• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Optimasi Formula

domestica Val.) dengan Variasi Jumlah Asam Sitrat Dan Sodium

Bikarbonat Didasarkan pada Metode Desain Faktorial (Arie, 2006).

Sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai optimasi campuran asam sitrat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak teh hijau (Camellia

sinensis L.) dengan metode granulasi basah.

3. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini meliputi:

a. Manfaat teoritis : memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian, terutama mengenai formulasi sediaan

effervescent ekstrak teh hijau.

b. Manfaat metodologis : memberikan sumbangan metode yang sesuai untuk memformulasi sediaan effervescent yang mengandungekstrak teh hijau.

c. Manfaat praktis : menambah variasi sediaan effervescent dari ekstrak teh hijau, sehingga dapat meningkatkan animo masyarakat dalam menggunakan obat tradisional, khususnya teh hijau.

B. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dapat dihasilkan sediaan granul effervescent ekstrak teh hijau yang memenuhi persyaratan kualitas. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas.

2. Mengetahui manakah di antara asam sitrat, natrium bikarbonat, atau interaksi keduanya bersifat dominan dalam mempengaruhi sifat fisik granul

effervescent ekstrak teh hijau.

3. Mengetahui apakah ditemukan area optimum komposisi asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam contour plot superimposed yang menghasilkan sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau yang dikehendaki.

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Teh hijau

Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh yang diolah melalui proses tertentu. Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase/fenolase sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003).

Sejumlah penelitian baik secara farmakologi maupun epidemiologi menegaskan bahwa teh hijau merupakan antioksidan yang sangat potensial (Ikeda, Kobayashi, Hamada, Tsuda, Goto, Imaizumi, Nozowa, Sugimoto, dan Kakuda, 2003). Komponen kimia yang disebut-sebut paling bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan tersebut adalah polifenol (Suzuki, Sano, Yosidha, Degawa, Mitase, and Yamamoto, 2003). Polifenol yang terdapat dalam teh hijau yaitu

epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG),

epigallocatechin gallate (EGCG), dan gallic acid (GA). Jenis katekin terbanyak

yang ditemukan dalam teh hijau yaitu EGCG dan ECG dimana kedua jenis katekin tersebut terbukti dapat berfungsi sebagai senyawa antioksidan yang kuat (Rohdiana et al., 2005). Telah ditemukan bahwa tingkat kecepatan aktivitas peroksidasi dari EGCG lebih besar dibandingkan ECG, EGC, EC dan GA (Jia et al, 1998).

HO OH O OH OH OH (-)-Epicatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epicatechin-3-gallate OH HO O OH OH OH OH (-)-Epigallocatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epigallocatechin-3-gallate OH

Gambar 1. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan

epigallocatechin-3-gallat (Svobodova, Psotova dan Walternova, 2003)

Menurut Zhu, Zhang, Tsang, Huang dan Chen (1997) EGCG stabil pada pH rendah (kurang dari 4) dan tidak stabil pada pH tinggi (lebih dari 8).

B. Ekstrak

Ekstrak merupakan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat menggunakan pelarut yang cocok, kemudian pelarut diuapkan sebagian atau semua, dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1995).

Pada ekstrak tumbuhan jika bahan pengekstraksinya sebagian atau seluruhnya diuapkan, maka diperoleh ekstrak yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi :

1. Ekstrak encer, sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.

2. Ekstrak kental (extractum spissum), sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Ekstrak kental tidak mengandung air lebih dari 30%. 3. Ekstrak kering (extractum siccum), memiliki konsistensi kering dan mudah

digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya terbentuk suatu produk, yang mengandung air tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994).

C. Granul effervescent

Granul effervescent adalah granul atau serbuk kasar yang mengandung unsur obat dalam campuran kering, biasanya terdiri dari unsur asam (asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat) dan unsur basa (natrium karbonat, natrium bikarbonat). Bila ditambahkan dengan air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan CO2 sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1995). Effervescent

memberikan rasa yang menyenangkan karena efek karbonasi dapat membantu dalam menutupi rasa bahan aktif yang kurang menyenangkan. Effervescent mudah digunakan dan dosisnya dapat diatur (Mohrle, 1989), sedangkan kerugian sediaan

effervescent adalah tidak stabil dengan adanya lembab serta lebih mahal jika

dibandingkan dengan larutan atau tablet biasa (Swarbrick dan Boylan, 1992).

Effervescent dikemas secara individu untuk mencegah masuknya lembab,

sehingga dapat meminimalkan jumlah lembab yang masuk dari luar lingkungan ke dalam produk selama dalam penyimpanan (Mohrle, 1989).

