KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN
UAP PANAS (
VAPOR HEAT TREATMENT
)
PADA MANGGA GEDONG GINCU
OLEH
ELPODESY MARLISA
F051050041
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN
SEKOLAH PASCASARJANA
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Kajian Disinfestasi Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2007
RINGKASAN
ELPODESY MARLISA. Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (vapor heat treatment) pada Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh: ROKHANI HASBULLAH dan DADANG.
Mangga gedong gincu merupakan salah satu jenis buah andalan ekspor Indonesia. Salah satu kendala ekspor yang dihadapi diantaranya tingginya serangan hama/lalat buah sehingga mengakibatkan banyak buah tidak lolos dalam proses karantina. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas. Keefektifan metode perlakuan dingin dalam mengendalikan hama pascapanen tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Metode ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah tidak tahan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama. Metode iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya masih diragukan. Sementara metode fumigasi (seperti menggunakan etilen bromida) yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu juga merusak lapisan ozon. Oleh karena itu metode perlakuan panas menjadi afternatif utama untuk proses disinfestasi. Beberapa perlakuan panas yang biasa digunakan antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Lurie, 1998).
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mempelajari proses disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup lalat buah (Bactrocera dorsalis); (2) mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong gincu dan (3) menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap panas pada mangga gedong gincu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2007 di Laboratorium AP4, TPPHP, dan LBP, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bahan utama yang digunakan adalah mangga gedong gincu dan telur lalat buah (B. dorsalis). Mangga diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat dan telur lalat buah diperoleh dari pembiakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber, hybrid recorder, chromameter Minolta CR-200, rheometer model CR-300, gas analyzer Shimadzu, refraktometer, kurungan kayu dan lain-lain. Penelitian tahap pertama adalah mengetahui tingkat mortalitas telur lalat buah, dengan merendam telur lalat buah pada air panas bersuhu 40, 43, 46 dan 49 oC selama 30 menit dan pada suhu 46 oC selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Penelitian tahap kedua adalah mempelajari pengaruh VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong gincu. Tahap ini meliputi penentuan waktu kondisioning, yakni waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai 46,5 oC. VHT diaplikasikan selama 10, 20 dan 30 menit dan kontrol kemudian dilakukan pelilinan dengan lilin lebah dengan konsentrasi 6%. Pengamatan perubahan mutu setelah VHT dan pelilinan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 28 hari masa simpan.
sedangkan pada suhu 46 oC tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. Selama masa simpan laju konsumsi O2 mengalami peningkatan pada masa klimakterik (hari ke-6 dan 7). Laju konsumsi O2 terbesar adalah 63,7 ml O2/kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O2/kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Susut bobot mengalami peningkatan selama masa simpan, pada hari simpan terakhir susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Sementara kekerasan mangga gedong selama penyimpanan mengalami penurunan, nilai kekerasan tertinggi pada akhir masa simpan adalah 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Warna mangga gedong mengalami perubahan dari hijau ke kuning, ini menandai terjadinya proses pematangan. Kadar air dan nilai total padatan terlarut mengalami perubahan yang fluktuatif selama penyimpanan. Vitamin C mengalami peningkatan selama penyimpanan. Pada hari simpan ke-24, kandungan vitamin C tertinggi adalah adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Proses VHT pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi, dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan total populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji organoleptik.
ABSTRACT
ELPODESY MARLISA. Study on The Fruit Fly Disinfestation using Vapor Heat Treatment on Gedong Gincu Mango. Under supervisors of ROKHANI HASBULLAH and DADANG.
