• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fruitfly eggs and larvae disinfestation in gedong gincu mango (Mangifera indica) by vapor heat treatment technique

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fruitfly eggs and larvae disinfestation in gedong gincu mango (Mangifera indica) by vapor heat treatment technique"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

AULIA NUSANTARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Disinfestasi Telur dan Larva Lalat Buah pada Buah Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica) dengan Teknik Perlakuan Uap Panas” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Aulia Nusantara

(3)

i

ABSTRACT

AULIA NUSANTARA. Fruitfly Eggs and Larvae Disinfestation in Gedong Gincu Mango (Mangifera indica) by Vapor Heat Treatment Technique. Under direction of IDHAM SAKTI HARAHAP and I WAYAN WINASA.

The presence of fruitfly belongs to genus Bactrocera is the main problem of Indonesia’s program to export fresh mango. Subsequently, vapor heat treatment as one among suitable quarantine treatment methods had been developed to disinfest fruitfly in mango. This research was conducted with certain objectives such as: to observe thermotolerance of fruitfly against high temperature, to evaluate effect of treatment to the gedong gincu mango quality, and to determine the most effective level of vapor heat treatment that can be used to disinfest B. carambolae at laboratory scale. According to hot water dipping test, egg was the most tolerant stage, either on B. carambolae or B. papayae. In addition, eggs and larvae of B. papayae were more tolerant than those of B. carambolae at 46oC. While, increased temperatur comparison test show that mortality rate of B. carambolae larvae reach 100% after 20 minutes at 44ºC to 48ºC. On the other hand, all larvae were killed after 5 minutes treatment at 48ºC. There were no significant differences between treated and untreated gedong gincu mango in term of firmness, weight loss, peel color, sugar content and taste until 5 days after treatment at 45oC to 49oC. In laboratory scale, mortality of B. carambolae reach 100% at 46.5oC vapor heat on various holding time. This result show that vapor heat treatment at 46.5oC effectively killed eggs and larvae of B. carambolae. However, reducing the temperature might be effective if exposure time is prolonged. In the future, it is recommended to conduct large scale test for vapor heat treatment at 46.5o

Keywords : fruitfly, gedong gincu mango, vapor heat treatment

(4)

ii

RINGKASAN

AULIA NUSANTARA. Disinfestasi Telur dan Larva Lalat Buah pada Buah Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica) dengan Teknik Perlakuan Uap Panas. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI HARAHAP dan I WAYAN WINASA.

Indonesia merupakan salah satu produsen utama mangga di dunia. Namun demikian, keberadaan lalat buah menjadi salah satu kendala dalam pemasaran buah mangga ke mancanegara. Sejauh ini mangga lokal belum mampu menembus pasar negara-negara dengan peraturan karantina tumbuhan yang ketat. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan teknik disinfestasi lalat buah yang memadai untuk memenuhi persyaratan negara tujuan. Salah satu metode yang dapat dikembangkan adalah perlakuan uap panas.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat toleransi stadia hidup telur dan larva lalat buah terhadap temperatur tinggi, (2) mengetahui tingkat toleransi B. carambolae dan B. papayae terhadap temperatur tinggi, 3) mengkaji pengaruh panas terhadap kualitas buah mangga varietas gedong gincu, dan 4) menentukan temperatur dan waktu optimum untuk disinfestasi telur dan larva B. carambolae pada buah mangga varietas gedong gincu dengan teknik perlakuan uap panas pada skala laboratorium.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vapor Heat Treatment Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Karawang, Jawa Barat, dari Bulan Mei sampai Nopember 2011. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap pengujian. Tahap pertama adalah pengujian perendaman air panas terhadap lalat buah. Pengujian perbandingan antar stadia menggunakan telur dan larva (tiga instar berbeda) masing-masing spesies pada temperatur 44ºC selama 0 menit (kontrol), 5, 10, 15, dan 20 menit. Pengujian perbandingan antar spesies menggunakan telur dan larva B. carambolae dan B. papayae pada temperatur 46oC hingga 20 menit dengan interval per 2 menit. Perbandingan temperatur bertingkat menggunakan temperatur 44 – 48oC terhadap stadia larva

B. carambolae selama 0 menit (kontrol), 5, 10, 15, dan 20 menit.

Tahap kedua adalah pengujian toleransi buah mangga gedong gincu terhadap temperatur tinggi, Pengujian dilakukan dengan teknik perendaman air panas pada temperatur 45ºC, 47ºC, dan 49ºC. Pengamatan dilakukan 1 dan 5 hari setelah perlakuan dengan parameter meliputi kondisi kekerasan, bobot, perubahan warna kulit, kandungan gula, dan rasa.

Tahap ketiga adalah pengujian perlakuan uap panas terhadap buah mangga gedong gincu yang diinokulasi lalat buah secara artifisial. Pengujian disinfestasi dilakukan 2 kali, yaitu: (1) pada temperatur 46.5ºC selama 0 – 10 menit dan (2) pada temperatur 45.5oC sampai 46.5o

Hasil pengujian perendaman air panas memperlihatkan bahwa stadia yang paling toleran terhadap panas adalah telur. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat mortalitas telur yang lebih rendah dibandingkan dengan stadia lain, baik pada B. papayae maupun B. carambolae. Hasil pengujian antar spesies memperlihatkan bahwa B. papayae lebih toleran terhadap panas dibandingkan dengan B.

carambolae. Hasil pengujian temperatur bertingkat menunjukkan bahwa

mortalitas larva B. carambolae mencapai 100% setelah perendaman selama 20 menit pada temperatur 44 - 48

C. Selanjutnya buah mangga uji disimpan di inkubator pada temperatur 27ºC. Pengamatan dilakukan 48 jam setelah perlakuan terhadap mortalitas larva dan telur.

o

(5)

iii

Secara umum, hasil pengujian memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot buah yang diberi perlakuan perendaman air panas dan kontrol, baik dari aspek tingkat kekerasan, kandungan gula, susut berat, perubahan warna kulit buah, dan rasa. Perbedaan nyata hanya ditunjukkan oleh nilai kromatik a antara warna kulit buah mangga kontrol dan perlakuan 49oC pada 5 hari setelah perlakuan. Terdapat kecenderungan bahwa nilai kromatik a dan b semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi pemudaran warna hijau pada kulit buah disebabkan oleh terdegradasinya klorofil. Mortalitas B. carambolae mencapai 100% pada semua variasi waktu pada perlakuan uap panas 46.5oC di skala laboratorium. Hal ini ditunjukkan pada stadia larva maupun telur. Jumlah serangga yang bertahan hidup mengalami penurunan seiring peningkatan temperatur perlakuandari 45.5oC sampai 46.5oC. Hasil tersebut menunjukkan adanya kemungkinan temperatur di bawah 46.5oC yang dapat digunakan untuk mengendalikan B. carambolae. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian pada temperatur di bawah 46.5oC selama waktu tertentu terhadap tingkat mortalitas B. carambolae pada buah mangga gedong gincu. Selain itu, perlu dilakukan pengujian dalam skala luas untuk mengetahui keefektifan temperatur 46.5oC dalam mengendalikan B.carambolae pada buah mangga gedong gincu.

(6)

iv

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

v

DISINFESTASI TELUR DAN LARVA LALAT BUAH

PADA BUAH MANGGA GEDONG GINCU (Mangifera indica)

DENGAN TEKNIK PERLAKUAN UAP PANAS

AULIA NUSANTARA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

vi

(9)

vii

Judul : Disinfestasi Telur dan Larva Lalat Buah pada Buah Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica) dengan Teknik Perlakuan Uap Panas

Nama Mahasiswa : Aulia Nusantara

NIM : A352100134

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

viii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Disinfestasi Telur dan Larva Lalat Buah pada Buah Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica) dengan Teknik Perlakuan Uap Panas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Hermawan, M.Sc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Laboratorium VHT BBPOPT Jatisari yang telah membantu selama pengumpulan data, serta teman-teman S2 kelas karantina atas dukungan dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga kecil penulis: Helmy, Rayhan, dan Raisa, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(11)

ix

RIWAYAT HIDUP

(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga ... 5

Karakteristik Mangga Gedong Gincu ... 6

Hama Tanaman Mangga ... 7

Lalat Buah Sebagai Hama ... 9

Perlakuan Karantina Tumbuhan ... 15

Perlakuan Uap Panas ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Toleransi Dasar Lalat Buah terhadap Temperatur Tinggi ... 33

Ketahanan Mangga Gedong Gincu terhadap Temperatur Tinggi ... 39

Uji Disinfestasi Lalat Buah dengan Uap Panas ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100 gram ... 6

2 Kehilangan hasil tanaman akibat serangan lalat buah pada beberapa negara Asia Pasifik ... 12

3 Perlakuan uap panas untuk memenuhi aturan karantina tumbuhan ... 19

4 Komposisi pakan buatan lalat buah stadia larva untuk 1000 gram ... 21

5 Perbedaan morfologi imago B. papayae dan B. carambolae ... 22

6 Mortalitas B. papayae dan B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44oC ... 33

7 Mortalitas terkoreksi larva B. papayae dan B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 46oC ... 36

8 Mortalitas larva B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44 - 48OC ... 39

9 Perbandingan bobot buah, kandungan gula, tingkat kekerasan, dan perubahan warna buah mangga gedong gincu terhadap perlakuan panas ... 41

