• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KUALITAS TIDUR DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN OPERASI TUNGKU DI PT. INALUM KUALA TANJUNG TAHUN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KUALITAS TIDUR DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN OPERASI TUNGKU DI PT. INALUM KUALA TANJUNG TAHUN 2018"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

DYAH EKA PUTRI NIM. 131000250

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

DYAH EKA PUTRI NIM. 131000250

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

“HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KUALITAS TIDUR DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN OPERASI TUNGKU DI PT. INALUM KUALA TANJUNG TAHUN 2018 ” Ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung risiko atau sanksi yang diajukan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Juli 2018

Yang Membuat Pernyataan

Dyah Eka Putri

(4)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KUALITAS TIDUR DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN

OPERASI TUNGKU DI PT. INALUM KUALA TANJUNG TAHUN 2018

Yang disiapkan dan dipertahankan oleh

DYAH EKA PUTRI NIM : 131000250

Disahkan Oleh:

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS Umi Salmah, SKM., M.Kes

NIP. 195711171987021002 NIP.197305232008122002

Medan, Juli 2018

(5)

berfungsi untuk menghasilkan, membuat, dan mengelola aluminium dan memasarkannya baik di dalam maupun ke luar negeri. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan karateristik individu dan kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada karyawan bagian operasi tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018.

Jenis penelitian ini bersifat survey analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini sebanyak 240 karyawan. Sampel yang diambil sebanyak 71 karyawan bagian operasi tungku dengan teknik pengambilan sampel berupa random sampling dengan menggunakan rumus slovin.. Pengukuran kelelahan kerja menggunakan kuesioner Industrial Fatigue Research Committe (IFRC) dan pengukuran kualitas tidur menggunakan kuesinoer The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji Chi Square dan multivariate dengan uji Regresi Linier Berganda ( multiple regression) dengan metode Enter.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 31 karyawan (43,7%) mengalami kelelahan ringan dan 40 karyawan (56,3%) mengalami kelelahan sedang. Hasil uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara umur (p-value 0,024), status gizi (p-value 0,039), dan kualitas tidur (p- value 0,016) dengan kelelahan kerja sedangkan variable masa kerja (p-value 0,095) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja.

Berdasarkan uji multivariate dengan uji Regresi Linier Berganda dengan metode Enter menunjukkan bahwa kualitas tidur (p-value 0,034) berhubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja, sedangkan umur (p-value 0,438), masa kerja (p-value 0,775), dan status gizi (p-value 0,119) tidak berhubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja.

Diharapkan pihak perusahaan dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya tidur yang cukup dan berkualitas, dan karyawan menggunakan waktu istirahat di rumah untuk tidur secara efektif.

Kata kunci : Umur, Masa Kerja, Status Gizi, Kualitas Tidur, Kelelahan Kerja

(6)

and manage aluminum and market it both domestically and internationally. This research was conducted to see the correlation between individual characteristic and sleep quality with work fatigue on employee at the furnace operation section at PT. Inalum Kuala Tanjung 2018.

The type of this research is an analytic survey using cross sectional design. Population in this research were 240 employees. Samples are taken were 71 employees of furnace operation section with sampling technique is random sampling using slovin formula. Measurement of work fatigue using Industrial Fatigue Research Committe (IFRC) questionnaire and sleep quality measurement using The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire. Data analysis was done univariat, bivariate with Chi Square test and multivariate with Multiple Regression test with Enter method.

The results of this research showed that there are 31 employees (43.7%) have light fatigue and 40 employees (56.3%) have moderate fatigue. Chi-Square test shows that there is a significant correlation between age (p-value 0,024), nutritional status (p-value 0,039), and sleep quality (p-value 0,016) with fatigue, meanwhile work period variable (p-value 0.095) doesn’t have a significant correlation with fatigue. Based on multivariate with Multiple Regression test with Enter method that sleep quality (p-value 0,034) has a significant correlation with fatigue, meanwhile age ( p-value 0,438), work period (p-value 0,775) and nutritional status (p-value 0,119) don’t have a significant correlation with fatigue.

It is recommended that the company can give the counseling about the importance of adequate and quality sleep , and employees can use time off at home for sleep effectively.

Keywords : Age, Work Period, Nutritional Status, Sleep Quality, Fatigue

(7)

kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Karakteristik Individu dan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian Skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan, namun berkat doa, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, nasihat dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(8)

nasihat dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Ir. Kalsum, M.Kes., dan dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

7. dr. Rahaya Lubis, M.Kes, PhD., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama proses perkuliahan penulis.

8. Seluruh dosen dan staff di FKM USU khususnya Departemen KKK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan membantu penulis menyelesaikan kepentingan administrasi selama masa perkuliahan.

9. Pihak PT. Inalum Kuala tanjung yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

10. Bapak Agus Salim Kaban selaku pimpinan seksi SRO, tempat penulis melakukan penelitian, yang telah memberikan informasi dan data-data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

11. Karyawan PT. Inalum Kuala Tanjung seksi SRO khususnya bagian operasi tungku yang telah memberikan waktu, informasi serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua, yaitu Sujono dan Sri Haryanti yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

(9)

14. Kepada sahabat dan teman-teman seperjuangan, rahma, jamilah, rina, zeze, dan mimi untuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

15. Kepada kelompok PBL Desa Batang Terap, Nanda, Eva, kakak Icha, Rika, Rispa, abang Bram dan kelompok LKP BICT Wilda, Tiwi, Ilvi,dan Indah atas semangat yang telah diberikan selama mengerjakan skripsi.

16. Serta semua pihak yang berjasa, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga dengan kerendahan hati penulis menerima kritikan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2018 Penulis

Dyah Eka Putri

(10)

1995 di Tanjung Gading, Beragama Islam, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Sujono dan Ibunda Sri Haryanti. Alamat Tanjung Gading blok S-27-03 Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan SD Negeri 016397 Kecamatan Sei Suka mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2007, SMP Negeri 1 Sei Suka mulai dari tahun 2007 sampai tahun 2010, SMA Negeri 1 Tebing Tinggi mulai dari tahun 2010 sampai tahun 2013, dan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara mulai dari tahun 2013 sampai tahun 2018.