Pertimbangan bahan yang digunakan dalam komponen sediaan

effervescent adalah kandungan lembab yang terkandung dalam bahan yang

digunakan harus seminimal mungkin karena adanya lembab akan menyebabkan reaksi effervescent dini. Kelarutan masing-masing komponen merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam sediaan effervescent, karena bila komponen sediaan tidak larut akan menyebabkan lambatnya disintegrasi tablet menjadi terhambat bahkan juga menyebabkan adanya residu dalam larutan effervescent, sehingga idealnya seluruh komponen sediaan effevescent memiliki kecepatan kelarutan yang sama (Morhle, 1989).

Bahan-bahan yang biasanya digunakan dalam sediaan effervescent adalah sumber asam (asam sitrat, asam askorbat, asam malat, asam fumarat, asam tartrat, garam-garam asam atau campuran dari asam-asam tersebut), sumber basa (natrium bikarbonat, natrium karbonat, potassium karbonat, potassium bikarbonat, natrium sesquikarbonat, arginin karbonat, sodium glycine karbonat, L-lisin karbonat), bahan pengikat (Polyvinylpyrrolidone), bahan pengisi dimana dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil (laktosa, dan sukrosa) (Morhle, 1989).

D. Pemerian Bahan dalam Sediaan Effervescent 1. Asam sitrat

Asam sitrat adalah asam yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan effervescent. Asam sitrat sangat mudah larut dalam air, memiliki tingkat keasaman yang tinggi dan tersedia dalam bentuk granul atau serbuk kecil. Bersifat free flowing, anhidrat dan monohidrat. Asam sitrat bersifat

sangat higroskopis (Mohrle, 1989). Jumlah asam yang paling dapat diterima dalam komposisi sediaan effervescent adalah 25% sampai 40% dari berat yang diinginkan (Wehling dan Fred, 2004).

2. Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat adalah sumber karbondioksida utama dalam sistem

effervescent. Natrium bikarbonat larut sempurna dalam air, non higroskopis, tidak

mahal, jumlahnya banyak, dan tersedia dalam lima ukuran dari serbuk halus hingga granul yang free flowing. Natrium bikarbonat menghasilkan kurang lebih 52% karbon dioksida (Lieberman, Lachman, dan Schwartz, 1989). Jumlah basa yang paling dapat diterima dalam komposisi sediaan effervescent adalah 25% sampai 40% dari berat yang diinginkan (Wehling dan Fred, 2004).

3. Polivinilpirrolydon (PVP)

Pengikat merupakan bahan yang membantu untuk menyatukan bahan-bahan lain. Penggunaan pengikat yang terlalu banyak meskipun pengikat yang bersifat larut air, akan menghambat proses hancurnya effervescent.

Polyvinylpyrrolidone (PVP) adalah pengikat yang efektif dalam sediaan

effervescent. PVP ditambahkan dalam bentuk larutan dalam air, alkohol, atau

cairan hidroalkohol (Mohrle, 1989). PVP yang biasa digunakan dalam granulasi basah adalah pada konsentrasi antara 3-15% (Lieberman et al, 1989).

4. Laktosa

Pada sediaan effervescent biasanya dibutuhkan jumlah bahan pengisi dalam jumlah kecil karena bahan-bahan effervescent itu sendiri sudah dalam jumlah besar, sehingga terkadang penambahan bahan pengisi tidak diperlukan

untuk mencapai berat yang diinginkan (Mohrle, 1989). Laktosa serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau, stabil di udara dan rasa sedikit manis. Laktosa mudah larut di dalam air dan lebih mudah larut di dalam air mendidih (Anonim, 1995). Laktosa banyak digunakan sebagai filler-binder pada kapsul dan tablet yang digunakan secara oral (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006). 5. Aspartam

Serbuk aspartam berwarna putih, hampir tidak berbau, dan serbuknya berbentuk kristal. Aspartam banyak digunakan sebagai pemanis pada produk minuman, produk makanan, dan produk-produk farmasi. Aspartam biasanya digunakan untuk menutupi rasa yang tidak menyenangkan dari suatu sediaan. Kemanisan aspartam kira-kira 180 sampai 200 kali kemanisan sukrosa (Rowe et al., 2006).