10 Tingkat mortalitas telur dan larva B. carambolae terhadap perlakuan uap panas 46.5oC ... 44

(14)

xii

3 Diagram alir proses perlakuan perendaman air panas panas terhadap

telur dan larva lalat buah ... 25

4 Pelaksanaan perlakuan perendaman air panas terhadap telur dan larva lalat buah ... 26

5 Diagram alir proses pengujian toleransi buah mangga dengan

perendaman air panas ... 28

6 Pelaksanaan uji toleransi jaringan buah mangga dengan perendaman

air panas ... 29

7 Pelaksanaan perlakuan uap panas terhadap telur dan larva

B. carambolae pada mangga gedong gincu ... 30

8 Diagram alir proses perlakuan uap panas terhadap telur dan larva

B. carambolae pada mangga gedong gincu ... 31

9 Grafik perbandingan tingkat mortalitas telur dan berbagai instar larva

B. papayae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44oC ... 34

10 Grafik perbandingan tingkat mortalitas telur dan berbagai instar larva

B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44oC .... 34

11 Grafik perbandingan tingkat mortalitas telur B. papayae dan

B.carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 46oC ... 37

12 Grafik perbandingan tingkat mortalitas larva B. papayae dan

B.carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 46oC ... 37

13 Grafik mortalitas larva B. carambolae terhadap perendaman air

panas pada temperatur 44 - 48OC ... 39

14 Fasilitas perlakuan uap panas skala laboratorium Sanshu model

EHK 1000D ... 42

15 Perbandingan kenaikan antara temperatur chamber VHT dan buah

mangga gedong gincu selama perlakuan uap panas ... 43

16 (a) Larva yang mati akibat perlakuan uap panas; (b) Larva hidup

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam tingkat mortalitas B. papayae pada stadia dan lama

perendaman yang berbeda ... 56

2 Analisis ragam tingkat mortalitas B. carambolae pada stadia dan lama perendaman yang berbeda ... 56

3 Analisis ragam tingkat mortalitas telur lalat buah pada spesies dan

lama perendaman yang berbeda ... 56

4 Analisis ragam tingkat mortalitas larva lalat buah pada spesies dan

lama perendaman yang berbeda ... 56

5 Analisis ragam tingkat mortalitas B. carambolae pada temperatur dan

lama perendaman yang berbeda ... 57

6 Hasil uji khi-kuadrat ... 57

7 Analisis ragam tingkat mortalitas B. carambolae pada temperatur

uap panas yang berbeda ... 58

8 Periode hidup lalat buah di dalam buah mangga gedong gincu ... 58

(16)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia mempunyai sumberdaya alam melimpah yang berpotensi

menembus pasar internasional, salah satunya buah mangga (Mangifera indica).

Mangga merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia dengan tingkat

produksi mencapai 2 juta ton per tahun (BPS 2011). Jumlah tersebut

menempatkan Indonesia sebagai produsen mangga terbesar ke-5 di dunia.

Namun demikian, ekspor mangga Indonesia tidak termasuk dalam sepuluh besar

dunia (FAOSTAT 2007). Ditjen PPHP Kementerian Pertanian (2009) melaporkan

bahwa ekspor tahunan mangga Indonesia hanya dalam kisaran 941 – 1198 ton

pada tahun 2004 – 2008. Negara tujuan ekspor terutama negara-negara Timur

Tengah, Hongkong, Singapura, dan Malaysia.

Mangga gedong gincu merupakan kultivar potensial untuk menembus

pasar internasional. Kultivar ini mempunyai karakteristik yang menarik bagi

konsumen. Daging buah berwarna merah kekuningan dan aroma harum

menyengat. Penampilan fisik mangga gedong gincu dapat bersaing dengan

mangga Tommy Atkin asal Meksiko dan mangga Alphonso asal India yang

mendominasi pasar dunia (Rebin dan Karsinah 2010).

Saat ini mangga lokal belum mampu memenuhi permintaan pasar luar

negeri karena produktivitas rendah dan kualitas kurang baik (Ratule dan

Harnowo 2009). Mangga lokal banyak memenuhi pasar domestik, sedangkan

penetrasi ke pasar modern ataupun internasional masih terbatas. Hal ini

disebabkan beberapa faktor, diantaranya: kualitas buah yang rendah, strategi

pemasaran yang kurang optimal, dan fasilitas rantai pendingin yang kurang

memadai. Karakteristik fisik kurang menarik ikut mempengaruhi kurang

optimalnya akselerasi ekspor mangga. Selain itu, hambatan teknis karantina juga

menjadi permasalahan dalam upaya ekspor ke negara-negara tertentu.

Keberadaan lalat buah menjadi kendala dalam pemasaran buah mangga

ke negara lain. Menurut survei ACIAR tahun 2004 - 2009, didapatkan 63 spesies

lalat buah dari seluruh wilayah Indonesia, dimana 18 spesies diantaranya

termasuk dalam kelompok Bactrocera dorsalis complex (ACIAR 2009). Menurut

Siwi et al. (2006), di Indonesia bagian barat, terdapat 90 jenis lalat buah yang

termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi hanya 8 diantaranya termasuk hama

(17)

umbrosa, B. tau, B. cucurbitae, dan Dacus longicornis. Amerika Serikat,

Australia, dan Jepang mewaspadai lalat buah kelompok B. dorsalis complex

yang menyebar melalui buah mangga impor.

Beberapa negara memberlakukan aturan ketat mengenai pemasukan

buah segar dari negara lain. Salah satunya adalah negara Jepang yang

melarang importasi buah segar dari daerah yang terinfestasi lalat buah

berbahaya. Larangan importasi dapat dicabut apabila: (1) Lalat buah target telah

dieradikasi dari negara atau daerah yang terinfestasi, (2) Ketidakberadaan lalat

buah pada negara atau daerah tersebut telah dikonfirmasi oleh pihak Jepang, (3)

Daerah atau negara tersebut telah ditetapkan sebagai daerah bebas lalat buah

target atau pest free area, dan (4) Negara pengekspor telah mengembangkan

metode untuk disinfestasi lalat buah target (JFTA 1996).

Pengembangan teknologi disinfestasi lalat buah merupakan pilihan

terbaik untuk dapat mengekspor buah mangga segar. Salah satu metode yang

dapat digunakan adalah perlakuan uap panas atau vapor heat treatment (VHT).

Perlakuan uap panas merupakan metode pemanasan buah dengan

menggunakan uap air pada temperatur 40 – 50oC. Teknik perlakuan uap panas

bertujuan untuk membunuh serangga pada fase telur dan larva. Teknik ini

umumnya digunakan sebagai perlakuan karantina sebelum dilakukan pengiriman

ke negara tujuan (Lurie 1998).

Saat ini fasilitas komersial perlakuan uap panas telah beroperasi di

Jepang, Thailand, Filipina, Australia, dan Amerika Serikat (Monck dan Pearce

2007; Hansen et al. 1992). Filipina telah mengekspor mangga Manila Super ke

Jepang dengan memberi perlakuan uap panas 46oC selama 10 menit. Australia

mengekspor mangga Kensington dengan perlakuan uap panas 47o

Beberapa negara lain yang mempersyaratkan perlakuan uap panas untuk

buah impor adalah Amerika Serikat dan Australia. Mangga asal Filipina yang

masuk ke dua negara tersebut harus diberi perlakuan uap panas 46

C selama 15

menit. Jenis mangga lain yang telah masuk ke pasar Jepang melalui

pengembangan teknik perlakuan uap panas adalah mangga Irwin (Taiwan),

Nang Klarngwan (Thailand), serta Keitt dan Haden dari Kepulauan Hawaii,

Amerika Serikat (Dyck dan Ito 2010).

o

C selama 10

menit untuk mencegah penyebaran B cucurbitae, B. philippinensis, dan B.

(18)

sebelum masuk Amerika Serikat diantaranya jeruk, pepaya, dan leci (APHIS

2011).

Di Indonesia, penelitian perlakuan uap panas terhadap lalat buah belum

banyak dilakukan. Hasbullah et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan uap

panas 46.5o

1. Mengetahui tingkat toleransi stadia hidup telur dan larva lalat buah terhadap

temperatur tinggi

C selama 10-30 menit efektif membunuh telur B. dorsalis complex.