(11)

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR ...v

RIWAYAT HIDUP ...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...10

1.3 Tujaan Penelitian ...10

1.4 Hipotesis Penelitian ...11

1.5 Manfaat Penelitian ...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...12

2.1 Tidur ...12

2.1.1 Defenisi Tidur ...12

2.1.2 Fisiologi Tidur ...13

2.1.3 Jenis Tidur ...14

2.1.4 Tahapan Tidur ...15

2.1.5 Pola Tidur ...16

2.1.6 Siklus Tidur ...17

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur ...17

2.1.8 Dampak Kualitas Tidur yang Buruk ...19

2.1.9 Kualitas Tidur ...19

2.1.10 Cara Mengukur Kualitas Tidur ...21

2.2 Kelelahan Kerja ...22

2.2.1 Defenisi Kelelahan ...22

2.2.2 Jenis-Jenis Kelelahan ...23

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja ...31

2.2.4 Gejala Kelelahan ...32

2.2.5 Pengukuran Kelelahan Kerja ...33

2.2.6 Langkah-Langkah Mengatasi Kelelahan ...37

2.3 Operasi Tungku Reduksi ...41

2.4 Hubungan Antara Kualitas Tidur Pekerja Shif dengan Kelelahan Kerja ...46

2.5 Kerangka Konsep ...49

(12)

3.3 Populasi dan Sampel ...50

3.3.1 Populasi ...50

3.3.2 Sampel ...50

3.4 Metode Pengumpulan Data ...51

3.4.1 Data Primer ...51

3.4.2 Data Sekunder ... ...52

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...52

3.5.1 Variabel Penelitian ...52

3.5.2 Definisi Operasional Variabel ...52

3.6 Metode Pengukuran ...53

3.7 Metode Analisis Data ...59

3.7.1 Teknik Pengolahan Data ...59

3.7.2 Teknik Analisis Data ...59

3.7.2.1 Analisis Univariat ...59

3.7.2.2 Analisis Bivariat ...60

3.7.2.3 Analisis Multivariat ...60

BAB IV HASIL PENELITIAN ...61

4.1 Gambaran Umum PT. Inalum Kuala Tanjung ...61

4.1.1 Proses Produksi Aluminium ...62

4.4.2 Proses Kerja Pabrik Reduksi (Reduction plant) PT.Inalum Kuala Tanjung ...64

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ...68

4.2.1 Karakteristik Umur Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...68

4.2.2 Karakteristik Masa Kerja Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...69

4.2.3 Karakteristik Status Gizi/IMT Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...69

4.2.4 Karakteristik Kualitas Tidur Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...70

4.2.5 Karakteristik Kelelahan Kerja Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...70

4.3 Hasil Uji Bivariat ...71

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...71

4.3.2 Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...71

4.3.3 Hubungan Status Gizi/IMT dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018...72

(13)

BAB V PEMBAHASAN ...76

5.1 Kelelahan Kerja ...76

5.2 Kelelahan Kerja pada Karyawan bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...77

5.3 Hubungan Umur dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...77

5.4 Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...80

5.5 Hubungan Status Gizi/IMT dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...81

5.6 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ...84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...86

6.1 Kesimpulan ...86

6.2 Saran ...87

DAFTAR PUSTAKA ...88

DAFTAR LAMPIRAN ...91

(14)

Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Penelitian ... 58 Tabel 4.1 Distribusi Umur Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ... 68 Tabel 4.2 Distribusi Masa Kerja Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ... 69 Tabel 4.3 Distribusi Status Gizi/IMT Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ... 69 Tabel 4.4 Distribusi Kualitas Tidur Karyawan Bagian Operasi Tungku di

PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ... 70 Tabel 4.5 Distribusi Kelelahan Kerja Karyawan Bagian operasi Tungku di

di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018... 70 Tabel 4.6 Hubungan Umur Karyawan dengan Kelelahan Kerja pada

Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung

Tahun 2018... 71 Tabel 4.7 Hubungan Masa Kerja Karyawan dengan Kelelahan Kerja pada

Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung

Tahun 2018... 72 Tabel 4.8 Hubungan Statug Gizi/IMT Karyawan dengan Kelelahan Kerja

pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala

Tanjung Tahun 2018 ... 73 Tabel 4.9 Hubungan Kualitas Tidur Karyawan dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung

Tahun 2018... 74 Tabel 4.10 Hubungan Umur, Masa Kerja, Status Gizi, Kualitas Tidur Karyawan dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan Bagian Operasi Tungku di PT. Inalum Kuala Tanjung Tahun 2018 ... 75

(15)

Gambar 2.2 Tungku Reduksi ... 41 Gambar 2.3 Proses Penggantian Anoda ... 43 Gambar 2.2 Proses Pengambilan Metal Cair ... 44

(16)

Lampiran 3. Output Data ... 107

Lampiran 4. Master Data... 116

Lampiran 5. Hasil Kuesioner Kualitas Tidur ... 120

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian... 125

(17)

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) dan Gatt yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta melindungi masyarakat pekerja Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-setingginya (Wahyuni, 2007).

Tujuan dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan kesehatan kerja dalam bentuk operasional adalah pencegahan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja (Soekidjo, 1997).

Menurut ILO, berdasarkan data dari semester pertama di tahun 2011, terdapat 48,515 kecelakaan kerja di Indonesia. Sementara dari 4.057 perusahaan yang diperiksa, 3.517 mendapat surat peringatan dari para pengawas agar menjalankan kegiatan perusahaan sesuai dengan peraturan. Menurut beberapa data yang didapatkan diketahui bahwa salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah kelelahan (fatique) dan stres karena

(18)

gangguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms akibat shift kerja (Wicken, 2004).

