• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv Arumanis dan Gedong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv Arumanis dan Gedong"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN

PENGATURAN SUHU SIMPAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN KUALITAS BUAH MANGGA

(

Mangifera indica

) CV. ARUMANIS DAN GEDONG

NADIRAH KARIMATUL ILMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Arumanis dan Gedong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)

RINGKASAN

NADIRAH KARIMATUL ILMI. Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Arumanis dan Gedong. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO sebagai ketua dan SUTRISNO sebagai anggota komisi pembimbing.

Buah-buahan tropis Indonesia termasuk mangga telah mampu menembus pasar dunia, namun Indonesia belum mampu memenuhi peluang ekspor lebih banyak lagi. Salah satu penyebabnya adalah penanganan pascapanen yang kurang tepat yang mengakibatkan kualitas buah rendah. Perlakuan panas (heat treatment) menjadi salah satu teknologi pengendalian hama dan penyakit pada hasil panen, dan digunakan untuk menghambat pemasakan buah. Suhu rendah merupakan cara efektif dalam menghambat proses pemasakan buah. Perbaikan kualitas buah mangga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa perlakuan pascapanen.

Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, percobaan pertama bertujuan untuk menentukan perlakuan yang dapat mempertahankan kualitas pascapanen buah mangga kultivar Gedong, dilaksanakan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap pola split plot yang terdiri atas faktor suhu pencucian (60±1°C, 53±1°C, suhu air normal) dan faktor suhu penyimpanan (suhu 18.1±1 °C, 16.1±1 °C, suhu ruang). Pencucian dengan suhu 53±1 °C efektif mengurangi getah pada kulit buah mangga Gedong pada 24 jam setelah dipanen. Perlakuan yang dapat menghambat perubahan susut bobot, kekerasan buah, kandungan asam (asam tertitrasi total), padatan terlarut total adalah suhu simpan 16.1±1 °C dan 18.1±1 °C. Perlakuan yang memberikan penampilan yang baik, dapat menekan serangan antraknosa dan menghambat perubahan warna buah hingga 12 HSP adalah kombinasi perlakuan suhu pencucian 53±1 °C dengan suhu simpan 16.1±1 °C. Rasa buah mangga Gedong yang disukai panelis pada akhir penyimpanan adalah buah yang disimpan pada suhu ruang.

Percobaan 2 dilaksanakan pada bulan November 2013, bertujuan untuk menentukan model optimasi dan kondisi optimum kombinasi perlakuan panas dan suhu penyimpanan dengan menggunakan metode respon permukaan (RSM/ Response Surface Methodology) terhadap kualitas buah mangga kultivar Arumanis. Penelitian dilakukan di kebun mangga Desa Girinata Kabupaten Cirebon, dilanjutkan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini menggunakan RSM, dengan rancangan percobaan Central Composite Design (CCD) dengan α=1. Ditetapkan 2 faktor perlakuan yaitu suhu perlakuan panas (50±1 °C, 55±1 °C, 60±1 °C selama 5 menit) dan suhu penyimpanan (13±1 °C, 20±1 °C, 27±1 °C). Respon kualitas buah yang dioptimasi adalah susut bobot, kelunakan, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total. Kombinasi perlakuan yang optimum terhadap respon adalah perlakuan panas dengan suhu 50 °C dengan suhu simpan 13±1 °C.

(5)

SUMMARY

NADIRAH KARIMATUL ILMI. Study of Heat Treatment and Control Temperature Storage Effect on Fruit Quality of Mango Fruit (Mangifera indica) cv Arumanis and Gedong. ROEDHY POERWANTO as a chairman and SUTRISNO as a member of the advisory committee.

Indonesian tropical fruit have been exported to the world market including countries within Europe. However, the quality of Indonesian mango has not been able to meet with export demand due to inappropriate postharvest technologies. Heat treatment has become one of the preferred technologies for controlling postharvest pest and disease, and also is used to inhibit fruit ripening. Low temperatures are effective to inhibit fruit ripening. Mango fruit quality improvement can be achieved by combining some postharvest treatments.

This study was consisted to 2 experiments. The first experiment aimed to determine the best treatment which can maintain Gedong mango postharvest quality, which conducted in July 2013 at Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor using Completely Randomized Design with split plot design. There were 2 factors which consisted of washing temperatures (60±1°C, 53±1°C, normal water temperature) and storage temperatures (18.1±1 °C, 16.1±1 °C, room temperature). The washing at 24 hours after harvesting with 53±1 °C was effective desapping on mango peel. Treatment of 16.1±1 °C was able to inhibit weight loss, fruit firmness, acid content (total titratable acid), and total soluble content. The combination of 53±1 °C and 16.1±1 °C could result a good fruit performance, suppressed anthracnose infestation, and slow down the fruit color change for 12 days after harvesting. The taste of Gedong mango fruit was storaged in room temperature have a good taste by panelists assessment in 12 days after harvesting.

The second experiment of this study was conducted in November 2013 at Desa Girinata Kabupaten Cirebon, to be continued at Posharvest Laboratory of Agronomy and Horticulture Department-IPB. This experiment which aimed to determine an optimum combination of heat treatment and storage temperature using Response Surface Methodology (RSM) for optimum quality characteristics of Arumanis mango cultivar. There were two factors; heat treatments (50±1 °C, 55±1 °C, dan 60±1 °C, each for 5 minutes) and storage temperatures (13±1 °C, 20±1 °C, and 27±1 °C). This project was arranged using Central Composite Design (CCD) with α=1. The quality responses have been observed included weight loss, softness, total titratable acidity, and total soluble solids. The optimum treatment combination for the observed responses are 50±1 °C of heat treatment and 13±1 °C of storage temperature.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN

PENGATURAN SUHU SIMPAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN KUALITAS BUAH MANGGA

(

Mangifera indica

) CV. ARUMANIS DAN GEDONG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Arumanis dan Gedong

Nama : Nadirah Karimatul Ilmi NIM : A252120321

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc Ketua

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli dan November 2013 ini adalah pascapanen buah, dengan judul Studi Pengaruh Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Arumanis dan Gedong.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc dan Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2013 Nomor 035/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V2013 tanggal 13 Mei 2013. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya pula kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis. Tidak lupa pula ucapan terimakasih kepada keluarga tercinta atas semangat, perhatian, dan doa terbaiknya, dosen dan teknisi Laboratorium atas ilmu dan bantuan yang diberikan, petani mangga dan warga Desa Girinata yang telah turut membantu pelaksanaan penelitian, teman-teman Pascasarjana AGH 2012, AGH 2013, BSC IPB, dan Himmpas IPB, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semangat dan bantuan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Buah Mangga 5

Perubahan Fisikokimia pada Buah Mangga Setelah Dipanen 6

Pascapanen Buah Mangga 8

Response Surface Methodology (RSM) 11

3 METODE 12

Tempat dan Waktu 12

Bahan dan Alat 12

Prosedur Analisis Data 12

Pelaksanaan Penelitian 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Percobaan 1 Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv.

Gedong 20

Percobaan 2. Kajian Optimasi Perlakuan Panas dan Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Buah Mangga Arumanis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) 33

5 KESIMPULAN DAN SARAN 45

Kesimpulan 45

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 46

RIWAYAT HIDUP 54

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan dan kode perlakuan 14

2 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean 14

3 Pengaruh suhu pencucian, suhu simpan, dan kombinasi keduanya terhadap

daya simpan buah mangga Gedong 21

4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan panas, suhu simpan, dan kombinasinya terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan kerusakan buah mangga

Gedong selama penyimpanan 23

(13)

7 Perubahan asam tertitrasi total (ATT) buah mangga Gedong selama

penyimpanan 27

8 Perubahan padatan terlarut total (PTT) buah mangga Gedong selama

penyimpanan 28

9 Perubahan warna buah mangga Gedong selama penyimpanan 29 10 Perkembangan penyakit antraknosa pada buah mangga Gedong selama

penyimpanan 31

11 Persentase getah pada kulit buah mangga Arumanis sebelum dan setelah

dicuci 33

12 Pengaruh kombinasi suhu perlakuan panas dengan suhu simpan terhadap

daya simpan buah mangga Arumanis 34

13 Hasil analisis berbagai respon mutu pada 12 hari setelah panen (HSP) 35 14 Koefisien regresi orde kedua respon kelunakan buah pada 12 HSP 37 15 Koefisien regresi orde kedua respon padatan terlarut total buah (PTT)

pada 12 HSP 39

16 Koefisien regresi orde kedua respon asam tertitrasi total (ATT) pada 12

HSP 41

17 Hasil optimasi program design expert 7 untuk respon kelunakan, PTT, dan

ATT 43

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran 4

2 Pemasakan buah klimaterik, terjadi lonjakan respirasi yang berkorelasi dengan lonjakan sintesis etilen, sumber: Koning (1994) 5