Sejauh ini informasi mengenai keefektifan uap panas untuk mendisinfestasi B.

carambolae belum tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk

mendapatkan data awal dalam penentuan kondisi perlakuan uap panas terhadap

B. carambolae untuk memenuhi persyaratan negara tujuan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

2. Mengetahui tingkat toleransi B. carambolae dan B. papayae terhadap

temperatur tinggi

3. Mengkaji pengaruh perendaman air panas terhadap kualitas buah mangga

varietas gedong gincu

4. Menentukan temperatur dan waktu optimum untuk disinfestasi stadia telur

dan larva lalat buah B. carambolae pada buah mangga varietas gedong

(19)
(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Mangga

Secara taksonomis, mangga termasuk dalam Famili Anarcadiaceae, Ordo

Sapindales, Genus Mangifera, dan Spesies Mangifera indica. Famili

Anarcadiaceae (mangga-manggaan) terdiri dari sekitar 500 spesies, sedangkan

genus Mangifera meliputi 62 spesies (Pracaya, 2011). Arifin (2009) menyatakan

bahwa tanaman mangga berkerabat dekat dengan pakel (M. foetida), kweni (M.

odorata), dan kemang (M. caesia).

Menurut Pracaya (2011), tanaman mangga berasal dari negara India dan

menyebar ke wilayah Asia Tenggara pada abad ke-4 dan ke-5 Sebelum Masehi.

Penanaman mangga dimulai di Filipina dan Indonesia (sekitar Maluku) pada

tahun 1600-an. Bangsa Portugis menyebarkan tanaman mangga ke Barat pada

abad ke-18 dan Afrika pada abad ke-19. Keberadaan mangga di Meksiko

dilaporkan pada tahun 1779. kemudian mulai ditanam di Florida, Amerika Serikat

(1833), Queensland, Australia (1870), dan Italia bagian selatan (1905).

Tanaman mangga tumbuh tegak, bercabang banyak, dan bertajuk

rindang serta hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dapat mencapai 10-40

meter dan berumur lebih dari seratus tahun. Buah mangga tergolong buah

berdaging dengan bentuk beragam sesuai dengan varietas. Warna buah hijau,

kuning, merah atau campuran. Ujung buah melancip ataupun membengkok.

Daging buah tebal atau tipis, berserat atau tidak, serta berair ataupun tidak

(Pracaya 2011).

Setiap varietas mangga mempunyai karakteristik yang berbeda.

Contohnya perbandingan buah mangga gedong gincu dan arumanis. Bobot buah

mangga arumanis biasanya lebih besar dibandingkan mangga gedong gincu.

Namun demikian, aroma mangga gedong gincu lebih harum menyengat

dibandingkan dengan mangga arumanis. Pangkal buah mangga gedong gincu

berwarna merah keunguan pada saat matang, sedangkan mangga arumanis

berwarna hijau kekuningan. Perbedaan lain yang terlihat adalah bentuk buah.

Mangga gedong gincu berbentuk bulat. Mangga arumanis berbentuk jorong

dengan pucuk meruncing.

Karakteristik fisikokimia dan kandungan nutrisi buah mangga berbeda

untuk masing-masing varietas. Tabel 1 menunjukkan perbandingan kandungan

(21)

Tabel 1 Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100 gram

Kandungan Jenis mangga

Gedong Indramayu Arumanis

Energi (kal) 44 72 46

Broto (2003) menyatakan bahwa mangga gedong gincu ditetapkan

sebagai varietas resmi dengan nama mangga gedong berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 28/Kpts/TP.240/1/1995. Tinggi tanaman

berkisar antara 9 – 15 meter. Tajuk tanaman berbentuk piramida tumpul.

Tanaman mangga gedong bercabang banyak dengan ciri khas permukaan daun

sempit. Pucuk daun datar dan dasar daun lancip. Tanaman berbuah banyak

dengan produksi rata-rata 100 – 150 kg per pohon. Mangga gedong gincu

banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu. Luasan lahan terbesar

di Kabupaten Cirebon yaitu 2430 ha, diikuti Kabupaten Majalengka 2228 ha dan

Kabupaten Indramayu 1759 ha.

Cara budidaya tanaman mangga gedong gincu sama dengan gedong

biasa, kecuali waktu pemanenan. Mangga gedong dipanen saat buah mencapai

tingkat kematangan 60%, sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buah

mencapai kematangan 70%. Pada tingkat kematangan tersebut pangkal buah

sudah berwarna kemerahan sehingga dikenal sebagai gedong gincu. Umumnya

selisih waktu pemanenan mangga gedong gincu dan gedong biasa adalah 10-15

hari (Supriatna 2005). Menurut Ditjen Hortikultura (2005), indeks kematangan

70% tercapai 95-100 hari sesudah bunga mekar. Selanjutnya warna pangkal

buah akan menjadi merah sesuai dengan tingkat kematangan. Pada kematangan

100% bagian ujung dan tengah buah berwarna kuning kemerahan dan pangkal

(22)

Mangga varietas gedong gincu mempunyai karakteristik yang menarik

bagi konsumen. Menurut Pracaya (2007), buah mangga gedong gincu memiliki

warna daging merah kekuningan. Bentuk buah gedong agak bulat dengan

pangkal agak datar. Tangkai buah kuat dan terletak di tengah buah. Bobot buah

200 – 300 gram. Ukuran buah 8 cm x 7 cm x 6 cm. Permukaan kulit buah halus

dan kadangkala berbintik putih kehijauan. Daging buah tebal, berserat halus,

manis, berair, dan beraroma keras. Karakteristik aroma harum menyengat

menjadi keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan dengan mangga lokal

lain di Indonesia. Konsumen luar negeri juga tertarik dengan warna kulit buah

mangga yang berwarna merah menyala saat matang.

Gambar 1 Buah mangga gedong gincu pada, (a) indeks kematangan awal (70%), (b) indeks kematangan 80-85%.

Hama Tanaman Mangga

Beragam organisme pengganggu golongan hama dilaporkan menyerang

tanaman mangga di lapangan. Tandon et al. (1976 dalam Kumar 2009)

menyatakan terdapat 492 spesies serangga yang menyerang tanaman mangga.

Hama utama mangga di lapangan meliputi Sternochetus mangiferae, Noorda

albizonalis, dan beberapa spesies lalat buah (Panhwar 2005). Menurut

Kalshoven (1981), terdapat 13 genus serangga yang menyerang tanaman

mangga di Indonesia, diantaranya: Rastrococcus, Sternochetus, Noorda,

Philotroctis, Rhytidodera, dan Orthaga.

Sternochetus mangiferae merupakan hama penting mangga yang

termasuk dalam Famili Curculionidae. Serangga ini termasuk dalam organisme

pengganggu tumbuhan karantina untuk pemasukan mangga dari Hawaii ke

Amerika Serikat daratan (Follett dan Gabbard 2000). Stadia dewasa berukuran

tubuh 10 mm, berwarna hitam abu-abu, dan mempunyai ciri moncong (snout)

yang jelas. Telur diletakkan serangga betina di permukaan buah. Induk

memanfaatkan sap yang keluar dari jaringan buah sebagai perekat telur di

(23)

permukaan buah. Setelah menetas, larva masuk ke biji buah dan melakukan

aktivitas makan hingga masa pupasi. Serangga dewasa yang muncul memakan

lapisan biji buah. Pengendalian dilakukan dengan aplikasi insektisida sebelum

pembungaan ataupun memusnahkan buah bergejala yang jatuh ke tanah (Chin

et al. 2010).

Philotroctis eutraphera merupakan hama penggerek buah mangga,

terutama buah muda. Larva berwarna kemerahan dan berkembang menjadi biru

gelap saat menjelang pupasi. Pupa dalam kokon dapat dijumpai di tanah.

Ngengat berumur 6 – 7 hari dan betina menghasilkan telur sebanyak 125 – 450

telur di permukaan dan tangkai buah (Kalshoven 1981).

Autocharis albizonalis atau Noorda albizonalis yang merupakan hama

utama mangga di India. Serangga melewati lima tahap instar larva selama 11-13

hari. Tingkat keparahan tertinggi diakibatkan oleh serangan oleh larva instar

kedua atau ketiga. Kerusakan akibat serangan N. albizonalis dilaporkan

mencapai 10 – 52% di Benggal Barat, India (Sahoo dan Jha2009). Di Indonesia,

N. albizonalis menyerang berbagai stadia perkembangan buah mangga

(Kalshoven 1981).

Wereng daun merupakan hama penting yang menyerang daun tanaman

mangga. Serangga dewasa dan nimfa memakan jaringan tanaman dengan cara

menghisap sap tanaman. Daun terserang menunjukkan gejala distorsi dan

mengeriting. Salah satu spesies wereng daun pada pertanaman mangga di

Australia adalah Idioscopus nitidulus (Chin et al. 2010), sedangkan di Indonesia

banyak dijumpai I. niveoparsus dan I. clypealis (Kalshoven 1981).

Kutu putih yang menyerang daun mangga adalah Rastrococcus spinosus.

Salah satu ciri khas R. Spinosus adalah rambut berlilin panjang di seluruh

tubuhnya. Betina berbentuk pipih, oval, lebar, dan dilapisi lapisan lilin tebal. Kutu

putih ini telah dilaporkan di Jawa, Malaysia, Filpina, dan Taiwan. Selain mangga,

spesies ini banyak ditemukan di permukaan bawah daun pada jeruk dan kopi.

