BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Operasi Tungku Reduksi
Gambar 2.2 Tungku Reduksi
Pabrik peleburan aluminium PT Inalum beroperasi dengan kapasitas terpasang 510 pot. Arus listrik searah yang digunakan 190 ~ 195 KA, dengan tegangan tiap pot sekitar 4,3 volt. Pot satu dengan pot lainnya dihubungkan secara listrik seri dan diletakkan bersisian. Di dalam operasi pot reduksi terdapat beberapa tahapan proses operasi yaitu:
1. Baking ( Preheating)
Baking adalah pemanasan permukaan blok katoda secara bertahap, tujuannya menghindari thermal shock yang mungkin terjadi bila pot yang masih dingin tiba-tiba dioperasikan pada temperatur tinggi. Sebelum dilakukan baking, kokas akan dimasukankan secara perlahan ke dalam pot, sehingga akan panas dan membara, memanasi permukaan blok anoda, blok katoda, dan dinding samping pot. Operasi ini berlansung selama 72 jam. pada akhir baking temperatur blok katoda sekitar 750 0C dan siap untuk di start – up.
2. Start-Up
Start-Up merupakan proses menghidupkan pot yang baru diperbaiki maupun baru dikontruksi ulang, sehingga elektrolit bisa berlangsung. proses ini diawali dengan mengeluarkan kokas dasar dan memutuskan arus listrik yang mengalir ke pot. Kemudian dimasukkan bath cair (cryolite) sebayak 6 ton ke dalam pot. Setelah itu arus listrik dialirkan kembali ke dalam pot sehingga proses elektrolisa berlansung. Agar terjadi kesetimbangan panas (heat balance) di dalam pot, 20 jam atau 72 jam setelah strat up metal cair dimasukkan ke dalam pot sebanyak 12 ton, dan selanjutnya mengalami proses transisi.
3. Masa Transisi
Transisi adalah masa peralihan dari start-up menuju operasi normal.
Selama transisi, komposisi bath, tinggi metal dan tinggi bath, harus dijaga sesuai dengan standarnya. Pada masa transisi ini, terjadi pembentukan kerak samping yang berguna sebagai pelindung dinding samping dari serangan bath yang korosif.
Pada akhir masa transisi, heat balance di dalam pot diharapkan sudah stabil.
Meskipun masa transisi hanya berlangsung 35 hari pengaruhnya terhadap umur dan kestabilan pot cukup besar.
4. Operasi Normal
Saat memasuki operasi normal kondisi pot diharapkan sudah stabil.
Pekerjaan-pekerjaan utama yang biasa dilakukan antara lain:
a. Penggantian anoda dan penaikan busbar anoda
Anoda di dalam pot berjumlah 18 buah, dengan masa pakai tiap anoda 28 hari. Agar tegangan pot tetap stabil, penggantian anoda harus diatur, tiap harinya 1
anoda yang boleh diganti. Untuk anoda pojok (A, H dan J atau 18, 1 dan 9), 1 hari berikutnya tidak ada penggantian anoda. Busbar anoda adalah batangan aluminium penghantar listrik, tempat menjepitkan rod anoda. Busbar anoda dapat bergerak turun naik menggerakkan seluruh anoda. Karena dilakukan metal tapping setiap 4 shift, maka busbar anoda akan turun. Secara berkala (± 14 hari sekali) busbar anoda harus dinaikkan pada posisinya semula. Pada saat ini penggantian anoda dan penaikan busbar ini dilakukan dengan bantuan ACC.
Gambar 2.3 Proses Penggantian Anoda b. Pengambilan metal cair (metal tapping-MT)
Metal cair hasil proses produksi, setiap hari diambil dengan disedot dengan menggunakan ladel metal yang digantungkan pada ACC. Banyaknya metal yang diambil dari setiap pot disesuaikan dengan tinggi metalnya dan kondisi pot itu sendiri, besarnya ± 1,4 ton perhari atau 1,8 – 1,9 ton per 32 jam.
