUMN yang setelah selesai dibangun akan

dioperasikan oleh investor sampai jangka waktu tertentu dan setelah tahapan

pengoperasian selesai sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BOT, kemudian

dilakukan pengalihan proyek tersebut pada pemerintah selaku pemilik proyek.25

Pada dasarnya BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek

pembangunan yang mana investor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk

proyek tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan,

jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya investor

diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai

ganti atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.26

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

25

Budi Santoso, Op.Cit., hlm.7. 26

(37)

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.27

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok atau individu tertentu.28

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Kajian hukum adalah mempelajari dan menganalisis dari sudut pandang hukum.

b. Pengenaan pajak adalah pembebanan kewajiban pembayaran pajak kepada wajib

pajak.

c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.29

d. Bangunan adalah adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara

tetap pada tanah dan/atau perairan.30

e. Tanah adalah permukaan bumi.31

f. Kegiatan Built Operate and Transfer adalah bentuk perjanjian kerja sama yang

dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan

bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk

mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah, dan

27

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.31. 28

Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta 1996), hlm.19. 29

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pasal 1 angka 1.

30

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal 1 angka 2.

31

(38)

mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah

setelah masa bangun guna serah berakhir.32

g. Owner adalah pemilik tanah dalam transaksi BOT.

h. Investor adalah pemilik modal dalam transaksi BOT.

i. Built Operate and Transfer (BOT) Agreement adalah perjanjian antara dua pihak,

dimana pihak owner menyerahkan penggunaan tanahnya untuk didirikan suatu

bangunan di atasnya oleh pihak investor, dan pihak investor berhak

mengoperasikan atau mengelola bangunan tersebut dalam jangka waktu tertentu,

dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pihak owner, dan pihak investor

wajib mengembalikan tanah beserta bangunan di atasnya dalam keadaan dapat

dan siap dioperasikan kepada pihak owner setelah jangka waktu operasional

berakhir.

j. BOT Term adalah jangka waktu perjanjian/ agreement yang dibuat secara

Notariil.

k. Masa Konsesi adalah jangka waktu masa operasional.

l. NJOP Tanah adalah nilai jual objek pajak atas tanah yang digunakan dalam

transaksi BOT.

m. Harga Pasar adalah harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli pada saat

terjadinya transaksi.

n. NJOP Bangunan adalah nilai jual objek pajak atas bangunan yang dioperasikan

dan dikelola oleh pelaksana pembangunan dalam transaksi BOT. Nilai NJOP

32

(39)

Bangunan ini setelah masa konsesi berakhir akan mengalami penyusutan nilai

aset.

o. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pengenaan

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari

pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan

(PPh).33

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat preskriptif, sesuai dengan sifat ilmu

hukum yang preskriptif yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,

validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum, maka

penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.34

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan pendekatan

yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum

doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang

dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan

hukum yang lain.35

33

Pengertian PPh PHTB, http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-danatau-bangunan, terakhir diakses tanggal 29 April 2014.

Meliputi penelitian terhadap sinkronisasi peraturan

perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang

34

Peter Mahmud Marzuki (b), Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.35. 35

(40)

dibahas,36

2. Sumber Data/ Bahan Hukum

serta menjawab pertanyaan sesuai permasalahan-permasalahan dalam

penulisan tesis ini, yaitu permasalahan pengenaan BPHTB dan PPh Final pengalihan

hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a). Bahan hukum primer.37

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama

yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

beserta peraturan pelaksanaannya, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997

sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1985 sebagaimana diubah oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran

PPh PHTB sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah

36

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.

37

(41)

Nomor 71 Tahun 2008 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor

635/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 635/Kmk.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau

Bangunan.

b). Bahan hukum sekunder.38

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan

dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti

hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari para ahli hukum, serta

dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah pengenaan BPHTB dan PPh dalam

kegiatan BOT.

c). Bahan hukum tertier.39

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang

berkaitan dengan objek penelitian.

Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga

digunakan data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang

telah ditentukan sebagai informan yaitu Pejabat Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota

Medan.

38 Ibid. 39

(42)

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan

melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research).

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari

konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian ini. Sumber data utama dalam penelitian ini

adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder tersebut, maka

dibutuhkan bahan kepustakaan yang merupakan data dasar yang digolongkan

sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier.

b. Wawancara.

Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung dalam

penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan

sebagai informan yaitu Pejabat Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan yang

dianggap mengetahui permasalahan mengenai BPHTB dan PPh Final pengalihan

hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara

dengan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data

(43)

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan

metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang

bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun

penuh dengan variasi (keragaman).40

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

(library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field

research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya

dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran

secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah pengenaan

BPHTB dan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksi BOT.

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu

cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal

yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti

teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk

menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,

41

40

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.53.

guna menjawab

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

41

(44)

BAB II

BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND

TRANSFER)

A. Pengertian BOT (Built Operate And Transfer)

Perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT) merupakan istilah yang relatif

baru dalam kegiatan ekonomi Indonesia, walaupun secara sejarah konsep Built,

Operate and Transfer (BOT) ini sebenarnya telah lama dipraktekan pelaksanaannya

di Kota Eretria Yunani (Athena) pada sekitar 300 tahun Sebelum Masehi.42

Perjanjian kerjasama dengan sistem bangun guna serah atau biasa disebut

dengan sistem Built, Operate and Transfer Agreement (“BOT Agreement”) adalah

perjanjian antara 2 (dua) pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan

tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua

(investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola

bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa

fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta

bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan

kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.43

Sementara menurut pendapat Clifford W. Garstang konsep Built, Operate and

Transfer (BOT) adalah:

42

Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 1982), hlm.172 43

(45)

is a variety of type of project financing known as contractor provided financing. In the standard contractor provided financing a project entity may request proposal for the contruction of a project pursuant to which the contractor will not only provided the materials and services needed to complete the project but will also provide or at least arrange the necessary financing. The contractor will also need to operate the project and use its cash flows to repay the debt it has incurred”.44

Dengan demikian, pada dasarnya Built, Operate and Transfer (BOT) adalah

salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana kontraktor harus

menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga kontraktor harus

menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk

kelengkapan proyek. Kontraktor/investor diberikan hak untuk mengoperasikan dan

mengambil manfaat ekonominya sebagai penggantian atas semua biaya yang telah

dikeluarkannya selam waktu tertentu yang telah diperjanjikan.

Berdasarkan pengertian tersebut BOT Agreement di atas, unsur-unsur

perjanjian sistem bangun guna serah (built, operate, and transfer/BOT) atau BOT

Agreement, adalah :

1. Owner (pemilik tanah);

2. investor (penyandang dana);

3. Tanah;

4. Bangunan komersial;

5. Jangka waktu operasional;

6. Penyerahan (transfer).

44

(46)

Objek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (built, operate, and

transfer/BOT) atau BOT Agreement kurang lebih :

1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi

tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai

bangunan komersial.

2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama,

untuk tujuan :

a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem

telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya

b. Pembangunan properti, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan

sebagainya.

c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk

menghasilkan produk tertentu.

Built, Operate and Transfer (BOT) merupakan suatu konsep yang mana

proyek dibangun atas biaya sepenuhnya perusahaan swasta, beberapa perusahaan

swasta atau kerjasama dengan BUMN dan setelah dibangun dioperasikan oleh

investor dan setelah tahapan pengoperasian selesai sebagaimana ditentukan dalam

perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT), kemudian dilakukan pengalihan

proyek tersebut pada pemilik proyek.45

45

A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.7.

Pada dasarnya Built, Operate and Transfer

(47)

investor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga investor

harus menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk

kelengkapan proyek. Sebagai gantinya investor diberikan hak untuk mengoperasikan

dan mengambil manfaat ekonominya sebagai ganti atas semua biaya yang telah

dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.46

Perjanjian kerjasama dengan sistem Built, Operate and Transfer (BOT)

tersebut dapat terjadi bukan hanya antara pemerintah dengan investor, akan tetapi ada

juga antara non pemerintah dengan investor. Built, Operate and Transfer (BOT)

antara pemerintah dengan swasta terjadi apabila pemilik tanah adalah pemerintah dan

pihak investor merupakan badan hukum swasta, sedangkan Built, Operate and

Transfer (BOT) yang terjadi antara non pemerintah dengan investor terjadi apabila

kedua pihak, baik pemilik tanah maupun investor kedua-duanya merupakan badan

hukum swasta yang bekerja sama dalam transaksi Built, Operate and Transfer

(BOT).47

Built, Operate and Transfer (BOT) dapat digunakan untuk proyek swasta,

artinya pihak yang terlibat yaitu individu dengan individu, individu dengan swasta,

atau swasta dengan swasta. Contoh pelaksanaan Built, Operate and Transfer (BOT)

untuk proyek swasta dapat terlihat dalam perjanjian Built, Operate and Transfer

(BOT) di Denpasar Bali, di mana penduduk asli memiliki tanah di tempat yang cukup

strategis, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk mendirikan bangunan komersial,