Kutu putih mendapatkan makanan dengan menghisap sap jaringan tanaman

(Kalshoven 1981).

Orthaga euadrusalis merupakan hama yang memakan daun tanaman

mangga. Salah satu ciri khas serangannya adalah keberadaan jaring yang

menutup daun dan ranting. Larva berwarna ungu dengan garis lateral hitam.

Larva O. euadrusalis mengakibatkan kerusakan serius pada daun dan tunas

(24)

Salah satu hama penggerek batang mangga adalah Rhytidodera

simulans. Menurut Kalshoven (1981), serangga ini telah menyebar luas di Asia

Tenggara kecuali daerah Nusa Tenggara. Gejala serangan berupa lubang

menyerupai terowongan pada cabang yang terserang. Apabila cabang telah

terbuka dan terbelah menjadi terowongan yang lebih besar maka umumnya akan

ditempati semut. R. simulans juga diketahui menyerang M. odorata, M. foetida,

dan Elaeocarpus grandifloris. Selain hama-hama di atas, hama penting lain yang

menjadi musuh petani mangga di seluruh dunia adalah lalat buah (Subbab2.4).

Lalat Buah sebagai Hama

Biologi dan Morfologi

Lalat buah termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Klas Insekta, Ordo

Diptera, Subordo Brachycera, dan Famili Tephritidae. Lalat buah mengalami

metamorfosis sempurna dengan melalui stadia telur, larva, pupa, dan imago.

Telur diletakkan secara berkelompok dan dalam waktu 2 hari akan menetas.

Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat

menghasilkan 1200 – 1500 butir telur. Larva lalat buah mengalami tiga tahap

perkembangan instar. Larva bernafas dengan spirakel yang terdapat di bagian

anterior dan posterior. Khusus larva instar pertama, anterior spirakel belum

menunjukkan perkembangan. Lama stadia larva adalah 6 – 9 hari. Setelah itu

larva akan berkembang menjadi pupa berbentuk oval dan berwarna cokelat.

Pupa umumnya berukuran sekitar 5 mm dan berlangsung sekitar 10 hari. Setelah

itu stadia dewasa mudah dikenali karena mempunyai sayap dengan pola unik

dan bervariasi.

Stadia hidup lalat buah yang berpotensi terbawa dalam lalu lintas buah

mangga adalah telur dan larva. Telur lalat buah umumnya berwarna putih atau

krem kekuningan. Warna telur semakin gelap seiring umur telur semakin tua.

Ukuran dan bentuk telur bemacam-macam sesuai jenis spesies. Ceratitis

capitata dan B. tryoni mempunyai telur memanjang dan menyempit secara

bertahap, sedangkan Urophora solsitialis mempunyai telur dengan ujung

membulat dan meruncing pada ujung lainnya (White dan Elson-Harris 1994).

Tubuh larva terdiri dari bagian kepala, thoraks, dan abdomen. Thoraks

meliputi 3 segmen, yaitu prothoraks, mesothoraks, dan metathoraks, sedangkan

abdomen terdiri dari 8 segmen. Batas antara kepala dan thoraks tidak tampak

(25)

pengerasan adalah cephalopharyngeal skeleton dimana terdapat mulut kait

berwarna hitam atau cokelat (JFTA 1996). Keberadaan larva di dalam buah

merupakan penyebab utama penolakan buah ekspor di negara tujuan (Frias et

al. 2006).

Bentuk dan ukuran larva bervariasi sesuai dengan spesies dan nutrisi

dalam makanannya. Sebagian larva cenderung berbentuk silindris dan membulat

ataupun menyerupai bentuk terpotong pada kedua ujung tubuh. Larva berwarna

krem keputihan, namun dapat juga berwarna lebih gelap sesuai dengan jenis

makanannya (White dan Elson-Harris 1994).

Gambar 2 Perkembangan hidup lalat buah: (a) telur, (b) larva, (c) pupa, (d) imago

Larva instar pertama berukuran sangat kecil. Cephalopharyngeal skeleton

masih kurang tersklerotisasi. Mulut kait berwarna kuning atau lebih gelap. Mulut

kait mempunyai 1 atau lebih preapical teeth berukuran besar. Anterior spirakel

tampak seperti pori yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop elektron. Pada

posterior spirakel hanya terdapat 2 spiracular slit (JFTA 1996; White dan

Elson-Harris 1994).

Larva instar kedua mempunyai karakteristik hampir sama dengan larva

instar ketiga namun berukuran lebih kecil. Larva berwarna krem keputihan atau

sesuai makanan dalam saluran pencernaanya. Cephalopharyngeal skeleton

menyerupai instar ketiga namun terdapat 1 atau lebih preapical teeth. Anterior

dan posterior spirakel telah berkembang dengan baik. Posterior spirakel terdiri

a

b

(26)

dari 3 buah spiracular slit dan dikelilingi oleh rimae yang tersklerotisasi. Terdapat

4 rumpun spiracular hair namun jumlah rambut lebih sedikit dibanding larva instar

ketiga (JFTA 1996).

Larva instar ketiga merupakan instar dengan periode hidup paling lama di

dalam inang. Pada instar tersebut, larva mempunyai sepasang anterior spirakel

pada bagian prothoraks dan sepasang posterior spirakel di caudal segment.

Posterior spirakel dikelilingi oleh banyak spiracular tubules. Pada sisi ventral

caudal segment terdapat anus. Larva instar ketiga mempunyai kemampuan

melenting. Umumnya hal ini dilakukan saat larva akan mengalami pupasi (JFTA

1996).

Dampak Serangan

Lalat buah merupakan masalah utama petani buah di dunia. Dampak

serangannya dirasakan dalam pemeliharaan tanaman di lapang maupun dalam

upaya ekspor ke negara lain. Kerusakan buah dimulai saat lalat buah betina

meletakkan telur di dalam jaringan inang. Larva menyebabkan kerusakan buah

secara cepat. Selain itu, kulit buah yang luka dapat menjadi tempat masuk

bakteri pembusuk. Pada aspek perdagangan, keberadaan lalat buah

menimbulkan kesulitan suatu negara untuk memasarkan produk buah segar ke

negara lain (Drew 2001).

Serangan lalat buah menimbulkan kehilangan hasil yang bervariasi. Lalat

buah dilaporkan menimbulkan kerusakan mangga hingga kisaran 10 – 50% di

Benin (Vayssieres et al. 2005). Dhillon et al. (2005) menyatakan kerusakan B.

cucurbitae pada tanaman cucurbit mencapai 100% dan pare sebesar 95%. B.

dorsalis merupakan hamapenting pada tanaman mangga ‘Namdokmai Si Thong’

di Thailand (Varith et al. 2006) dan mengakibatkan kerusakan serius pada jambu

(Psidium guajava) dan jambu stroberi (Psidium cattleianum) di Hawaii (Vargas et

al. 2007). Beberapa informasi kehilangan hasil tanaman akibat serangan lalat

buah di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat pada Tabel 2.

Pencegahan penyebaran lalat buah melalui lalulintas perdagangan

komoditas pertanian telah dilakukan oleh banyak negara. Hal ini dilakukan

karena lalat buah mampu hidup dan berkembang dengan cepat di daerah baru di

luar sebaran asalnya (Armstrong et al. 2009). Bahkan Siwi et al. (2006)

menyatakan bahwa lalat buah eksotik yang telah masuk ke daerah baru dan

(27)

lokal. Salah satu contoh adalah kasus masuknya 8 spesies baru lalat buah di

California yang mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 910 juta dollar AS.

Biaya pengendalian akibat masuknya lalat buah eksotik sangat tinggi.

Drew (2001) menyatakan program eradikasi B. papayae di North Queensland

menelan biaya sebesar 35 juta dollar AS. Eradikasi B. dorsalis dengan male

annihilation method di Kepulauan Okinawa, Miyako, dan Yaeyama Jepang juga

dilaporkan sangat tinggi, yaitu mencapai 2.575 milyar Yen (OPPPC 2006). Biaya

tinggi juga diperlukan untuk pengembangan teknik serangga mandul. Teknik ini

telah berhasil dikembangkan untuk pengendalian B. dorsalis di Ogasawara Island

dan Kume Island (Jepang), serta C. capitata di Hawaii, California, Meksiko,

Nikaragua, Kostarika, Peru, Italia, Spanyol, dan Tunisia (White dan Elson-Harris

1992).

Tabel 2 Kehilangan hasil tanaman akibat serangan lalat buah pada beberapa negara Asia Pasifik

Negara Tanaman Kehilangan Hasil Lalat Buah Penyebab

Malaysia Belimbing 100% B. carambolae

Thailand Mangga 65% B. dorsalis

Cantaloupe 94% B. cucurbitae

Vietnam Persik 65% B. pyrifoliae

Lalat buah mampu berkembang di daerah baru dan menghasilkan

kerusakan. Beberapa kasus diantaranya adalah B. philippinensis yang menyebar

ke Palau (Vueti dan Leblanc 2002), B. tryoni ke Papua New Guinea (Purea et al.

