Methodology (RSM)
Persentase Kehilangan Getah
Penentuan persentase kehilangan getah dilakukan untuk memastikan bahwa pencucian dapat menghilangkan getah yang menempel pada kulit buah mangga Arumanis. Kehilangan getah dari kulit buah mangga setelah dicuci dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Persentase getah pada kulit buah mangga Arumanis sebelum dan setelah dicuci
Perlakuan Persentase Getah (skor)
Sebelum Dicuci Sesudah Dicuci
60±1 °C * 27±1 °C 4 0 60±1 °C * 20±1 °C 4 0 60±1 °C * 13±1 °C 4 0 55±1 °C * 27±1 °C 4 0 55±1 °C * 20±1 °C 4 0 55±1 °C * 13±1 °C 4 0 50±1 °C * 27±1 °C 4 0 50±1 °C * 20±1 °C 4 0 50±1 °C * 13±1 °C 4 0
Keterangan: Data tidak dianalisis statistika
Hasil pengamatan pada Tabel 11 menunjukkan bahwa getah dapat hilang secara keseluruhan dengan pencucian 6 jam setelah dipanen. Selain itu, penampilan buah mangga Arumanis setelah dicuci lebih baik dibandingkan penampilan buah sebelum dicuci. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian efektif untuk menghindari kerusakan akibat getah, sehingga buah mangga yang digunakan pada percobaan 2 adalah buah yang bebas dari kotoran dan getah.
34
Daya Simpan Buah
Data yang diperoleh dari penelitian ini digunakan untuk menentukan daya simpan buah mangga Arumanis seperti yang dilakukan pada percobaan pertama. Tabel 12 merupakan data periode buah tetap terlihat segar, dan hari buah mulai busuk.
Kriteria untuk menentukan daya simpan yang dicantumkan dalam Tabel 12 adalah periode kesegaran buah dan hari saat buah mulai busuk. Buah yang lebih awal busuk namun periode kesegarannya lebih lama, buah tersebut ditetapkan memiliki daya simpan yang rendah sesuai waktu terjadinya busuk buah. Demikian pula sebaliknya, buah yang belum busuk namun kesegarannya lebih cepat hilang, maka daya simpannya sesuai dengan periode kesegaran buah. Daya simpan yang telah ditentukan harus didukung oleh sifat fisik dan kimia buah.
Hasil penelitian pada Tabel 12 menunjukkan bahwa daya simpan terbaik dimiliki oleh buah mangga Arumanis yang diberikan perlakuan kombinasi suhu perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C, kombinasi perlakuan panas 55±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C, kombinasi perlakuan panas 50±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C yakni selama 21 hari setelah panen (HSP). Bahkan, buah mangga yang diberikan kombinasi perlakuan panas 55±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C, dan kombinasi perlakuan panas 50±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C tidak mengalami kebusukan hingga 21 HSP. Daya simpan buah mangga Arumanis paling rendah yaitu pada kombinasi perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 27±1 °C dan kombinasi perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 20±1 °C.
Tabel 12 Pengaruh kombinasi suhu perlakuan panas dengan suhu simpan terhadap daya simpan buah mangga Arumanis
Perlakuan Kriteria Daya
Simpan Periode Kesegaran Mulai Busuk
hari ke- (HSP) 60±1 °C * 27±1 °C 12.00 21.00 12.00 60±1 °C * 20±1 °C 12.00 15.00 12.00 60±1 °C * 13±1 °C 21.00 21.00 21.00 55±1 °C * 27±1 °C 15.00 15.00 15.00 55±1 °C * 20±1 °C 19.50 17.00 17.00 55±1 °C * 13±1 °C 21.00 >21 21.00 50±1 °C * 27±1 °C 15.00 15.00 15.00 50±1 °C * 20±1 °C 18.00 21.00 18.00 50±1 °C * 13±1 °C 21.00 >21 21.00
Keterangan: Data tidak dianalisis statistika
Buah mangga Arumanis yang diberikan perlakuan panas dengan suhu 60±1 °C, 55±1 °C, 50±1 °C dapat dipertahankan hingga 21 HSP dalam penyimpanan dengan suhu 13±1 °C. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan panas 60±1 °C, 55±1 °C, 50±1 °C harus dikombinasikan dengan suhu simpan yang tepat.