46

Ibid., hlm.8-9. 47

(48)

selanjutnya pihak investor meminta izin untuk mendirikan bangunan hotel atau

penginapan di atas tanah penduduk asli tersebut dengan biaya seluruhnya ditanggung

pihak investor dan diperjanjikan untuk jangka waktu 30 tahun atau sesuai dengan

perjanjian untuk dilakukan pengoperasian hasil pembangunan proyek tersebut, di

mana setelah jangka waktu perjanjian berakhir maka bangunan dan sarana prasarana

pendukungnya dikembalikan kepada pemilik hak atas tanah tersebut tanpa syarat.

Selanjutnya di antara para pihak, jika dikehendaki, dapat dilakukan sewa menyewa

setelah masa konsesi tersebut berakhir.48

Berdasarkan uraian tersebut, paling tidak terdapat tiga ciri transaksi Built,

Operate and Transfer (BOT), yaitu:

1. Pembangunan (Built);

Pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya kepada

investor untuk membangun sebuah proyek dengan dananya sendiri (dalam

beberapa hal dimungkinkan didanai bersama/participating interest). Desain dan

spesifikasi bangunan umumnya merupakan usulan pemegang hak pengelolaan

yang harus mendapat persetujuan dari pemilik proyek.

2. Pengoperasian (Operate);

Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek pada

pemegang hak untuk selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan

mengelola proyek tersebut untuk diambil menfaat ekonominya. Bersamaan

dengan itu pemegang hak berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap proyek

48

(49)

tersebut. Pada masa itu pemilik proyek dapat juga menikmati sebagai hasil sesuai

dengan perjanjian jika ada.

3. Penyerahan Kembali (Transfer);

Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek pada

pemilik proyek setelah masa konsesi selesai tanpa syarat (bisaanya). Pembebanan

biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa

yang menanggungnya.

Pembuatan Perjanjian yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Perjanjian

Pembangunan, Pemilikan, Pengelolaan dan Penyerahan Kembali Tanah, Gedung dan

Fasilitas Penunjang, disebut juga sebagai Perjanjian Built, Operate and Transfer

(BOT) atau Bangun Guna Serah.49

Dalam hukum perjanjian, Perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT)

merupakan perjanjian khusus atau disebut juga perjanjian tidak bernama, karena tidak

dijumpai dalam KUHPerdata. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang belum

ada hukum tambahannya sehingga para pihak dapat memberikan nama pada

perjanjian tersebut,

50

49

A.P. Parlindungan, Op.Cit., hlm.208-209.

misalnya perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate and

Transfer/BOT). Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena dalam

KUHPerdata ditemui adanya suatu asas kebebasan berkontrak. Ketentuan mengenai

asas kebebasan berkontrak dapat dijumpai dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

50

Referensi

Dokumen terkait

SKRIPSI PEMAKNAAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM KUMPULAN..... ADLN Perpustakaan

Dalam penulisan rumus struktur , untuk mempelajari kimia organik maka dapat. dilakukan dengan beberapa cara misalnya untuk rumus molekul C 5 H 12

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan program Tha Prink: Pengolahan limbah tusuk sate yang telah dilaksanakan di desa Bendungan kecamatan Kudu kabupaten Jombang, dapat

Simpanan Berdasarkan Provinsi 13 Deposits by Province 13.. 3 Lembaga Penjamin Simpanan / Indonesia Deposit Insurance

Tuliskan secara lengkap informasi yang ditanyakan pada kolom (2) s/d kolom (15) dari proyek-proyek konstruksi yang dikerjakan oleh perusahaan selama tahun 2006. Proyek yang

Power dalam cabang olahraga taekwondo berperanan untuk mendapatkan kekuatan dan kecepatan menendang agar mendapatkan poin sesuai sasaran yang ditargetkan. Power yang

Penurunan jumlah kuman yang lebih besar juga terjadi pada kelompok perlakuan mencit yang diterapi kombinasi ekstrak timi, dan vankomisin (P2) bila