TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Opini Audit
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 110, tujuan audit
menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor harus
memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan , maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor
(PSA NO O1, 2004). Pendapat auditor (opini audit) merupakan bagian dari
laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Opini audit
diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat
memberikan simpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang
diauditnya. Arens (1996:1) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah
terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian, auditor dalam memberikan
pendapat sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
Opini audit tersebut dinyatakan dalam paragraf pendapat dalam laporan audit.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan. Laporan keuangan yang dimaksud dalam standar
pelaporan tersebut adalah meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu,
menyampaikan kepada pemakai laporannya mengenai informasi penting yang
menurut auditor perlu diungkapkan.
Tujuan dalam standar pelaporan tersebut adalah untuk memungkinkan
pemegang saham, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak lain yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan menentukan seberapa jauh laporan
keuangan yang dilaporkan oleh auditor dalam laporan audit dapat dipercaya.
Opini auditor terdiri atas lima jenis opini (Arens, 2011:374)
yaitu:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi
berikut terpenuhi:
a. Seluruh laporan neraca, laporan laba rugi, laporan saldo laba, dan laporan
aliran kas dimasukkan dalam laporan keuangan.
b. Tiga standar umum diikuti dalm seluruh penugasan.
c. Bukti yang tepat dan memadai telah diakumulasi dan auditor melakukan
penugasan sesuai dengan cara yang membuat ia dapat memastikan bahwa
ketiga standar pekerjaan lapangan sudah dipenuhi.
d. Laporan keuangan dinyatakan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku
dalam penjelasan tambahan dan bagian lain dalam laporan keuangan sudah
memadai.
e. Tidak ada keadaan yang memerlukan paragraf penjelasan tambahan atau
modifikasi dalam laporan.
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language)
Laporan audit tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan atau modifikasi
kata juga telah memenuhi kriteria audit hasil yang memadai dan laporan
keuangan yang disajikan dengan wajar, tetapi auditor yakin perlunya
menyediakan informasi tambahan. Berikut ini adalah penyebab utama dari
adanya paragraf penjelasan atau modifikasi kata dalam laporan standar tanpa
pengecualian :
• Kurangnya penerapan konsisten atas prinsip akuntansi berlaku umum.
• Keraguan atas kelangsungan usaha perusahaan.
• Auditor menyetujui adanya perbedaan dengan prinsip yang wajib diterapkan
• Penekanan atas suatu hal
• Pelaporan yang melibatkan auditor lain
3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara
wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk hal-hal yang dikecualikan.
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar
c. Adanya salah saji material dalam komponen laporan keuangan.
d. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
e. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan
auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan
audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan
pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam
kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.4 Leverage
Harahap (2010:304) mengemukakan bahwa leverage menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini
mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau kreditur dengan
kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal. Perusahaan yang baik
seharusnya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari hutang. Walau
hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena perputaran uang
perusahaan lebih cepat.
Rasio leverage yang digunakan untuk penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang dan ekuitas (modal) dalam pendanaan perusahaan serta menunjukkan kemampuan modal
perusahaan untuk menutupi seluruh hutangnya. Semakin rendah DER perusahaan
maka semakin baik kondisi perusahaan tersebut.
Literatur yang memuat biaya-biaya berisi banyak contoh tentang
penyelidikan empiris mengenai cara menghitung leverage sebagai proxy untuk hutang. Literatur ini berpendapat bahwa level hutang yang lebih tinggi pada asset
adalah berkaitan dengan biaya yang lebih tinggi. Peneliti mengontrol keteraturan
empiris bahwa rasio hutang pada asset bervariasi diantara perusahaan-perusahaan
dengan cara membandingkannya. Tingginya tingkat hutang melibatkan resiko
keuangan klien lebih tinggi. Resiko keuangan dari perusahaan meningkat, auditor
memiliki insentif untuk lebih waspada dalam menjalankan tugasnya, Nelson et al
(1988) berpendapat bahwa jika resiko klien meningkat, auditor menanggapinya
dengan meningkatkan usaha atau biaya.
2.1.5 Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya atau menganalisa dan
menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan
(Munawir,2002:68). Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur melalui current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar menutupi
kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan
hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka
pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk
persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar
dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika
berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh diatas jumlah
hutang lancar.
Isu-isu seperti kemampuan perusahaan menghasilkan arus kas, belum
digunakan untuk mengeluarkan batasan kredit, kesamaan perusahaan (yang
sedang digunakan untuk perbandingan) dan aspek distribusi tidak bias ditangkap
dalam current rasio lancar. Meskipun terbatas, rasio ini digunakan secara luas
dalam analisis laporan keuangan. Dari perspektif auditor kemungkinan pemegang
saham litigasi akan meningkat dengan penurunan rasio lancar karena rasio lancar
yang lebih rendah artinya kemungkinan terjadi kebangkrutan perusahaan lebih
besar. Sekali lagi Nelson et al (1988:383) berpendapat bahwa upaya audit yang
meningkat sejalan dengan peningkatan risiko klien. Dengan demikian kualifikasi
audit harus menjadi fungsi negatif dari likuiditas perusahaan. Secara ekstrem
masalah likuiditas yang parah akan menyebabkan going concern.
2.1.6 Profitabilitas
Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba
melalui semua kemampuan dan sumber yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas,
Adapun rasio yang digunakan adalah Return on Asset (ROA). Rasio ini digunakan
untuk menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh
laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Perputaran aktiva ditunjukkan
melalui seberapa besar volume penjualannya.
Semakin besar rasio ini maka menunjukkan perusahaan mampu
menghasilkan laba dan volume penjualan yang besar. Namun apabila rasio
ROA semakin kecil, maka hal ini menunjukkan bahwa laba perusahaan kecil
dikarenakan penjualan sedikit sehingga mengakibatkan perputaran aktiva lambat.
Profitabilitas suatu perusahaan menentukan kelangsungan hidup perusahaan
tersebut. Profitabilitas juga berhubungan positif dengan kompensasi manajemen.
Argumen bahwa probabilitas menerima kualifikasi audit yang meningkat
ketika profitabilitas menurun dapat dilihat dari berbagai perspektif. Pertama,
keuntungan yang menurun, meningkatkan kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
Kedua, keuntungan yang menurun jauh lebih cenderung mengarah pada metode
akuntansi yang dibuat oleh para manajer dalam upaya mereka untuk
mempertahankan kompensasi mereka. Ketiga, perusahaan yang dikelola dengan
buruk cenderung menerima publisitas lebih besar dan menyoroti para pemegang
saham. Keempat, kemungkinan terjadinya litigasi oleh pemegang saham karena
meningkatnya kinerja auditor sebagai ancaman pada kelangsungan hidup
perusahaan. Kelima, klien beresiko ditinjau lebih teliti oleh auditor, sebagai syarat
untuk terhindar dari kerugian karena litigasi (Nelson et al,1988:383).