Aplikasi perlakuan dengan suhu 60±1 °C, 55±1 °C, dan 50±1 °C memberikan efek penghambatan terhadap laju respirasi buah. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Fallik et al. (2001) yang menunjukkan bahwa laju
35 respirasi dan peningkatan konsentrasi etilen selama penyimpanan lebih lambat terjadi pada buah yang diberi perlakuan perendaman dan penyikatan dalam air panas daripada buah yang tidak diberi perlakuan panas. Namun dalam penelitian ini, suhu simpan juga berpengaruh dalam mempertahankan kualitas pascapanen buah mangga Arumanis. Beberapa kriteria kualitas pascapanen akan dijelaskan selanjutnya.
Data parametrik pada percobaan 2 setelah dianalisis menghasilkan model orde pertama dan orde kedua. Model-model tersebut digunakan untuk memperoleh suatu prediksi fungsi yang sebenarnya antara respon dan variabel-variabel bebasnya. Respon yang dioptimasi yaitu susut bobot, kelunakan, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total. Hasil analisis beberapa respon yang menghasilkan model disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil analisis berbagai respon mutu pada 12 hari setelah panen (HSP)
Respon Kelunakan Model Optimasi ŷ= 24.37 -2.28 X1 + 6.01 X2 -2.04 X1 2 -3.41 X2 2 + 0.058 X1X2 R2 (%) 75.11 Lack of fit 0.9962
Respon Padatan Terlarut Total
Model Optimasi ŷ= 15.35 - 0.23X1 + 0.93X2 -1.94X1 2 - 0.69X2 2 - 0.025X1X2 R2 (%) 64.66 Lack of fit 0.819
Respon Asam Tertitrasi Total
Model Optimasi ŷ=0.0035+0.0005X1 - 0.0019X2 -0.0007X1 2 +0.0013X2 2 -0.0001X1X2 R2 (%) 66.97 Lack of fit 0.3214
Analisis respon susut bobot pada semua hari penyimpanan tidak menghasilkan model, sedangkan respon kelunakan, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total dapat ditemukan modelnya pada 12 HSP. Oleh karena itu, hanya 3 respon yang disajikan pada Tabel 13.
Susut Bobot
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kombinasi perlakuan panas dan suhu simpan terhadap susut bobot buah mangga Arumanis. Perubahan susut bobot buah mangga Arumanis selama penyimpanan ditunjukkan dalam Gambar 8.
36
Gambar 8 Laju perubahan susut bobot buah mangga Arumanis selama penyimpanan
Susut bobot adalah salah satu respon yang dianalisis menggunakan RSM, namun ternyata hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata kombinasi perlakuan terhadap susut bobot buah mangga Arumanis sehingga tidak diperoleh modelnya. Secara teori, perlakuan suhu rendah mampu menghambat terjadinya susut bobot seperti yang ditemukan pada percobaan 1, sedangkan pada percobaan 2 tidak ditemukan adanya pengaruh nyata perlakuan meskipun pada Gambar 8 dapat dilihat terdapat buah mangga Arumanis yang mengalami susut bobot terendah.
Susut bobot adalah kehilangan berat buah setelah bahan tersebut dipanen akibat penurunan kadar air. Penurunan kadar air terjadi secara alami karena buah tetap melakukan proses metabolik yaitu respirasi dan transpirasi selama proses penyimpanan dan pematangan, sehingga terjadi kehilangan air dan bahan organik lain dan mengakibatkan susut bobot buah (Roiyana et al. 2012; Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Apabila air yang digunakan oleh buah untuk transpirasi tidak mencukupi, maka akan terjadi kerusakan (deteriorasi) seperti kulit buah keriput (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).