3 Buah mangga yang telah ditandai 16

4 Kerusakan buah mangga yang diamati selama penyimpanan 18 5 Lokasi ditusukkannya hardness tester atau jarum penetrometer 19 6 Banyaknya getah yang menempel pada kulit buah pada sebelum dan

sesudah buah dicuci 20

7 Penampilan buah mangga Gedong pada masing-masing kombinasi perlakuan selama penyimpanan, buah yang digunakan pada 3-12 HSP

adalah buah yang berbeda 24

8 Laju perubahan susut bobot buah mangga Arumanis selama penyimpanan 36 9 Permukaan respon kelunakan buah mangga Arumanis pada 12 HSP 37 10 Kontur kelunakan buah mangga Arumanis pada 12 HSP 38 11 Permukaan respon PTT buah mangga Arumanis pada 12 HSP 40

12 Kontur PTT buah mangga Arumanis pada 12 HSP 40

13 Permukaan respon ATT buah mangga Arumanis pada 12 HSP 42

14 Kontur ATT buah mangga Arumanis pada 12 HSP 42

15 Kontur desirability optimasi perlakuan panas dan suhu simpan pada 12

HSP 44

16 Penampilan buah mangga pada kombinasi perlakuan panas 60±1 °C dengan suhu simpan 13±1 °C (kiri) dan suhu 50±1 °C dengan 13±1 °C

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan) 50

2 Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah mangga Gedong

selama penyimpanan (Percobaan 1) 51

3 Data padatan terlarut total (PTT) buah mangga Gedong pada kombinasi

suhu pencucian dengan suhu simpan 52

(15)

1

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan agribisnis hortikultura merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumbangan bagi perekonomian Indonesia. Komoditas hortikultura yang dikembangkan diantaranya adalah mangga kultivar Gedong Gincu dan Arumanis karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Buah mangga umumnya dikonsumsi segar, sehingga memiliki nilai jual segar yang tinggi.

Buah-buahan tropis Indonesia telah mampu menembus pasar dunia termasuk Eropa Barat, namun Indonesia belum mampu memenuhi peluang ekspor lebih banyak lagi. Salah satu penyebabnya adalah kondisi pascapanen yang belum memadai yang mengakibatkan kualitas buah rendah dan kehilangan hasil buah segar. Kehilangan hasil buah segar berkisar 20-50 persen pada negara-negara sedang berkembang akibat penanganan pascapanen yang kurang tepat (Santoso 2005), sedangkan menurut Martoredjo (2009) kerugian pascapanen di Indonesia untuk buah dan sayuran sebesar 30-40 persen.

Getah mangga menjadi salah satu masalah dalam mempertahankan kualitas buah mangga segar karena getah dapat menyebabkan buah terlihat kotor, dermatitis dan menjadi medium bagi pertumbuhan jamur karena mengandung komponen karbohidrat (Yuniarti dan Suhardjo 1994). Getah mangga juga mengandung komponen fenol (Ajila dan Rao 2013), asam dan minyak (Negi et al. 2002) yang menyebabkan getah kuat menempel pada permukaan buah mangga.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan getah pada kulit mangga yakni dengan pencucian, namun di Indonesia umumnya buah mangga tidak dicuci sebelum dipasarkan dan bahan pencuci mangga masih sulit ditemukan. Akibatnya buah mangga yang diperdagangkan bahkan yang dijual di pasar swalayan besar, pada umumnya kotor, bergetah dan cepat membusuk. Penelitian sebelumnya telah menemukan formulasi bahan pencuci yang dapat menghilangkan getah, debu, dan kotoran lain yang melekat pada kulit buah mangga (Poerwanto et al. 2013). Berdasarkan sifat getah yang asam dan kuat menempel pada permukaan buah, pencucian buah mangga menggunakan bahan bersifat basa untuk menetralkan keasaman dan bahan kimia surfaktan yang bersifat mengikat minyak dan menurunkan tegangan permukaan. Deterjen merupakan salah satu bahan surfaktan yang mudah didapat dan relatif murah.

Beberapa hasil penelitian terkait formulasi bahan pencuci dan lamanya waktu kontak getah dengan buah menunjukkan bahwa penggunaan bahan pencuci Ca(OH)2 0.5% + deterjen 1% + fungisida pada 0 sampai 6 jam setelah panen

dapat menghilangkan getah dan kotoran, mengurangi luka bakar hingga 6 HSP, menunda busuk pangkal buah dan antraknosa hingga 8 HSP pada buah mangga Arumanis (Firsti 2012). Selain itu, pada buah mangga Gedong Gincu bahan pencuci Ca(OH)2 0.25% yang diaplikasikan 6 jam setelah panen dapat

mempertahankan kualitas buah hingga 12 HSP (Herdiasti 2011).

(16)

2

heat treatment (VHT) dengan suhu 52-55 °C selama 10 menit menjadi salah satu cara untuk mengatasi penyakit diplodia (Diplodia natalensis) yang diaplikasikan setelah buah mangga Arumanis dipanen (Deptan 2008). Pada buah mangga Gedong Gincu telah dilakukan pengendalian lalat buah menggunakan teknik vapour heat treatment (VHT). VHT dengan suhu 46.5 °C yang diikuti pelilinan dapat mempertahankan buah mangga hingga 28 hari dalam penyimpanan (Marlisa 2007). Selain untuk mengendalikan lalat buah dan penyakit, perlakuan panas juga digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan. Pemanfaatan perlakuan panas selain dianggap aman, juga didasarkan pada pengaruhnya terhadap aktivitas enzim dalam buah (Ketsa et al.2000). Perlakuan panas sebelum penyimpanan dapat menghambat sintesis enzim yang terlibat dalam proses pemasakan buah tomat termasuk enzim yang terlibat dalam sintesis etilen (Lurie et al. 1996).

Hasil penelitian Ketsa et al. (2000) menunjukkan bahwa perlakuan panas pada suhu 38°C tidak dapat menghambat pemasakan buah mangga cv. Nam Dok Mai. Oleh karena itu diduga bahwa perlakuan panas akan berpengaruh jika suhu ditingkatkan. Namun demikian, perlakuan panas dengan suhu 38 °C dapat memperbaiki kualitas buah setelah disimpan pada suhu rendah. Selain itu, perlakuan panas dapat menghambat kerusakan buah mangga dan menekan chilling injury dibandingkan dengan buah mangga yang tidak diberi perlakuan panas.

Perbaikan kualitas buah mangga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa perlakuan pascapanen. Hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan pengaruhnya terhadap perubahan fisiologis yang selanjutnya dapat menghambat penurunan kualitas buah (Prawaningrum 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian kombinasi perlakuan panas dan suhu penyimpanan pada buah mangga Arumanis dan Gedong. Suhu rendah digunakan karena penyimpanan suhu rendah merupakan cara efektif dalam menghambat proses pemasakan jika dalam kisaran yang tidak menyebabkan chilling injury (Purwoko dan Magdalena 1999). Napitupulu (2013) menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu ruang dan udara lembab dapat mempercepat proses respirasi dan meningkatkan kehilangan hasil. Selain itu, Yahia dan Campos (2000) mengemukakan bahwa perlakuan air panas dapat menyebabkan kerusakan pada kualitas buah mangga jika perlakuan tidak diterapkan dengan baik dan buah mangga tidak segera disimpan pada suhu rendah setelah diberikan perlakuan panas.

(17)

3 tersebut diantaranya adalah Optimasi Kombinasi Perlakuan Hot Water Treatment dan CaCl2 terhadap Perubahan Kualitas Belimbing Manis (Prawaningrum 2012),

Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) (Irmayanti 2012), dan Kajian Penggunaan Metode Respon Permukaan untuk Optimasi Pascapanen Studi Kasus Perlakuan Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis (Lubis 2010).

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini terdiri atas:

1. Tujuan percobaan pertama yaitu menentukan perlakuan yang dapat mempertahankan kualitas pascapanen buah mangga kultivar Gedong.

2. Tujuan percobaan kedua yaitu menentukan kondisi optimum kombinasi perlakuan panas dan suhu penyimpanan dengan menggunakan metode respon permukaan (RSM) terhadap kualitas buah mangga kultivar Arumanis.

