• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di Selat Alas

1 PENDAHULUAN

4.5 Optimalisasi pengelolaan perikanan tangkap di Selat Alas

Pemanfaatan sumber daya ikan yang dilakukan melalui aktivitas perikanan tangkap harus memperhatikan aspek sumber daya, lingkungan, dan sosial. Hal ini sesuai dengan norma yang dinyatakan dalam Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF) yang dipublikasikan oleh FAO tahun 1995. Perikanan yang tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah keberlanjutan akan mengarah kepada degradasi lingkungan, tangkapan berlebih, dan praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak (Fauzi dan Anna 2005). Hal ini dipicu karena keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat, sehingga tingkat eksploitasi sumber daya ikan diarahkan sedemikan rupa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu singkat. Akibatnya, kepentingan lingkungan diabaikan dan penggunaan teknologi yang menghasilkan secara cepat yang bersifat merusak dapat terjadi (Sutisna 2007).

Berkaitan dengan pernyataan di atas, rambu-rambu pengelolaan perikanan yang pada prinsipnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarkat nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian lingkungannya, di Indonesia telah dituangkan dalam Undang-Undang Perikanan Nomor 31 tahun 2004 pasal 3, yaitu : 1) meningkatkan taraf hidup nelayan, 2) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, 3) mendorong perluasan kerja, 4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, 5) mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan, 6) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, 7) meningkatkan ketersediaan bahan baku

untuk industri pengolahan ikan, 8) mencapai pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungan yang optimal, dan 9) menjamin kelestarian sumber daya ikan.

Pemanfaatan sumber daya ikan akan dapat dilakukan secara berkelanjutan jika komponen utama dan pendukungnya berada dalam kondisi optimum dan terintegrasi (Sutisna 2007). Seringkali terjadi bahwa penambahan jumlah armada tidak terkendali. Penambahan armada akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pengelolaan perikanan secara keseluruhan seperti peningkatan tekanan penangkapan terhadap sumber daya ikan, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), tekanan terhadap lingkungan. Penambahan jumlah armada ini juga dapat menimbulkan dampak sosial seperti persaingan dalam memperoleh hasil tangkapan. Kondisi seperti ini sering menjadi sumber konflilk yang potensial di kalangan masyarakat nelayan. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan pengelolaan dengan baik, optimalisasi keberadaan semua komponen perikanan tangkap menjadi sangat penting.

1) Komponen sumber daya ikan

Dalam lima tahun terakhir (2006-2010) fluktuasi jumlah tangkapan total ikan di perairan Selat Alas mengalami peningkatan (Gambar 9). Kecenderungan ini seiring dengan kecenderungan produksi perikanan tangkap di laut secara nasional pada periode 2000 – 2010 yang meningkat rata-rata sebesar 2,87% per tahun, yaitu dari 3.807.191 ton pada tahun 2000 menjadi 5.039.446 ton pada tahun 2010 (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011). Walaupun kondisi tangkapan secara menyeluruh menunjukkan adanya peningkatan, tetapi fluktuasi produksi tangkapan untuk setiap jenis ikan tidak sama.

Pengelolaan perikanan berkelanjutan dimaksudkan agar sumber daya ikan yang menjadi target eksploitasi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara terus menerus demi kesejahteraan masyarakat tanpa mengganggu keberlanjutan hidup sumber daya ikan itu sendiri dan lingkungannya. Untuk mencapai tujuan ini, maka pemanfaatan suatu sumber daya yang optimal harus dilakukan.