Kelunakan Buah
Analisis data menggunakan software design expert 7 (DX7) memungkinkan diperoleh model kuadratik (orde dua) tanpa melakukan analisis orde pertama secara khusus. Hasil analisis menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik.
ŷ= 24.37 - 2.28 X1+ 6.01 X2 - 2.04 X12 - 3.41 X22 + 0.058 X1X2 Jika melihat persamaan model orde kedua diketahui bahwa variabel X1, X12, dan X22 akan memberikan pengaruh yang berbanding terbalik terhadap respon kelunakan buah. Variabel X2 dan interaksi X1 dan X2 berpengaruh positif terhadap respon kelunakan buah mangga Arumanis.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 3 6 9 12 15 18 21 S u su t B ob ot (% )
Hari Setelah Panen (HSP)
60*27 60*20 60*13 55*27 55*20 55*13 50*27 50*20 50*13
37 Tabel 14 Koefisien regresi orde kedua respon kelunakan buah pada 12 HSP
Variabel Hasil Analisis Statistika
Koefisien Nilai p
Model 0.0076 *
Konstanta 24.37 -
X1 (Perlakuan Panas) -2.28 0.0821 tn
X2 (Suhu Simpan) 6.01 0.0011 *
X1*X2 (Perlakuan Panas *Suhu Simpan) 0.058 0.9677 tn
X1* X1 (Perlakuan Panas*Perlakuan panas) -2.04 0.2621 tn
X2* X2 (Suhu Simpan*Suhu Simpan) -3.41 0.0804 tn
R2 75.11 % -
Lack of fit 0.9962 tn
Keterangan: *, artinya berpengaruh nyata ( nilai p < 0.05)
tn
, artinya tidak ada pengaruh nyata (nilai p > 0.05)
Hasil analisis data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa p-value Lack of fit
(0.9962) lebih besar dari 0.05 (nilai α) artinya Lack of fit tidak nyata, dan menunjukkan bahwa model full quadratic yang digunakan sudah sesuai dengan sebaran data yang dihasilkan oleh percobaan. Nilai p-value model (0.0076) kurang dari 0.05 yang menunjukkan bahwa model tersebut mampu menjelaskan respon kelunakan buah mangga Arumanis. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa dengan model full quadratic perlakuan yang digunakan dapat menjelaskan respon kelunakan buah sebesar 75.11% sedangkan sisanya 24.89% dijelaskan oleh faktor lain. Merujuk pada Murtiyasa (2008), nilai R2 sebesar 75.11% berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat antara respon kelunakan buah dengan perlakuan panas dan suhu simpan.
Nilai p-value (0.0821) perlakuan panas lebih besar dari 0.05 berarti bahwa perlakuan panas tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan buah mangga Arumanis. Suhu simpan memiliki nilai p-value (0.0011) lebih kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa suhu simpan berpengaruh terhadap kelunakan buah mangga Arumanis, sedangkan kombinasi perlakuan panas dengan suhu simpan tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan buah mangga Arumanis. Visualisasi permukaan respon dan kontur dari kelunakan buah mangga Arumanis menggunakan metode RSM dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9 Permukaan respon kelunakan buah mangga Arumanis pada 12 HSP Suhu Simpan
(°C)
Perlakuan Panas (°C)
38
Gambar 10 Kontur kelunakan buah mangga Arumanis pada 12 HSP
Gambar 9 menunjukkan pola respon kelunakan yang terbentuk secara otomatis dari DX7 adalah maksimisasi. Maksimisasi artinya nilai kelunakan buah tertinggi yang masih dapat diterima sebagai respon perlakuan yang diberikan, dengan kualitas buah yang tetap terjaga. Kontur pada Gambar 10 lebih jelas menunjukkan bentuk pola respon kelunakan. Warna yang sama menunjukkan nilai kelunakan yang sama. Semakin biru warna yang ditunjukkan pada kontur, nilai kelunakan buah mangga Arumanis semakin rendah artinya jaringan buah semakin tegar. Nilai kelunakan semakin rendah seiring dengan meningkatnya suhu perlakuan panas dan semakin rendahnya suhu simpan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi optimum adalah suhu perlakuan panas 52.26 °C dengan suhu simpan 26.13 °C, nilai respon kelunakan 27.63 mm 50 g-1 5 d-1.