Manfaat Penelitian

(18)

4

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Buah mangga cv Arumanis dan Gedong dikembangkan di Indonesia dan telah berhasil diekspor

kualitas pascapanen masih rendah

Getah mangga menjadi salah satu masalah pascapanen

Melakukan pencucian

menggunakan bahan pencuci buah mangga yang telah ditemukan sebelumnya

Perlu upaya untuk

memperpanjang masa

simpan buah mangga

Aplikasi kombinasi

Perlakuan Panas dan Suhu Simpan

Percobaan 1

Uji pengaruh kombinasi perlakuan panas dan suhu simpan terhadap kualitas buah mangga Gedong, yang sebelumnya telah dicuci menggunakan bahan pencuci CaOH 0.25% b/v + deterjen 1% b/v

Percobaan 2

Kajian optimasi perlakuan panas dan suhu simpan untuk memprediksi respon kualitas buah mangga Arumanis menggunakan RSM, yang sebelumnya telah dicuci menggunakan bahan pencuci CaOH 0.25% b/v + deterjen 1% b/v

Output: Perlakuan yang dapat

mempertahankan kualitas dan

memperpanjang masa simpan buah mangga Gedong

(19)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Mangga

Secara botani, buah didefinisikan sebagai ovari matang dari suatu bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian seperti dinding ovari atau perikarp (terdiferensiasi menjadi eksokarp, mesokarp, dan endokarp), biji, dan sumbu tangkai bunga. Buah mangga tergolong ke dalam jenis buah drupe atau buah batu (buah sejati tunggal yang berdaging) yaitu memiliki 3 lapisan dinding buah, eksokarp tipis, mesokarp berdaging, endokarp keras, dan berisi satu biji (Poerwanto dan Susila 2014; Tjitrosoepomo 2011).

Berdasarkan perubahan relatif pada aktivitas respirasi di dalam jaringan buah, buah digolongkan sebagai buah klimaterik dan non klimaterik. Buah mangga termasuk buah yang memiliki pola respirasi klimaterik (Poerwanto dan Susila 2014). Menurut Kays (1991), respirasi klimaterik merepresentasikan transisi antara pematangan dan senesen (penuaan).

Gambar 2 Pemasakan buah klimaterik, terjadi lonjakan respirasi yang berkorelasi dengan lonjakan sintesis etilen, sumber: Koning (1994)

Buah klimaterik menunjukkan peningkatan laju respirasi (produksi CO2)

dan produksi etilen (C2H4) yang tajam saat mencapai kemasakan, kemudian turun

kembali. Setelah buah mencapai klimaterik, buah segera senesen dan tidak dapat ditunda dengan teknik penyimpanan (Poerwanto dan Susila 2014). Umumnya, buah klimaterik mencapai stadia masak penuh setelah respirasi klimaterik (Santoso 2005).

Pada dasarnya, respirasi klimaterik dapat diubah oleh suhu. Suhu rendah maupun suhu tinggi dapat menghambat respirasi klimaterik. Selain itu, konsentrasi oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) dapat mengubah respirasi

klimaterik. Apabila O2 rendah dan CO2 tinggi (sekitar di atas 10%) dapat

(20)

6

Perubahan Fisikokimia pada Buah Mangga Setelah Dipanen

Produk hortikultura (organ panenan) mengalami cekaman yang diakibatkan oleh terpisahnya organ panenan dari tanaman induk dan lingkungan hidup yang sebenarnya (Santoso 2005). Setelah dipanen, organ panenan masih mengalami proses metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Adanya metabolisme, menyebabkan terjadinya perubahan fisikokimia pada organ panenan. Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi pelunakan, perubahan rasa, kehilangan air, perubahan warna, dan perombakan karbohidrat, aroma, asam organik (Santoso 2005).

Susut Bobot Buah

Susut bobot adalah kehilangan berat buah setelah buah dipanen. Susut bobot pada buah dengan kadar air sangat tinggi dan tekstur yang lunak akan segera tampak sesaat setelah buah dipetik dari pohonnya. Susut bobot merupakan dampak dari terjadinya transpirasi dan respirasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Proses transpirasi adalah hilangnya air dari permukaan buah, sedangkan proses respirasi menyebabkan perubahan senyawa kompleks (karbohidrat) menjadi senyawa sederhana CO2 dan H2O (Purwoko dan Magdalena 1999).

Air hilang dari buah melalui transpirasi yang tetap berlangsung pada buah setelah dipanen. Apabila air yang dipergunakan oleh buah untuk transpirasi tidak mencukupi, maka akan terjadi kerusakan (deteriorasi) seperti keriput (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Pelunakan Buah

Salah satu perhatian utama dalam pascapanen buah adalah mempertahankan kualitas buah. Kekerasan menjadi penentu utama penerimaan pada kebanyakan buah komersial. Pada proses pelunakan buah, senyawa kompleks (karbohidrat) terurai menyebabkan kekerasan buah berkurang. Karbohidrat merupakan senyawa berantai panjang penyusun dinding sel yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan protopektin. Selulosa akan dipecah oleh enzim selulase, hemiselulosa dipecah oleh enzim hemiselulase. Protopektin yang merupakan senyawa tidak larut, akan dipecah oleh enzim protopektinase menjadi pektin yang memiliki sifat larut dalam cairan buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Protopektin merupakan senyawa yang tidak larut sedangkan pektin merupakan senyawa yang dapat larut dalam cairan buah. Protopektin akan dipecah oleh enzim protopektinase menjadi pektin yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam pektinat, asam pektat, dan kemudian asam galakturonat (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Hasil penelitian Jha et al. (2010), ketegaran kulit buah dan daging buah mangga hibrida yang diamati bervariasi pada buah dari bagian pangkal sampai bagian ujung buah. Kulit buah dan daging buah mengalami penurunan kekerasan masing-masing sekitar 30% dan 5% seiring bertambahnya periode penyimpanan.

(21)

7 Padatan Terlarut Total Buah

Buah yang masak, mengalami akumulasi beberapa larutan dalam vakuola. Akumulasi padatan terlarut berhenti setelah buah dipanen karena akumulasi tergantung pada pasokan fotosintat dari daun (Poerwanto dan Susila 2014). Karbohidrat pada buah muda masih banyak dalam bentuk pati. Selama proses pemasakan buah, pati yang terdapat di dalam buah akan mengalami perombakan menjadi gula seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Santoso 2005). Akibat pati dipecah, terjadi penurunan pati dan peningkatan sukrosa. Sukrosa yang terbentuk selanjutnya dipecah menjadi fruktosa dan glukosa. Sebagian glukosa yang terbentuk digunakan untuk sumber energi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan, sehingga padatan terlarut total dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis (Kitinoja dan Kader 2003).

Padatan terlarut total dan asam tertitrasi total merupakan indikator pemasakan pada mesokarp buah mangga dan mencerminkan konversi pati menjadi gula dan asam organik yang digunakan dalam respirasi (Jacobi et al. 2000). Padatan terlarut total diukur dengan refraktometer, dan bahan untuk pembacaan kandungan padatan terlarut menggunakan sampel jus buah. Nilai padatan terlarut cenderung meningkat seiring bertambahnya waktu penyimpanan karena terjadi hidrolisis pati menjadi gula, transpirasi yang menyebabkan kehilangan air dari buah (Poerwanto dan Susila 2014).

Padatan terlarut total buah mangga Langra dan Samar Bahist Chaunsa meningkat selama proses pemasakan buah dan konsentrasinya tinggi pada suhu simpan yang tinggi. Peningkatan padatan terlarut total diakibatkan perubahan karbohidrat menjadi gula sederhana melalui mekanisme yang kompleks selama penyimpanan dan laju perubahan tersebut meningkat seiring meningkatnya suhu (Baloch dan Bibi 2012).

Asam Terlarut Total Buah

Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama seluler yang mengalami perubahan selama pemasakan buah, memiliki peran penting dalam metabolisme buah setelah dipanen (Santoso 2005; Kays 1991). Asam organik terdapat pada daging dan kulit buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Sebagai contoh, asam organik utama dalam buah mangga adalah asam sitrat, asam malat, dan asam askorbat. Umumnya, kandungan asam organik menurun selama pemasakan, karena asam organik diubah menjadi gula (Santoso 2005).

Sintesis asam organik melalui oksidasi, dekarboksilasi, dan pada beberapa kasus melalui karboksilasi dalam siklus Krebs. Pada kebanyakan kasus, yang menjadi prekursor langsung suatu asam organik yakni asam organik yang lain atau gula (Kays 1991).

