• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Parameter Fisika

4.3.2. Oksigen terlarut ( Dissolved Oxygen DO)

Berdasarkan hasil analisis oksigen terlarut atau DO, rataan nilai DO di Way Perigi berkisar antara 4,54 mg/l sampai 6,82 mg/l. Nilai sebaran DO seluruh stasiun pengamatan masih tergolong baik, terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Sebaran rataan nilai DO setiap stasiun selama pengamatan

Pada setiap stasiun, nilai DO tertinggi yaitu saat sampling 3 dan terrendah saat sampling 2. Hal ini dikarenakan DO berkaitan dengan suhu, saat suhu tinggi pada sampling 2 (Gambar 3), maka nilai DO akan rendah dikarenakan banyak oksigen yang terlepas ke udara, begitu juga sebaliknya saat suhu rendah pada sampling 3 (Gambar 3), maka nilai DO akan tinggi. Pada masing-masing stasiun nilai DO tertinggi yaitu pada stasiun 2, hal ini dapat diduga dari arus sungai pada stasiun 2 yang lebih deras dibandingkan stasiun 1 dan 3 (Lampiran 1). Namun pada stasiun 1 saat sampling 1 dan 2, nilai DO berada dibawah baku mutu yang mengindikasikan kurang baik bagi air baku air minum. Hal ini dapat diduga dari

0 1 2 3 4 5 6 7 8

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

DO

(

m

g

/l)

Baku mutu kelas I Baku mutu kelas III Sampling 1

Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

pengadukan di mata air yang tidak terlalu deras, sehingga nilai DO pun tidak terlalu tinggi, di tunjang dengan tingginya suhu yang tinggi.

Selain berkaitan dengan suhu dan arus, DO juga diduga dapat berkaitan dengan jumlah bahan-bahan organik yang mencemari badan perairan, semakin banyak bahan organik yang mencemari badan perairan maka semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik tersebut sehingga kandungan oksigen menurun hingga sedemikian rupa (Buchari 2001). Berdasarkan baku mutu PP RI no.82 tahun 2001 kelas I dan kelas III, nilai DO sebaiknya yaitu ≥ 6 mg/l dan ≥ 3 mg/l (Lampiran 2), sehingga nilai sebaran DO di stasiun 1 berada di bawah baku mutu dan pada stasiun 2 dan 3 masih memenuhi kriteria baku mutu.

4.3.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand- BOD)

Berdasarkan hasil analisis BOD, rataan nilai BOD di Way Perigi berkisar antara 2 mg/l sampai 6,1 mg/l. Nilai rataan BOD pada semua stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sebaran rataan nilai BOD setiap stasiun selama pengamatan

Nilai BOD yang dianalisis dari setiap stasiun selama pengamatan dari hulu ke hilir cenderung berfluktuasi. Namun secara keseluruhan, nilai BOD dari hulu ke hilir semakin meningkat. Tingginya nilai BOD di stasiun 3 dapat diduga dari penumpukan bahan organik yang berasal dari sepanjang aliran sungai sebelum titik stasiun 3, yang berasal dari kegiatan antropogenik. Pada sampling 3 nilai BOD

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

B O D (m g /l) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

Baku mutu kelas I Baku mutu kelas III

sangat berfluktuasi, hal ini dapat diduga dari masukan bahan organik dari kegiatan antropogenik lebih tinggi pada saat sampling 3 di stasiun 3, karena waktu pengambilan yang berbeda pada setiap stasiunnya. Menurut Lee et al. in Lestari (2004) berdasarkan hasilnilai BOD yang bernilai kurang dari 2,9 mg/l hingga pada kisaran 5,1 – 14,9 mg/l mengindikasikan bahwa Way Perigi tergolong dalam status tidak tercemar hingga tercemar sedang (Tabel 2).

Nilai BOD ini tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan (Fardiaz 1992). Berdasarkan baku mutu PP RI no. 82 tahun 2001 kelas 1 dan kelas III nilai yang diperbolehkan untuk BOD yaitu ≤ 2 mg/l dan ≤ 6 mg/l (Lampiran 2). Sehingga nilai sebaran BOD pada stasiun 1 melebihi nilai BOD yang diperbolehkan untuk air baku air minum, kecuali saat sampling 2. Hal ini dapat diduga dari pengadukan bahan organik akibat hujan dan masukan bahan organik yag lebih besar pada stasiun 1 saat sampling 1 dan 3. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 nilai BOD memenuhi kriteria baku mutu kecuali pada stasiun 3 sampling ke 3.