E. Granulasi Basah

Proses pembuatan sediaan effervescent meskipun dalam beberapa hal sama dengan pembuatan tablet biasa, ada masalah-masalah tertentu dan metode-metode khusus yang tidak dijumpai pada pembuatan tablet biasa. kondisi lingkungan yang khusus menjadi salah satu persyaratan. Kelembaban lingkungan dan suhu yang relatif rendah perlu dipertimbangkan dalam proses pembuatan sediaan ini. Hal ini menyangkut kestabilan produk yang dihasilkan. Lembab yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan tidak hanya berasal dari lingkungan saja tapi tidak menutup kemungkinan juga berasal dari peralatan yang digunakan, oleh karena itu peralatan yang digunakan harus mengandung lembab seminimal

mungkin bila perlu sebelum alat diguanakan dikeringkan terlebih dahulu menggunakan quick vaccum drying (Mohrle, 1989).

Teknik granulasi basah yaitu dengan mencampur bahan kering dengan cairan penggranul untuk menghasilkan massa granul. Massa bersifat plastis dan kohesif, direduksi untuk menghasilkan distribusi ukuran partikel yang optimal dan pengeringan untuk menghasilkan granul yang dapat dikempa. Ada beberapa metode granulasi basah yang umum digunakan dalam pembuatan effervescent. Salah satunya adalah granulasi basah dengan cairan non reaktif. Cairan penggranul seperti etanol atau isopropanol adalah cairan yang sering digunakan. Cairan penggranul ditambah perlahan-lahan pada komponen yang kan digranul dalam mixer yang cocok sehingga cairan dapat terdistribusi merata (Mohrle, 1989). Granulasi basah dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu dengan menggunakan panas, menggunakan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif (Mohrle, 1989).

1. Dengan panas

Metode klasik dalam pembuatan granul effervescent meliputi penghilangan air dari bahan hidrat pada suhu yang rendah untuk membentuk massa granul. Proses ini sulit dikontrol untuk mencapai hasil yang reprodusibel (Mohrle, 1989).

2. Dengan cairan nonreaktif

Cairan penggranul yang biasa digunakan adalah etanol dan isopropanol. Cairan ini ditambahkan pada bahan-bahan yang telah dicampur sebelumnya sampai cairan terdistribusi merata pada campuran. Bahan pengikat larut alkohol

yang biasa digunakan seperti PVP dapat dilarutkan dalam cairan penggranul sebelum ditambahkan pada serbuk. Keuntungan dari metode ini adalah tidak semua bahan dalam formulasi perlu kontak dengan cairan penggranul atau panas pada proses pengeringan, sedangkan kerugiannya adalah masih diperlukan beberapa proses setelah granul dikeringkan (Mohrle, 1989).

3. Dengan cairan reaktif

Granulating agent yang paling efektif untuk campuran effervescent

adalah air. Dalam proses ini air digunakan sebagai pengikat. Air selalu ditambahkan dalam bentuk semprotan halus pada bahan-bahan yang dipilih dalam formulasi ketika dilakukan pencampuran pada ribbon blender. Bahan-bahan tersebut harus lebih dapat melepaskan air yang diserap daripada menyerap dan mengikatnya. Salah satu kerugian dalam proses ini adalah bahwa formula yang mengandung bahan yang rentan terhadap air dan atau panas dapat terdegradasi dengan proses ini (Mohrle, 1989).

F. Sifat Fisik Granul Effervescent 1. Kandungan lembab

Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan

effervescent. Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran dan

karakteristik kompresi serbuk, kekerasan granul, serta stabilitas obat (Wedke, Serajudin, dan Jacobson, 1989). Persyaratan kandungan lembab untuk granul

2. Kecepatan alir

Kecepatan alir granul dapat mempengaruhi proses packaging, karena kecepatan alir mempengaruhi keseragaman pengisian dari masing-masing pengemasnya sehingga mempengaruhi keseragaman dosis zat aktif dalam sediaan. Granul dengan kecepatan alir baik, yaitu kurang dari 10 detik tiap 100 gram atau dengan kecepatan alir kurang dari 10 gram/detik akan mengalami kesulitan dalam

packaging (Fudholi, 1983).

3. Waktu larut

Waktu larut granul effervescent sebagai salah satu karakteristik proses melarutnya granul effervescent dan reaksi karbonasi sendiri sebagai alasan utama penggunaan sistem effervescent. Proses hancurnya granul dipengaruhi oleh komponen-komponen yang larut air dan banyaknya komponen bahan pengikat yang terdapat di dalam sediaan tersebut (Mohrle, 1989). Waktu larut sediaan

effervescent tidak lebih dari 150 detik pada suhu 250C (Wehling dan Fred, 2004).