(22)

8

Rasa Buah

Rasa buah merupakan gabungan gula, asam, dan senyawa volatil. Perubahan rasa selama pemasakan buah dipengaruhi perubahan gula dan asam organik (Kays 1991). Perubahan pati menjadi gula menyebabkan rasa buah mangga yang telah masak menjadi lebih manis (Santoso 2005). Demikian pula Sudjatha dan Wisaniyasa (2008) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan gula dan penurunan derajat keasaman yang menyebabkan rasa buah menjadi enak. Hasil penelitian Baloch dan Bibi (2012), menunjukkan rasa buah mangga Langra dan Samar Bahist Chaunsa berkembang selama proses pemasakan, dengan rasa terbaik pada buah yang dipanen pada 110 hari setelah buah terbentuk yang disimpan pada suhu 40 °C.

Aroma Buah

Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan buah (Santoso 2005). Senyawa volatil pada buah mangga kompleks sehingga kemungkinan tidak hanya 1 senyawa yang menimbulkan aroma. Monoterpen hidrokarbon merupakan komponen yang penting untuk aroma buah mangga, seperti lakton dan beberapa asam lemak. Pada buah mangga Kensington, representasi monoterpen hidrokarbon mendekati 49% dari total total senyawa volatil (Mitra dan Badwin 1997).

Warna Buah

Buah muda memiliki klorofil dalam sel epidermis dan subepidermisnya, sehingga berwarna hijau. Pada buah klimaterik umumnya kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan (Santoso 2005). Ketsa et al. (1991) dalam Ketsa et al. (1999), menyatakan bahwa kandungan klorofil dalam

kulit buah menurun seiring meningkatnya β-Karotin selama pemasakan pada buah mangga Tongdum dan Nam Dokmai.

Menurut Poerwanto dan Susila (2014), setelah buah masak, klorofil terdegradasi, kloroplas mengambil peran kromoplas dengan memulai mensintesis pigmen kuning yakni karoten dan xantofil, menyebabkan kulit buah menjadi berwarna kuning.

Warna buah yang optimum merupakan faktor penting yang memengaruhi penerimaan dan selera konsumen. Perubahan warna kulit buah disebabkan hilangnya klorofil dan munculnya pigmen lain seperti karotenoid dan atau antosianin. Namun warna kulit buah mangga bukan indeks kematangan yang memadai karena pada umumnya perubahan warna terlihat ketika mulai terjadi pelunakan. Beberapa kultivar mangga tidak mengalami perubahan warna kulit buah yang signifikan (Sivakumar et al. 2011).

Pascapanen Buah Mangga

(23)

9 terhadap komoditi hortikultura dapat berupa pekerjaan pemetikan untuk buah, dan buah umumnya dipanen apabila sudah matang (Santoso 2005).

Penentuan Saat Panen Buah Mangga

Secara umum buah mangga dikatakan siap dipanen apabila telah menunjukkan tanda-tanda bagian lekukan pada ujung buah hampir hilang, perubahan warna pada ujung buah, dan terbentuknya lentisel yang tersebar merata pada permukaan buah, lapisan lilin mulai menebal pada permukaan buah, dan cabang tangkai buah kering 65% (Deptan 2008). Menurut Poerwanto dan Susila (2014), perubahan warna kulit buah tidak mudah digunakan sebagai kriteria panen buah mangga Arumanis, karena perubahan warna kulit terkait dengan kematangan hanya sedikit, dari hijau tua gelap menjadi hijau muda cerah. Pada mangga Gedong, perubahan warna hijau menjadi kuning terjadi selama pemasakan buah saat buah telah dipanen. Pada buah mangga Gedong Gincu, perubahan warna pangkal buah menjadi merah merupakan tanda kematangan buah.

Penanganan Pascapanen

Penanganan pascapanen yang baik akan menekan kehilangan dan dapat mempertahankan kualitas buah. Menurut Santoso (2005) kualitas buah diartikan sebagai beberapa hal yang membuat buah bernilai atau unggul. Kualitas yang dimaksud adalah kualitas penyimpanan (masa simpan yang panjang), kualitas nutrisi terkandung (zat gizi terpenuhi dan rasa enak), dan kualitas penampilan (warna tetap bagus, kulit tidak mengkerut).

Penanganan pascapanen buah mangga yang umumnya dilakukan adalah pencucian, pemilahan (sortasi), pengkelasan, pelabelan, pencelupan dengan pestisida, perlakuan panas, pelilinan, pengemasan, penyimpanan pada suhu rendah dan kelembaban 85-90%, pemeraman, kontrol atmosfir. (Santoso 2005; Setyabudi 2010).

1 Pencucian

Pencucian adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang menempel pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih, tampilannya menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Pencucian buah mangga dengan larutan pencuci yang terdiri atas campuran bahan pelarut minyak dan basa segera sesudah panen secara nyata dapat membersihkan buah mangga, mengurangi kerusakan pascapanen, dan meningkatkan kualitas visual buah (Poerwanto dan Susila 2014).

Penggunaan bahan bersifat basa Ca(OH)2 dan merk komersil Mango Wash

mampu mengurangi sapburn injury secara signifikan pada mangga kultivar Samar Bahist Chaunsa jika dibandingkan dengan buah tanpa pencucian. Sebagian besar perubahan fisikokimia (kecuali perubahan warna kulit dan kandungan gula) secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan pencucian. Senyawa basa memberikan efek yang menarik pada penampakan buah, namun warna kulit tidak secara signifikan dapat ditingkatkan apabila dibandingkan dengan kontrol (Amin et al. 2008). 2 Perlakuan Panas

(24)

10

Metode perlakuan panas dalam pengendalian hama/penyakit antara lain menggunakan air panas (hot water treatment/deeping), uap panas (vapour hot treatment), dan udara panas (hot air treatment). Metode ini bertujuan untuk mengendalikan lalat buah dan penyakit seperti antraknosa dan busuk pangkal buah tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri (Setyabudi 2010).

Perlakuan vapour hot treatment (VHT) dengan suhu 52-55 °C selama 10 menit menjadi salah satu cara untuk mengatasi penyakit diplodia (Diplodia natalensis) yang diaplikasikan setelah buah mangga arumanis dipanen (Deptan 2008). Selain itu, pada mangga varietas Irwin dari Okinawa diaplikasikan metode VHT pada suhu 46.5 °C selama 30 menit, dan ternyata cukup efektif dalam menekan perkembangan antraknosa dan busuk pangkal buah serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21 hari selama penyimpanan pada 13 °C (Setyabudi 2010).

Selain untuk mengendalikan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah, perlakuan panas juga digunakan untuk memperpanjang masa simpan buah-buahan dan sayuran segar. Pemanfaatan perlakuan panas tersebut didasarkan pada pengaruhnya terhadap aktivitas enzim. Menurut Indah (2004), sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai lebih kurang 60 oC. Hal ini disebabkan karena proses denaturasi enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akan pulih karena proses denaturasi masih reversible atau dapat kembali.

Menurut Yahia dan Campos (2000), perlakuan air panas dapat menyebabkan kerusakan pada kualitas buah mangga jika perlakuan tidak diterapkan dengan baik dan buah mangga tidak segera disimpan pada suhu rendah setelah diberikan perlakuan panas.

Berdasarkan laporan sebelumnya diketahui bahwa perlakuan panas dapat memengaruhi kemampuan buah untuk mensintesis protein, akibatnya terjadi akumulasi HSP (heat shock protein) yang kemudian menginduksi kemampuan toleran terhadap suhu tinggi dan resisten terhadap chilling injury. Selain itu, perlakuan panas dapat menghambat sintesis enzim seperti 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) sintase dan oksidase, sehingga menunda produksi etilen dan dapat menunda laju pemasakan buah peach (Zhou et al. 2002).

3 Perlakuan Suhu Rendah

Perlakuan suhu 18-19 °C, efektif menghambat proses kelunakan buah, peningkatan PTT, dan penurunan kandungan asam buah, tetapi tidak dapat menghambat serangan penyakit pascapanen pada 15 HSP di penyimpanan (Purwoko dan Magdalena 1999). Suhu dingin yang stabil lebih efektif mempertahankan mutu buah-buahan sedangkan penyimpanan suhu dingin namun sesekali suhu berubah atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik, organoleptik, dan nilai gizi yang lebih cepat (Tawali et al. 2004). Menurut Sudjatha dan Wisaniyasa (2008), penyimpanan buah pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan kerusakan.

(25)

11 semua parameter yang diukur, menunjukkan teknik pra-pendinginan yang optimum adalah pra-pendinginan air yang dicampur dengan es kemudian disimpan pada suhu 15 °C.

Hasil penelitian Paramitha (2009) menunjukkan bahwa puncak klimaterik respirasi buah mangga Gedong yang paling cepat terjadi yaitu saat penyimpanan suhu 13 °C dilanjutkan pemeraman pada suhu ruang (21 hari), sedangkan puncak klimaterik lebih lama terjadi pada saat penyimpanan suhu 8 °C kemudian buah diperam pada suhu 20 °C (24 hari). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan dan suhu pematangan buatan maka puncak klimaterik akan semakin cepat terjadi.