Pola respon kelunakan tersebut menunjukkan adanya penghambatan proses pelunakan buah. Hal ini diduga karena perlakuan panas memberikan stres panas (heat stress) selama 5 menit dapat menghambat enzim-enzim yang berperan dalam degradasi komponen penyusun dinding sel. Demikian pula dengan suhu rendah selama penyimpanan dapat memperlambat metabolisme dalam buah melalui penghambatan aktivitas enzim, sehingga penurunan kekerasan berjalan lambat (Paramitha 2009). Enzim-enzim yang dimaksud yakni enzim selulase, enzim hemiselulase, enzim protopektinase, enzim pektin metilesterase dan poligalakturonase yang menghidrolisis pektin (Efendi 2005).
Zhou et al. (2002), menyatakan bahwa perlakuan panas dapat menghambat sintesis enzim seperti 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) sintase dan oksidase, sehingga menunda produksi etilen. Benitez et al. (2006) juga menjelaskan terkait perlakuan panas, bahwa buah mangga yang direndam dalam air panas mengurangi aktivitas pektin metilesterase (PME) dan poligalakturonase (PG) pada jaringan kulit dan daging buah. Perlakuan panas pada 55 °C secara umum menghasilkan aktivitas PME dan PG yang lebih rendah dibandingkan perlakuan panas pada 50 °C.
50.00 52.50 55.00 57.50 60.00 13.00 16.50 20.00 23.50 27.00 Kekerasan s n 13.4161 16.2596 19.1031 21.9466 24.7901 27.6336 6 6 6 6 6 6 Prediction 27.6336 Suhu Simpan (°C) Perlakuan Panas (°C)
39 Padatan Terlarut Total
Analisis data menggunakan DX7 memungkinkan diperoleh model kuadratik tanpa melakukan analisis orde pertama secara khusus. Model kuadratik yang menggambarkan respon padatan terlarut total adalah sebagai berikut.
ŷ= 15.35 - 0.23X1 + 0.93X2 -1.94X12 - 0.69X22- 0.025X1X2
Tabel 15 Koefisien regresi orde kedua respon padatan terlarut total buah (PTT) pada 12 HSP
Variabel Hasil Analisis Statistika
Koefisien Nilai p
Model 0.0238 *
Konstanta 15.35 -
X1 (Perlakuan Panas) -0.23 0.5475 tn
X2 (Suhu Simpan) 0.93 0.0394 *
X1*X2 (Perlakuan Panas *Suhu Simpan) -0.02 0.9575 tn
X1*X1 (Perlakuan Panas*Perlakuan panas) -1.94 0.0093 *
X2*X2 (Suhu Simpan*Suhu Simpan) -0.69 0.2450 tn
R2 64.66% -
Lack of fit 0.8197 tn
Keterangan: *, artinya berpengaruh nyata ( nilai p < 0.05)
tn
, artinya tidak ada pengaruh nyata (nilai p > 0.05)
Hasil analisis data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa model full quadratic yang digunakan sudah sesuai dengan sebaran data yang dihasilkan oleh percobaan, ditunjukkan oleh p-value lack of fit (0.8197) lebih besar dari 0.05 (nilai α). Nilai
p-value model (0.0238) kurang dari 0.05 berarti bahwa model tersebut mampu menjelaskan respon PTT buah mangga Arumanis. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan dengan model full quadratic mendapatkan 64.66%, artinya bahwa perlakuan yang digunakan dapat menjelaskan respon PTT sebesar 64.66% sedangkan 35.34% dijelaskan oleh faktor lain. Merujuk pada Murtiyasa (2008), nilai R2 sebesar 64.66 % berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat antara respon kelunakan buah dengan perlakuan panas dan suhu simpan. Tabel 12 juga menunjukkan adanya pengaruh nyata suhu simpan terhadap PTT buah mangga Arumanis pada 12 HSP. Penggambaran permukaan respon dan kontur dari PTT buah pada penyimpanan 12 HSP ditunjukkan oleh Gambar 11 dan Gambar 12.