Di Indonesia setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8%

disebabkan kelelahan yang cukup tinggi, lebih kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat (Winarsih, 2010). Data kecelakaan yang dikeluarkan oleh dewan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor listrik tercatat terjadi 1.458 kasus kecelakaan dan salah satu penyebabnya adalah faktor kurangnya konsentrasi pekerja karena kelelahan (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, 2004 dalam Sartono, 2013). Hal ini juga dikatakan dalam penelitian Setyawati (2007) yang menyebutkan salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah stress dan kelelahan (fatigue). Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

Setiap tenaga kerja selain menanggung beban kerja fisik dan mental juga berhadapan dengan berbagai potensi bahaya (potensial hazard). Dampak yang ditimbulkan akibat adanya potensi bahaya yang dihadapi tenaga kerja antara lain berupa kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan dan ketidaknyamanan (Depnakertrans, 2008).

Kelelahan merupakan suatu gejala yang dirasakan setiap orang dimana terjadinya penurunan keadaan fisik dan mental seseorang yang berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur, 2014). Kelelahan merupakan gejala yang wajar dialami oleh setiap

(19)

orang yang diakibatkan oleh faktor psikis maupun fisik. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor individu dalam hal ini seperti umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan, dan status gizi mempunyai hubungan terhadap terjadinya kelelahan kerja. Faktor individu seperti umur dan status seseorang mempunyai hubungan yang signifikan tehadap terjadinya kelelahan (Oentoro,2004).

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Menurut Sastrowinoto yang dikutip oleh Arum (2014), dampak dari kelelahan kerja bisa terlihat pada pekerja dalam bentuk munculnya penyakit, ketidakhadiran di tempat kerja, dan performa kerja yang menurun. Kelelahan tingkat tinggi menyebabkan menurunnya kinerja dan produktivitas. Hal ini mengakibatkan orang-orang yang lelah tidak dapat mengukur tingkat penurunan kinerja mereka sendiri dan tidak menyadari bahwa mereka tidak lagi berfungsi sebaik saat mereka tidak lelah.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelelahan kerja menurut Tarwaka (2011), diantaranya faktor karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, lama kerja, status perkawinan, status gizi dan sebagainya. Menurut Sartono (2013) ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan kerja pada pekerja laundry garmen. Hal sesuai dengan teori dari Oentoro (2004) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang berusia di atas 35 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan tenaga kerja yang relatif lebih muda. Selain itu tenaga kerja yang berumur lebih tua akan mengalami penurunan kekuatan otot yang berdampak terhadap kelelahan dalam melakukan pekerjaannya.

(20)

Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam, sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupaan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai efesiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan serta tidak kepuasaan (Suma’mur, 2014).

Kelelahan dapat disebabkan oleh lama kerja atau waktu yang digunakan seorang untuk bekerja dalam sehari. Hal ini terjadi karena adanya Circardium rhythm (keadaan alamiah tubuh) yang terganggu seperti tidur, kesiapan untuk bekerja, dan banyak proses otonom lainnya yang seharusnya beristirahat pada malam hari karena pekerjaan yang menuntut kerja lembur maka proses dalam tubuh dipaksa untuk siaga dalam bekerja, hal ini akan meningkatkan asam laktat dalam tubuh dan menimbulkan kelelahan kerja. Semakin lama seorang bekerja maka semakin cepat seorang tersebut mengalami kelelahan kerja (Hastuti, 2015).

Menurut Tarwaka (2004) bahwa pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mengakibatkan terjadinya kontraksi otot yang melebihi kapasitas tubuh sehingga hal ini dapat mempercepat pula terjadinya kelelahan kerja. Berat ringannya beban kerja yamg diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan dimana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek masa kerja

(21)

seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Grandjean yang menyatakan bahwa masa kerja yang panjang dapat menyebabkan kelelahan kronis sebagai akibat akumulasi kelelahan dalam waktu panjang.

Pekerja yang bekerja dengan sistem shift akan memiliki risiko untuk mengalami kelelahan kerja. Menurut Kusumaningtyas (2012) menyatakan bahwa shift kerja berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan subjektif dengan penilaian skor kelelahan subjektif paling tinggi terdapat pada tenaga kerja yang bekerja pada shift malam, lalu shift siang, dan yang terakhir, shift pagi.

Menurut Trisnawati (2012) yang mengutip pendapat Pulat, kelelahan kerja merupakan permasalahan yang dialami oleh setiap pekerja, terutama bagi pekerja dengan mekanisme shift. Sistem kerja shift dapat mempengaruhi pola tidur yang akan mendorong masyarakat mengalami penurunan dalam hal kesehatan, diantaranya kelelahan. Bekerja pada pagi atau siang hari merupakan beban tugas yang alami sesuai dengan irama kehidupan. Secara umum manusia bekerja pada pagi dan siang hari, sedangkan malam hari untuk beristirahat dan tidur. Hal seperti ini mengikuti pola jam biologik yang disebut circadian rhythms. Bila seorang pekerja harus bekerja shift maka circadian rhythms juga akan ikut terganggu dan bisa mengakibatkan terganggunya pola tidur.

Perubahan kualitas tidur yang dialami pekerja salah satunya adalah pekerja yang bekerja dengan sistem shift. Pekerja yang bekerja dengan sistem shift akan memiliki dampak kesehatan yang cukup besar terhadap pekerja. Salah satunya

(22)

adalah terganggunya jam tidur pekerja yang dapat menyebabkan gangguan pada circadian rhythms (Ramayuli, 2004).