Export of Indonesian fruits is constrained by very tight quarantine regulations. Fruits are attacked by Tephritidae fruit flies such as Bactrocera dorsalis. To be accepted by importing market, fruits must be treated to kill fruit fly eggs inside the fruit. Since the prohibition of chemical method for insect disinfestation processes such as ethylene dibromide in 1984, heat treatment method was developed as quarantine technology. One of the heat treatment methods is vapor heat treatment (VHT). The objectives of this research were to study mortality of fruit fly (Bactrocera dorsalis) and to study the responses of VHT on quality of gedong gincu mango. Fruit fly mortality due to heat has been investigated by immersing fruit fly eggs into heated water at temperatures 40, 43, 46 and 49 oC for 30 minutes and then at temperature 46 oC for 5, 10, 15, 20, 25 and 30 minutes. Gedong gincu mangoes were treated at temperature 46.5oC for 10, 20, 30 minutes and control then followed by waxing treatment. The results showed that mortality has been achieved 100% at temperature more than 43 oC for 30 minutes and at temperature 46 oC for more than 10 minutes. The results show that VHT has significantly influenced the fruit respiration rates and fungi population although without adversely affecting to the fruit quality and there were no significant change in the fruit weight loss, hardness, color, soluble solid content, water content, vitamin C and organoleptic test. VHT at temperature 46.5 o
C for 20 up to 30 minutes were effective to kill fruit flies inside mangoes and VHT combined by waxing treatment were able to maintaining mango quality during storage.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN
UAP PANAS (
VAPOR HEAT TREATMENT
)
PADA MANGGA GEDONG GINCU
Oleh
ELPODESY MARLISA
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu
Nama : Elpodesy Marlisa
NRP : F051050041
Disetujui Komisi Pembimbing:
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah. M.Si Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen,
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rezki,
nikmat, kesempatan serta karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan baik.
Segala hambatan teknis maupun non teknis yang dihadapi pada masa penelitian dan penyusunan tesis ini telah menjadi pengalaman dan merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Dadang, M. Sc sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan, koreksi dan masukan mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian serta penyusunan tesis
ini.
2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro EN, M. Agr, yang telah bersedia menjadi penguji luar
komisi dan memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. I Wayang Budiastra, M. Agr, selaku ketua program studi Teknologi
Pascapanen, seluruh staf pengajar di program studi Teknologi Pascapanen, yang telah mengajar dan mendidik penulis selama masa perkuliahan. Selain
itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi yang telah membantu penulis selama masa penelitian.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada
Papa dan Mama, atas segala pengorbanan mereka hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang master ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan masukan sangat diharapkan. Namun demikian penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1981 sebagai anak sulung dari pasangan Drs. Mardias Ibrahim dan
Dra. Lismar Mahmud.
Tahun 2000 penulis menamatkan SMAN I Lubuk Basung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN
UAP PANAS (
VAPOR HEAT TREATMENT
)
PADA MANGGA GEDONG GINCU
OLEH
ELPODESY MARLISA
F051050041
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN
SEKOLAH PASCASARJANA
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Kajian Disinfestasi Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2007
RINGKASAN
ELPODESY MARLISA. Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (vapor heat treatment) pada Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh: ROKHANI HASBULLAH dan DADANG.
Mangga gedong gincu merupakan salah satu jenis buah andalan ekspor Indonesia. Salah satu kendala ekspor yang dihadapi diantaranya tingginya serangan hama/lalat buah sehingga mengakibatkan banyak buah tidak lolos dalam proses karantina. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas. Keefektifan metode perlakuan dingin dalam mengendalikan hama pascapanen tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Metode ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah tidak tahan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama. Metode iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya masih diragukan. Sementara metode fumigasi (seperti menggunakan etilen bromida) yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu juga merusak lapisan ozon. Oleh karena itu metode perlakuan panas menjadi afternatif utama untuk proses disinfestasi. Beberapa perlakuan panas yang biasa digunakan antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Lurie, 1998).
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mempelajari proses disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda dan mengamati daur hidup lalat buah (Bactrocera dorsalis); (2) mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong gincu dan (3) menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap panas pada mangga gedong gincu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2007 di Laboratorium AP4, TPPHP, dan LBP, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bahan utama yang digunakan adalah mangga gedong gincu dan telur lalat buah (B. dorsalis). Mangga diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat dan telur lalat buah diperoleh dari pembiakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber, hybrid recorder, chromameter Minolta CR-200, rheometer model CR-300, gas analyzer Shimadzu, refraktometer, kurungan kayu dan lain-lain. Penelitian tahap pertama adalah mengetahui tingkat mortalitas telur lalat buah, dengan merendam telur lalat buah pada air panas bersuhu 40, 43, 46 dan 49 oC selama 30 menit dan pada suhu 46 oC selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit. Penelitian tahap kedua adalah mempelajari pengaruh VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong gincu. Tahap ini meliputi penentuan waktu kondisioning, yakni waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai 46,5 oC. VHT diaplikasikan selama 10, 20 dan 30 menit dan kontrol kemudian dilakukan pelilinan dengan lilin lebah dengan konsentrasi 6%. Pengamatan perubahan mutu setelah VHT dan pelilinan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 28 hari masa simpan.