Gambar 2.4 Proses Pengambilam Metal Cair c. Pemasukan material
AlF3 merupakan bahan aditif yang dimasukkan setiap hari, untuk mengimbangi penguapan gas fluorida dan menjaga komposisi bath tetap stabil.
Fungsi utamanya menurunkan temperatur liquid bath, sehingga pot bisa dioperasikan pada temperatur yang lebih rendah. Pemasukan AlF3 ke dalam pot, dilakukan dengan AlF3 car.
d. Pemecahan kerak tengah dan pemasukan alumina
Pemecahan kerak tengah dilakukan oleh blade, sedangkan pemasukan alumina ke dalam bath sebanyak kira-kira 20 kg dilakukan melalui gate alumina di bagian tengah pot. Pekerjaan ini dikontrol secara kontinyu oleh komputer.
e. Pengontrolan voltage dan penanggulangan noise
Agar temperatur pot tetap terjaga, maka tegangan pot yang sebanding dengan energi input perlu dikontrol terus menerus. Pekerjaan-pekerjaan di atas dikontrol oleh komputer.
f. Pengukuran parameter
1) Pengukuran tinggi bath (s) dan tinggi metal (m) dan metal clear (mc).
Tinggi bath, metal dan metal clear diukur setelah pengisaman metal (metal tapping) dan dilakukan oleh shift berikutnya. Standar tinggi bath cair (s) rata-rata saat ini 21.5 cm. Bila tinggi bath cair (s) ≥ 24 cm, maka bath cair (s) harus dikeluarkan (ditimba manual dengan kereta bath) dan sebaliknya bila tinggi tinggi bath cair (s) ≤ 17 cm, masukkan bath cair. Sedangkan untuk standar tinggi metal cair (m) saat ini adalah 25 cm.
2) Pengukuran keasaman bath dan kandungan CaF2.
Keasaman bath dinyatakan dengan kelebihan kandungan AlF3 di dalam bath, satuannya persen AlF3. Untuk CaF2 satuannya persen CaF2. Pengukuran kedua parameter ini dilakukan dua kali per minggu.
3) Pengukuran kemurnian metal (kadar silica dan Fe)
Pengukuran kemurnian metal setiap pot dilakukan dua kali per minggu. Sedangkan untuk metal yang akan ditapping, kemurnian metal dihitung di bagian casting sebagai TPM (Total Produk Managemen) untuk setiap pot.
4) Pengukuran distribusi tegangan pot, tinggi lumpur, dan jumlah metal Pengukuran-pengukuran di atas dilakukan secara random satu pot per block satu kali perbulan, berguna untuk mengetahui kondisi pot secara umum.
5) Pengukuran temperatur bath
Temperatur bath diukur 5 kali seminggu, berguna untuk mengetahui rata-rata temperatur pot dan sebagai pemasukan AlF3.
2.4 Hubungan Antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Kerja
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Kualitas tidur adalah kepuasaan seseorang terhadap tidur sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak, onjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap dan mengantuk (Hidayat, 2006).
Pada hasil penelitian Nanik(2008), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai probabilitas 0.043.
hal ini membuktikan bahwa kualitas tidur mempengaruhi terjadinya kelelahan pada manusia.
Salah satu penyebab kelelahan adalah gangguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhytms akibat jet lag atau shift kerja. Circadian rhytms atau ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang diatur oleh hipotalamus. Ritme ini termasuk bioritme atau jam biologis. Ritme sirkadian mempengaruhi perilaku
dan pola fungsi biologis utama, misalnya suhu tubuh, siklus tidur-bangun, denyut jantung, tekanan darah, ekskresi hormone, kemampuan sensorik dan suasana hati.