4. pH larutan

Pengukuran pH larutan yang konsisten menunjukkan distribusi bahan yang baik dalam granul. Variasi pH larutan yang luas menunjukkan granulasi yang tidak homogen (Mohrle, 1989). EGCG memiliki kelarutan yang baik dalam air dan memiliki kelarutan tertinggi pada pH larutan antara 5-7. Stabilitas EGCG dalam larutan adalah pada pH 5 (Kellar, Poshini, He, Penzotti, Bedu-Addo, dan Payne, 2005).

G. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian dimana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui (Bolton, 1990).

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1990). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi (Bolton, 1990).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 Keterangan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A , level bagian B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan b0 = rata-rata hasil semua percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan

formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level tertera pada tabel I.

Tabel 1. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Formula Faktor I Faktor II Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Keterangan :

Faktor I - = level rendah + = level tinggi Faktor II - = level rendah

+ = level tinggi

Formula (1) = faktor 1 level rendah, faktor II level rendah Formula a = faktor 1 level tinggi, faktor II level rendah Formula b = faktor 1 level rendah, faktor II level tinggi Formula ab = faktor 1 level tinggi, faktor II level tinggi

Berdasarkan persamaan di atas, dengan substitusi secara matematika, dapat dihitung efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1990) sebagai berikut :

Efek faktor I = ((a-(1)+(ab-b))/2 Efek faktor II = ((b-(1)+(ab-a))/2 Efek faktor III = ((ab-b)+(a-1))/2

H. Landasan Teori

Teh hijau mengandung senyawa polifenol yang sebagian besar berupa katekin. Katekin terdiri dari epikatekin, epikatekingalat, epigalokatekin, dan epigalokatekingalat (EGCG). EGCG merupakan polifenol teh yang berjumlah paling banyak dan diketahui memiliki khasiat sebagai antioksidan.

Sediaan effervescent yang saat ini banyak dikembangkan adalah granul dan tablet effervescent. Hal ini dikarenakan sediaan effervescent memiliki kelebihan dibandingkan sediaan oral lain seperti kapsul dan tablet. Granul

effervescent memiliki karakter khusus yaitu berkaitan dengan kemampuannya

untuk menghasilkan gelembung gas CO2 yang berfungsi untuk menambah kesegaran sediaan di samping itu pada sisi formula reaksi asam dan basa tersebut berfungsi dalam disintegrasi granul effervescent. Melalui sediaan granul

effervescent memungkinkan penyiapan larutan dalam waktu singkat dengan dosis

yang tepat serta dapat diberikan pada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau kapsul.

Faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini adalah jumlah asam sitrat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa dalam menentukan respon sifat fisik (kandungan lembab, kecepatan alir, waktu larut, dan pH larutan) sediaan effervescent. Asam sitrat digunakan sebagai sumber asam karena mudah larut dalam air sedangkan sumber basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat karena merupakan sumber karbondioksida utama dalam sediaan effervescent. Asam sitrat dan natrium bikarbonat akan bereaksi sebagai berikut :

H3C6H5O7 + 3NaHCO3→ Na3C6H3O7+ 4H2O + 3CO2

Dari reaksi tersebut terlihat bahwa 1 mol asam sitrat akan bereaksi dengan 3 mol natrium bikarbonat menghasilkan 3 mol karbondioksida untuk dapat menghasilkan gas CO2. Karbondioksida yang dihasilkan akan berperan dalam proses pemecahan dan pelarutan granul effervescent. Jumlah asam yang paling dapat diterima dalam komposisi sediaan effervescent adalah 25% sampai 40% dari berat yang diinginkan demikian juga dengan jumlah basa yang paling dapat diterima dalam sediaan effervescent adalah 25% sampai 40%. Berat yang dijadikan ukuran dalam menentukan formula adalah sebesar 4500 mg.

Untuk menentukan komposisi formula granul effervescent yang optimum digunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan level. Area komposisi optimum ditentukan melalui contour plot superimposed. Desain faktorial juga digunakan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul yang dikehendaki.

I. Hipotesis

1. Diduga granul effervescent ekstrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi sediaan granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas dan memiliki rasa yang enak.

2. Dapat ditentukan efek faktor yang dominan yang memenuhi sifat fisik granul

3. Diduga dapat ditentukan area optimum komposisi asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam superimposed contour plot yang yang menghasilkan sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau yang dikehendaki.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam sitrat dan natrium bikarbonat sebagai sumber asam dan sumber basa. Level rendah asam sitrat adalah 1000 mg dan level tinggi asam sitrat adalah 1600 mg sedangkan level rendah natrium bikarbonat adalah 1312,5 mg dan level tinggi natrium bikarbonat adalah 2100 mg.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik granul effervescent yang dihasilkan meliputi kandungan lembab, kecepatan alir, waktu larut, dan pH

larutan

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah sifat fisika kimia ekstrak teh hijau, suhu ruangan (± 18oC), kelembaban ruangan (55%), suhu pengeringan bahan dan granul (± 40oC), lama dan kecepatan pencampuran serbuk dan granul (20 menit, 20rpm).