sedangkan pada suhu 46 oC tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit. Selama masa simpan laju konsumsi O2 mengalami peningkatan pada masa klimakterik (hari ke-6 dan 7). Laju konsumsi O2 terbesar adalah 63,7 ml O2/kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O2/kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Susut bobot mengalami peningkatan selama masa simpan, pada hari simpan terakhir susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Sementara kekerasan mangga gedong selama penyimpanan mengalami penurunan, nilai kekerasan tertinggi pada akhir masa simpan adalah 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Warna mangga gedong mengalami perubahan dari hijau ke kuning, ini menandai terjadinya proses pematangan. Kadar air dan nilai total padatan terlarut mengalami perubahan yang fluktuatif selama penyimpanan. Vitamin C mengalami peningkatan selama penyimpanan. Pada hari simpan ke-24, kandungan vitamin C tertinggi adalah adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Proses VHT pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi, dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan total populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji organoleptik.
ABSTRACT
ELPODESY MARLISA. Study on The Fruit Fly Disinfestation using Vapor Heat Treatment on Gedong Gincu Mango. Under supervisors of ROKHANI HASBULLAH and DADANG.
Export of Indonesian fruits is constrained by very tight quarantine regulations. Fruits are attacked by Tephritidae fruit flies such as Bactrocera dorsalis. To be accepted by importing market, fruits must be treated to kill fruit fly eggs inside the fruit. Since the prohibition of chemical method for insect disinfestation processes such as ethylene dibromide in 1984, heat treatment method was developed as quarantine technology. One of the heat treatment methods is vapor heat treatment (VHT). The objectives of this research were to study mortality of fruit fly (Bactrocera dorsalis) and to study the responses of VHT on quality of gedong gincu mango. Fruit fly mortality due to heat has been investigated by immersing fruit fly eggs into heated water at temperatures 40, 43, 46 and 49 oC for 30 minutes and then at temperature 46 oC for 5, 10, 15, 20, 25 and 30 minutes. Gedong gincu mangoes were treated at temperature 46.5oC for 10, 20, 30 minutes and control then followed by waxing treatment. The results showed that mortality has been achieved 100% at temperature more than 43 oC for 30 minutes and at temperature 46 oC for more than 10 minutes. The results show that VHT has significantly influenced the fruit respiration rates and fungi population although without adversely affecting to the fruit quality and there were no significant change in the fruit weight loss, hardness, color, soluble solid content, water content, vitamin C and organoleptic test. VHT at temperature 46.5 o
C for 20 up to 30 minutes were effective to kill fruit flies inside mangoes and VHT combined by waxing treatment were able to maintaining mango quality during storage.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN
UAP PANAS (
VAPOR HEAT TREATMENT
)
PADA MANGGA GEDONG GINCU
Oleh
ELPODESY MARLISA
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu
Nama : Elpodesy Marlisa
NRP : F051050041
Disetujui Komisi Pembimbing:
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah. M.Si Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen,
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rezki,
nikmat, kesempatan serta karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan baik.
Segala hambatan teknis maupun non teknis yang dihadapi pada masa penelitian dan penyusunan tesis ini telah menjadi pengalaman dan merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Dadang, M. Sc sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan, koreksi dan masukan mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian serta penyusunan tesis
ini.