40
Gambar 11 Permukaan respon PTT buah mangga Arumanis pada 12 HSP
Gambar 12 Kontur PTT buah mangga Arumanis pada 12 HSP
Model optimasi respon PTT buah mangga Arumanis yang secara otomatis dihasilkan dari DX7 adalah maksimisasi (Gambar 11). Pola respon PTT lebih jelas terlihat pada kontur (Gambar 12), yaitu beberapa nilai yang menunjukkan PTT buah mangga Arumanis meningkat seiring meningkatnya suhu simpan dan menurunnya suhu perlakuan panas, namun pada titik tertentu kandungan PTT menurun. Warna yang sama menunjukkan nilai PTT yang sama. Setelah melakukan optimasi dan uji desirability, diketahui bahwa kombinasi optimum adalah suhu perlakuan panas 54.68 °C dengan suhu simpan 24.71 °C, dengan nilai PTT 15.67 °Brix.
Saat proses pemasakan buah, terjadi proses hidrolisis pati menjadi gula akibatnya kandungan padatan terlarut buah meningkat secara bertahap setelah panen selama proses pemasakan dan sebagian padatan terlarut adalah gula (Sivakumar et al. 2011; Poerwanto dan Susila 2014). Peningkatan total gula tidak berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum, total gula secara bertahap akan menurun (Pantastico et al. 1986). Penurunan nilai PTT pada titik tertentu
50.00 52.50 55.00 57.50 60.00 13.00 16.50 20.00 23.50 27.00 PTT s n 13.4161 13.4161 15.2082 13.9596 15.4179 14.7633 6 6 6 6 6 6 Prediction 15.6725 Suhu Simpan (°C) Perlakuan Panas (°C) Suhu simpan (°C) Perlakuan Panas (°C)
41 diduga akibat penghambatan hidrolisis pati menjadi gula, dimana proses hidrolisis pati menjadi gula semakin meningkat seiring meningkatnya suhu simpan (Baloch dan Bibi 2012).
Asam Tertitrasi Total
Setelah dilakukan analisis data, diperoleh model respon asam tertitrasi total (ATT) berupa model orde kedua. Berikut adalah model respon ATT pada 12 HSP. ŷ= 0.0035 + 0.0005 X1- 0.0019 X2 -0.0007 X12 + 0.0013 X22- 0.0001 X1X2 Hasil analisis pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah sesuai dengan sebaran data respon ATT buah mangga Arumanis dilihat dari nilai p pada lack of fit yang tidak nyata. Selain itu, model tersebut juga mampu menjelaskan respon ATT (p value model 0.0191).
Tabel 16 Koefisien regresi orde kedua respon asam tertitrasi total (ATT) pada 12 HSP
Variabel Hasil Analisis Statistika
Koefisien Nilai p
Model 0.0191 *
Konstanta 0.0035 -
X1 (Perlakuan Panas) 0.0005 0.2865 tn
X2 (Suhu Simpan) -0.0019 0.0014 *
X1*X2 (Perlakuan Panas *Suhu Simpan) -0.0001 0.8089 tn X1* X1 (Perlakuan Panas*Perlakuan panas) -0.0007 0.2907 tn X2*X2 (Suhu Simpan*Suhu Simpan) 0.0013 0.0661 tn
R2 66.97% -
Lack of fit 0.3214 tn
Keterangan: *, artinya berpengaruh nyata ( nilai p < 0.05)
tn
, artinya tidak ada pengaruh nyata (nilai p > 0.05)
Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan panas tidak berpengaruh terhadap respon ATT, sedangkan suhu simpan berpengaruh terhadap respon ATT buah mangga Arumanis. Walau demikian, model yang dihasilkan tetap baik tanpa menghilangkan variabel perlakuan panas. Hubungan antara perlakuan dengan respon dinilai kuat dengan dengan nilai R2 sebesar 66.97%, sedangkan 39.42% respon dipengaruhi oleh variabel lain. Berikut merupakan Gambar 13 yang menunjukkan permukaan respon ATT dan Gambar 14 yang menunjukkan kontur dari respon ATT buah mangga Arumanis pada 12 HSP.