Pada manusia, ritme sirkadian dikendalikan oleh tubuh dan dipengauhui oleh faktor lingkungan, misalnya cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksternal (misalnya aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi sinkron jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti pola jam biologisnya, yaitu akan terjaga pada saat ritme fisiologis dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Doe, 2012).
Apabila seseorang mengalami gangguan dalam tidur secara terus menerus maka akan menimbulkan kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala, dan kondisi lain yang memperlihatkan tubuhnya menjadi kurang fit. Selain itu, kualitas tidur yang buruk juga tentunya akan memperlihatkan perasaan lelah.
Perasaan lelah dapat ditunjukkan dengan seseorang yang mudah gelisah, lesu dan apatis, tidak bersemangat dalam menjalankan aktivitas, dan sering menguap atau mengantuk.
Kelelahan kerja merupakan pernasalahan yang dialami oleh setiap pekerja, terutama bagi pekerja dengan mekanisme shift. Bekerja pada pagi atau siang hari merupakan beban tugas yang dialami sesuai dengan irama kehidupan. Secara umum manusia bekerja pada pagi dan siang hari, sedangkan malam hari untuk berisitirahat dan tidur. Hal seperti ini mengikuti pola jam biologik yang disebut circadian rhythm (Pulat, 1992). Bila seorang pekerja harus bekerja shift maka
circadian rhythm juga akan ikut terganggu dan bisa mengakibatkan terganggunya pola tidur.
Pekerja yang melakukan shift kerja satu kali saja maka secara bertahap circadian rhythm akan kembali ke irama semula. Akan tetapi apabila shift kerja dilakukan secara menetap, maka circadian rhythm tidak akan kembali ke irama semula. Hal tersebut dapat berakibat pada terjadinya gangguan tidur dan berbagai gejala lainnya (Trisnawati,2012). Menurut Dekker et al (1996), kualitas tidur pekerja dengan shift kerja berbeda dengan pekerja yang tidak melaksanakan shift kerja. Apabila kecukupan tidur dari pekerja terganggu, maka akan dapat menimbulkan terjadinya kelelahan kerja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amran dan Handayani (2012) keluhan mengenai kualitas tidur paling banyak dialami oleh pekerja shift malam.
Hal ini terjadi karena shift kerja dapat mengubah fungsi irama tubuh (circadian rhythm) dan kebiasaan tidur seseorang. Pada saat menjalani shift malam, seseorang akan melawan irama tubuh karena melakukan aktivitas pada malam hari yang seharusnya digunakan untuk beristirahat. Akibatnya, orang tersebut akan merasakan kantuk yang berlebihan pada siang hari, sedangkan siang hari merupakan waktu yang tidak tepat untuk beristirahat dengan tenang.
Apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus maka dapat menimbulkan gangguan lain pada tubuh manusia yaitu kelelahan/fatigue kronis. Hal ini terlihat dari sebuah penelitian yang dilakukan pada karyawan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi benang poliester sintetis yang menunjukkan bahwa
kelelahan lebih banyak dialami pekerja shift (76,6%) dibandingkan yang tidak mengalami shift (28,6%)
Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki kondisinya.
Semua manfaat tidur itu bisa diperoleh kalau tidur kita berkualitas. Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktifitas keesokan harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya dengan makanan bergizi dan olahraga. Umumnya seseorang membutuhkan tidur 7-8 jam perhari (Sukron, 2011).
2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Variabel Dependen
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Karakterisitik Individu:
-Umur -Masa Kerja
-Status Gizi Kelelahan Kerja
Kualitas Tidur
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat survey analitik dengan menggunakan desain cross sectional, yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada karyawan bagian operasi tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung tahun 2017.
Desain cross sectional ialah suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari hubungan antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Soekidjo, 2012).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada karyawan bagian operasi tungku di PT.