Pekerja yang melakukan shift kerja satu kali saja maka secara bertahap circadian rhythms akan kembali ke irama semula. Akan tetapi apabila shift kerja dilakukan secara menetap, maka circadian rhythms tidak akan kembali ke irama semula (Kuswadji, 1997). Hal tersebut dapat berakibat pada terjadinya gangguan tidur dan berbagai gejala lainnya. Menurut Dekker et al (1996), kualitas tidur pekerja dengan shift kerja berbeda dengan pekerja yang tidak melaksanakan shift kerja. Apabila kecukupan tidur dari pekerja terganggu, maka akan dapat menimbulkan terjadinya kelelahan kerja. Masalah tidur yang dialami oleh seseorang dapat mengganggu aktivitasnya sehari-hari, bahkan dapat mengancam jiwa baik secara langsung (seperti insomnia) maupun tidak langsung (seperti kecelakaan akibat gangguan tidur) (Amir, 2007).

Kelelahan yang didapatkan seseorang dari kerja yang melebihi batas kemampuan seseorang, akan menyebabkan beban kelelahan ini yang akan mengganggu proses tidurnya. Apabila proses tidur sudah terganggu, maka kualitas tidur yang diharapkan tidak akan tercapai. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nuryanti (2016) bahwa kualitas tidur mempengaruhi kelelahan. Kelelahan yang berlebihan dapat membuat seseorang menjadi sulit untuk memulai tidur.

Pekerjaan yang meletihkan dan penuh stress juga dapat menyebabkan seseroang mengalami kelelahan yang berlebihan sehingga membuat pekerja tersebut menjadi sulit tidur. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi kualitas tidur dari pekerja.

(23)

PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Kuala Tanjung merupakan pabrik peleburan aluminium yang menghasilkan aluminium batangan (ingot) yang merupakan produk akhir dari PT. Inalum yang di pasarkan di dalam dan ke luar negeri. Untuk menghasilkan aluminium batangan (ingot) tersebut bahan mentah yaitu larutan alumina direduksi di dalam sebuah tungku reduksi (pot reduksi), yaitu merupakan kotak baja persegi yang dinding sampingnya berlapis bata isolasi dan karbon yang bertemperatur sekitar 970˚C untuk menghasilkan aluminium cair yang disebut SRO (Smelter Reduction Operation). Pada Seksi tersebut terdapat satu bagian untuk menghasilkan alumina yaitu bagian operasi tungku. Pada bagian tersebut terdapat 3 tahapan yang dilakukan yaitu Metal Tapping, Anode Changing, dan Perawatan. Metal tapping adalah suatu proses pengambilan metal di dalam operasi tungku yang akan digunakan untuk pembuatan alumina sedangkan Anode changing adalah suatu proses mengganti anoda yang digunakan sebagai alat untuk menghasilkan metal.

Pada bagian operasi tungku terdapat 510 tungku reduksi (pot reduksi) yang berfungsi sebagai tempat untuk mereduksi larutan alumina. Tungku reduksi terletak di 6 stasiun dimana pada stasiun pertama, ketiga, dan kelima terdapat 84 tungku reduksi sedangkan pada stasiun kedua, keempat, dan keenam terdapat 86 tungku reduksi. Satu stasiun kerja di huni oleh 10 karyawan dalam satu kali shift.

Didalam operasi tungku reduksi terdapat beberapa tahapan proses operasi yaitu: baking (preheating) yaitu proses pemanasan permukaan blok katoda secara bertahap. Operasi ini berlangsung selama 72 jam. Pada akhir baking temperature blok katoda sekitar 750 derajat celcius dan siap untuk di start-up. Selanjutnya

(24)

proses start-up yaitu proses menghidupkan pot yang baru diperbaiki maupun baru dikontruksi ulang, sehingga eletktrolit bisa berlangsung. Proses ini diawali dengan mengeluarkan kokas dasar dan memeutuskan arus listrik yang mengalir ke pot.

Kemudian dimasukkan bath cair (cryolite) sebanyak 6 ton kedalam pit. Setelah itu arus listrik dialirkan kembali kedalam pot sehingga proses eletrolisa berlangsung.

Agar terjadi keseimbangan panas (heat balance) di dalam pot, 20 jam atau 72 jam setelah start up metal cair dimasukkan ke dalam pot sebanyak 12 ton dan selanjutnya mengalami proses transisi. Proses transisi adalah masa peralihan dari start-up menuju operasi normal. Selama transisi, komposisi bath, tinggi metal dan tinggi bath harus dijaga sesuai dengan standarnya. Pada masa transisi ini terjadi pembentukan kerak samping dari serangan bath yang korosif. Pada akhir masa transisi, heat balance di dalam pot diharapkan sudah stabil. Selanjutnya adalah operasi normal. Saat memasuki operasi normal, kondisi pot diharapkan sudah stabil. Pekerjaan-pekerjaan utama yang biasa dilakukan antara lain adalah penggantian anoda dan perbaikan busbar anoda, pengambilan metal cair, proses pemasukan material berupa AlF3. AlF3 merupakan bahan aditif yang dimasukkan setiap hari, untuk mengimbangi penguapan gas fluorida dan menjaga komposisi bath tetap stabil, pemecahan kerak tengah dan pemasuka alumina, pengontrolan voltage dan penaggulangan noise yang bertujuan agar temperatur pot tetap terjaga, dan pengukuran parameter meliputi pengukuran tinggi bath (s) dan tinggi metal (m) dan metal clear (mc), pengukuran keasaman bath dan kandungan CaF2.

Pada bagian operasi tungku menerapkan sistem shift kerja dalam menjalankan proses produksi secara terus-menerus selama 24 jam. Shift kerja

(25)

merupakan salah satu faktor yang berkontribusi besar untuk menyebabkan gangguan pola tidur. Gangguan tidur dapat berupa gangguan terhadap kuantitas dan kualitas tidur yang sering ditemukan pada pekerja shift dan pekerja non-shift.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan dengan melakukan wawancara kepada 5 orang pekerja di bagian operasi tungku yang berjenis kelamin laki-laki, berumur antara 22-53 tahun, masa kerja antara 3-30 tahun, dan bekerja selama 8 jam per hari terlihat bahwasanya 4 orang pekerja mengalami kelelahan dengan keluhan seperti gangguan pada otot, mengantuk, pusing, dan sakit kepala. Keluhan ini banyak dialami pekerja ketika mereka bekerja di malam hari. Sedangkan untuk pekerja yang mengalami keluhan tidur sebanyak 3 orang seperti tidur yang tidak nyenyak, sering terbangun di malam hari, dan insomnia.