2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro EN, M. Agr, yang telah bersedia menjadi penguji luar
komisi dan memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. I Wayang Budiastra, M. Agr, selaku ketua program studi Teknologi
Pascapanen, seluruh staf pengajar di program studi Teknologi Pascapanen, yang telah mengajar dan mendidik penulis selama masa perkuliahan. Selain
itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi yang telah membantu penulis selama masa penelitian.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada
Papa dan Mama, atas segala pengorbanan mereka hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang master ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan masukan sangat diharapkan. Namun demikian penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1981 sebagai anak sulung dari pasangan Drs. Mardias Ibrahim dan
Dra. Lismar Mahmud.
Tahun 2000 penulis menamatkan SMAN I Lubuk Basung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL... ii
DAFTAR GAMBAR... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. Botani Tanaman Mangga ... 4
B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu ... 5
C. Respirasi ... 7
D. Penanganan Pascapanen Mangga... 9
E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga ... 20
F. Perlakuan Karantina ... 23
G. Vapor Heat Treatment... 29
III. METODE PENELITIAN... 33
A. Waktu dan Tempat ... 33
B. Bahan ... 33
C. Metode ... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly ... 45
B. Mortalitas Lalat Buah... 48
C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan Terhadap Mutu Buah .. 50
D. Uji Verifikasi dan Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum . 70 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 75
A. Simpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis ... 6
Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga ... 7
Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g... 7
Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga... 10
Tabel 5. Syarat mutu mangga ... 12
Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong gincu untuk ekspor ... 12
Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan ... 13
Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan... 17
Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu
pematangan... 18
Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah ... 25
Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan diekspor ke Jepang ... 31
Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit... 48
Tabel 13. Hasil pegujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada suhu 46 oC dengan berbagai lama perlakuan... 49 Tabel 14. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari
penyimpanan ke-0 ... 66
Tabel 15. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari
penyimpanan ke-12 ... 67
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mangga gedong gincu ... 5
Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor... 9
Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis)... 20
Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses karantina produk hortikultura... 32
Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah ... 34
Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah ... 35
Gambar 7. Diagram alir pengujian mortalitas ... 37
Gambar 8. Proses uji mortalitas ... 37
Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning ... 38
Gambar 10. Diagram alir VHT ... 40
Gambar 11. Proses VHT pada mangga ... 41
Gambar 12. Munsell color chart ... 44
Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly... 47
Gambar 14. Perkembangan suhu hasil pengukuran selama proses VHT .... 50
Gambar 15. Sebaran suhu hasil ukur dan hasil duga selama proses VHT ... 51
Gambar 16. Laju konsumsi O2 selama penyimpanan ... 52
Gambar 17. Laju konsumsi O2 mangga gedong pada hari ke-15 ... 53
Gambar 18. Laju produksi CO2 selama penyimpanan ... 54
Gambar 19. Laju konsumsi CO2 mangga gedong pada hari ke-14 ... 55
Gambar 20. Peningkatan susut bobot mangga selama penyimpanan ... 55
Gambar 21. Nilai susut bobot manga gedong pada hari ke-24. ... 56
Gambar 22. Penurunan kekerasan mangga selama penyimpanan ... 57
Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong pada hari ke-24 ... 58
Gambar 24. Perubahan warna (nilai a) selama penyimpanan ... 59
Gambar 25. Perubahan warna (nilai b) selama penyimpanan ... 60
Gambar 26. Warna mangga hari simpan ke-0 pada Munsell chart ... 60
Gambar 27. Warna mangga hari simpan ke-12 pada Munsell chart ... 60
Gambar 28. Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan ... 62
Gambar 29. Total padatan terlarut pada hari ke-20 ... 62
Gambar 30. Perubahan kadar air selama penyimpanan ... 64
Gambar 31. Kadar air mangga gedong hari ke-20 ... 64