1997), B. carambolae ke Suriname (Sauers-Mullers 2005), dan B. cucurbitae ke

beberapa negara kepulauan di Samudera Hindia (Vayssieres et al. 2008). Lalat

buah Anastrepha juga mulai menginvasi daerah Amerika Utara dari Amerika

Selatan. Salah satunya A. suspensa yang menyebar ke Florida, Amerika Serikat

(Weems et al. 2001). De Meyer et al. (2009) melaporkan bahwa beberapa

negara Afrika di kawasan tropis telah terintroduksi B. invadens yang awalnya

hanya ditemukan di Kenya.

Peningkatan lalulintas perdagangan membuka peluang penyebaran lalat

(28)

lalat buah Anastrepha dari kawasan Amerika Selatan dan Bactrocera dari

kawasan Asia. Pada tahun 1999 – 2009 beberapa spesies lalat buah eksotik

ditemukan di Florida dan California, diantaranya B. correcta, B. dorsalis, B.

latifrons, B. oleae, dan B. zonata. Jepang juga waspada terhadap penyebaran

lalat buah melalui komoditas pertanian impor. Iwaizumi (2004 dalam Ebina dan

Ohto 2006) melaporkan bahwa otoritas karantina Jepang berhasil mengintersepsi

beberapa spesies lalat buah pada komoditas pertanian impor, meliputi B.

dorsalis, B. carambolae, B. papayae, B. occipitalis, dan B. philippinensis.

Bactrocera dorsalis complex

Bactrocera merupakan genus lalat buah dari daerah sekitar khatulistiwa.

Sebagian besar lalat buah berasosiasi dengan buah-buahan tropis. Menurut

Hardy (1977 dalam Siwi et al. 2006), terdapat 160 genus dalam Tephritidae dan

180 spesies Bactrocera di kawasan Asia. Dari jumlah tersebut terdapat beberapa

spesies yang mempunyai kemiripan morfologis yang dikenal dengan Bactrocera

dorsalis complex.

Spesies dalam kelompok B. dorsalis complex dibedakan berdasarkan

karakteristik tertentu, seperti panjang aculeus dan pola warna di bagian thoraks.

Menurut Drew (2004), hasil survei di kawasan Asia Tenggara, Papua New

Guinea, Australia, dan Pasifik Selatan berhasil mendeskripsikan 80 spesies

dalam B. dorsalis complex. Namun demikian, Drew dan Hancock (1994)

menyatakan bahwa hanya sebagian kecil spesies dalam B. dorsalis complex

yang merugikan secara ekonomi. Beberapa spesies penting dalam B. dorsalis

complex, meliputi: B. carambolae, B. caryae, B. dorsalis, B. kandiensis, B.

occipitalis, B. papayae, B. philippinensis, dan B. pyrifoliae.

Sebagian besar spesies B. dorsalis complex mempunyai daerah sebaran

yang terbatas. Namun demikian, B. dorsalis, B. carambolae, B. papayae, dan B.

philippinensis dikenal sebagai jenis lalat buah yang mampu menyebar dan

menjadi masalah di tempat yang baru. B. dorsalis ditemukan di Hawaii pada

tahun 1946 dan menjadi hama penting pada berbagai buah. B. carambolae

masuk ke Suriname pada tahun 1975, sedangkan B. philippinensis telah

menyebar hingga Palau di Pasifik. Oleh karena itu, upaya eradikasi telah

dilakukan untuk mengendalikan lalat buah pendatang dari area lain. Beberapa

eradikasi yang berhasil adalah B. dorsalis di Okinawa, Guam, dan Kepulauan

(29)

Bactrocera carambolae.Spesies ini merupakan salah satu spesies lalat

buah yang berpotensi sebagai hama potensial tanaman buah dan hortikultura di

Indonesia (Soesilohadi et al. 2003). Spesies lalat buah ini menyerang berbagai

macam buah-buahan di daerah tropis dan temperate hangat, terutama pepaya

(Carica papaya), mangga (Mangifera indica), dan belimbing (Averrhoa

carambola). Tanaman inang lainnya meliputi: kluwih (Artocarpus altilis), jambu air

(Syzgium jambos dan S. aqueum), jambu bol (S. malaccense), cabai (Capsicum

annuum), jambu biji (Psidium guajava), tomat (Lycopersicon esculentum),

nangka (Artocarpus heterophyllus), Terminalia setappa, Solanum ferox, dan

Lepisanthes fruticosa (Siwi et al. 2006).

B. carambolae termasuk dalam kelompok B. dorsalis complex dan

sebelumnya sempat disebut Bactrocera sp. near B. dorsalis. Ciri morfologis

sayap adalah pita hitam pada garis costa dan garis anal (anal streak). Pola sayap

bagian ujung berbentuk seperti pancing. Skutum berwarna hitam dengan pita

kuning di kedua sisi lateral (lateral post sutural vittae). Postpronotal berwarna

kuning atau oranye. Pada lalat betina terdapat spot berwarna hitam pada femur

tungkai depan, sedangkan abdomen berwarna coklat oranye dengan pola-pola

yang jelas (Siwi et al. 2006).

Lalat buah betina meletakkan telur di bawah kulit buah. Kemudian larva

yang muncul dari telur melakukan aktivitas makan dari dalam buah. Lubang yang

dibuat oleh larva dalam jaringan daging buah juga merangsang masuknya

cendawan dan bakteri patogen tanaman. Buah yang diserang B. carambolae

menunjukkan gejala perubahan warna kulit di sekitar tanda sengatan. Selain itu,

buah juga dapat mengalami pembusukan secara cepat. Larva hidup dalam buah

sampai instar akhir, kemudian melenting ke tanah untuk pupasi (Siwi et al. 2006).

Bactrocera papayae. Spesies ini dikenal juga sebagai B. conformis. B.

papayae merupakan spesies yang berkembang luas di kawasan Asia Tenggara,

terutama: Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (Siwi et al. 2006). B.

papayae merupakan polifag yang menyerang banyak jenis buah dan sayuran.

Inang utama meliputi beberapa tanaman buah tropis, seperti: pisang (Musa x

parasidiaca), mangga (Mangifera indica), pepaya (Carica papaya), dan rambutan

(Nephelium lappaceum). B. papayae diketahui telah menyerang mangga

‘Kensington’ di Australia (Jacobi dan Giles1997).

Toraks B. papayae mempunyai ciri berwarna hitam dominan pada skutum

(30)

skutum ditandai dengan pita berwarna kuning di sisi lateral (lateral postsutural

vittae). Sayap B.papayae dicirikan dengan pita hitam pada garis costa dan garis

anal, serta sel bc tampak jelas. Sedangkan abdomen terbagi dalam ruas-ruas

yang jelas dimana terdapat pekten pada tergit ketiga. Selain itu, tergit ketiga juga

dicirikan dengan garis melintang. Lalat betina dewasa tidak mempunyai spot

hitam femur tungkai depan sebagaimana dijumpai pada B. carambolae dewasa

(Siwi et al. 2006).

Perlakuan Karantina Tumbuhan

Aturan karantina diperlukan untuk pencegahan penyebaran suatu

organisme pengganggu tumbuhan. Salah satunya dengan perlakuan terhadap

komoditas yang akan dikirim (Jang dan Moffit 1994). Perlakuan karantina

bertujuan untuk membunuh, membuang, ataupun mencegah perkembangbiakan

organisme tertentu yang tidak dikehendaki pada komoditas pertanian. Perlakuan

yang dikembangkan diharapkan mampu mengakibatkan mortalitas yang tinggi

pada serangga target. Umumnya yang dipersyaratkan adalah probit 9 atau

mortalitas mencapai 99.9968% (Mangan dan Hallmann 1998).

Perlakuan karantina tumbuhan terdiri dari perlakuan kimiawi dan fisik.

Teknik perlakuan kimiawi yang umum digunakan adalah fumigasi. Pada tahun

1980-an etilen dibromida (EDB) merupakan fumigan paling populer, namun

kemudian ditinggalkan karena bersifat karsinogenik (Mangan dan Hallmann

1998). Metil bromida menjadi fumigan paling populer berikutnya karena daya

kerja cepat dan berspektrum luas (Fields dan White 2002). Fumigan ini juga

efektif untuk nematoda dan patogen tumbuhan. Namun sesuai Protokol Montreal

tahun 1997, metil bromida dilarang digunakan karena menyebabkan kerusakan

ozon. Loaharanu (1999) menyatakan bahwa negara-negara maju telah

menghentikan penggunaan metil bromida sejak 2005, sedangkan negara

berkembang dijadualkan tahun 2015. Penggunaan metil bromida untuk

selanjutnya hanya diperbolehkan untuk keperluan karantina dan tindakan darurat

tertentu.

Alternatif pengganti metil bromida mulai dikembangkan sebagai tindakan

karantina, baik kimiawi maupun fisik. Menurut Fields dan White (2002), bahan

aktif sebagai pengganti metil bromida adalah fosfin. Fosfin merupakan fumigan

yang dapat digunakan untuk komoditas yang tidak direkomendasikan difumigasi

(31)

biji-bijian yang mengandung lemak dan protein tinggi. Barantan (2007)

menyatakan bahwa fosfin relatif tidak menimbulkan residu pada komoditas.