ton

Gambar 9 Perkembangan jumlah produksi tangkapan ikan di Selat Alas tahun 2006-2010 (DKP Prov. NTB 2007-2011) Murdiyanto (2004a) menyatakan bahwa kebijakan untuk mengupayakan tercapainya tingkat pemanfaatan yang optimal antara kapasitas stok yang terkandung dalam sumber daya ikan (MSY) di setiap wilayah penangkapan ikan dan hasil tangkapannya adalah hal yang sangat penting dalam menuju tercapainya pelaksanaan usaha perikanan yang berkelanjutan. MSY didasarkan pada pendekatan biologi yang nilainya merupakan suatu esitimasi yang memiliki bias sehingga akan berisiko jika tingkat pemanfaatannya sebesar nilai MSY (Sutisna 2007). Oleh karena itu dengan mempertimbangkan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach), yaitu dengan membatasi tingkat pemanfaatan maksimum sampai 80% dari MSY (Murdiyanto 2004) yang dikenal sebagai

“jumlah tangkapan yang diperbolehkan ” (JTB).

Dengan tersedianya informasi mengenai kondisi terkini sumber daya ikan di suatu perairan, maka formulasi pengelolaannya menjadi relatif mudah. Dari Tabel 32 dapat dilihat secara lengkap besarnya potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dari masing-masing jenis sumber daya ikan uggulan terpilih di Selat Alas.

Dengan mengaplikasikan prinsip kehati-hatian (precautionary aproach), ini berarti bahwa hanya terdapat dua jenis sumber daya ikan unggulan saja yang masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan, yakni ikan teri dan kakap merah. Ikan teri merupakan SDI unggulan yang memilki MSY paling tinggi di

15.801,70 16.849,90 17.950,36 18.389,70 18.589,92 14.000,00 14.500,00 15.000,00 15.500,00 16.000,00 16.500,00 17.000,00 17.500,00 18.000,00 18.500,00 19.000,00 2006 2007 2008 2009 2010

Selat Alas, yaitu 7.915,76 ton/tahun, disusul kakap merah sebesar 2.005,01 ton/tahun.

Tabel 32 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan unggulan di Selat Alas, Nusa Tenggara Barat

Jenis sumber daya ikan komoditas ungulan Prakiraan MSY (ton/thn) JTB (80% x MSY) (ton/thn) Cumi-cumi 638,40 510,72 Kakap merah 2.005,01 1.604,01 Lemuru 1.282,21 1.025,77 Teri 7.915,76 6.332,61 Tembang 867,49 693,99

Berdasarkan Tabel 19, saat ini ikan teri dan kakap merah di perairan Selat Alas yang baru dapat dimanfaatkan adalah 11,02% untuk teri dan 12,06 untuk kakap merah dari potensi lestarinya. Sementara itu, JTB kedua SDI unggulan ini juga paling tinggi di antara kelima SDI unggulan, yaitu 6.332,61 untuk teri dan 1.604,01 ton kakap merah. Dengan demikian, untuk mencapai tingkat pemanfaatan yang optimal, maka peluang untuk pengembangan pengusahaan kedua sumber daya unggulan ini masih tinggi, yaitu sekitar 68,98% untuk ikan teri dan 67,94% untuk ikan kakap merah.

Berbeda dengan kondisi ikan teri dan kekap merah yang masih memiliki peluang untuk dikembangkan pengusahaannya, status pengusahaan tiga SDI unggulan lainnya, yaitu lemuru, tembang, dan cumi-cumi telah melampaui JTB masing-masing jenis sumber daya. Pada Tabel 19 tersaji bahwa total tangkapan untuk lemuru, tembang dan cumi-cumi adalah 1.046,54 ton; 822,80 ton; dan 681,80 ton secara berurutan. Sementara JTB untuk masing-masing jenis sumber daya ini adalah 1.025,77 ton; 693,99 ton; dan 510,72 ton per tahun. Dari data ini terlilhat bahwa tingkat pengusahaan ikan lemuru dan tembang masing-masing telah melampau JTB masing-masing yaitu sebesar 1,62% dan 14,85%. Kondisi pengusahaan yang paling kritis dialami oleh sumber daya cumi-cumi. Dengan total tangkapan terakhir sebesar 681,80 ton (Tabel 19) mengindikasikan bahwa

tingkat pengusahaan cumi-cumi di Selat Alas tidak hanya melampaui JTB sebesar 510,72 ton, tetapi juga melebihi 26,80% MSY.