Inalum Kuala Tanjung dan waktu penelitian dilaksanakan pada Oktober sampai dengan selesai.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian pada karyawan bagian operasi tungku di PT. Inalum sebanyak 240 orang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah teknik Simple Random Sampling yaitu setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
dijadikan sampel. Jumlah penarikan sampel diambil berdasarkan Rumus Slovin (Soewadji, 2012) dengan rumus sebagai berikut:
n =
Dengan N : jumlah populasi n : jumlah sampel
e : Nilai kritis ( batas ketelitian) yang diinginkan
Dalam penarikan sampel ini menggunakan nilai kritis sebesar 10%. Maka jumlah sampel yang dbutukan adalah:
n =
n =
n = 70,58 n = 71 orang
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh menggunakan metode wawancara dengan teknik kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pengujian kelelahan secara subyektif yang dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Comitte of Japanese Association of Industrial Health (IFRC) dan untuk mengukur kualitas tidur menggunakan kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data di PT. Inalum mengenai data karyawan, pengaturan waktu kerja, gambaran umum PT. Inalum serta wawancara tidak terstrukur. Data-data pendukung lainnya tentang informasi yang berkaitan dengan kelelahan diperoleh dari berbagai literature seperti buku, jurnal, artikel, dsb.
3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Terikat/dipengaruhi (Dependen variable)
Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian kelelahan kerja.
2. Variabel Bebas/mempengaruhi (Independen variabel)
Variabel bebas atau indpenden adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variable terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah umur, masa kerja, status gizi, dan kualitas tidur.
3.5.2 Defenisi Operasional Variabel
Berdasarkan defenisi konsep, maka dibuat beberapa defenisi operasional yang digunakan pada saat penelitian di PT. Inalum sebagai berikut:
1. Kelelahan adalah keadaan lelah yang dirasakan responden yang diukur dengan menggunakan kuesioner pengujian kelelahan secara subyektif oleh Industrial Fatigue Research Comitte of Japanese Association of Industrial Health (IFRC).
2. Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan)karyawan. Umur dihitung dari lahir sampai waktu pengambilan data dilakukan dalam satuan tahun.
3. Masa kerja adalah waktu pertama kali karyawan diterima bekerja sampai dengan pengambilan data dilakukan dalam satuan tahun.
4. Status gizi adalah berat badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan2 (m2) dinyatakan dengan body mass index (BMI)/ indeks massa tubuh dibuat menjadi kategori sangat kurus, jika BMI <17, kurus jika BMI 17-18,4, normal jika BMI 18,5-24,9, kelebihan berat badan jika BMI 25-26,9, gemuk jika BMI 27-28,9 dan sangat gemuk bila BMI >29.
5. Kualitas tidur adalah kepuasan karyawan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk 3.6 Metode Pengukuran Data
1. Kelelahan diukur dengan metode pengukuran yakni kuesioner pengujian kelelahan secara subyektif dengan menggunakan kuesioner yang dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committe of Japanese Association of Industrial Health (IFRC Jepang) pada tahun 1967. Kuesioner berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan pertama yang mengindikasikan adanya pelemahan kegiatan antara lain : perasaan berat dikepala, lelah seluruh badan, berat dikaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, beridir tidak stabil, ingin berbaring. 10 pertanyaan
kedua berkaitan dengan pelemahan motivasi antara lain: susah berfikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. 10 pertanyaan ketiga atau terakhir berkaitan dengan kelelahan fisik antara lain : sakit dikepala, kaku dibahu, myeri punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme dikelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.
Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori besar yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan diberi nilai 3, kadang-kadang (K) dengan diberi nilai 2, dan tidak pernah (TP) dengan diberi nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban dari setiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu. Kategori yang diberikan antara lain:
1) Kelelahan ringan (skor ≤ 60) 2) Kelelahan sedang (skor > 60)
2. Pengukuran kelelahan diukur setelah karyawan selesai bekerja di saat jam istirahat.
3. Responden yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah karyawan yang mendapat giliran shift.
4. Penelitian dilakukan pada saat shift pagi.
5. Umur diurutkan mulai dari yang paling muda sampai dengan yang paling tua kemudian diambil nilai tengahnya (≤ Median, ≥ Median).
