• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oil well cement atau semen sumur minyak

INDUSTRI SEMEN (PABRIK SEMEN GRESIK) A.SUMBER BAHAN BAKU

C. JENIS-JENIS SEMEN

3. Oil well cement atau semen sumur minyak

Merupakan semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4.mixed and fly ash semen

Merupakan campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

Jenis semen menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), sebagai berikut :

No.SNI Nama

SNI 15-0129-2004 Semen portland putih

SNI 15-0302-2004 Semen portland pozolan / Portland Pozzolan Cement (PPC)

SNI 15-2049-2004 Semen portland / Ordinary Portland Cement (OPC)

SNI 15-3500-2004 Semen portland campur SNI 15-3758-2004 Semen masonry

SNI 15-7064-2004 Semen portland komposit

Selain beberapa jenis semen yang telah disebutkan diatas ada pula jenis semen yang bahan bakunya terbuat dari sampah. Semen ini dikenal dengan sebutan ekosemen.

Jepang merupakan negara yang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen. Selain berhasil mengubah sampah menjadi produk semen, Jepang pun berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibuat diatas lapisan sampah, dan juga menerapkan

Nama ekosemen sendiri diambil dari kata “Ekologi” dan “Semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yang sama dengan bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, Proyek itu kemudian dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110,000 ton/tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun, endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.

Penduduk jepang membuang sampah baik organik maupun anorganik, sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton/tahun tersebut yang dibakar (Proses Incineration) menjadi abu (incineration ash) sekitar 37 ton/tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa2 dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insinerasi ini bisa berfungsi sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen biasa.

Table Komposisi senyawa pada ekosemen dan semen biasa (ppm)

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 SO3 Cl

Semen Biasa 62~65 20~25 3~5 3~4 2~3 50~100 ppm Abu Insenerasi 12~31 23~46 13~29 4~7 1~4 150.000 ppm

Sedangkan kandungan CaO yang masih kurang pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu kapur. Penggantian sebagian batu kapur (kandungan utamanya CaCO2) dengan abu insenarasi (kandungan utama CaO) dapat mengurangi emisi CO2 yang selama ini menjadi dilema dalam industri semen. Dalam pembuatan ekosemen ini, chlorine dan logam berat yang terkandung pada abu insinerasi akan diekstrak menjadi artificial ore (Cu, Pb, dll) yang kemudian direcyle untuk digunakan kembali.

Salah satu kendala utama pada pengembangan ekosemen ini adalah proses produksinya yang masih mahal bila dibandingkan dengan produksi semen biasa. Hal ini dikarenakan proses pemisahan klor pada ekosemen yang memakan banyak proses sehingga membuat biaya produksi lebih mahal. Klor ini sendiri diakibatkan plastik vinil yang ikut tercampur pada sampah organik. Sehingga pada pembuatan abu insenarasi, palstik vinil ikut terurai menjadi klor. Klor ini sendiri sangat berpengaruh pada penurunan kekuatan konkrit ekosemen bila tidak dipisahkan. Sehingga pemisahan plastik dari sampah organic secara seksama menjadi kunci utama pada produksi ekosemen ini.

Namun proses pembuatan semen juga dapat dibedakan dengan dua cara yaitu : Semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energy Bbm. Menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara.

Adapun proses pembuatan ekosemen pada prinsip sama dengan pembuatan semen biasa (Portland). Perbedaannya hanya terletak pada proses pembakaran dan pengolahan limbah.

Adapun tahap-tahap prosep pembuatan Ekosemen :

Bahan baku (abu insenerasi, endapan air kotor rumah tangga, residu abu industri) diproses terlebih dahulu, seperti pengeringan, penghancuran, dan pemisahan logam yang masih terkandung pada bahan baku.

Setelah dikeringkan, bahan baku tersebut kemudian dihancurkan pada Raw grinding/drying mills bersamaan dengan batu kapur . Setelah dikeringkan dan dihancurkan, kemudian dimasukkan ke dalam Homogenizing Tank bersamaan dg fly ash (abu yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara) dan blast furnace slag (Limbah yang dihasilkan industri besi). Dua Homoginezing tank ini dimaksudkan untuk mencampuran semua secara merata. Sehingga bisa menghasilkan komposisi yang diinginkan

Berbeda dengan produksi semen biasa dimana dibakar pada suhu 900, pada proses pembuatan ekosemen bahan baku dimasukkan ke dalam rotary klin dan dibakar pada suhu diatas 1350. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung pada abu insenerasi akan diurai menjadi air, gas klor sehingga aman bagi lingkungan. Gas yang keluar

terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yg masih terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang masih mengandung klor. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal Recovery Process.