Apabila tingkat eksploitasi melampaui MSY yang tersedia maka akan terjadi penangkapan berlebihan (overfishing). Bebrapa dampak yang dapat timbul sekaligus menjadi penciri perikanan overfising adalah menurunnya hasil tangkapan per satuan usaha (Murdiyanto 2004a), waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, ukuran ikan target semakin kecil, dan biaya operasional semakin tinggi (Widodo dan Suadi 2006).

Sebaliknya, jika tingkat eksploitasi sumber daya ikan di suatu wilayah penangkapan berada di bawah MSY maka akan terjadi tingkat pemanfaatan yang belum optimal (underutilization). Kondisi ini tidak akan berdampak buruk terhadap ketersediaan stok ikan, tetapi sumber daya ikan tersebut masih kurang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, banyak ikan yang mengalami kematian secara alami tanpa dimanfaatkan (Murdiyanto 2004a).

2) Komponen unit penangkapan

Dalam usaha perikanan tangkap, jenis dan jumlah unit penangkapan yang dioperasikan memberikan dampak yang besar terhadap komposisi jenis dan jumlah tangkapan. Peningkatan jumlah permintaan akan bahan pangan yang berasal dari laut untuk memenuhi kebutuhan protein, terutama protein hewani, telah memicu peningkatan usaha eksploitasi sumber daya ikan. Peningkatan pengusahaan ini ditandai dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan yang dioperasikan.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa keberadaan stok ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tekanan eksploitasi dan variasi iklim yang terjadi sebagai dampak perubahan iklim global (global climate change). Kondisi iklim global tidak mungkin untuk dikendalikan. Karena itu, pengendalian terhadap tekanan eksploitasi merupakan opsi yang dapat dilakukan.

Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan yang tidak dikendalikan dapat menjadi pemicu terjadinya tangkap berlebihan terhadap sumber daya ikan. Karena itu, tingkat pemanfaatan yang optimal agar usaha perikanan tangkap yang

dilakukan dapat dilakukan secara efisien dan berkelanjutan perlu dilakukan. Optimalisasi dalam perikanan tangkap harus dapat membawa perubahan ke arah yang lelbih baik sehingga unit penangkapan yang dioperassikan menjadi produktif, selektif, efisien, dan ramah lingkungan (Sutisna 2007).

Setiap jenis unit penangkapan memiliki ukuran dan kapasitas penangkapan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, optimalisasi terhadap setiap jenis unit penangkapan perlu dilakukan. Dalam penelitian ini, optimalisasi setiap jenis unit penangkapan dilakukan dengan pendekatan Linear Goal Programming (LGP). Berdasarkan analisis yang dilakukan, telah ditentukan 4 (empat) unit penangkapan pilihan yang paling baik dari aspek teknis, finansial, lingkungan, dan sosial yang digunakan untuk mengeksploitasi 5 (lima) jenis ikan unggulan pilihan di perairan Selat Alas, yaitu pukat cincin, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan pancing ulur.

Tujuan utama optimalisasi alokasi unit penangkapan adalah : 1) mengoptimalkan pemanfaaan sumber daya ikan unggulan terpilih, 2) penghematan pemakaian bahan bakar minyak (premium), 3) mengoptimalkan pemakaian oli 2T, 4) mengoptimalkan pemakaian oli mesin, 5) menghemat penggunaan minyak tanah, 6) mengoptimalkan penggunaan spritus, 7) mengoptimalkan penggunaan es batu, dan 8) memaksimalkan penyerapan tenaga kerja atau anak buah kapal (ABK), 9) memaksimalkan keuntungan (nilai produksi) perikanan tangkap. Variabel keputusannya adalah semua unit penangkapan ikan yang terpilih yang dioperasikan saat ini di lokasi penelitian yaitu : pukat cincin (X1), bagan perahu (X2), jaring insang hanyut (X3), dan pancing ulur (X4).

1) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan unggulan (1) Sumber daya cumi-cumi

Estimasi jumlah tangkapan optimal sumber daya cumi-cumi di perairan Selat Alas berdasarakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 510,72 ton/tahun. Sumber daya cumi-cumi ditangkap oleh alat tangkap payang, bagan perahu, dan bagan tancap. Dari ketiga alat tangkap tersebut bagan perahu dipilih sebagai alat tangkap pilihan. Dengan asumsi bahwa produktivitas tahunan

bagan perahu untuk menangkap cumi-cumi adalah 6,99 ton/unit/tahun, yang diperoleh dari rata-rata produksi tangkapan cumi-cumi selama 5 tahun (2006- 2010), maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan cumi- cumi di perairan Selat Alas adalah : DA1 + 6.99X2 ≤ 510,72.

(2) Sumber daya ikan kakap merah

Estimasi jumlah tangkapan optimal sumber daya ikan kakap merah di perairan Selat Alas berdasarakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) cukup tinggi yaitu 1.604,01 ton/tahun. Sumber daya ikan kakap merah ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jaring klitik, pancing ulur, dan pancing lainnya. Tetapi dari ketiga alat tangkap tersebut, hanya hanya pancing ulur yang termasuk alat tangkap pilihan. Dengan asumsi bahwa produktivitas tahunan pancing ulur utuk sumber daya ikan kakap merah adalah 0,02 ton/unit/tahun, yang diperoleh dari rata-rata produksi tangkapan kakap merah selama 5 tahun (2006- 2010), maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan ikan kakap merah di perairan Selat Alas adalah : DA2 + 0.02X4 ≤ 1.604,01.

(3) Sumber daya ikan lemuru

Estimasi jumlah tangkapan optimal sumber daya ikan lemuru di perairan Selat Alas berdasarakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) yaitu 1.025,77 ton/tahun. Sumber daya ikan lemuru dapat dieksploitasi oleh berbagai jenis alat tangkap yaitu payang, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan perahu, dan bagan tancap. Dari keenam alat tangkap tersebut, pukat cincin (purse seine), bagan perahu, jaring insang hanyut merupakan alat tangkap pilihan. Dengan asumsi bahwa produktivitas tahunan pukat cincin, bagan perahu, dan jaring insang hanyut untuk mengeksploitasi ikan lemuru masing-masing sebesar 1,92 ton/unit/tahun, 1,49 ton/unit/tahun, dan 0,37 ton/unit/tahun yang diperoleh dari rata-rata produksi tangkapan masing-masing alat tersebut terhadap ikan lemuru selama 5 tahun (2006-2010), maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan ikan lemuru di perairan Selat Alas adalah : DA3 + 1.92X1 + 1.49X2 + 0.37X3 ≤ 1.025,77.

(4) Sumber daya ikan teri

Estimasi jumlah tangkapan optimal sumber daya ikan teri di perairan Selat Alas berdasarakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) cukup tinggi yaitu 6.332,61 ton/tahun. Sumber daya ikan teri dapat dieksploitasi oleh tiga jenis alat tangkap yaitu payang, bagan perahu, dan bagan tancap. Dari keenam alat tangkap tersebut, hanya bagan perahu yang merupakan alat tangkap pilihan. Dengan asumsi bahwa produktivitas ideal tahunan bagan perahu untuk mengeksploitasi ikan teri adalah 13,47 ton/unit/tahun, yang diperoleh dari rata-rata produksi tangkapan masing-masing alat tersebut terhadap ikan teri selama 5 tahun (2006- 2010), maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan ikan teri di perairan Selat Alas adalah : DA4 + 13.47X2 ≤ 6.332,61.