Penyimpanan suhu rendah secara luas digunakan sebagai perlakuan pascapanen untuk menunda pemasakan buah, dan terbukti dapat mempertahankan kualitas pascapanen, namun buah-buahan tropis dan subtropis sangat rentan terhadap kerusakan akibat suhu rendah atau chilling injury jika suhu di bawah 12 °C. Chilling injury merupakan gangguan fisiologis yang sangat mengurangi kualitas buah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan toleransi buah terhadap chilling injury dan memperpanjang masa simpan buah, perlakuan pascapanen seperti penyimpanan dingin ditambah perlakuan panas telah dikembangkan (Aghdam et al. 2013).

Response Surface Methodology (RSM)

Setiap percobaan melibatkan beberapa kombinasi perlakuan yang bertujuan ingin mengetahui kombinasi perlakuan mana yang memberikan hasil optimum. Hasil optimum dapat berupa respon yang maksimum atau minimum sesuai dengan tujuannya (Martaspica 2011).

Metode response surface adalah suatu metode yang menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat model dan menganalisis suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor, dengan tujuan mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery 2001). Dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen dengan bantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon. Metode ini telah banyak dimanfaatkan dalam dunia penelitian maupun aplikasi industri. Sebagai contoh, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti dapat mengetahui nilai variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai variabel respon menjadi optimal. Metode response surface sangat erat kaitannya dengan percobaan faktorial. Percobaan faktorial adalah suatu percobaan yang perlakuannya terdiri atas semua kemungkinan kombinasi taraf dari beberapa faktor. Tujuan utama dari percobaan faktorial adalah untuk melihat interaksi antar faktor-faktor yang dicobakan (Martaspica 2011).

(26)

12

3

METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan pertama dilaksanakan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor. Percobaan kedua dilaksanakan pada bulan November 2013 di kebun mangga Desa Girinata Kecamatan Duku Puntang Kabupaten Cirebon, kemudian dilanjutkan di Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah mangga cv Gedong dan cv Arumanis hasil budidaya di desa Girinata kabupaten Cirebon, deterjen komersial sebagai bahan surfaktan, Ca(OH)2. Alat yang digunakan adalah

waterbath, refraktometer digital, refraktometer tangan Atago DUE-PSH 14, timbangan analitik, hardness tester dan penetrometer laboratorium, lemari pendingin, peralatan analisis kimia dan termometer.

Prosedur Analisis Data

Percobaan 1 Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Gedong

Rancangan Percobaan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan di Laboratorium. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan Split plot dengan rancangan acak lengkap, digunakan 2 faktor perlakuan yaitu suhu air pencucian dan suhu penyimpanan. Faktor suhu pencucian terdiri atas 3 taraf yaitu suhu 60±1 °C, 53±1 °C, dan suhu air normal (27±1 °C). Faktor suhu penyimpanan terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu suhu 18.1±1 °C, 16.1±1 °C, suhu ruang. Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 27 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri atas 2 sampel.

Analisis Data

Data non parametrik dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis. Jika terdapat pengaruh nyata terhadap variabel pengamatan, maka data diuji lanjut dengan uji Dunn pada taraf 5%. Variabel yang diamati yaitu persentase getah yang menempel, persentase luka bakar akibat getah, busuk pangkal buah, antraknosa, warna, rasa dan aroma buah mangga.

(27)

13

Yijk= µ + αi+ δik+ βj+ (αβ)ij+ ɛijk

Yijk = nilai pengamatan pada faktor suhu pencucian taraf ke-i dan suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = rataan umum

αi = pengaruh utama faktor suhu pencucian ke-i, i: 1,2,3;

βj = pengaruh utama faktor suhu penyimpanan ke-j, j: 1,2, 3

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor suhu pencucian ke-i dan suhu penyimpanan ke-j

ɛijk = galat dari anak petak (suhu pencucian) δik = galat dari petak utama (suhu simpan)

Rumus uji Kruskal-Wallis untuk variabel persentase getah yang menempel, persentase luka bakar akibat getah, busuk pangkal buah, antraknosa, warna, rasa dan aroma buah mangga, adalah sebagai berikut (Walpole 2005):

H= 12

n(n+1)

Ri2 ni k

i=1 -3(n+1) H = nilai Kruskal-Wallis

Ri = jumlah peringkat dari perlakuan ke i (mean rank) Ni = banyaknya ulangan pada perlakuan ke i

K = banyaknya perlakuan (i=1,2,3,…,k)

n = jumlah seluruh data (n=n1+n2+n3+…+nk)

Uji Dunn dengan rumus sebagai berikut:

tH = tα/2; db= N-k (S2 N-1-K N-k )

1

ni+ 1

n'i

S2= N (N+1)

12

Jika ri-ri’< tHpada α=0.05, maka Ho diterima artinya bahwa pasangan rata-rata rangking (mean rank) perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Jika ri-ri’tH pada α=0.05, maka Ho ditolak artinya bahwa pasangan rata-rata rangking (mean rank) perlakuan tersebut berbeda nyata (P<0.05).

Percobaan 2 Kajian Optimasi Perlakuan Panas dan Suhu Simpan terhadap Kualitas Buah Mangga Arumanis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM)

Rancangan Percobaan

(28)

14

simpan yang diuji adalah 27±1 °C, 20±1 °C, dan 13±1 °C (Tabel 1). Variabel respon yang dioptimumkan adalah susut bobot, kekerasan buah, padatan terlarut total, dan asam tertitrasi total. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) dengan nilai α=1 (face centered) dan 2 blok yaitu hari pengamatan 1 dan hari pengamatan 2.

Terkait dengan penggunaan software untuk pengolahan data, dilakukan pengkodean terhadap perlakuan. Hubungan antara kode dan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1 dan rancangan percobaan dengan sistem pengkodean pada Tabel 2.

Tabel 1 Perlakuan dan kode perlakuan

Perlakuan Kode Perlakuan

-1 -1 0 1 1

Suhu Perlakuan Panas (X1) 50 50 55 60 60

Suhu Penyimpanan (X2) 13 13 20 27 27

Tabel 2 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean

Kombinasi Blok Suhu Perlakuan Panas Suhu Penyimpanan

Kode (±1°C) Kode (±1°C)

1 Hari 1 -1 50 -1 13

2 Hari 1 -1 50 1 27

3 Hari 1 1 60 1 27

4 Hari 1 1 60 -1 13

5 Hari 1 0 55 0 20

6 Hari 1 0 55 0 20

7 Hari 1 0 55 0 20

8 Hari 2 0 55 0 20

9 Hari 2 0 55 1 27

10 Hari 2 1 60 0 20

11 Hari 2 0 55 -1 13

12 Hari 2 0 55 0 20

13 Hari 2 -1 50 0 20

14 Hari 2 0 55 0 20

Jumlah kombinasi perlakuan yang dicobakan adalah 14 kombinasi sesuai dengan hasil yang muncul secara otomatis dari softwareDesign Expert 7. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada percobaan ini terdapat penambahan titik pusat sehingga terdapat 6 titik pusat sebagai ulangan yang bertujuan untuk menghindari adanya eror yang besar.

Analisis Data

(29)

15 Data respon dari peubah bebas diolah menggunakan softwareDesign Expert 7 (DX7). Hasil analisis software tersebut disajikan dalam persamaan fungsi respon terhadap peubah bebas. Model persamaan untuk orde pertama :

y =βo + β1X1 + β2X2 + ɛ

y : nilai respon setiap parameter yang diamati

βo : intersep

β1;β2 : koefisien regresi variabel X1; X2

ɛ : nilai eror.

Model persamaan untuk orde kedua:

y =βo + β1X1 + β2X2 + β11X1 2 + β22X2 2 + β22X12 + β11X1 X2 + β12X1 X2+ ɛ

Model regresi yang dihasilkan kemudian diuji dan dianalisis dengan nilai R2 dan lack of fit. Apabila nilai lack of fitdari model kurang dari nilai α (0.05) dan R2 kurang dari 50% menunjukkan bahwa ada model orde yang lebih tinggi (orde kedua) yang tepat untuk mempresentasikan data yang ada sehingga dilanjutkan pengolahan orde kedua. Model yang sesuai secara otomatis disarankan oleh program DX7 untuk dipilih sebagai model untuk menentukan optimasi.

Pelaksanaan Penelitian

Survei

Sebelum pelaksanaan percobaan, dilakukan survei lokasi terlebih dahulu. Survei bertujuan untuk mengetahui keadaan kebun mangga, keadaan petani setempat, dan untuk memilih pohon mangga yang akan diambil buahnya sebagai sampel penelitian.