Pekerja yang mengalami kekurangan tidur terlihat adanya perubahan pada fisik antara lain mempunyai kantung mata, area bawah mata berwarna hitam, sering mengantuk saat bekerja, dan wajah terlihat letih dan pucat. Pekerja yang mengalami kelelahan menyatakan bahwa mereka memiliki kualitas tidur yang buruk. Mereka menyatakan bahwa ketika mendapat giliran untuk shift malam, mereka selalu mengantuk, mata selalu ingin menutup dan sulit berkonsentrasi ketika bekerja. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk beristirahat lebih banyak sehingga menyebabkan pada saat bekerja di siang atau sore hari mereka mengalami kelelahan karena kurangnya tidur.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik individu dan kualitas tidur dengan

(26)

kelelahan kerja pada karyawan bagian operasi tungku PT Inalum Kuala Tanjung tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang akan diteliti adalah apakah ada hubungan antara karakterisitik individu ( umur, masa kerja, lama kerja, status gizi) dan kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada bagian operasi tungku di PT. Inalum (Persero) Kuala Tanjung tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakterisitik individu ( umur, masa kerja, status gizi) dan kualitas tidur dengan kelelalahan kerja pada bagian operasi tungku di PT. Inalum (Persero) Kuala Tanjung tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan faktor umur dengan kelelahan pada pekerja.

2. Untuk mengetahui hubungan faktor masa kerja dengan kelelahan pada pekerja.

3. Untuk mengetahui hubungan faktor status gizi/IMT dengan kelelahan pada pekerja.

4. Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kelelahan pada pekerja.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara umur dengan kelelahan pada pekerja 2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja 3. Ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja

(27)

4. Ada hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan pada pekerja.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak perusahaan PT Inalum Kuala Tanjung agar dapat memperbaiki sistem kerja yang dilaksanakan sehingga dapat mengurangi kelelahan kerja pada pekerja.

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pekerja mengenai hubungan karakteristik individu (umur, masa kerja, status gizi) dan kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada bagian operasi tungku di PT Inalum Kuala Tanjung.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai hubungan karakteristik individu (umur, masa kerja, status gizi) dan kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada bagian operasi tungku di PT Inalum Kuala Tanjung.

4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

(28)

2.1 Tidur

2.1.1 Defenisi Tidur

Tidur adalah keadaan pikiran dan tubuh yang berbeda dimana tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolism tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar. Tidur adalah periode istirahat dimana terjadi peremajaan dan peyembuhan (Chopra, 2003).

Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari, waktu malam dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental (Panteri, 1993).

2.1.2 Fisiologi Tidur

Tidur adalah irama biologis yang kompleks. Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan.

Tidur ditandai dengan aktivitas fisik yang minimal, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap rangsangan eksternal (Potter & Perry, 2005)

Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku. Individu mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah irama diurnal atau irama sirkadian, yang merupakan siklus 24 jam (siang dan malam) (Potter & Perry,

(29)

2005). Irama sirkadian mempegaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone, kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus srikadian 24 jam. Irama sirkadian dipengaruhi oleh perilaku dan pola fungsi biologis utama misalnya suhu tubuh, siklus tidur-bangun, denyut jantung, tekanan darah, ekskresi hormone, kemampuan sensorik dan suasan hati (Doe,2012).

Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Potter and Perry, 2005 dalam Magfirah, 2016). RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons.

Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Potter and Perry, 2005 dalam Magfirah, 2016).

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem Ascending Reticulary Activity System(ARAS). Bila aktivitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan sadar. Aktivitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas

(30)

neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergic,dan kolinergik (Czeisler, 2000 dalam Magfirah, 2016).

2.1.3 Jenis Tidur

Setiap malam seseorang mngalami dua jenis tidur yang berbeda dan saling bergantian yaitu: tidur (Rapid-Eye Movement) dan non REM (Non Rapid Eye Movement). (Lanywati, 2001)

1. Tidur REM (rapid eye movement)

Tidur REM terjadi disaat kita bermimpi hal tersebut ditandai dengan tingginya aktivitas mental, dan fisik. Pada fase ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan pernafasan yang naik turun, sedangkan otot-otot mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses relaksasi total ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan penghilangan semua rasa lelah. Masa tidur REM kira-kira

dua puluh menit dan terjadi selama empat sampai lima kali dalam sehari. Pada fase ini sering timbul mimpi-mimpi, mengigau, atau bahkan mendengkur.

2. Tidur Non REM

Pada keadaan ini, sebagian besar organ tubuh secara berangsur-angsur menjadi kurang aktif, pernapasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata dan muka diam tanpa gerak. Fase Non-REM berlangsung kurang lebih 1 jam, dan pada fase ini biasanya orang masih bisa mendengarkan suara disekitarnya, sehingga dengan demikian akan mudah terbangun dari tidurnya. Ilmuwan mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah tidur yang mengalami perpaduan tepat antara mengalami REM dan non-REM.

(31)

2.1.4 Tahapan Tidur

Tidur terbagi dalam dua fase, yaitu : nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Tidur dimulai dari status NREM yang terbagi dalam empat tahap. Kualitas tidur dari tahap 1 sampai tahap 4 bertambah dalam (Potter

& Perry, 2005).

Tahap 1 NREM merupakan periode transisi menuju saatnya tidur, saat individu dengan mudah terbangun (Maas,2011). Pada tahap ini terjadi pengurangan aktivitas fisiologis, seperti pengurangan tanda-tanda vital dan metabolism (Saryono & Widianti, 2010).