6. Masa kerja diurutkan mulai dari yang paling sebentar sampai dengan yang paling lama kemudian diambil nilai tengahnya (≤ Median, ≥ Median).
7. Status gizi/IMT diukur dengan hasil pembagian antara berat badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan2 (m2). Berat badan diukur dengan timbangan berat badan manusia dewasa yang sudah dikalibrasi. Tinggi badan diukur dengan meteran.
8. Kualitas tidur diukur dengan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) yang terdiri dari 19 pertanyaan dan 7 komponen yang terdiri dari kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur (yang berlebihan), disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir dengan 4 pilihan jawaban yang bernilai 0 (untuk tidak pernah/baik sekali), 1 (untuk kurang dari sekali dalam seminggu/baik), 2 (kurang dari dua kali dalam seminggu /buruk) sampai 3 (untuk tiga kali atau lebih dalam seminggu/buruk sekali).
a. Pada komponen 1 berupa penilaian kualitas tidur subjektif dilihat dari pertanyaan nomor 6.
b. Komponen 2 berupa penilaian latensi tidur dilihat dari pertanyaan nomor 2 dan nomor 5a. Kemudian skor pertanyaan nomor 2 dan nomor 5 dijumlahkan dan hasil yang didapat dinyatakan dengan hasil jumlah 0 (skor 0), hasil jumlah 1-2 (skor 1), hasil jumlah 3-4 (skor 2), hasil jumlah 5-6 (skor 3).
c. Komponen 3 berupa penilaian durasi tidur dilihat dari pertanyaan nomor 4.
d. Komponen 4 berupa penilaian efesiensi kebiasaan tidur yang hasilnya dinyatakan dalam persen (%). Untuk mengetahui skor efesiensi kebiasaan tidur maka yang harus dilakukan adalah pertama, menulis jumlah jam tidur yang dilihat dari pertanyaan nomor 4. Kedua, jumlahkan jam yang yang dihabiskan ditempat tidur. Untuk mengetahui jumlah jam yang dihabiskan ditempat tidur maka lihat pertanyaan nomor 3 untuk menyatakan waktu bangun, dan pertanyaan nomor 1 untuk menyatakan waktu tidur. Kemudian jumlahkan pertanyaan nomor 3 dan nomor 1 maka didapat hasil jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur. Ketiga, untuk mengetahui hasil efesiensi kebiasaan tidur dapat dinyatakan dengan rumus sebagi berikut : (jumlah jam tidur / jumlah jam yang dihabiskan ditempat tidur) x 100%. Hasil persen dari efesiensi kebiasaan tidur dinyatakan sebagai berikut: >85% (skor 0), 75-84% (skor 1), 65-74% (skor 2), dan <65%
(skor 3).
e. Komponen 5 berupa penilaian gangguan tidur dilihat dari pertanyaan nomor 5b sampai dengan 5j. Jumlahkan skor dari pertanyaan nomor 5b sampai dengan 5j dan hasil jumlah dinyatakan sebagai berikut: 0 (skor 0), 1-9 (skor 1), 10-18 (skor 2), 19-27( skor 3).
f. Komponen 6 berupa penilaian penggunaan obat tidur dilihat dari pertanyaan nomor 7.