Pemantauan SuhuLemari Pendingin di Laboratorium

Setelah pemasangan termostat, suhu lemari pendingin dipantau untuk memastikan kestabilan suhu saat percobaan dilakukan. Pemantauan ini dilaksanakan 3 minggu sebelum percobaan baik percobaan 1 maupun percobaan 2. Selain melihat angka pada termostat digunakan pula termometer minimum-maximum untuk memantau suhu lemari pendingin.

Pemanenan

(30)

16

buah berkisar 90-100 hari setelah antesis (info dari petani) dan lentisel tersebar merata pada permukaan buah.

Sortasi

Seluruh buah mangga yang digunakan harus memenuhi standar minimum, sehingga harus dipisahkan antara buah mangga yang memenuhi syarat dengan yang tidak memenuhi syarat. Sortasi yang dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual meliputi buah mangga utuh, padat, penampilan segar, bebas dari memar, layak konsumsi, bebas dari benda-benda asing yang tampak, bebas dari hama dan penyakit (BSN 2009).

Penandaan Getah

Buah mangga terpilih yang terkena getah kemudian ditandai menggunakan spidol permanen (Gambar 3). Buah mangga yang telah ditandai kemudian dipisahkan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan. Setelah itu dilakukan pengamatan awal terhadap persentase getah yang menempel.

Gambar 3 Buah mangga yang telah ditandai Pencucian

Bahan pencuci yang digunakan adalah Ca(OH)2 0.25% + deterjen 1%. Pada

percobaan pertama, perlakuan panas dilakukan sekaligus dengan pencucian. Pencucian buah mangga dilakukan pada 24 jam setelah dipanen. Buah mangga dimasukan ke dalam waterbath berisi larutan bahan pencuci dengan suhu air pencucian 60±1 °C, 53±1 °C, dan sebagian buah dimasukan dalam ember berisi larutan bahan pencuci dengan suhu air normal (27±1 °C). Buah dicuci dengan cara digosok menggunakan busa halus. Setelah 5 menit di dalam larutan bahan pencuci, buah mangga diangkat dan dibilas dengan air bersih, kemudian dikering-anginkan.

(31)

17 Pengangkutan

Buah mangga pada percobaan pertama dikemas dengan kardus yang dilengkapi ventilasi, sedangkan pada percobaan ke-2 menggunakan keranjang plastik, setelah setiap buah dibungkus kertas koran. Kemudian buah diangkut menggunakan mobil pick-up pada malam hari untuk menghindari terjadinya respirasi dan transpirasi yang tinggi.

Perlakuan Panas

Perlakuan panas pada percobaan 2 dilakukan secara terpisah dengan pencucian. Buah mangga yang telah dicuci direndam dalam air panas dengan suhu yang telah ditetapkan yaitu 50±1 °C, 55±1 °C, dan 60±1 °C selama 5 menit. Penyimpanan

Percobaan pertama, buah mangga disimpan di Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika sesuai perlakuan dalam lemari pendingin bersuhu 18.1±1 °C dan 16.1±1 °C, dan pada suhu ruang (25-28 °C). Percobaan kedua, buah mangga disimpan di Laboratorium Pascapanen dalam lemari pendingin dengan suhu penyimpanan 13±1 °C, 20±1 °C, dan 27±1 °C.

Pengamatan

Daya Simpan Buah

Daya simpan buah mangga ditentukan berdasarkan periode buah tetap terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan sehingga masih layak dikonsumsi.

Persentase Getah yang Menempel

Penilaian terhadap tingkat kebersihan buah mangga dari getah dan kerusakan lain akan ditentukan dengan teknik skoring (Holmes et al. 2009) melalui penentuan persentase getah yang menempel pada kulit buah.

Skor 0= tidak ada

Skor 1= kurang dari 1 cm2 atau 1% Skor 2= 1-3 cm2 atau 3%

Skor 3= 3-12 cm2 atau 10% Skor 4= 12-25 cm2 atau 11-25% Skor 5= lebih dari 25%

Sifat Fisik

Kerusakan Selama Penyimpanan (luka bakar, bintik lentisel, kudis mangga, busuk pangkal buah, busuk badan buah, dan antraknosa)

(32)

18

Skor 0= tidak ada

Skor 1= kurang dari 1 cm2 atau 1% Skor 2= 1-3 cm2 atau 3%

[image:32.595.41.489.44.629.2]

Skor 3= 3-12 cm2 atau 10% Skor 4= 12-25 cm2 atau 11-25% Skor 5= lebih dari 25%

Gambar 4 Kerusakan buah mangga yang diamati selama penyimpanan Warna

Warna buah pada percobaan 1 diamati dengan membandingkan warna kulit buah dengan indikator kemasakan buah mangga, sedangkan pada percobaan 2 warna buah tidak diamati. Berikut merupakan skor penilaian warna sesuai dengan Holmes et al. (2009):

Skor 1= 0-10% kuning Skor 2= 10-30% kuning Skor 3= 30-50% kuning Skor 4= 50-70% kuning Skor 5= 70-90% kuning Skor 6= 90-100% kuning Susut Bobot

Perubahan bobot buah diukur dengan menimbang buah mangga pada setiap hari pengamatan (2 HSP, 3 HSP, 6 HSP, 9 HSP, 12 HSP) untuk percobaan pertama, sedangkan pada percobaan kedua hingga 21 HSP. Susut bobot buah mangga dihitung menggunakan persamaan:

Susut Bobot

=

Bi-Bj

Bi

x

100% Keterangan:

Bi : Bobot awal (1 HSP)

Bj : Bobot pada j = 2, 3, 6, 9, 12 HSP (Percobaan 1); Bobot pada j = 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21 HSP (Percobaan 2)

Antraknosa Mango Scab

(33)

19 Kekerasan Buah

[image:33.595.254.398.217.318.2]

Pengamatan kekerasan buah mangga dilakukan setiap hari pengamatan. Derajat kekerasan buah diukur secara objektif menggunakan hardness tester dengan satuan kg detik-1 pada percobaan pertama. Penetrometer yang digunakan pada percobaan 2 memiliki satuan mm 50 g-1 5 detik-1. Sesuai dengan alat yang digunakan pada percobaan 2, istilah yang digunakan adalah kelunakan. Hardness tester atau jarum penetrometer ditusukkan ditiga tempat yang berbeda, masing-masing tusukkan di bagian pangkal, tengah dan ujung buah seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Lokasi ditusukkannya hardness tester atau jarum penetrometer Sifat Kimia

Asam Tertitrasi Total

Pengamatan asam total buah mangga arumanis dilakukan setiap hari pengamatan (2 HSP sampai 12 HSP) pada percobaan pertama, sedangkan pada percobaan kedua hingga 21 HSP. Asam total ditentukan dengan metode titrasi. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan buah mangga yang telah dikupas untuk dibuat jus

2. Jus ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan aquades dalam erlenmeyer 100 ml.

3. Diambil larutan sebanyak 10 ml dan ditambahkan indikator phenol pthalein (PP) sebanyak 3 tetes

4. Dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda

5. Titrasi dilakukan duplo sehingga didapat 2 angka hasil titrasi Kandungan ATT dihitung dengan rumus:

ATT

=

v x N NaOH x Fp x BE

W

x

100%

Keterangan:

ATT = Asam Tertitrasi Total(%) V = Volume NaOH 0.1 N (ml) N NaOH = Normalitas NaOH (0.1 N)

Fp = Faktor pengencer (volume labu takar/ml larutan yang diambil) BE = Bobot Ekuivalen asam sitrat (64)

W = Berat contoh (10.000 mg)

pangkal

tengah

(34)

20

Padatan Terlarut Total (Witherspoon dan Jackson 1995)

Pengamatan PTT buah mangga dilakukan setiap hari pengamatan. Refraktometer digital digunakan untuk mengukur PTT pada percobaan pertama, dan refraktometer tangan Atago DUE-PSH 14 digunakan pada percobaan kedua. Satuan skala pembacaan refraktometer adalah °Brix, yaitu satuan skala yang digunakan untuk pengukuran kandungan padatan terlarut. Saat pengukuran, refraktometer dibersihkan terlebih dahulu. Daging buah mangga dihancurkan hingga menjadi jus, kemudian diletakkan satu tetes sari buah mangga pada sensor refraktometer. Selanjutnya ditentukan PTT dengan satuan Brix sesuai skala yang muncul dan terbaca.