(5) Sumber daya ikan tembang

Estimasi jumlah tangkapan optimal sumber daya ikan tembang di perairan Selat Alas berdasarakan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) yaitu 693,99 ton/tahun. Sumber daya ikan tembang dapat dieksploitasi oleh payang, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan perahu, dan bagan tancap. Dari kelima alat tangkap tersebut, dua diantaranya sebagai alat tangkap pilihan yaitu jaring insang hanyut dan bagan perahu. Dengan asumsi bahwa produktivitas ideal tahunan bagan perahu dan jaring insang hanyut untuk mengeksploitasi ikan teri masing- masing sebesar 5,49 ton/unit/tahun dan 0,33 ton/unit/tahun, yang diperoleh dari rata-rata produksi tangkapan masing-masing alat tersebut terhadap ikan tembang selama 5 tahun (2006-2010), maka persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan ikan teri di perairan Selat Alas adalah : DA5 + 5.49X2 + 0.33X2 ≤ 693,99.

2) Meminimumkan pemakaian bahan bakar minyak (premium)

Bahan bakar minyak, terutama premium dan minyak tanah (mitan), merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Tetapi, bahan yang sangat vital bagi nelayan ini seringkali menjadi hambatan bagi nelayan untuk melaut. Karena itu optimalisasi perikanan tangkap diharapkan dapat meminimumkan pemakaian bahan bakar, terutama premium dan minyak tanah.

Berdasarkan catatan yang ada pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lombok Timur, SPBN Tanjung Lur, dan penjual pengecer bensin yang ada di wilayah penelitian maka diestimasi jumlah ideal bbm, khususnya premium, yang dibutuhkan untuk kegiatan perikanan tangkap di perairan Selat Alas adalah 2.500.000 liter/tahun. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan responden di wilayah penelitian, jumlah premium yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan ikan di perairan Selat Alas adalah : pukat cincin (X1) sebanyak 4.560 liter/unit/tahun, bagan perahu (X2) sebanyakn 5.760 liter/unit/tahun, jaring insang hanyut (X3) sebanyak 576 liter/unit/tahun, dan pancing ulur (X4) sebanyak 432 liter/unit/tahun. Dari kondisi ini, maka kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian bahan bakar premium/bensin yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA6 + 4.560X1 + 5.760X2 + 576X3 + 432X4 ≤ 2.500.000.

3) Mengoptimalkan pemakaian pelumas 2T

Dalam perikanan tangkap di Selat Alas yang menggunakan mesin bensin terdapat dua jenis motor penggerak yaitu mesin 2 tak dan 4 tak. Mesin pendorong yang menggunakan sistem 2 tak menggunakan bahan bakar yang dicampur dengan oli 2T. Unit penangkapan pilihan yang menggunakan mesin 2 tak di perairan Selat Alas adalah pukat cincin.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak penjual oli 2T yang berada di wilayah penelitian dapat diestimasi jumlah ideal oli 2T yang dibutuhkan untuk kegiatan perikanan tangkap di perairan Selat Alas adalah 2.400 liter/tahun. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan responden di wilayah penelitian, jumlah oli 2T yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan ikan di perairan Selat Alas dengan pukat cincin (X1) adalah 100 liter/unit/tahun, sehingga kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian oli 2T yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA7 + 14X1 ≤ 600.