42
Gambar 13 Permukaan respon ATT buah mangga Arumanis pada 12 HSP
Gambar 14 Kontur ATT buah mangga Arumanis pada 12 HSP
Gambar 13 merupakan model respon ATT yang menunjukkan adanya bentuk pelana. Bentuk pelana berarti kombinasi suhu perlakuan panas dan suhu simpan menghasilkan respon ATT yang tidak teridentifikasi optimum pada 1 titik, namun menyebar di wilayah pelana. Warna yang sama menunjukkan nilai ATT yang sama. Kontur pada Gambar 14 menunjukkan bahwa suhu perlakuan panas yang tinggi dan suhu simpan yang rendah, menghasilkan nilai ATT yang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya penghambatan penurunan kandungan asam pada buah mangga Arumanis. Walaupun titik optimum tersebar di wilayah pelana, dapat diduga kondisi minimum respon ATT. Setelah melakukan uji desirability respon ATT, diperoleh kombinasi suhu perlakuan panas 50.23 °C dengan suhu simpan 23.68 °C, nilai respon ATT 0.17%.
50.00 52.50 55.00 57.50 60.00 13.00 16.50 20.00 23.50 27.00 ATT s n 0.00238307 0.00323298 0.00408289 0.00493279 0.0057827 6 6 6 6 6 6 Prediction 0.00170 Suhu Simpan (°C) Perlakuan Panas (°C) Suhu Simpan (°C) Perlakuan Panas (°C)
43 Asam tertitrasi merupakan salah satu indikator kemasakan mesokarp buah dan mencerminkan adanya perubahan pati menjadi asam organik (Jacobi et al. 2000). Menurut Mulyawanti et al. (2010), perubahan kandungan total asam dan pH buah mangga Arumanis disebabkan oleh perubahan kandungan asam organik.
Suhu simpan dapat menghambat proses perubahan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana yang menunjukkan bahwa proses respirasi terhambat. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian Baloch et al. (2011) yakni pada 2 varietas mangga yang diberikan perlakuan suhu rendah memiliki kandungan asam yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kandungan asam yang diamati adalah asam sitrat, dan diduga asam sitrat terlibat sebagai substrat dalam respirasi. Kombinasi Optimum untuk Kelunakan, Padatan Terlarut total, dan Asam Tertitrasi Total
Pada pembahasan sebelumnya telah didapatkan model masing-masing respon yaitu kelunakan, PTT, dan ATT buah mangga Arumanis. Namun dalam percobaan 2 ini ditentukan pula optimasi 3 respon sekaligus untuk tujuan penyimpanan. Penentuan tujuan optimasi yang diinginkan berbeda dengan optimasi yang diperoleh sebelumnya, sehingga tujuan optimasi ditentukan terlebih dahulu, yaitu optimasi respon kelunakan yang diinginkan berupa minimisasi, respon PTT berupa minimisasi, dan respon ATT berupa maksimisasi, kemudian dilakukan uji desirability. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut desirability yang memiliki nilai 0-1. Kualitas pascapanen buah mangga Arumanis terpilih hasil optimasi dengan program DX7 dan nilai prediksi respon kelunakan, PTT, dan ATT disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil optimasi program design expert 7 untuk respon kelunakan, PTT, dan ATT No. Perlakuan Panas Suhu Simpan Kelunakan (mm 50 g-1 5 d-1) PTT (°Brix) ATT (%) Desirability 1 60.00 °C 13±1°C 10.57 11.57 0.63 0.912 2 59.90 °C 13±1°C 10.70 11.65 0.61 0.911 3 59.79 °C 13±1°C 10.84 11.74 0.60 0.910 4 50.00 °C 13±1°C 15.27 11.99 0.56 0.769