Organoleptik

Rasa dan Penampilan

Pengujian terhadap rasa dan penampilan buah mangga digunakan uji organoleptik. Uji ini melibatkan 10 orang panelis semi terlatih. Dari uji tersebut diperoleh tingkat kesukaan atau skala hedonik.

Skor penilaian uji rasa, dan penampilan: 1= sangat tidak suka

2= tidak suka 3= agak suka 4= netral 5= suka

6= sangat suka

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1 Perlakuan Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica) cv. Gedong

Persentase Kehilangan Getah

Penentuan persentase kehilangan getah dilakukan untuk memastikan pencucian dapat menghilangkan getah yang menempel pada buah. Banyaknya getah yang hilang setelah pencucian ditunjukkan pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Banyaknya getah yang menempel pada kulit buah pada sebelum dan sesudah buah dicuci

3.44

4.33

3.78

2.61 2.44

2.39

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

60±1°C 53±1°C 27±1°C

Sebelum Dicuci

(35)

21 Gambar 6 menunjukkan adanya kehilangan getah pada kulit buah mangga setelah dicuci. Pencucian buah pada suhu 53±1°C dan 27±1°C memiliki skor getah sebelum dicuci yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 60±1 °C, namun yang dinilai adalah banyaknya getah yang hilang akibat pencucian. Oleh karena itu, pencucian buah mangga Gedong pada suhu 53±1°C menunjukkan bahwa getah pada kulit buah lebih banyak hilang dibandingkan pada suhu 60±1 °C.

Secara umum, penampilan buah setelah dicuci lebih baik dibandingkan buah sebelum dicuci. Berdasarkan data yang diperoleh, pencucian dengan suhu 53±1°C lebih baik digunakan untuk membersihkan buah mangga Gedong dari getah yang menempel selama 24 jam sejak buah dipanen. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Jabbar et al. (2012) yang menunjukkan bahwa kombinasi penghilangan getah secara kimia dan perlakuan air panas efektif menekan kerusakan akibat getah pada buah mangga Samar Bahist Chaunsa. Perlakuan air panas perlu dilakukan karena memiliki efek membersihkan dan kemungkinan ini berkaitan dengan kandungan minyak dalam getah.

Daya Simpan Buah

Daya simpan dapat ditentukan berdasarkan periode buah tetap terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan sehingga masih layak dikonsumsi. Daya simpan buah mangga Gedong setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh suhu pencucian, suhu simpan, dan kombinasi keduanya terhadap daya simpan buah mangga Gedong

Perlakuan Kriteria Daya Simpan

Periode Kesegaran Mulai Busuk hari ke- (HSP) Suhu pencucian* Suhu simpan

60±1°C*28±1 °C 9 12 9

60±1°C*18.1±1 °C 10 12 10

60±1°C*16.1 ±1 °C 11 13 11

53±1°C* suhu ruang 12 12 12

53±1°C*18.1±1 °C 12 12 12

53±1°C*16.1±1 °C 12 12 12

27±1°C*suhu ruang 12 9 9

27±1°C*18.1±1 °C 12 10 10

27±1°C*16.1±1 °C 12 12 12

Keterangan: HSP= Hari Setelah Panen, Data tidak dianalisis statistika

[image:35.595.108.512.441.615.2]
(36)

22

Tabel 3 menunjukkan bahwa daya simpan buah mangga Gedong terlama adalah 12 HSP. Buah mangga Gedong yang memiliki daya simpan 12 HSP yakni buah pada kombinasi perlakuan suhu pencucian 53±1°C dengan suhu simpan 18.1±1 °C, suhu pencucian 53±1°C dengan suhu simpan 16.1±1 °C dan suhu pencucian 53±1°C dengan suhu ruang, dan buah pada kombinasi pencucian dengan suhu air normal dengan suhu simpan 16.1±1 °C juga memiliki daya simpan 12 HSP. Buah mangga Gedong memiliki daya simpan 12 HSP jika menggunakan suhu pencucian 53±1°C, salah satu alasannya adalah sedikitnya getah yang masih menempel pada kulit buah (Gambar 6) dapat memperlambat terjadinya kerusakan.

Buah mangga Gedong yang paling cepat mengalami kemunduran adalah buah yang dicuci pada suhu normal kemudian disimpan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan oleh proses respirasi yang lebih cepat pada suhu ruang (Napitupulu 2013). Selain itu, adanya serangan penyakit lebih cepat terjadi mengakibatkan buah lebih cepat membusuk yakni pada 9 HSP.

Daya simpan yang telah diketahui tersebut harus didukung oleh sifat fisik, kimia buah, dan kerusakan yang tampak pada permukaan buah. Susut bobot, kekerasan, dan warna buah, ditentukan selama penyimpanan karena dapat mencerminkan keadaan fisik buah mangga Gedong. Sifat kimia buah ditentukan dengan cara mengukur kadar asam buah (ATT), dan kadar gula buah (PTT). Oleh karena itu, pembahasan lebih lanjut disampaikan pada pembahasan masing-masing variabel pengamatan.

Sifat Fisik, Kimia, Kerusakan Buah Mangga Gedong selama Penyimpanan Suhu pencucian, suhu simpan, dan kombinasi kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap kualitas buah mangga Gedong yang ditunjukkan oleh beberapa kriteria (variabel pengamatan) yaitu sifat fisik, kimia, dan kerusakan selama penyimpanan. Tabel 4 berikut menunjukkan rekapitulasi analisis ragam pengaruh suhu pencucian, suhu simpan dan kombinasinya selama penyimpanan.

(37)
[image:37.595.90.506.122.603.2]

23 Tabel 4 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan panas, suhu simpan, dan kombinasinya terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan kerusakan buah mangga Gedong selama penyimpanan

Variabel Pengamatan Umur Simpan (HSP)

Suhu Pencucian (P)

Suhu Simpan

(D) PxD

Persentase Hilangnya Getah (Skor)

- * tn tn

Susut Bobot (%)

2 - - -

3 * * tn

6 tn * tn

9 tn * tn

12 tn * tn

14 tn * tn

Kekerasan (kg detik-1)

2 tn tn tn

3 tn * tn

6 tn * tn

9 tn * tn

12 tn * tn

Padatan Terlarut Total (°Brix)

2 tn tn tn

3 tn tn tn

6 tn * tn

9 tn tn tn

12 tn * tn

Asam Tertitrasi Total (%)

2 tn tn tn

3 tn tn tn

6 tn tn tn

9 tn * tn

12 tn * tn

Warna (Skor)

2 tn tn tn

3 tn tn tn

6 tn * *

9 tn * tn

12 tn * tn

Persentase Antraknosa (Skor)

2 - - -

3 - - -

6 tn tn tn

9 * tn *

12 * tn *

Keterangan: (tn) = tidak nyata, (*): nyata pada taraf 5%

(38)

24

1 HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP

60±1°C* suhu ruang

60±1°C* 18.1±1 °C

60±1°C* 16.1±1 °C

53±1°C* suhu ruang

53±1°C* 18.1±1 °C

53±1°C* 16.1±1 °C

27±1°C* suhu ruang

27±1°C* 18.1±1 °C

27±1°C* 16.1±1 °C

Gambar 7 Penampilan buah mangga Gedong pada masing-masing kombinasi perlakuan selama penyimpanan, buah yang digunakan pada 3-12 HSP adalah buah yang berbeda

[image:38.595.32.494.92.658.2]
(39)

25 12 HSP adalah buah yang dicuci pada suhu 53±1°C kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 18.1±1 °C maupun 16.1±1 °C, dan buah yang dicuci pada suhu 27±1°C kemudian disimpan pada suhu 16.1±1 °C.

Penampilan buah yang paling tidak menarik adalah buah mangga Gedong yang dicuci pada suhu normal kemudian disimpan pada suhu ruang akibat adanya penyakit antraknosa sehingga daya simpannya hanya 9 HSP karena mulai terjadi kebusukan (Tabel 3). Sementara itu, buah mangga Gedong yang dicuci pada suhu 60±1°C memiliki warna kulit buah yang tidak menarik dan terdapat bagian yang mengkisut. Hal ini diduga akibat suhu pencucian yang terlalu tinggi sehingga jaringan buah mangga Gedong lebih cepat rusak. Oleh karena itu daya simpan buah tidak mencapai 12 HSP meskipun dapat memperlambat serangan antraknosa. Selama buah mangga disimpan terjadi perubahan fisikokimia. Perubahan fisik ditandai dengan susut bobot, penurunan tingkat kekerasan sebagai akibat perubahan komponen dinding sel, kandungan asam dan gula. Selain itu terjadi pula perubahan penampilan buah akibat adanya serangan patogen antraknosa yang biasanya telah menyerang sejak di area pertanaman dan muncul saat buah dalam penyimpanan.