Bahan kimia lain yang sudah dikembangkan adalah sulfuryl fluoride untuk

pengendalian hama kayu (Yu et al. 2010) dan carbonyl sulfide (Fields dan White

2002). Perlakuan non-kimiawi yang dikembangkan sebagai perlakuan karantina

meliputi vacuum-steam-vacuum (Fuester et al. 2004), irradiasi (Mitcham 1999),

atmosfer terkendali (Hallmann 1994), radio frequency (Tang et al. 2000),

perlakuan dingin (Gould dan Hennesey 1997; Wilink et al. 2006) dan perlakuan

panas (Shellie dan Mangan 2000; Shellie dan Mangan 1994; Neven 2000; Neven

1998).

Perlakuan temperatur dingin merupakan teknik populer sebelum digeser

fumigasi. Perlakuan digunakan terhadap buah yang toleran terhadap temperatur

kurang dari 2oC, seperti belimbing, jeruk, leci, manggis, apel, dan pir. Awalnya

perlakuan ini digunakan untuk disinfestasi C. capitata pada apel pada tahun

1907. Selanjutnya perlakuan dingin telah banyak dikaji untuk beberapa telur

serangga gudang, seperti Ephestia cautella, Sitotroga cerealella, Tribolium

confusum, Plodia interpunctella, dan Oryzaephilus surinamensis. Perlakuan juga

digunakan untuk membunuh stadia telur dan larva Grapholita molesta dan Cydia

pomonella. Dalam pengendalian lalat buah, perlakuan dingin 1.1oC selama 20,

12 atau 18 hari digunakan untuk Anastrepha ludens, C. capitata, dan B. tryoni

(Armstrong 1994).

Perlakuan karantina dengan temperatur tinggi telah dikembangkan pada

banyak komoditas. Awalnya panas digunakan untuk mengendalikan serangga

gudang. Mahroof (2007) menyatakan bahwa panas untuk mengendalikan hama

pertamakali dilakukan oleh Duhamel du Monceau dan Tillet pada tahun 1762 di

Perancis bagian barat. Pada masa itu temperatur 69oC selama 3 hari digunakan

untuk mengendalikan Sitotroga cerealella pada komoditas biji-bijian. Pada tahun

1835 perlakuan panas digunakan untuk Sitophilus oryzae pada gandum di

Amerika Serikat (Fields dan White 2002). Perlakuan panas sebagai tindakan

karantina dilakukan pertamakali tahun 1929 untuk mencegah penyebaran C.

capitata dari Florida. Selanjutnya tahun 1930-an digunakan untuk mendisinfestasi

lalat buah yang menyerang jeruk, alpukat, mangga, dan jambu. Saat ini metode

perlakuan panas untuk persyaratan karantina tumbuhan negara tujuan meliputi

hot water treatment, force-air treatment atau hot air treatment, dan vapor heat

(32)

Metode hot water treatment (HWT) merupakan metode paling tua

diantara semua metode perlakuan panas. Prinsipnya mencelupkan komoditas ke

dalam air panas pada temperatur dan waktu tertentu. HWT merupakan salah

satu persyaratan perlakuan untuk buah-buahan yang masuk ke Amerika Serikat,

seperti buah mangga, leci, longan, dan jeruk lemon (APHIS 2011). Metode ini

terutama digunakan untuk mencegah penyebaran C. capitata dan Anastrepha

spp. dari Amerika Tengah, Karibia, dan Amerika Selatan (Sharp 1988). Selain

untuk pengendalian hama, metode HWT juga dapat digunakan untuk

mengendalikan penyakit pascapanen. Perendaman mangga pada air temperatur

53oC selama 3 menit dilaporkan mampu mengendalikan penyakit antraknose

(Klein dan Lurie 1992). Namun demikian metode HWT tidak cocok untuk

buah-buah tertentu karena dapat merusak buah-buah. Drake et al. (2005) menyebutkan

bahwa metode air panas 48 – 55oC hingga 14 menit tidak cocok digunakan untuk

buah ceri varietas Bing dan Sweetheart.

Perlakuan udara panas merupakan alternatif lain perlakuan karantina.

Prinsipnya pemanasan komoditas dengan udara pada temperatur 40-50oC

selama waktu tertentu untuk mengendalikan lalat buah. Perlakuan udara panas

dapat digunakan untuk mangga, anggur, jeruk, belimbing, dan pepaya. APHIS

(2011) mensyaratkan perlakuan ini terhadap jeruk impor asal Meksiko, Hawaii,

dan daerah Amerika Serikat yang tidak bebas lalat buah tertentu. Perlakuan jeruk

dari Meksiko untuk mendisinfestasi Anastrepha spp. adalah udara panas 44oC

selama 100 menit dengan waktu kondisioning 90 menit. Sedangkan jeruk asal

Hawaii dengan lalat buah target C. capitata, B. dorsalis, dan B. cucurbitae harus

diberi perlakuan 47.2oC selama 5 menit dengan waktu kondisioning 4 jam.

Perlakuan udara panas juga mampu menekan penyakit pada buah. Shellie dan

Skaria (1998) melaporkan bahwa perlakuan udara panas pada 46o

Perlakuan uap panas atau Vapor Heat Treatment (VHT) merupakan

metode disinfestasi OPT dengan uap basah pada temperatur 43 – 50 C selama 300

menit dapat menghambat pertumbuhan Penicillium digitatum.

Perlakuan Uap Panas

o

C.

Armstrong (1994) menyebutkan bahwa panas ditransfer dari udara ke buah

dengan kondensasi uap air pada permukaan buah. Pada VHT, peningkatan

temperatur secara perlahan lebih diharapkan untuk mencegah kerusakan

(33)

menggunakan udara yang dipanaskan untuk menaikkan temperatur buah yang

dapat mematikan serangga target. Perbedaan keduanya terletak pada tingkat

kelembaban yang digunakan dimana perlakuan uap panas lebih tinggi

dibandingkan perlakuan udara panas (APHIS 2011).

Fasilitas perlakuan uap panas dirancang untuk dapat mempertahankan

temperatur dan kelembaban tertentu dalam chamber. Temperatur dan

kelembaban dikendalikan dengan kendali elektrik temperatur dan kelembaban.

Mesin perlakuan uap panas dilengkapi pencatat rekaman

temperatur/kelembaban selama perlakuan berlangsung dengan sensor yang

dapat diatur posisinya dalam chamber perlakuan. Saat ini perlakuan uap panas

banyak diaplikasikan terhadap buah dengan OPT serangga sebagai target.

Kelembaban yang tinggi dapat mencegah evaporasi berlebihan pada buah. Uap

yang terdistribusi sempurna melalui sirkulasi udara memungkinkan kondisi uap

panas yang terkendali dalam chamber perlakuan (JFTA 1996).

Penelitian mengenai perlakuan uap panas dilakukan sejak tahun 1910-an

untuk membunuh telur dan larva lalat buah. Selanjutnya perlakuan uap panas

digunakan pertamakali pada tahun 1929 dalam dunia karantina tumbuhan. Pada

masa itu perlakuan dilakukan terhadap buah yang dikirim dari Florida ke daerah

lain di Amerika Serikat untuk mencegah penyebaran C. capitata. Pada awalnya

standar perlakuan uap panas yang berlaku adalah temperatur 43.3-46oC selama

delapan jam. Namun keterbatasan kemampuan peralatan masa itu

menyebabkan kesulitan untuk mengendalikan temperatur secara akurat selama

perlakuan sehingga terjadi kerusakan pada buah. Beberapa hama yang diuji

dengan perlakuan uap panas adalah lalat buah Anastrepha, thrips, pink

bollworm, dan cigarette beetle (JFTA 1996).

Pada tahun 1960-an teknologi perlakuan uap panas makin berkembang,

terutama oleh negara Jepang. VHT juga merupakan salah satu metode

perlakuan yang dipersyaratkan bagi ekspor buah ke beberapa negara. Salah

satunya persyaratan pepaya varietas Solo (Hawaii) ke Jepang. Jenis perlakuan

perlakuan uap panas mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan

metode konvensional lain, diantaranya kerusakan akibat panas pada komoditas

pertanian lebih rendah daripada metode perendaman air panas serta periode

pemaparan panas dapat lebih singkat daripadaperlakuan panas kering. Selain

itu, aplikasi perlakuan uap panas juga dapat mencegah adanya residu bahan

(34)

Tabel 3 Perlakuan uap panas untuk memenuhi aturan karantina tumbuhan

Komoditas (asal) Negara tujuan Jenis perlakuan

Mangga (Filipina) Australia, Amerika Serikat

Temperatur 46oC selama 10 menit untuk target B. cucurbitae, B. philippinensis, dan B. occipitalis Mangga ‘Kensington’

(Australia)

Jepang Temperatur 47oC selama 15 menit untuk target B. tryoni

Pepaya ‘Solo’ untuk target B. cucurbitae.