Berdasarkan Tabel 17, terdapat 4 opsi titik optimasi artinya perlakuan panas dan suhu simpan tersebut yang akan menghasilkan kualitas buah mangga dengan karakteristik (kelunakan, PTT, ATT) optimum untuk tujuan penyimpanan sebesar 91.2 %, 91.1%, 91 %, atau 76.9%. Nilai desirability yang mendekati 1 dapat dicapai karena ketepatan pemilihan variabel bebas yang mampu memberikan pengaruh nyata, penentuan rentang proporsi relatif masing-masing variabel bebas, dan target optimasi variabel respon. Kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum. Namun demikian, tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Puspitojati dan Santoso 2012). Oleh karena itu, opsi ke-4 dipilih sebagai perlakuan optimum karena memberikan pengaruh yang baik terhadap beberapa variabel pengamatan lain. Hasil optimasi perlakuan panas dan suhu simpan terpilih design expert 7 disajikan dalam bentuk kontur (Gambar 15).
44
Gambar 15 Kontur desirability optimasi perlakuan panas dan suhu simpan pada 12 HSP
Kombinasi perlakuan panas 50±1 °C dengan suhu simpan 13±1°C merupakan pilihan yang ke-4 dengan nilai desirability 73.7%, dipilih sebagai perlakuan yang optimum untuk tujuan penyimpanan karena didukung oleh beberapa variabel pengamatan lain. Kombinasi perlakuan 50±1 °C dengan suhu simpan 13±1°C belum terserang antraknosa dan busuk buah pada 12 HSP, dan mango scab pada kulit buah hanya 1 cm. Selain itu, bintik lentisel juga mencapai skor 3.5 artinya terdapat 10% bintik lentisel pada kulit buah. Walau demikian, penilaian panelis lebih baik terhadap penampilan buah mangga Arumanis pada perlakuan panas 50±1 °C dengan suhu simpan 13±1°C dibandingkan dengan perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 13±1°C yang memiliki nilai desirability tertinggi. Nilai kesukaan panelis terhadap penampilan mencapai 3.8 yang berarti bahwa penampilan buah disukai oleh panelis (Gambar 8).
Gambar 16 Penampilan buah mangga pada kombinasi perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C (kiri) dan suhu 50±1 °C dengan 13±1 °C (kanan)
Suhu rendah dapat menghambat proses pelunakan, penurunan kadar asam, peningkatan gula buah mangga Arumanis, sejalan dengan hasil penelitian Baloch et al. (2011). Perlakuan panas juga dapat menghambat proses metabolisme buah dan menghambat perkembangan patogen yang menyerang buah. Perlakuan panas pada kondisi tidak mematikan dapat menyebabkan stres ringan pada buah, merangsang penghambatan sementara metabolisme, kemudian kembali normal pada suhu yang tidak menyebabkan stres (Martinez dan Civello 2008). Hasil penelitian Fallik et al. (2001) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dan
50.00 52.50 55.00 57.50 60.00 13.00 16.50 20.00 23.50 27.00 Desirability s 0.152 0.304 0.456 0.608 0.760 6 6 6 6 6 6 Predictio 0.769 Suhu Simpan (°C) Perlakuan Panas (°C)
45 penyikatan dalam air panas menghambat laju respirasi, peningkatan konsentrasi etilen, dan perubahan warna buah selama penyimpanan. Zhou et al. (2002) menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi etilen terhambat diakibatkan sintesis enzim seperti 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) sintase dan oksidase yang terlibat dalam produksi etilen terhambat.