4) Mengoptimalkan pemakaian pelumas mesin

Semua mesin pendorong dalam unit penangkapan ikan memerlukan pelumas/oli mesin (SAE-40). Jika pemeliharaan mesin, khususnya terkait dengan penggantian pelumas, tidak dilakukan secara benar dapat mempengaruhi kerja

dan usia pakai mesin. Ketersediaan bahan ini mutlak dalam usaha perikanan tangkap. Karena itu jaminan ketersediaannya harus optimal agar tidak mengganggu aktivitas penangkapan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penjual oli dan jumlah perahu tempel dan kapal motor yang ada di lokasi penelitian, diestimasi bahwa jumlah pelumas/oli mesin yang ideal tersedia di lokasi penelitian adalah 28.800 liter/tahun. Sementara itu, berdasarkan data yang dikumpulkan dari nelayan responden diketahui bahwa jumlah pelumas/oli mesin yang dibutuhkan dalam operasi penangkapan ikan unggulan di perairan Selat Alas dengan pukat cincin (X1) adalah 36 liter/unit/tahun, bagan perahu (X2) sebanyak 400 liter/unit/tahun, jaring insang hanyut (X3) sebanyak 14 liter/unit/tahun, dan pancing ulur (X4) sebanyak 6 liter/unit/tahun. Dengan demikian kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian pelumas/oli mesin SAE40 yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA8 + 36X1 + 400X2 + 14X3 + 6X4 ≤ 28.800. 5) Mengoptimalkan penggunaan minyak tanah

Adanya kebijakan pemerintah yang mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak tanah (mitan) ke gas elpiji tidak dapat merubah kebiasaan nelayan untuk menggunakan bahan bakar minyak tanah. Sebagian besar nelayan di lokasi penelitian, terutama nelayan pancing dan jaring, masih menggunakan lampu petromaks sebagai alat penerangan yang membutuhkan minyak tanah. Berdasarkan data yang ada di agen-agen penjualan minyak di lokasi peneliltian diperkirakan bahwa kebutuhan minyak tanah yang ideal di lokasi ini adalah sebanyak 296.750 liter/tahun. Unit penangkapan terpilih yang menggunakan minyak tanah adalah jaring insang hanyut dan pancing ulur. Data yang diperoleh dari nelayan responden menunjukkan bahwa kebutuhan minyak tanah dalam operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang hanyut (X3) di perairan Selat Alas adalah sebanyak 380 liter/unit/tahun, sedangkan pancing ulur (X4) sebanyak 90 liter/unit/tahun. Berdasarkan informasi ini maka kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian minyak tanah yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA9 + 380X3 + 90X4 ≤ 296.750.

6) Menghemat penggunaan spritus

Spritus merupakan komponen penting bagi nelayan skala kecil yang beroperasi pada malam hari. Sprituts dimanfaatkan oleh nelayan untuk menyalakan lampu petromaks. Nelayan pengguna spritus biasanya berkaitan erat dengan penggunaan minyak tanah. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber (pedagng spritus dan nelayan) diestimasi bahwa jumlah kebutuhan spritus untuk nelayan yang beroperasi di Selat Alas adalah sebanyak 76.100 liter/tahun. Unit penangkapan terpilih yang menggunakan spritus adalah jaring insang hanyut dan pancing ulur. Data yang diperoleh dari nelayan responden menunjukkan bahwa kebutuhan spritus dalam operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang hanyut (X3) di perairan Selat Alas adalah sebanyak 24 liter/unit/tahun, sedangkan pancing ulur (X4) sebanyak 12 liter/unit/tahun. Berdasarkan informasi ini maka kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian minyak tanah yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA10 + 24X3 + 12X4 ≤ 76.100.

7) Menghemat penggunaan es batu

Produk perikanan merupakan produk yang mudah rusak. Kerusakan kesegaran ikan atau mutu produk perikanan dapat terjadi karena faktor internal akibat reaksi enzimatik maupun faktor eksternal akibat serangan parasit maupun bakteri (Widodo dan Suadi 2006). Penggunaan es batu yang dimaksudkan untuk menekan laju kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor tersebut merupakan tindakan yang paling mudah dan murah dilakukan di kalangan nelayan. Berdasarkan informasi yang diperolehd dari pemasok es batu di daerah penelitian, maka kebutuhan es batu di daerah penelitian adalah 7.500 ton/tahun. terkait dengan eksploitasi sumber daya ikan unggulan di Selat Alas, nelayan jaring (gill net) dan pancing merupakan kelompok nelayan membawaserta es batu dalam aktivitas penangkapan ikan. kektika melaut, nelayan jaring insang hanyut (X3) memerlukan es batau sebanyak 2,5 ton/unit/tahun, sedangkan nelayan pancing ulur (X4) memerlukan 4 ton/unit/tahun. Berdasarkan data ini, maka kendala tujuan (goal constrain) untuk pemakaian es batu yang optimal di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DA11 + 2,5X3 + 4X4 ≤ 7500.