Amerika Serikat Temperatur 46o

Jeruk (Meksiko)

C selama 20 menit untuk target C. capitata dan

Anastrepha fraterculus.

Amerika Serikat Temperatur 43.3oC selama 6 jam untuk target Anastrepha spp.

Sumber: JFTA (1996) dan APHIS (2011)

Saat ini fasilitas komersial perlakuan uap panas telah beroperasi di

Jepang, Thailand, Filipina, Australia, dan Amerika Serikat (Monck dan Pearce

2007; Hansen et al. 1992). Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain

menerapkan aturan perlakuan untuk komoditas buah-buahan yang berasal dari

kawasan yang tidak bebas B. dorsalis, B. cucurbitae, dan C. capitata. Salah satu

metode yang dipersyaratkan adalah perlakuan uap panas. Sedangkan Australia

mengharuskan penerapan perlakuan uap panas 46oC selama 10 menit untuk

mendisinfestasi B. cucurbitae, B. occipitalis, dan B. philippinensis. Beberapa

contoh perlakuan uap panas sebagai aturan karantina tumbuhan dapat dilihat

pada Tabel 3.

Perlakuan uap panas dengan kelembaban lebih dari 90% digunakan oleh

APHIS-USDA untuk mendisinfestasi mexican fruitfly pada buah clementine,

anggur, jeruk, dan mangga. Uap panas juga dilaporkan efektif untuk

mendisinfestasi mealybug pada Pisum sativum (Follett et al. 2004) dan thrips

pada bunga potong (Hansen et al. 1992).

Perlakuan uap panas dimulai dengan periode pemanasan dimana lama

waktu yang dibutuhkan tergantung dari jenis komoditas yang diberi perlakuan.

Waktu perlakuan berdasarkan temperatur internal dari komoditas telah mencapai

temperatur yang diinginkan untuk membunuh serangga target. Selanjutnya

perlakuan uap panas biasanya diikuti pendinginan dengan air atau udara (Lurie

(35)
(36)

III. BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vapor Heat Treatment Balai

Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Karawang,

Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Mei 2011 sampai

Nopember 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah buah mangga varietas

gedong gincu, lalat buah B. papayae dan B. carambolae, dan pakan buatan.

Buah mangga pada tingkat kematangan awal diperoleh dari petani mangga di

Cirebon, Jawa Barat. Lalat buah stadia larva dan telur didapatkan dari

pembiakan massal yang dilakukan di Laboratorium Vapor Heat Treatment Balai

Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Karawang,

Jawa Barat. Pakan buatan dengan komposisi bahan seperti pada Tabel 4

digunakan dalam pemeliharaan larva lalat buah.

Tabel 4 Komposisi pakan buatan lalat buah stadia larva untuk 1000 gram*

Bahan-bahan Jumlah

Dedak gandum 175 g

Gula 50 g

HCl 3.5% 20 ml

Sodium benzoat 0.75 g

Crude dry yeast 35 g

Tisu 25 g

Air 650 ml

*Sumber: JFTA (1996).

Peralatan yang digunakan terdiri atas: water bath Advantec, biotron

chamber Sanshu model STH-19P, mesin perlakuan uap panas merek Sanshu

model EHK-1000D, inkubator Sanyo MIR-254, kipas angin, timbangan analitik,

(37)

Metode Penelitian

Pengujian Pendahuluan

Identifikasi spesies lalat buah. Identifikasi dilakukan secara morfologis

terhadap spesimen pada stadia imago. Lalat buah yang diamati terdiri dari

beberapa spesies yang menjadi perhatian Jepang untuk dicegah introduksinya

ke negara tujuan. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan alat bantu

mikroskop stereo untuk mengamati karakteristik sayap, toraks, dan abdomen.

Identifikasi lalat buah yang termasuk dalam B. dorsalis complex, yaitu B.

papayae dan B. carambolae, dilakukan dengan pengukuran panjang aedeagus

lalat buah jantan dan panjang aculeus lalat buah betina. Pengukuran dilakukan di

bawah mikroskop kompon yang terintegrasi dengan program komputer.

Pembedaan antara B. papayae dan B. carambolae dilakukan dengan

pengamatan femur depan dan spot pada abdomen (Tabel 5).

Tabel 5 Perbedaan morfologi B. papayae dan B. carambolae*

Bagian tubuh yang

diamati B. papayae B. carambolae

Abdomen Ujung bercak pada terga III – IV berbentuk

runcing

Ujung bercak pada terga III – IV berbentuk

tumpul

Femur depan Tidak ada spot hitam Ada spot hitam

Panjang aculeus

Pemeliharaan dan perbanyakan lalat buah. Pemeliharaan secara

berkesinambungan diperlukan untuk menyediakan lalat buah dalam jumlah yang

memadai untuk pengujian perlakuan uap panas. Dua spesies lalat buah uji

dipelihara dalam biotron dengan temperatur 28 *Sumber: Drew dan Hancock (1994).

0

C dan kelembaban relatif 65 -

70%. Tempat peletakan telur dibuat dari gelas plastik yang telah dilubangi dan

diisi jus mangga. Pakan buatan untuk pemeliharaan stadia larva dilakukan dari

bahan-bahan sebagaimana tercantum dalam tabel 1. Semua bahan dicampur

dan dihaluskan dengan blender. Selanjutnya pakan buatan ditempatkan di

(38)

pakan. Telur lalat buah diinokulasikan ke permukaan pakan secara merata. Telur

diinkubasi selama 1 – 2 hari di biotron sampai proses penetasan. Lima hari

setelah inokulasi telur, kontainer berisi pakan buatan dan larva dipindahkan ke

sangkar khusus untuk pupasi. Sangkar khusus tersebut diberi pasir yang sudah

diayak. Stadia larva berumur 5 -7 hari pada kondisi pakan buatan. Larva instar

ketiga siap melenting ke pasir pada umur 5 sampai 7 hari setelah penetasan.

Pupa akan berumur sekitar 10 hari dan selanjutnya dipindahkan ke wadah

tersendiri. Pemindahan pupa diawali dengan pengayakan pasir yang telah

tercampur stadia pupa lalat buah. Pupa ditempatkan di sangkar untuk stadia

imago. Setelah bermetamorfosis menjadi lalat buah imago, nutrisi lalat buah

dipenuhi dengan pemberian pakan buatan gula dan autoliese yeast

(perbandingan 1:4). Stadia lalat buah yang berpotensi terbawa oleh buah segar

adalah telur dan larva. Oleh karena itu periode hidup lalat buah di dalam buah

mangga dan pakan buatan mutlak diketahui untuk persiapan pengujian.

Uji perkembangan lalat buah pada pakan buatan dan mangga.

Pengujian pendahuluan dibutuhkan untuk mengetahui periode hidup telur dan

larva lalat buah pada buah mangga dan pakan buatan. Informasi tersebut

berguna untuk keakuratan stadia uji yang dibutuhkan dalam perlakuan uap

panas. Peneluran dilakukan ± 1 jam, kemudian diinokulasikan ke pakan

buatan/mangga sebanyak 1 ml per 1 liter pakan. Pengamatan dilakukan setiap

hari sampai hari ke-9 setelah inokulasi telur ke pakan buatan. Sebanyak 300

larva diambil dari pakan dan dibunuh dengan air panas. Selanjutnya diidentifikasi

instar perkembangan setiap larva. Prosedur yang sama dilakukan terhadap lalat

buah di buah mangga, namun setiap mangga hanya diinokulasi 100 telur secara

artifisial. Selanjutnya diidentifikasi instar perkembangan setiap larva pada buah

mangga.

Uji Perendaman Air Panas

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap pengujian. Tahap pertama

adalah pengujian perendaman air panas yang bertujuan untuk mengetahui

tingkat toleransi spesies dan stadia hidup lalat buah terhadap panas serta

memberikan gambaran temperatur tinggi yang mampu membunuh lalat buah.

Pengujian perbandingan antar stadia menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial dengan 3 ulangan. Stadia lalat buah yang diuji adalah telur dan

larva (tiga instar berbeda) masing-masing spesies. Temperatur yang digunakan

(39)

(kontrol), 5, 10, 15, dan 20 menit. Pengujian perbandingan antar spesies

menggunakan RAL Faktorial dengan 2 ulangan. Temperatur yang digunakan

adalah 46oC terhadap telur dan larva B. carambolae dan B. papayae. Waktu

perendaman hingga 20 menit dengan interval per 2 menit. Perbandingan

temperatur bertingkat menggunakan RAL Faktorial dengan 3 ulangan.

Perendaman dilakukan pada air dengan temperatur 44 – 48oC terhadap stadia

larva B. carambolae. Waktu perendaman yang digunakan adalah 0 menit

(kontrol), 5, 10, 15, dan 20 menit.