Perkembangan serangan antraknosa, busuk buah, dan bintik lentisel terhambat akibat perlakuan panas yang diaplikasikan 5 menit dapat menekan pertumbuhan patogen. Patogen ditemukan pada permukaan (kulit) buah atau pada beberapa sel terdekat di bawah kulit buah (Fallik 2004). Pada buah peach, aplikasi suhu panas 60 °C selama 20 detik efektif menekan pertumbuhan hifa dan konidia jamur Monilia laxa. Selain itu hasil penelitian tersebut juga menunjukkan adanya stres panas merangsang sintesis heat shock protein (HSP) sebagai respon sel terhadap kondisi abnormal pada buah peach, menunjukkan adanya akumulasi HSP70 pada buah yang diberikan perlakuan panas selama 1 jam (Spadoni et al. 2014).
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pencucian menggunakan suhu 53±1 °C dapat digunakan untuk membersihkan buah mangga Gedong dari getah. Perlakuan yang dapat menghambat perubahan susut bobot, kekerasan buah, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total adalah penyimpanan pada suhu rendah 16.1±1 °C dan 18.1±1 °C. Perlakuan yang memberikan penampilan yang baik termasuk dapat menekan serangan antraknosa dan menghambat perubahan warna buah adalah kombinasi perlakuan suhu pencucian 53±1 °C dengan suhu simpan 16.1±1 °C. Rasa buah mangga Gedong yang disukai panelis pada akhir penyimpanan adalah buah yang disimpan pada suhu ruang.
2. Tidak ada model yang dapat menggambarkan respon susut bobot buah mangga Arumanis selama penyimpanan. Bentuk optimasi respon kelunakan adalah maksimisasi, yaitu pada kombinasi 52.26 °C dengan 26.13 °C, dan nilai respon kelunakan 27.63 mm 50 g-1 5 d-1. Bentuk optimasi padatan terlarut total adalah maksimisai, yaitu kombinasi 54.68 °C dengan 24.71 °C, dan nilai PTT 15.67 °Brix. Bentuk optimasi asam tertitrasi total adalah pelana, namun diduga respon pada kondisi minimum, yaitu kombinasi suhu perlakuan panas 50.23 °C dengan suhu simpan 23.68 °C, nilai respon ATT 0.17%.
3. Kombinasi perlakuan panas dengan suhu 50±1 °C selama 5 menit dengan suhu simpan 13±1°C memiliki nilai desirability 76.9% merupakan kombinasi optimum, untuk respon kelunakan dengan nilai 15.27 mm50 g-1 5 d-1, padatan terlarut total dengan nilai 11.99 °Brix, dan asam tertitrasi total dengan nilai 0.56%, dengan penampilan buah yang disukai panelis, belum terinfeksi antraknosa dan busuk buah, bintik lentisel 10% dan mango scab hanya 1 cm. 4. Secara umum, suhu perlakuan panas yang tidak mencapai maksimum
dikombinasikan dengan suhu rendah dapat mempertahankan kualitas buah mangga Gedong dan Arumanis.
46
Saran
1. Aplikasi perlakuan panas sebaiknya terpisah dengan pencucian buah mangga Gedong jika dilakukan secara manual untuk keamanan peneliti atau pekerja. 2. Pengamatan laju respirasi sebaiknya dilakukan untuk penelitian pascapanen
buah klimakterik karena memiliki kaitan yang erat dengan variabel pengamatan lain seperti PTT, ATT, susut bobot, dan kekerasan buah.
3. Aplikasi perlakuan panas menggunakan suhu 50 °C dengan cara perendaman selama 5 menit setelah buah mangga dicuci menggunakan bahan pencuci, kemudian buah disimpan pada suhu 13±1°C setelah 1 hari dipanen dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan buah mangga Arumanis.
4. Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan pengembangan teknologi tepat guna dan efisien dalam pengelolaan pascapanen buah mangga.