4.3.4. Nitrogen (Nitrat-Nitrogen, Nitrit-Nitrogen, dan Amonia-Nitrogen)

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, rataan nilai nitrat di Way Perigi berkisar antara 0,448 mg/l sampai 1,203 mg/l. Hasil sebaran rataan nilai nitrat di setiap stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran rataan nilai nitrat (NO3-N) setiap stasiun selama pengamatan

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

NO 3 -N (m g /l) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

Pada setiap stasiun pengamatan dari hulu ke hilir, dari masing-masing sampling, kandungan nitrat dari tertinggi ke terrendah adalah saat sampling 1, lalu sampling 3, dan sampling 2, hal ini dikarenakan cuaca pengambilan sample pada sampling 1 adalah setelah hujan dan sampling 3 adalah saat hujan, sehingga kandungan oksigen terlarut tinggi dan proses yang lebih dominan terjadi adalah proses nitrifikasi. Sedangkan nilai nitrat terrendah terdapat pada sampling 2, hal ini dikarenakan kandungan oksigen terlarut saat sampling 2 lebih rendah, sehingga proses nitrifikasi yang terjadi pun lebih rendah dari sampling 1 dan 3.

Tingginya kandungan nitrat pada stasiun 1 dapat diduga dari masukan nitrat ke air melewati tanah dari kegiatan perladangan di sekitar mata air, dan rendahnya nilai nitrat di stasiun 3 dapat diduga dari hasil buangan kegiatan antropogenik dari aktivitas MCK yang lebih tinggi dan terakumulasi di stasiun 3. Nilai sebaran nitrat di ketiga stasiun pengamatan masih cukup baik, hal ini dapat diduga bahwa bahan- bahan dari aktivitas antropogenik seperti pertanian yang menggunakan pupuk, budidaya ikan dan pemukiman yang masih belum terlalu banyak. Berdasarkan baku mutu air PP RI no.82 Tahun 2001 kelas 1 dan kelas III, nilai yang diperbolehkan untuk nitrat yaitu 10 mg/l dan 20 mg/l (Lampiran 2), sehingga nilai sebaran nitrat di ketiga stasiun pengamatan di Way Perigi memenuhi kriteria baku mutu.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, rataan nilai nitrit di Way Perigi berkisar antara <0,002 mg/l sampai 0,039 mg/l. Hasil sebaran rataan nilai nitrit di setiap stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Sebaran rataan nilai nitrit (NO2-N) setiap stasiun selama pengamatan

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

N O 2 -N ( m g /l ) Baku mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

Pada setiap stasiun nilai nitrit tergolong berfluktuasi. Hal ini dikarenakan senyawa nitrit merupakan senyawa yang labil, yaitu senyawa peralihan antara amonia dan nitrat. Kadar nitrit diperairan relatif kecil karena nitrit segera dioksidasi menjadi nitrat (Effendi 2003). Namun secara keseluruhan dari setiap stasiun, kandungan nitrit semakin meningkat di setiap stasiunnya. Menurut Effendi (2003) keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut yang sangat rendah. Berdasarkan baku mutu air PP RI no.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas III, nilai yang diperbolehkan untuk nitrit yaitu 0,06 mg/l (Lampiran 1), sehingga nilai sebaran nitrat di ketiga stasiun pengamatan di Way Perigi memenuhi kriteria baku mutu.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, rataan nilai amonia di Way Perigi berkisar antara 0,078 mg/l sampai 0,526 mg/l. Hasil sebaran rataan nilai amonia di setiap stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Sebaran rataan nilai amonia (NH3-N) setiap stasiun selama pengamatan

Pada setiap stasiun pengamatan dari hulu ke hilir nilai amonia di ketiga sampling cenderung menurun, kecuali saat sampling 1. Hal ini dapat diduga bahwa buangan dari kegiatan antropogenik saat sampling 1 lebih tinggi daripada saat sampling 2 dan 3 dan semakin meningkat di stasiun 2 dan 3. Namun secara keseluruhan nilai amonia di setiap stasiun, semakin meningkat dari stasiun 1 ke stasiun 3. Hal ini dikarenakan pada stasiun 3 terdapat akumulasi bahan organik dari kegiatan antropogenik, lalu kandungan oksigen terlarut di stasiun 3 cenderung lebih rendah sehingga proses denitrifikasi cenderung lebih tinggi daripada proses

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

NH3 -N (m g /l )

Baku mutu kelas I Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

nitrifikasi. Selain itu, nilai amonia yang tinggi di stasiun 3 dapat diduga dari dekomposisi protein tanaman dan hewan (Ruttner 1963).

Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan meningkatnya pH (Effendi 2003). Hal ini dibuktikan dengan nilai pH yang semakin menurun, sedangkan kandungan amonia semakin meningkat di setiap stasiun pengamatan. Berdasarkan baku mutu PP RI no. 82 tahun 2001 kelas I dan kelas III nilai yang diperbolehkan untuk amonia yaitu ≤ 0,5 mg/l dan ≤ 0,002 mg/l (amonia bebas) (Lampiran 2). Sehingga berdasarkan perhitungan nilai amonia untuk stasiun 1 dan amonia bebas untuk stasiun 2 dan 3 selama pengamatan (Lampiran 1) di Way Perigi memenuhi kriteria baku mutu air minum dan untuk budidaya ikan yang peka terhadap amonia bebas.