Tempat peletakan telur ditempatkan pada sangkar lalat buah selama ± 1

jam untuk mendapatkan sejumlah telur yang dibutuhkan. Selanjutnya telur

diinokulasikan ke pakan buatan. Inokulasi telur untuk mendapatkan larva sesuai

instar yang diinginkan dilakukan bedasarkan hasil uji perkembangan lalat buah di

pakan buatan. Peneluran untuk mendapatkan larva instar pertama dilakukan 2

hari sebelum perlakuan, larva instar kedua dilakukan 4 hari sebelumnya, dan

larva instar ketiga dilakukan 5 hari sebelumnya. Sedangkan stadia telur disiapkan

sehari sebelumnya.

Dua puluh individu larva/telur ditempatkan di tabung gelas beralas kain

kasa. Tabung gelas direndam dalam air pada water bath dengan temperatur

konstan 44ºC. Selanjutnya tabung gelas dipindahkan dari water bath sesuai

dengan lama perlakuan yang diinginkan dan didinginkan dengan air pada

temperatur ± 27ºC. Serangga uji kemudian diberi pakan dan ditempatkan di

biotron dengan temperatur 28o

Mortalitas terkoreksi (%) = x 100% 100 – mortalitas (kontrol)

Pada Gambar 3 disajikan skema prosedur perlakuan perendaman air

panas. Prosedur yang sama juga digunakan untuk perbandingan antar spesies

dan perbandingan temperatur bertingkat. Larva yang digunakan adalah instar

tiga karena mempunyai periode hidup paling panjang di buah mangga

dibandingkan instar lain.

C dan RH 65 – 70%. Pengamatan dilakukan dua

hari setelah perlakuan perendaman untuk memastikan bahwa serangga telah

benar-benar mati dan bukan hanya pingsan. Mortalitas terkoreksi digunakan

untuk mengeliminasi faktor di luar perlakuan yang mungkin mengakibatkan

kematian serangga uji. Mortalitas terkoreksi diperoleh melalui rumus Abbott:

(40)

Catatan: *) = tidak dilakukan untuk uji telur

Gambar 3 Skema prosedur perlakuan perendaman air panas terhadap telur dan larva lalat buah

Peneluran lalat buah

Pemindahan telur/larva ke tabung

Perendaman di air panas 44ºC selama 5, 10, 15, dan 20 menit

Pemindahan telur/larva ke pakan buatan dan simpan di temperatur 27ºC

Pengamatan

Pemindahan telur ke pakan buatan*) dan simpan di temperatur 27ºC

- 2 hari

Pendinginan di air temperatur ruang

(41)

Gambar 4 Pelaksanaan perlakuan perendaman air panas terhadap telur dan larva lalat buah

Uji Toleransi Jaringan Buah Mangga

Pengujian toleransi buah mangga gedong gincu terhadap temperatur

tinggi dilakukan dengan teknik perendaman air panas. Aveno et al. (2006)

menyatakan bahwa perendaman air panas pada temperatur di atas 55ºC

terhadap buah mangga akan mengakibatkan gejala scalding dan diskolorasi

buah. Pada temperatur 42-49ºC, mangga varietas tertentu yang direndam dalam

air panas akan menunjukkan luka atau kerusakan di dalam maupun permukaan

buah (Jacobi et al 2001). Temperatur yang digunakan dalam pengujian adalah

45ºC, 47ºC, dan 49ºC. Temperatur yang digunakan adalah temperatur pusat

buah mangga yang diukur dengan sensor. Perendaman air panas dilakukan

pada water bath yang dilengkapi dengan termometer merkuri bersertifikasi untuk

validitas temperatur.

Buah mangga dibawa dari kebun dengan karton plastik yang dilapisi

dengan kertas koran. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya

kerusakan mekanis selama penanganan dan pengangkutan. Setelah di

laboratorium, mangga dicuci dengan air bersih untuk membebaskan buah dari

partikel tanah atau kotoran lain yang mungkin menempel di permukaan buah.

Setelah dikeringkan dengan kertas tisu, buah disortasi berdasarkan bobot buah.

(42)

bobot buah yang relatif seragam untuk pengujian. Hasil penimbangan ditulis

pada buah mangga dengan spidol hitam

Buah mangga direndam dalam air di water bath pada temperatur 49ºC.

Buah mangga kontrol direndam di air temperatur ruang (±27ºC). Buah

dipindahkan setelah mencapai temperatur perlakuan. Kemudian buah

didinginkan dengan penganginan untuk mengembalikan temperatur buah

seperti semula. Selanjutnya buah dilapisi kertas koran dan dimasukkan ke dalam

karton. Setelah itu, buah disimpan pada temperatur 13ºC di ruang pendingin.

Pengamatan dilakukan 1 hari setelah perlakuan untuk parameter bobot buah dan

warna kulit buah. Sedangkan pengamatan 5 hari setelah perlakuan meliputi

kondisi kekerasan, bobot, perubahan warna kulit, kandungan gula, dan rasa.

Warna kulit buah. Buah diamati untuk memastikan apakah terjadi

perubahan penampilan fisik yang mengarah ke penurunan kualitas buah dan nilai

jual pemasaran. Penurunan kualitas dapat berupa pembusukan dan diskolorasi

kulit buah. Perubahan warna pada buah mangga, sebelum dan sesudah

perlakuan diukur dengan alat color reader (Konica Minolta CR-13). Pengukuran

dilakukan pada bagian pangkal dan ujung buah. Nilai pengukuran menggunakan

sistem L*a*b dimana nilai L menunjukkan tingkat kecerahan. Nilai a menunjukkan

warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif untuk

warna merah sampai negatif untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna

kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif untuk warna

kuning sampai negatif untuk warna biru. Pengukuran warna kulit buah setelah

perlakuan dilakukan 1 hari dan 5 hari setelah perlakuan.

Bobot. Bobot sebelum dan sesudah perlakuan perlu diketahui untuk

mengetahui kemungkinan adanya penurunan bobot buah. Setelah perlakuan,

setiap buah ditimbang dengan timbangan analitik dan dibandingkan dengan hasil

penimbangan sebelumnya. Penimbangan bobot buah setelah perlakuan

dilakukan 1 hari dan 5 hari setelah perlakuan.

Kandungan gula. Pada beberapa buah, perlakuan panas dapat

mempengaruhi kandungan gula, seperti apel dan muskmelon (Lurie 1998). Jus

diambil dari bagian yang sama untuk setiap buah. Kandungan gula pada buah

diukur dengan digital refractometer (Atago PAL-1) dengan meneteskan jus pada

prisma refraktometer. Nilai kandungan gula ditentukan dengan melihat angka

(43)

dilakukan 5 hari setelah perlakuan. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan

dengan kandungan gula buah mangga kontrol.

Gambar 5 Diagram alir proses pengujian toleransi buah mangga dengan perendaman air panas

Tingkat kekerasan. Pengukuran tingkat kekerasan buah dilakukan

dengan hardness meter. Pengukuran dilakukan pada sisi yang sama dari setiap

buah. Terlebih dahulu buah mangga dibelah dan data diambil dari sisi dalam

buah mangga. Nilai pengukuran tingkat kekerasan dilakukan 5 hari setelah

- 1 hari

Buah mangga var. gedong gincu

Pencucian, sortasi

Perendaman air panas 45ºC, 47ºC, 49ºC, dan kontrol (27ºC)

Penyimpanan Pengamatan: bobot, warna

Penyimpanan Penyimpanan

Pengamatan: bobot, warna

Pengamatan: bobot, warna, kekerasan, kandungan gula, dan rasa

Gambar

Tabel 1 Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100 gram
Gambar 2  Perkembangan hidup lalat buah: (a) telur, (b) larva, (c) pupa, (d)
Tabel 2  Kehilangan hasil tanaman akibat serangan lalat buah pada beberapa
Tabel 3  Perlakuan uap panas untuk memenuhi aturan karantina tumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah aktivitas yang dilakukan oleh guru, aktivitas siswa pada saat proses kegiatan pembelajaran, serta hasil dan

Jika mengacu pada hakikat musik pop, kurikulum yang diturunkan ke dalam mata kuliah-mata kuliah harus me- nyesuaikan diri dengan hakikat musik pop itu sendiri, di mana

Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan oleh peneliti maka kelas X IIS 2 menjadi pilihan peneliti untuk melakukan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas

Jika tujuan komiter tersebut adalah memberikan petunjuk, pengarahan dan pengendalian yang berkesinambungan, dalam rangka penggunaan sumber daya komputer perusahaan maka komite

Getah pohon pisang yang merupakan obat tradisional yang dapat menyembuhkan luka luar yang sudah di kemas dalam bentuk obat tetes, sehingga mempermudah masyarakat

Alat bantu kode braille yang dirancang menggunakan mikrokontroler BS2P40 untuk konversi karakter-karakter yang dikirim oleh komputer menjadi kode braille dan jenis karakter

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru, dapat dilihat dari persamaan regresi linier sebagai berikut Y

Setelah siswa bertanya jawab tentang gambar perubahan daratan yang disebabkan oleh erosi, siswa dapat menyimak teks bacaan tentang perubahan daratan yang