C. Definisi Operasional

1. Sediaan granul effervescent ekstrak teh hijau adalah suatu sediaan padat yang mengandung ekstrak teh hijau sebagai bahan obat dengan asam sitrat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa yang bereaksi cepat pada penambahan air dengan menghasilkan gas CO2.

2. Ekstrak teh hijau adalah ekstrak kering serbuk daun teh, diperoleh dari PT. Sido Muncul, dengan kandungan EGCG sebesar 7,14%.

3. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui bahan manakah yang memiliki efek dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak teh hijau serta dapat digunakan untuk menentukan area optimal asam sitrat-natrium bikarbonat berdasarkan

superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimal terbatas

pada level yang diteliti.

4. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu asam sitrat sebagai faktor A dan natrium bikarbonat sebagai faktor B.

5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah asam sitrat dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1 gram sedangkan level tinggi sebanyak 1,6 gram. Level rendah natrium bikarbonat dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1,3125 gram sedangkan level tinggi sebanyak 2,1 gram.

6. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisis (kandungan lembab kecepatan alir, waktu larut, pH larutan).

7. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata respon pada level tinggi.

8. Formula optimum granul effervescent adalah komposisi bahan penyusun granul yang menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan sifat fisik, yaitu kandungan lembab 0,4-0,7%, kecepatan alir granul lebih dari 10 g/detik, waktu larut granul lebih dari 150 detik, dan pH larutan 5-7.

D. Bahan Penelitian

Ekstrak teh hijau (PT. Sido Muncul), asam sitrat (kualitas farmasetik, Brataco), natrium bikarbonat (kualitas farmasetik, Brataco), aspartam (kualitas farmasetik, Brataco), PVP K30 (kualitas farmasetik), laktosa (kualitas farmasetik, Brataco), etanol 96% (Brataco).

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur kecepatan alir,

moisture analyzer (Sinar TM IR Balance 6100), stopwatch (Illuminator, Casio),

pengayak granul (Laboratory Science, IML), oven (Memmert), lemari pendingin

(Refrigerator, Toshiba), dehumidifier (OASIS D125), Air Conditioner (LG), pH

meter, Cube mixer.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau

a. Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan cara mengamati ekstrak secara visual meliputi bentuk, bau, rasa dan warna.

b. Uji kandungan lembab

Ekstrak ditimbang sebesar kurang lebih 5 gram kemudian diletakkan dalam cawan aluminium dan dimasukkan ke dalam alat Moisture balance , kemudian dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit atau samapai bobot konstan, sehingga didapat persen kadar air. Kadar air ekstrak kering tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994).

2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau

Tiap penyajian granul effervescent sebagai antioksidan mengandung 35

hijau adalah 7,14 %, sehingga jumlah ekstrak kering teh hijau yang diambil untuk mendapatkan 35 mg EGCG adalah :

hijau teh ing ekstrak mg mg mg mg ker 500 2 , 490 100 14 , 7 35 % 14 , 7 35 ≈ = =

3. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat dan natrium bikarbonat dalam sediaan effervescent.

3 NaHCO3 + C6H8O7 → 3H2O + 3CO2 + Na3C6H5O7

Asam sitrat BM=192 ; Natrium bikarbonat BM= 84 a. Level rendah

mol

3 NaHCO3 + C6H8O7 → 3H2O + 3CO2 + Na3C6H5O7

0,0156 5,208.10-3

Massa NaHCO3 = 0,0156 x 84 = 1,3125 gram

Jadi, level rendah untuk asam sitrat (C6H8O7)= 1 gram dan level rendah untuk basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 1,3125 gram.

b. Level tinggi

Jumlah asam sitrat :

mol

3 NaHCO3 + C6H8O7 → 3H2O + 3CO2 + Na3C6H5O7

Massa NaHCO3 = 0,025 x 84 = 2,1 gram

Jadi, level tinggi untuk asam sitrat (C6H8O7)= 1,6 gram dan level tinggi untuk basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 2,1 gram.

4. Optimasi formula granul effervescent ekstrak teh hijau dengan kombinasi asam sitrat dan basa natrium bikarbonat

Dokumen terkait