• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Optimasi Kondisi analisis

4.2.1 Pemilihan Komposisi Fase Gerak

Pada pemilihan komposisi fase gerak, analisis dilakukan menggunakan KCKT dengan kolom C18 panjang 150 mm, dengan volume penyuntikan sampel sebanyak 20,0 µL. Sistem kromatografi yang digunakan adalah sistem isokratik dengan kombinasi fase gerak metanol dan akuabides pada beberapa perbandingan. Struktur molekul N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida tersusun dari molekul-molekul yang bersifat sedikit polar dikarenakan adanya gugus amida. Oleh karena itu, komposisi fase gerak yang digunakan untuk memisahkan N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida terdiri dari campuran pelarut organik metanol dan akuabides agar diperoleh fase gerak yang mampu membawa N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dan memisahkannya dari pengotor dalam plasma.

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida diujikan pada beberapa komposisi fase gerak. Komposisi fase gerak yang pertama kali diujikan adalah metanol 100% dengan laju alir 1,0 mL/menit. Pada komposisi fase gerak ini, diperoleh kromatogram tunggal dengan waktu retensi sekitar 1,863 menit.

Gambar 4.1. Kromatogram N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida menggunakan fase gerak metanol 100%

Kemudian komposisi fase gerak diubah menjadi metanol-akuabides dengan perbandingan (70:30), (60:40), dan (40:60) masing-masing dengan laju alir 1,0 mL/menit. Pada komposisi fase gerak metanol-akuabides (70:30) dan laju alir 1,0 mL/menit, N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida muncul pada waktu retensi 2,873 menit, dan pada komposisi fase gerak (60:40) muncul pada waktu retensi 3,800 menit. Sedangkan pada komposisi fase gerak metanol-akuabides (40:60) muncul pada waktu retensi sekitar 7,247 menit.

Gambar 4.2 Kromatogram N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida

menggunakan fase gerak metanol : akuabides (70:30)

Gambar 4.3 Kromatogram N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida

menggunakan fase gerak metanol : akuabides (60:40)

Gambar 4.4. Kromatogram N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida menggunakan fase gerak metanol : akuabides (40:60)

Pada fase gerak metanol-akuabides (70:30) dan (60:40) muncul disekitar menit kedua, sedangkan pengotor plasma umumnya muncul disekitar menit kedua, sehingga fase gerak tersebut tidak dapat digunakan. Komposisi fase gerak yang dapat digunakan adalah metanol-akuabides dengan perbandingan 40:60 karena dengan kondisi fase gerak ini pada kromatogram plasma blangko tidak ada puncak yang mengganggu pada waktu retensi N-(hidroksietil)-

p-metoksi sinamamida.

Komposisi fase gerak metanol-akuabides (40:60) memberikan hasil dengan waktu retensi 7,247 menit, dan asimetrisitas (Tf) 1,57, jumlah lempeng teoritis (N) 163, dan HETP 0,920. Dari hasil percobaan, komposisi fase gerak tersebut memberikan jumlah lempeng teoritis yang kecil yang menunjukkan keefisienan kolom yang kurang baik. Adapun asimetrisitas kromatogram senyawa yang diperoleh kurang dari 2,5 yang berarti sudah memenuhi persyaratan, dengan komposisi fase gerak ini N-(hidroksietil)-

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel. 4.1 Data hubungan antara waktu retensi, jumlah lempeng teoritis dan asimetrisitas terhadap perubahan komposisi fase gerak

Fase Gerak (v/v) Waktu Retensi (menit) Lempeng Teoritis (N) HETP Asimetri Metanol 100% 1,863 141 1,064 1,36 Metanol-akuabides (70:30) 2,873 77 1,948 2,38 Metanol-akuabides (60:40) 3,800 63 2,381 2,22 Metanol-akuabides (40:60) 7,247 163 0,920 1,57

Dari hasil optimasi ini, maka diperoleh suatu kondisi analisis N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida di dalam plasma dengan ketentuan sebagai berikut:

Spesifikasi alat

HPLC merk Dionex UltiMate® 3000 dilengkapi dengan; pompa, autosampler, detektor DAD (Diode Array Detector).

Kolom Acclaim® Polar Advantage II (C18; 3 µm; 4,6 x 150 mm)

Fase Gerak Metanol : Akuabides (40:60) Laju Alir 1,0 mL/menit

Teknik Isokratik Panjang Gelombang 290 nm

Volume Injeksi 20 µL Suhu Kolom Ambient

Waktu Akuisisi 15 menit

4.3 Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum validasi metode analisis dilakukan. Uji kesesuaian sistem bertujuan untuk menjamin bahwa sistem operasional KCKT yang tersedia memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan analisis. Hal ini dilakukan karena terdapat variasi dalam peralatan dan teknis analisis. Uji kesesuaian sistem dilakukan sebanyak 5 kali penyuntikan.

Parameter yang berguna untuk uji kesesuaian sistem adalah keberulangan penyuntikan larutan baku yang dinyatakan dalam standar deviasi relatif (RSD) yang dinyatakan dalam persen bila tidak dinyatakan lain dalam monografi baku yang digunakan dengan nilai RSD kurang dari 2% (Farmakope Indonesia edisi IV).

Menurut USP, ada beberapa parameter yang dijadikan rujukan untuk menunjukkan bahwa metode telah sesuai dengan sistem yang tersedia. Parameter-parameter tersebut meliputi: jumlah lempeng teoritis (N), asimetrisitas, faktor kapasitas dan nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas area dari serangkaian injeksi. Suatu metode dinyatakan memenuhi syarat uji kesesuaian sistem bila minimal ada 2 parameter yang memenuhi persyaratan dari beberapa parameter yang diujikan.