Pada proses ini, klor yang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang kemurniannya mencapai 35 % atau lebih.Pada proses pembakaran ini akan dihasilkan clinker (intermediate stage pada industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker tank.

Gypsum kemudian ditambahkan bersama clinker dan campuran tersebut dihancurkan pada finish mills yang kemudian akan menghasilkan produk ekosemen.

Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran dengan suhu mencapai 900 0C sehingga menghasilkan: residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.

Dalam proses produksi semen jumlah takaran untuk beberapa senyawa kimia yang digunakan juga harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas produksi semen dan proses pembakaran sehingga penggunaannya perlu dibatasi. Senyawa senyawa tersebut antara lain MgO, K2O, Na2O, SO3, Cl, dan fosfor.

Dampak yang ditimbulkan oleh senyawa-senyawa tersebut adalah: Adapun dampak lain yang timbulkan oleh Industri semen :

Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat, perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan lahan serta pembangunan fasilitas lainnya.

Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.

Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu kesehatan.

Co-Processing merupakan sebuah makna efisiensi dan berkelanjutan dari pengelolaan produk samping industri, limbah diluar ketentuan, produk kadaluarsa dan bahan limbah lainnya yang tidak bisa didaur ulang secara biasa. Limbah dimanfaatkan energi potensial dan komponen

mineral yang terdapat di dalamnya yang kemudian dibuat menjadi sebuah produk penting yaitu semen portland. Pada proses ini, bahan bakar fosil dan bahan mentah pembuatan semen dicampur dengan bahan limbah yang dialihkan dari landfills atau incinerator.

Co-processing adalah salah satu upaya pengolahan limbah dengan melibatkan tanur putar pabrik semen yang menyediakan suhu yang tinggi, waktu tinggal yang lama, kelebihan oksigen, dan pencampuran yang baik sehingga bisa dimanfaatkan energi dan substitusi bahannya dari komponen limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Co-processing dari limbah berbahaya di tanur putar pabrik semen telah dilaksanakan selama lebih dari tiga puluh tahun, dan telah diakui layak untuk mengolah limbah berbahaya berdasarkan peraturan Uni Eropa dan Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya

Pada industri semen, kebutuhan atas CaO, Fe2O3, Al2O3 dapat digantikan dengan limbah-limbah seperti pasir molding, slag dari blast furnace, fly ash-bottom ash, dan juga gypsum sebagai by product. Pada industri semen, limbah yang digunakan dalam co-processing sering disebut sebagai AFR (alternative fuels and raw materials) karena baik energi maupun material dibutuhkan dalam pembuatan semen.

Di Indonesia co-processing dalam industri intensif energi memang belum terlalu berkembang. Penyebabnya dikarenakan penggunaan bahan bakar fosil dianggap masih lebih ekonomis dibandingkan kerumitan dalam upaya pemanfaatan energi dari limbah. Namun akibat perubahan harga bahan bakar, alternative energi termasuk penggunaan limbah berkalori tinggi, akan menjadi pertimbangan.

Meski demikian, tidak berarti bahwa co-processing tidak berjalan di Indonesia. Bahkan kegiatan serupa co-processing untuk limbah B3 telah dimulai sejak 1994, hampir bersamaaan dengan diberlakukannya peraturan tentang pengelolaan limbah B3 serta pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 terintegrasi. Di fasilitas tersebut, limbah-limbah B3 yang memiliki nilai kalori tinggi dilakukan pencampuran dan pengaturan sehingga memiliki nilai kalori dan batas pencemar tertentu untuk selanjutnya diumpankan ke dalam kiln sebagai bahan bakar. Dalam hal ini, co-processing yang dilakukan adalah sebagai recovery energi disamping sebagai penghancuran komponen berbahaya dari suatu limbah.

Baca selengkapnya

Dokumen terkait