Susut Bobot

[image:39.595.112.509.426.599.2]

Susut bobot adalah kehilangan bobot buah setelah buah dipanen. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan susut bobot buah mangga Gedong selama penyimpanan yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan susut bobot buah mangga Gedong selama penyimpanan

Perlakuan Susut Bobot pada hari ke-

2 HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP

% Suhu Pencucian

60±1 °C 1.42 a 4.45 7.31 10.48 13.75

53±1 °C 0.87 b 3.96 6.77 9.39 11.09

27±1 °C 1.32 a 4.27 6.89 9.41 12.86

Suhu Simpan

Suhu Ruang 1.48 a 5.92 a 9.93 a 13.56 a 19.18 a

18.1±1 °C 1.13 b 3.64 b 6.13 b 8.42 b 9.92 b

16.1 ±1 °C 1.01 b 3.12 b 4.91 c 7.30 b 8.60 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Duncan 5%

(40)

26

tertinggi pada suhu ruang mencapai 19.18 % (12 HSP) dan menunjukkan penampilan buah yang lebih cepat berubah (masak).

Penurunan bobot terjadi secara alami karena buah tetap melakukan proses metabolik yaitu respirasi dan transpirasi selama proses penyimpanan dan pematangan, sehingga terjadi kehilangan air dan bahan organik lain (Roiyana et al. 2012; Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Apabila air yang digunakan oleh buah untuk transpirasi tidak mencukupi, maka akan terjadi kerusakan (deteriorasi) seperti kulit buah keriput (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Susut bobot buah merupakan salah satu komponen yang dipengaruhi oleh suhu simpan (Candelario-Rodriguez et al. 2014; Lubis 2010). Suhu rendah dapat menunda proses pemasakan pada buah klimaterik (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008), karena suhu rendah dapat menurunkan laju metabolisme buah dan kehilangan senyawa yang disimpan dalam buah (Kays 1991).

Persentase susut bobot yang rendah tersebut menunjukkan bahwa suhu rendah 16.1±1 °C maupun 18.1±1 °C menghambat transpirasi dan respirasi sehingga susut bobot buah mangga Gedong pun terhambat. Laju transpirasi buah mangga pada suhu rendah terhambat kemungkinan disebabkan oleh tekanan uap air dalam buah telah seimbang atau bahkan lebih rendah daripada tekanan uap air dalam ruang pendinginan (Winarno 2002). Uap air pindah secara langsung ke konsentrasi yang rendah melalui pori-pori di permukaan buah.

Kekerasan Buah

[image:40.595.87.482.466.641.2]

Kekerasan buah merupakan salah satu karakter kualitas buah yang diamati. Nilai kekerasan buah mangga Gedong selama penyimpanan ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perubahan kekerasan buah mangga Gedong selama penyimpanan

Perlakuan Kekerasan pada hari ke-

2 HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP

kg detik-1 Suhu Pencucian

60±1°C 1.15 1.13 1.48 0.97 0.39

53±1°C 1.15 1.13 1.68 0.94 0.39

27±1°C 1.15 1.10 1.62 0.96 0.43

Suhu Simpan

Suhu Ruang 1.15 1.23 a 1.24 a 0.60 c 0.21 b

18.1±1 °C 1.15 0.96 b 1.67 b 0.87 a 0.45 a

16.1 ±1 °C 1.15 1.18 a 1.87 b 1.40 b 0.54 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Duncan 5%

(41)

27 sedangkan pada 6 dan 12 HSP tidak berbeda nyata. Kekerasan buah mangga Gedong mengalami perubahan selama penyimpanan. Nilai pada Tabel 6 berarti bahwa semakin kecil nilainya menunjukkan buah semakin lunak.

Nilai kekerasan buah terendah pada perlakuan suhu ruang kemungkinan disebabkan oleh enzim yang berperan dalam proses perombakan komponen dinding sel bekerja lebih aktif daripada suhu rendah. Baloch dan Bibi (2012) melaporkan bahwa kekerasan buah mangga pada suhu 40 °C lebih rendah dibandingkan 20 °C dan 30 °C. Semakin meningkat suhu simpan hingga titik tertentu maka kekerasan buah semakin rendah.

Pelunakan buah selama pemasakan diakibatkan oleh enzim pektinesterase, poligalakturonase, dan enzim lain yang mengurai senyawa penyusun dinding sel (Baloch dan Bibi 2012). Lebih jelas lagi, enzim-enzim yang dimaksud yakni enzim selulase yang memecah selulosa menjadi selubiosa, enzim hemiselulase yang memecah hemiselulosa, enzim protopektinase yang merubah protopektin menjadi pektin, enzim pektin metilesterase dan poligalakturonase yang menghidrolisis pektin (Sudjata dan Wisaniyasa 2008; Efendi 2005).

Asam Tertitrasi Total

Selama masa penyimpanan terjadi perubahan komponen kimia dalam buah mangga Gedong, salah satunya adalah perubahan kandungan asam organik buah. Asam tertitrasi total merepresentasikan kandungan asam buah mangga yang ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan asam tertitrasi total (ATT) buah mangga Gedong selama penyimpanan

Perlakuan ATT pada hari ke-

2 HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP

% Suhu Pencucian

60±1°C 1.00 1.55 0.77 0.72 0.43

53±1°C 1.00 1.75 0.81 0.85 0.40

27±1°C 1.00 1.39 0.68 0.82 0.37

Suhu Simpan

Suhu Ruang 1.00 1.41 0.70 0.70 b 0.33 b

18.1±1 °C 1.00 1.67 0.84 0.72 b 0.36 b

16.1±1 °C 1.00 1.59 0.71 0.97 a 0.52 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Duncan 5%

[image:41.595.111.514.443.613.2]
(42)

28

cenderung lebih tinggi dibandingkan suhu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan rendah dapat menghambat proses perubahan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian Baloch et al. (2011) yakni pada buah mangga Langra dan Samar bahist Chaunsa yang diberikan perlakuan suhu rendah dapat menghilangkan sejumlah panas dari buah. Bersamaan dengan itu kandungan asam sitrat menurun, namun kandungan asam lebih tinggi dibandingkan kontrol. Asam sitrat diduga terlibat sebagai substrat dalam respirasi. Penghambatan perubahan asam organik pada suhu rendah sejalan dengan penghambatan susut bobot dan penurunan kekerasan buah mangga Gedong.

Padatan Terlarut Total

Padatan terlarut total dapat digunakan untuk menunjukkan kandungan gula dalam buah mangga Gedong. Menurut Kitinoja dan Kader (2003), gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan, sehingga padatan terlarut total (PTT) dapat digunakan untuk penafsiran rasa manis. Tabel 8 berikut ini menunjukkan data perubahan padatan terlarut total (PTT) buah mangga Gedong selama penyimpanan.

Tabel 8 Perubahan padatan terlarut total (PTT) buah mangga Gedong selama penyimpanan

Perlakuan PTT pada hari ke-

2 HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP

°Brix Suhu Pencucian

60±1°C 11.02 12.51 14.27 14.59 15.35

53±1°C 11.02 10.83 13.73 14.86 15.25

27±1°C 11.02 11.38 14.18 14.70 14.28

Suhu s

Gambar

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran
Gambar 2 Pemasakan buah klimaterik, terjadi lonjakan respirasi yang berkorelasi
Tabel 2 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean
Gambar 4 Kerusakan buah mangga yang diamati selama penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai ketua tim persiapan akreditasi, saya juga telah melakukan pertemuan dengan penanggung jawab pokja-pokja akreditasi seperti administrasi manajemen puskesmas, UKP

Dalam perkuliahan ini dibahas mengenai: fungsi dan makna helping, posisi dan kedudukan helper dan helpee, karakteristik helper, teknik-teknik helping skill, teknik

Hasil dari uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan signifikan secara statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,008 ( p ≤ 0,05) artinya ada pengaruh terapi bercerita

Tegangan geser dua arah (geser pons) ... Perhitugan penulangan pelat poer ... Materi Kontrol Ulang ... Alat Bantu Kontrol Ulang ... Tahapan Kontrol Ulang ... KONTROL

Alat bantu kode braille yang dirancang menggunakan mikrokontroler BS2P40 untuk konversi karakter-karakter yang dikirim oleh komputer menjadi kode braille dan jenis karakter

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru, dapat dilihat dari persamaan regresi linier sebagai berikut Y

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh data, yaitu 317 data, terhadap naskah pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tahun 2006 terdapat 2 data atau 0,63 %

Menurut Purwanto (1990: 71), motivasi adalah pendorong seseorang untuk melakukan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku, agar hatinya tergerak