Tahap 2 NREM dianggap sebagai periode tidur dengan fase relaksasi yang sangat besar (Maas, 2011). Pada tahap ini terjadi pengurangan aktivitas fisiologis, seperti pengurangan tanda-tanda vital dan metabolism (Saryono & Widianti, 2010).

Tahap 3 NREM merupakan fase pertama tidur dalam. Otot-otot menjadi rileks sehingga sulit dibangunkan. Tanda-tanda vital menurun namun tetap teratur.

Tahap ini berakhir dalam 15-30 menit. Tahap 4 NREM merupakan periode tidur paling dalam. Tahap ini mrupakan tahap terbesar terjadinya pemulihan. Tanda- tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan enuresis. Tahap 3 dan 4 NREM seringkali disebut sebagai “tidur gelombang- lambat” karena pada fase ini gelombang lambat ditunjukkan dalam aktivitas elektroenselografi (EEG) (Saryono & Widianti, 2010).

(32)

2.1.5 Pola Tidur

Secara umum kebutuhan tidur orang dewasa berkisar antara 7-8 jam per hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, orang dewasa memiliki cara tersendiri dalam mengatur pola tidurnya. Namun biasanya pola tidur orang dewasa muda berubah-ubah alias tidak menentu. Di usia dewasa, kebanyakan orang telah membentuk pola tidurnya sendiri. Pola tidur tersebut terkait dengan aktivitas kerja, baik di kantor atau di lapangan. Pola tidur orang yang beraktivitas disiang hari tentunya berbeda dengan pola tidur orang yang bekerja dimalam hari.

Pekerjaan yang dilakukan dimalam hari menyebabkan mereka tidur pada pagi hingga siang hari. Siang hingga malam atau bahkan dini hari mereka kembali bekerja. Setelah bekerja, subuh dini hari mereka akan tidur lagi hingga siang dan seterusnya. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kurang tidur.

Kurang tidur dapat menyebabkan penurunan daya tubuh seseorang. Selain itu, kurang tidur juga mengakibatkan penurunan kemampuan mental, kemampuan otak, dan kreativitas untuk menggunakan data hapalan. Penurunan kemampuan otak tersebut secara otomatis akan menurunkan produktivitas kerja. Secara alami orang yang kurang tidur cenderung akan mengalami ganggua stabilitas emosional.

Orang mudah marah, kecewa, sedih, serta tidak bergairah (lemah, letih, dan lesu).

Selain pekerjaan, pola tidur orang dewasa juga dipengaruhi oleh kebiasaan (behavior). Ketegangan yang diakibatkan oleh aktivitas yang berlebihan dapat menyebabkan mata terlalu segar untuk dipejamkan. Selain itu efek cahaya terang yang dapat mengelabui jam biologis yang sebenarnya diciptakan untuk membedakan waktu siang dan malam (Prasadja, 2009).

(33)

2.1.6 Siklus Tidur

Kedas, Lux, & Amodes (1989, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa siklus tidur yang umum terjadi terdiri atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2, 3, dan 4 NREM dengan kemungkinan kembali lagi ke tahap sebelumnya, yaitu tahap 3 dan 2 NREM, sebelum dimulainya tahap REM. Fase NREM terjadi pada sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur total. Tidur REM terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam. Tahap REM dimulai kurang lebih 60 menit dalam siklus tidur, dan umumnya empat sampai enam siklus tidur NREM sampai siklus tidur REM terjadi setiap malam (Maas,2011).

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur 1. Cahaya

Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan irama sirkadian dalam pengaturan siang dan malam. Keadaan terbangun berkaitan dengan cahaya matahari atau kondisi yang terang ( Timby, 2009 dalam Indarwati, 2012). Cahaya yang mempengaruhi tidur dan aktivitas otak selama terbangun, sedangkan, irama sirkadian, dan homeostasis mempengaruhi regulasi tidur manusia (Djik, 2009 dalam Indarwati, 2012). Cahaya mempengaruhi produksi melatonin. Melatonin adalah hormon dalam setiap organisme dengan tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan paparan cahaya. Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak manusia. Melatonin berperan besar dalam membantu kualitas tidur. Mengatasi penyimpangan-penyimpangan, depresi, dan system kekebalan yang rendah.

Peneletian menunjukkan bahwa hormon ini membantu seseorang untuk tidur lebih

(34)

nyenyak, mengurangi jumlah bangun mendadak di malam hari serta meningkatkan kualitas tidur (Pengayoman, 2008 dalam Indarwati, 2012).

2. Aktivitas Fisik

Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan kebutuhan untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan sebelum tidur membuat tubuh mendingin dan meningkatkan relaksasi. Individu yang mengalami kelelahan menengah biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama setelah bekerja atau melakukan aktivitas yang menyenangkan (Potter & Perry, 2006).

3. Lingkungan

Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk tidur dan tetap tidur (Potter & Perry, 2006). Lingkungan yang tidak mendukung seperti terpapar banyak suara menyebabkan seseorang kesulitan untuk memulai tidur. Lingkungan yang tidak nyaman seperti lembab juga dapat mempengaruhi tidur.

4. Umur

Umur menjadi salah satu faktor mempengaruhi tidur dan kebutuhan tidur seseorang (Pemi, 2009 dalam Indarwati, 2012). Kebutuhan tidur berkurang dengan pertambahan usia. Kebutuhan tidur anak-anak berbeda dengan kebuthan tidur dewasa. Kebutuhan tidur dewasa juga akan berbeda dengan kebutuhan lansia.

5. Pola Tidur

Kebiasaan tidur pada siang hari mempengaruhi kualitas tidur seseorang di malam hari Pola-pola tidur siang berlebihan dapat mempengaruhi keterjagaan,

(35)

kualitas tidur, penampilan kerja, kecelakaan saat mengemudi, dan masalah perilaku emosional. (Potter & Perry, 2006).