Dari uji kesesuaian sistem, diperoleh rata-rata waktu retensi N-(hidroksietil)-

p-metoksi sinamamida muncul pada menit 7,258 dengan rata-rata nilai area N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida pada 5 kali penyuntikan adalah 65,062 mAu dengan % RSD luas area sebesar 0,042%. Data uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada tabel 4.2 dan data selengkapnya tercantum dalam lampiran 5 tabel 5.1.

Tabel 4.2 Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem analisis N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida menggunakan fase gerak metanol : akuabides (40:60 (v/v))

Nilai jumlah lempeng teoritis dan asimetrisitas menunjukkan kinerja kolom dalam memisahkan komponen dengan menggunakan metode tersebut. Semakin besar nilai lempeng teoritis berarti semakin efisien suatu kolom dalam memisahkan komponen menggunakan metode tersebut. Asimetrisitas menunjukkan bentuk puncak N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida yang simetris atau tidak memiliki pengekoran. Dari uji kesesuaian sistem ini, fase gerak yang ditetapkan telah memberikan hasil parameter yang telah memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem, kecuali untuk parameter lempeng teoritis yang kurang dari kondisi ideal.

Parameter Syarat Hasil yang diperoleh Kesimpulan RSD waktu retensi <2% 0,493 % ✓

RSD luas area <2% 0,042 % ✓ Lempeng teoritis ≥2500 103,6 ✖ Asimetrisitas <2,5 2,24 ✓

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4 Penetapan Metode Ekstraksi

Sebelum dianalisis menggunakan KCKT, N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dalam plasma perlu diekstraksi terlebih dahulu, terutama protein yang ada dalam plasma. Ekstraksi N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dalam plasma dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, yaitu metanol. Penyiapan sampel dengan menggunakan metanol sebagai pengendap protein ini bertujuan untuk memisahkan analit dari gangguan yang ada dalam plasma seperti protein dan senyawa endogen lainnya. Penambahan larutan organik seperti metanol pada larutan protein dalam air akan menurunkan konstanta dielektrik air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik juga akan menggantikan beberapa molekul air disekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan.

Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan dengan menambahkan sejumlah metanol ke dalam plasma. Komposisi yang diujikan adalah metanol-plasma dengan perbandingan 1 : 1 dan 4 : 1, kemudian dilakukan perngamatan kromatogram plasma blangko dengan melihat apakah pada daerah waktu retensi N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida terdapat pengotor plasma atau tidak. Hasil yang diperoleh dari kedua komposisi metanol yang diujikan untuk mengendapkan protein adalah tidak satupun komposisi pelarut yang menghasilkan puncak pengotor pada waktu retensi N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida saat analisis dilakukan. Gambar dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.7.

Kemudian dilakukan ekstraksi dengan proses yang sama pada plasma yang telah mengandung N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida. Selanjutnya dilakukan pengamatan kromatogram plasma yang mengandung N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dengan membandingkan luas area, jumlah lempeng teoritis, resolusi, dan asimetrisitas puncak N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida pada masing-masing perbandingan metanol untuk mengendapkan protein. Gambar dapat dilihat pada gambar 4.6 dan gambar 4.8. Berikut data hasil analisis N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida yang diekstraksi dengan beberapa perbandingan metanol dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil optimasi pengendapan protein Pengendap Protein Luas Area (mAU) Lempeng

Teoritis Resolusi Asimetrisitas 1x Metanol 3,857 46 0,72 1,13 4x Metanol 1,914 194 3,37 1,19

Gambar 4.5 Kromatogram plasma blangko dengan perbandingan metanol - plasma (1:1)

dengan fase gerak metanol-air (40:60v/v), kecepatan alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang 290 nm dan volume penyuntikan

20,0 µL

Gambar 4.7 Kromatogram plasma blangko dengan perbandingan metanol - plasma (4:1)

dengan fase gerak metanol-air (40:60v/v), kecepatan alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang 290 nm dan volume penyuntikan

20,0 µL

Keterangan: A. Pengotor plasma, B. N-HEPMS

Gambar 4.6 Kromatogram

N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan perbandingan metanol - plasma (1:1) dengan fase gerak metanol-air (40:60v/v), kecepatan alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang 290

nm dan volume penyuntikan 20,0 µL

Keterangan: A. Pengotor plasma, B. N-HEPMS

Gambar 4.8 Kromatogram

N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan perbandingan metanol - plasma (4:1)

dengan fase gerak metanol-air (40:60v/v), kecepatan alir 1,0 mL/menit, panjang gelombang 290 nm dan volume penyuntikan

20,0 µL

A

B A

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari data diatas, dengan membandingkan kedua komposisi metanol yang digunakan untuk mengendapkan protein plasma dapat dilihat bahwa pada penambahan metanol 4 kali volume plasma memberikan pemisahan yang paling baik dengan pengotor dalam plasma, yaitu dengan nilai resolusi 3,37 dimana telah

memenuhi persyaratan resolusi ≥1,5, serta menghasilkan puncak senyawa dengan kriteria puncak yang paling baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai resolusi yang lebih besar, nilai lempeng teoritis yang lebih besar, serta asimetrisitas yang kecil bila dibandingkan dengan penambahan metanol 1 kali volume plasma.

Nilai resolusi yang besar menyatakan metode ekstraksi menggunakan metanol 4 kali volume plasma dapat memisahkan puncak pengotor plasma yang muncul pada waktu retensi sekitar 1,753 dengan puncak N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida yang muncul pada waktu retensi sekitar 7,237 dengan pemisahan yang paling baik.

4.5 Validasi Metode Analisis N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida dalam Plasma

Dokumen terkait