g. Komponen 7 berupa penilaian disfungsi harian dilihat dari pertanyaan nomor 8 dan nomor 9. Jumlahkan skor dari pertanyaan nomor 8 dan
nomor 9. Kemudian hasil jumlah skor pertanyaan nomor 8 dan nomor 9 dinyatakan sebagai berikut: 0 (skor 0), 1-2 (skor 1), 3-4 (skor 2), 5-6 (skor 3). Untuk mendapatkan skor indeks kualitas tidur maka jumlahkan skor ketujuh komponen. Hasil kuesioner tersebut dapat diinterpretasikan menjadi 2 pilihan yaitu:
1) Kualitas tidur baik (skor < 5) 2) Kualitas tidur buruk (skor ≥ 5)
9. Pengukuran kualitas tidur diukur setelah karyawan selesai bekerja di saat jam istirahat
10. Pengukuran kualitas tidur dilakukan setelah karyawan selesai mengisi kuesioner kelelahan kerja.
Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Penelitian
1. Kelelahan Kerja Wawancara dan Kuesioner 2.Skor > 60 = Kelelahan sedang
Ordinal
2. Masa kerja Wawancara dan kuesioner
1. < 8 tahun 2. ≥ 8 tahun
Ordinal
3. Status gizi Timbangan dan meteran
1. Skor < 25 = normal 2. Skor ≥ 25 = gemuk
Ordinal
4. Kualitas tidur Wawancara dan kuesioner
1. Skor < 5 = kualitas tidur baik 2. Skor ≥ 5 = kualitas tidur buruk
Ordinal
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Numbering, memberikan nomor dan kode dari setiap kuesioner yang akan diberikan.
2. Editing, melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi pada kuesioner.
3. Coding, mengubah data pada kuesioner dalam bentuk kode kode.
4. Processing, memproses data agar dapat dilakukan analisa dengan cara entry data kedalam statistik komputer, yakni menggunakan program SPSS.
5. Analysis, melakukan analisa terhadap hasil pemrosesan data, analisis ini dibantu dengan perangkat lunak statistik komputer.
6. Skoring, masing-masing variabel akan diberi nilai sesuai frekuensi gejala kelelahan.
7. Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis univariat dan analisis bivariat.
3.7.2 Teknik Analisis Data 3.7.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel (Soekidjo,2012).
3.7.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-Square (X2). Jika p value < 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sedangkan jika p value > 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi maka uji alternative yang digunakan yaitu uji Fisher Exact.
3.7.2.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Regresi Linier Berganda (multiple regression) dengan taraf uji nyata α = 0,05 menggunakan metode Enter.
Rumus : Regresi Linier Berganda :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4 + e Keterangan :
Y : variabel dependen ( kelelahan kerja)
X : variabel independen ( umur, masa kerja, status gizi, kualitas tidur) a : konstanta
b1-2-3-4 : koefisien regresi e : komponen kesalahan
4.1 Gambaran Umum PT. Inalum Kuala Tanjung
PT. Inalum (Indonesia Asahan Aluminium) adalah perusaah berbentuk Perseroan Terbatas yang berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta serta didirikan pada tanggal 6 Januari 1976. PT. Inalum ini memperoleh status badan hukum sejak tanggal 1 Januari 1976 dan didirikan untuk jangka waktu 75 tahun sejak tanggal tersebut.
Maksud dan tujuan PT. Inalum ini adalah berusaha dalam bidang industry aluminium dan tenaga listrik. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diatas PT. Inalum dapat melaksanakan kegiatan usaha: membangun dan mengusahakan Pabrik Peleburan Aluminium di Kuala Tanjung untuk menghasilkan, membuat dan mengelola aluminium, produk karbon dan produk lain yang sehubungan dengan itu dan untuk memasarkan segala roduk yang dimaksud di dalam negeri serta mengekspornya juga membangun dan mengusahakan Pabrik Pembangkit Liatrik Tenaga Air di Paritohan untuk membangkitkan tenaga listrik dan menyalurkannya ke Pabrik Peleburan Aluminium dan prasarana lainnya.
PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan/ IPP (Inalum Power Plant) di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan aluminium/ ISP (Inalum Smelting Plant) di Kuala Tanjung, Kecamatan Seisuka, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT. Inalum yang dibangun diatas areal seluas 200 ha.
PT. Inalum mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 1985 orang ( per 31
PT. Inalum mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 1985 orang ( per 31