6. Stress Emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur seseorang. Kecemasan menyebabkan seseorang menjadi terjaga. Keadaan terjaga terus menerus inilah yang dapat mengakibatkan gangguan tidur.

2.1.8 Dampak Kualitas Tidur yang Buruk

Kualitas tidur yang buruk dapat memberikan 2 dampak, yaitu fisik dan psikologis seperti:

a. Dampak Fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan, dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebih, tidak mampu berkonsentrasi, tampak tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, muntah, serta tanda – tanda peningkatan tekanan darah, pusing dan kaku pada tengkuk.

b. Dampak Psikologis

Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi pendengaran atau penglihatan, serta kemampuan memberikan pertimbangan dan keputusan menurun.

2.1.9 Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan

(36)

gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, Universitas Sumatera Utara 1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985;

Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis.

Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat

(37)

eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta (Guyyton & Hall, 1997). Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda- tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda- tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.

2.2.1 Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tandatanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

2.2.2 Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

2.1.10 Cara Mengukur Kualitas Tidur

Kualitas tidur karyawan diukur dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI adalah suatu metode penilaian yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur orang dewasa dalam interval satu bulan. Dari penilaian kualitas tidur dengan menggunakan metode PSQI ini akan didapatkan outputan berupa Sleeping Index.

(38)

Sleeping Index adalah suatu skor atau nilai yang didapatkan dari pengukuran kualitas tidur seseorang yang pengurkurannya dicari dengan cara mengisi kuesioner PSQI dengan pembobotan tertentu. Index atau nilai tersebut yang nantinya akan menggambarkan seberapa baikkah kualitas dari tidur seseorang.

PSQI terdiri dari 19 pertanyaan untuk penilaian individu yang diharapkan dapat menilai varietas yang berkaitan dengan kualitas tidur seseorang termasuk estimasi dari durasi tidur, latensi tidur, frekuensi tidur serta tingkat keparahan permasalahan tidur seseorang. 19 Item ini akan digrupkan kedalam 7 komponen skor yang meliputi kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur (yang berlebihan), disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir, yang tiap itemnya dibobotkan dengan bobot seimbang dalam rentang skala 0-3. Ketujuh komponen tersebut pada akhirnya akan dijumlahkan sehingga didapatkan skor global PSQI yang memiliki rentang skor 0- 21, semakin tinggi skor yang didapatkan seseorang menandakan bahwa orang tersebut mengalami kualitas tidur terburuk.

2.2 Kelelahan Kerja 2.2.1. Defenisi Kelelahan

Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur,2014).

Kelelahan adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan yang kurang menyenangkan, perasaan resah dan capai yang menguras seluruh minat dan tenaga (Anoraga, 2009). Kelelahan merupakan kondisi dimana

(39)

tubuh mengalami kehabisan energi karena perpanjangan kerja yang dilakukan.

Kelelahan sering muncul pada jenis pekerjaan yang dilakukan secara berulang – ulang atau monoton (Nurmianto, 2004).

Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan hingga berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan akhirnya berpengaruh kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu yang mengalami kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013).

Menurut Tarwaka (2004) , kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis).

2.2.2 Jenis-jenis Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi : 1. Kelelahan otot (muscular fatique)

Kelelahan otot adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar (Tarwaka,2004).

(40)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologis, yang ditunjukkan tidak hanya dengan berkurangnya tekanan fisik tetapi juga makin rendahnya gerakan.

Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti : melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya (Budiono, Sugeng,A.M., 2005).

2. Kelelahan umum

Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk. (Budiono, Sugeng, A.M., 2005)

b. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

(41)

2. Kelelahan kronis, yitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah factor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka waktu yang panjang. Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap perpanjangan stress. Pada keadaaan seperti ini, gejalanya tidak hanya stress atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat akan sangat mengancam setiap saat.

Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :

a) Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran terhadap orang lain.

b) Munculnya sikap apatis terhadap pekerjan.

c) Depresi yang berat, dan lain-lain. (Wignjosoebroto, S., 2000) c. Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan Fisiologis

Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, dan kebisingan. (Nurmianto E., 2004) 2. Kelelahan Psikologis

Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari

(42)

perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta sebab-sebab fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik- konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah. (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja., 1999)

Beberapa jenis kelelahan umum menurut Grandjean (1988) adalah:

1. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.

2. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

3. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.

4. Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotor.

5. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

6. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta pertukaran periode tidur.

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

Menurut Grandjean (1991) menjelaskan bahwa factor penyebab terjadinya kelelahan di industry sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ mempertahankan

(43)

kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan antara lain : intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll), circadian rhytm, problem fisik (tanggung jawab, kekhawatiran konflik), kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2004).

Teori tentang kelelahan menjelaskan bahwa kelelahan terjadi disebabkan oleh faktor internal dan eksternal :

A. Faktor Internal : 1. Umur

Semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan (Ihsan dan Salami, 2010). Pekerja yang berumur diatas 35 tahun memiliki kelemahan pada saat melakukan pekerjaan dengan temperatur panas dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda (Davis 2001). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cut (2004) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan tenaga kerja. Menurut Oentoro(2004) bahwa tenaga kerja yang berumur 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan tenaga kerja yang berumur relatif lebih muda.

2. Riwayat Penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kelelahan, antara lain :

(44)

a. Penyakit Jantung

Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat. Jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit. Kekurangan oksigen jika terus menerus , maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik diaman akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004)

b. Tekanan Darah Rendah

Penurunan kapasitas karena serangan jantung mungkin menyebabkan tekanan darah menjadi amat rendah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan darh tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun kebagian tubuh yang lain. Dengan berkurangnya jumlah suplai darh yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Nurmianto, 2008).

3. Keadaan Psikologis

Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja. Masalah psikologis dan kesakitan-kesakitan lainnya amatlah mudah untuk mengidap suatu bentuk kelelahan kronis dan sangatlah sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan.