Berdasarkan hasil pengamatan pada ke tiga stasiun, didapat rataan nilai nitrat, nitrit dan amonia, seperti pada Gambar 14. Hal ini digunakan untuk mengkaitkan antara ketiga parameter tersebut.

Gambar 14. Sebaran nilai rata-rata dari Nitrat, Nitrit, dan Amonia

Pada setiap stasiun pengamatan, nilai rataan nitrat cenderung menurun disetiap stasiunnnya berkebalikan dengan nilai amonia yang semakin meningkat. Sedangkan senyawa nitrit memiliki nilai rataan yang paling rendah. Hal ini dikarenakan, nitrit merupakan senyawa yang labil dan sensitif terhadap keberadaan oksigen, jika oksigen rendah maka akan direduksi menjadi amonia dan jika oksigen tinggi maka akan dioksidasi menjadi nitrat.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

m

g

/l Nitrat

Nitrit Amonia

Pada ketiga senyawa tersebut, terdapat dua proses yaitu nitrifikasi dan denitrifikasi. Seperti pada stasiun 1, dapat diduga proses yang lebih dominan adalah proses nitrifikasi yaitu proses oksidasi amonia menjadi nitrat dikarenakan kandungan oksigennya tinggi, sehingga kandungan nitrat lebih tinggi daripada amonia. Sedangkan pada stasiun 3, dapat diduga terdapat proses denitrifikasi yaitu proses reduksi nitrat menjadi amonia dikarenakan oksigennya menurun, sehingga kandungan nitrat menurun dan amonia meningkat. Sedangkan senyawa nitrit merupakan senyawa peralihan baik dari nitrat yang di reduksi menjadi amonia, maupun senyawa amonia yang dioksidasi menjadi nitrat.

4.3.5. Total fosfat

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, rataan nilai Total Fosfat di Way Perigi berkisar antara 0,146 mg/l sampai 0,916 mg/l. Hasil sebaran rataan nilai Total Fosfat di setiap stasiun selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Sebaran rataan nilai Total Fosfat setiap stasiun selama pengamatan

Pada setiap stasiun pengamatan, nilai total fosfat cenderung berfluktuasi di setiap sampling. Menurut Saeni (1989) sumber fosfat diperairan dapat berasal dari pelapukan batuan mineral, dekomposisi bahan organik, pupuk buatan, limbah industri, limbah rumah tangga, detergen, dan mineral-mineral fosfat. Pada setiap stasiun nilai fosfat dari tertinggi hingga terrendah yaitu saat sampling 1, sampling 3, dan sampling 2. Hal ini dapat diduga dari aktivitas warga dalam membuang limbah

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

Baku mutu kelas I Baku mutu kelas III Sampling 1

Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

domestik lebih tinggi pada sampling 1 terutama pada stasiun 2 yang terletak di pemukiman warga. Lalu saat sampling 3, nilai fosfat cenderung menurun dari setiap stasiunnya, dapat diduga bahwa pada stasiun 1 aktivitas warga dalam membuang limbah rumah tangga seperti dalam kegiatan mencuci pakaian yang menggunakan detergen atau kegiatan mandi yang menggunakan sabun, lebih tinggi daripada di stasiun 2 dan 3. Sedangkan saat sampling 2 nilai fosfat rendah dapat diduga dari cuaca panas terik sehingga fosfat menurun diperairan dan aktivitas warga dalam membuang limbah domestik lebih rendah.

Secara keseluruhan nilai fosfat dari ketiga stasiun disetiap pengamatan, nilai fosfat tertinggi yaitu pada stasiun 2. Hal ini dapat diduga dari letak stasiun 2 yang berada di pemukiman warga, sehingga limbah domestik dari aktivitas antropogenik yang terbuang lebih banyak daripada di stasiun 1 dan 3, serta masukan aliran dari sawah yang memungkinkan membawa senyawa fosfat dari pupuk yang digunakan. Berdasarkan baku mutu air PP RI no.82 Tahun 2001 kelas I dan kelas III, nilai yang diperbolehkan untuk fosfat yaitu 0,2 mg/l dan 1 mg/l (Lampiran 1). Pada stasiun 1, nilai fosfat melebihi baku mutu air kelas I pada sampling 1 dan 3, dapat diduga dari kegiatan antropogenik dalam penggunaan detergen saat itu. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 nilai fosfat memenuhi kriteria baku mutu air kelas III.

4.4. Karakteristik Perairan

Dokumen terkait