8) Meningkatkan jumlah tenaga kerja (ABK)

Komponen tenaga kerja merupakan komponen utama dari suatu unit penangkapan. Sebagai kegiatan ekonomi, aktivitas perikanan tangkap diharapkan dapat menyerap tenaga sebanyak mungkin. Untuk mengeksploitasi sumber daya ikan unggulan di Selat Alas yang menggunakan alat tangkap pukat cincin, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan pancing ulur, diperlukan paling tidak 2.509 orang nelayan sebagai anak buah kapal (ABK). Dengan mengacu kepada jumlah ABK masing-masing unit penangkapan, yaitu pukat cincin (X1) 9 orang, bagan perahu (X2) 5 orang/unit, jaring insang hanyut (X3) 2 orang, dan pancing ulur (X1) 1 orang, maka kendala tujuan (goal constrain) untuk jumlah tenaga kerja yang optimal yang terlibat dalam eksploitasi sumber daya ikan unggulan terpilih di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DB12+9X1+5X2+2X3+1X4 ≥ 2509.

9) Memaksimalkan keuntungan (nilai produksi) perikanan tangkap

Kegiatan perikanan tangkap termasuk dalam aktivitas ekonomi. Karena itu, keuntungan yang setinggi-tingginya yang diperoleh dari kegiatan ini merupakan target yang dituju. Keempat unit penangkapan terpilih merupakan unit penangkapan yang layak ditinjau dari aspek finansial dengan total keuntungan Rp 492.180.846 per tahun. Sementara itu keuntungan yang didapatkan dari masing- masing unit penangkapan adalah : pukat cincin (X1) sebanyak Rp 114038498/unit/tahun, bagan perahu (X2) sebanyak Rp. 301.864.119/unit/ tahun, jaring insang hanyut (X3) sebanyak Rp 21394411/unit/tahun, dan pancing ulur (X4) sebanyak Rp 54.883.815/unit/tahun. Dengan data yang tersedia ini maka kendala tujuan (goal constrain) untuk memperoleh keuntungan yang setinggi- tingginya dalam perikanan tangkap di perairan Selat Alas diformulasikan sebagai berikut: DB13 + 114038498X1 + 301864119X2 + 21394411X3 + 54883815X4 ≤ 492180846.

Untuk menganalisis model linear goal programming yang diformulasikan di atas, maka digunakan paket program komputer Linear, Interactive, and Discrete Optimizer (LINDO). Output analilsis dari program ini selengkapnya ditampilkan dalam Lampiran 6 dan secara ringkas ditampilkan pada Tabel 33.

Tabel 33 Jumlah unit penangkapan yang optimal untuk mengeksploitasi SDI unggulan berdasarkan analisis linear goal programming dan jumlah unit penangkapan eksisting di perairan Selat Alas

Unit penangkaan Jumlah unit penangkapan saat ini (Unit)

Alokasi optimum (Unit)

Pukat cincin 49 43

Bagan perahu 30 30

Jaring insang hanyut 339 395

Pancing ulur 901 1.628

Output yang dihasilkan terlilhat sejalan dengan kondisi dan tingkat pemanfaatan stok sumber daya ikan yang ada saat ini di perairan Selat Alas. seperti yang diutarakan di atas bahwa tingkat pengusahaan sumber daya cumi-

Dokumen terkait