(45)

4. Jenis Kelamin

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki. Tenaga kerja wanita mengalami siklus biologis (menstruasi) setiap bulan sehingga mempengaruhi kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan lebih besar daripada tingkat kelelahan pria (Suma’mur, 2009).

5. Masa Kerja

Menurut Ranupandojo yang dikutip oleh Ambar (2006) masa kerja adalah lama waktu yang telah ditempuh seseorang untuk dapat memahami tugas tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Masa kerja memberikan dampak positif seperti menurunkan ketegangan, peningkatan efektivitas dan perfomance kerja, namun semakin lama masa kerja seseorang dapat juga membawa efek negatif berupa adanya batas ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya kelelahan. Menurut Occupational Safety and Health (2003) dampak dari masa kerja lainnya adalah timbulnya keadaan melemahnya kinerja otot yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya / menurunnya gerakan.

6. Status Gizi/IMT

Menurut Suma’mur (2009) kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut

(46)

diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan.

B. Faktor Eksternal 1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Penelitian yang dilakukan didalam dan diluar negeri menunjukkan bahwa pada frekuensi 300- 6000 Hz, pengurangan pendengaran tersebut disebabkan oleh kebisingan.

2. Getaran

Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ketubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan, sebaliknya frekuensi diatas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran mekanis terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009).

3. Iklim kerja

Efesiansi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24-26 oC. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, menggangu kecermatan kerja otak, menggangu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009).

(47)

4. Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan roodahl dalam Tarwaka (2010) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama beekrja. Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka (2010) bahwa kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.

Kelelahan yang disebakan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengarahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Lebih lanjut Suma’mur (2009) juga mengatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat

(48)

dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif (Tarwaka, 2004).

2.2.4 Gejala Kelelahan

Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang sering timbul seperti :

1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki teras berat, menguap, pikiran merasa acau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.

2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.

Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1, menunjukkan pelemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3 menunjukkan kelelahan fisik akibat psikologis (Sutalaksana, Anggawisastra, Tjakraatmadja, 1999).

(49)

Kelelahan memang mudah untuk dihilangkan, dengan istirahat yang cukup perasaan lelah akan segera hilang. Namun, kelelahan yang terjadi secara terus menerus akan berakibat pada kelelahan yang bersifat kronis (Suma’mur, 2009).

Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap perpanjangan stress( Nurmianto,2008).

2.2.5 Pengukuran Kelelahan Kerja

Menurut Tarwaka (2010) Pengukuran atau penilaian terjadinya kelelahan kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara yitu antara lain sebagai berikut ini:

1. Waktu Reaksi

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, intrepetasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu raksi dapat digunakan nyala lampu dan denting suara serta sentuhan kulit atau goyangan badan sebagai stimuli. Terjadinya oemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. Sedangan kriteria kelelahan berdasarkan waktu reaksi tenaga kerja.

Tabel 2.1 Krtiteria Kelelahan Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga

Kriteria Waktu Reaksi

Normal 150-240,0 milidetik

Kelelahan Kerja Ringan 240,0 < x <410,0 milidetik Kelelahan Kerja Sedang 410,0 ≤ x < 580,0 milidetik Kelelahan Kerja Berat ≥580,0 milidetik

(50)

Keterangan x adalah hasil pengukuran dengan Reaction Timer

Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga. Pedoman Teknik Tata Cara Penentuan Lokasi Tempat Istirahat Di Jalan Bebas Hambatan dalam Shindi Nawangsari Putri (2009).

2. Uji Fliker-Fusion (Uji Hilangnya Kelipan)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan dapat digunakan untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

3. Perasaan Kelelahan secara Subjektif (Subjective feeling of fatigue) Metode pengukuran kelelahan secara subjektif pertama kali dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committe of Japanese Association of Industrial Health (IFRC Jepang) pada tahun 1967 dalam bentuk kuesioner. Kuesioner berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

a. Sepuluh pertanyaan pertama mengindikasi adanya pelemahan kegiatan :

1)perasaan berat dikepala; 2)lelah seluruh badan; 3)berat dikaki; 4)menguap;

5)pikiran kacau; 6)mengantuk; 7)ada beban pada mata; 8)gerakan canggung dan kaku; 9)berdiri tidak stabil; 10)ingin berbaring

b. Sepuluh pertanyaan kedua berkaitan dengan pelemahan motivasi yang meliputi:

1)susah berfikir; 2)lelah untuk berbicara; 3)gugup; 4)tidak berkonsentrasi; 5)sulit memusatkan perhatian; 6)mudah lupa; 7)kepercayaan diri berkurang; 8)merasa cemas; 9)sulit mengontrol sikap; 10)tidak tekun dalam pekerjaan.

Referensi

Dokumen terkait

Panduan bagi guru penelitian tindakan kelas suatu..

 Titik jaringan ditetapkan pada gateway yang spesifik sebagai permintaan dari arsitektur jaringan dan kebutuhan klien.  Tipe koneksi ditentukan dan

Anggun Sasmito, D1513007, PELAYANAN SERVIS BERKALA DAN SERVIS PERBAIKAN (GENERAL REPAIR) DI PT NASMOCO ABADI MOTOR KARANGANYAR, Tugas Akhir, Program Studi Manajemen

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas

Kesimpulannya wanita dengan self efficacy yang tinggi akan lebih beresiko untuk melakukan SADARI dibandingkan tingkat self efficacy yang rendah, tetapi keterpaparan informasi

Slika 62.Karakteristike upravljanja na prednjoj osovini ... Prikaz koordinatnog sustava kotača i položaja značajki ... Prikaz predznaka pomaka kotača u ovisnosti i položaju

Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan dapat menyelesaikan dan menyusun

Kreditur yang dimaksud di sini adalah pihak yang memiliki uang ( money ), barang ( goods ), atau jasa ( service ) untuk dipinjamkan kepada pihak lain, dengan haraan dari