Gambar 33. Penyakit antraknosa (A) dan stem end rot (B) ... 68
Gambar 34. Identifikasi cendawan pada hari simpan ke-12 ... 69
Gambar 35. Skor uji organoleptik pada hari ke-12 ... 70
Gambar 36. Hasil uji verifikasi ... 71
Gambar 37. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke-16 ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-8... 86
Lampiran 2. Kondisi mangga gedong gincu pada hari peyimpanan ke-12 .. 86
Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga gedong gincu ... 87
Lampiran 4. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai suhu selama 30 menit... 90
Lampiran 5. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 oC dengan beberapa lama perlakuan ... 91
Lampiran 6. Hasil running SAS untuk model matematika logistik ... 92
Lampiran 7. Sidik ragam laju konsumsi O2 mangga gedong gincu
selama penyimpanan... 93
Lampiran 8. Sidik ragam laju produksi CO2 mangga gedong gincu
selama penyimpanan... 96
Lampiran 9. Sidik ragam peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 99
Lampiran 10. Sidik ragam penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan... 100
Lampiran 11. Sidik ragam perubahan warna (a) mangga gedong gincu selama penyimpanan... 102
Lampiran 12. Sidik ragam perubahan warna (b) mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 104
Lampiran 13. Sidik ragam perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 106
Lampiran 14. Sidik ragam perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan... 108
Lampiran 15. Sidik ragam perubahan vitamin C mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 110
Lampiran 16. Hasil uji statistik Orgenoleptik pada hari ke-12 ... 111
Lampiran 17. Uji lanjut Duncan peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 121
Lampiran 18. Uji lanjut Duncan penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama penyimpanan. ... 112
Lampiran 19. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai b) mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 113
Lampiran 20. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai a) mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 114
Lampiran 22. Uji lanjut Duncan perubahan kadar air mangga gedong gincu selama penyimpanan ... 117
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komoditas hortikultura Indonesia sangat potensial untuk diekspor,
mengingat banyaknya jumlah dan ragam jenis hortikultura yang dapat tumbuh di
Indonesia seperti mangga, pisang, jeruk, pepaya dan nenas. Mangga (Mangifera
indica) merupakan salah satu produk hortikultura penting yang berperan sebagai
sumber vitamin dan mineral, sumber pendapatan dan lapangan kerja serta salah
satu penghasil devisa negara. Mangga gedong gincu adalah salah satu buah
yang menjadi andalan ekspor, karena dapat diterima dengan baik di pasar
dengan harga jual cukup tinggi. Pangsa ekspor mangga dari Indonesia terutama
adalah negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pada tahun 2004 jumlah
impor tertinggi dilakukan oleh negara Hongkong sebanyak 32,196 ton, kemudian
Singapura mengimpor 24,966 ton dan Malaysia mengimpor sebanyak 11,389
ton. Pengimporan mangga pada tahun 2005 mengalami peningkatan, dengan
pengimporan terbesar dilakukan oleh negara Saudi Arabia sebanyak 205,772
ton, lalu Uni Emirat Arab sebanyak 186,753 ton dan Singapura sebesar 141,482
ton (Deptan, 2007a).
Produktivitas mangga di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi,
produksi pada tahun 2004 adalah sebesar 1 437 665 ton, pada tahun 2005
menurun menjadi 1 412 884 ton, dan tahun 2006 sebesar 1 621 997 ton (Deptan,
2007b). Beberapa kendala ekspor yang dihadapi diantaranya adalah tingginya
serangan lalat buah yang menyebabkan buah tidak lolos dalam proses karantina.
Sekitar 78 spesies Dacus spp. ditemukan di Indonesia dan menyerang sekitar
75% buah-buahan seperti mangga, belimbing, nenas, semangka, mentimun,
jeruk, dan durian (Sutrisno, 1991). Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah ini
mencapai 10-30% bahkan pada populasi tinggi kerusakan yang ditimbulkannya
mencapai 100% (Deptan, 2003). Dalam pasar domestik, buah yang terinfestasi
lalat buah selain mendatangkan kerugian karena menurunnya mutu, juga
memberi andil yang cukup besar dalam penyebaran hama dan penyakit
buah-buahan di tanah air sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu buah-buah
yang akan diekspor harus dikarantina terlebih dahulu di negara asalnya untuk
menjamin tidak terjadinya penyebaran hama penyakit di negara tujuan ekspor.
Penguasaan teknologi karantina terutama dalam proses disinfestasi hama dan
tropika seperti Indonesia. Teknologi karantina belum banyak dikembangkan di
Indonesia meskipun buah-buahan dan sayuran Indonesia berpotensi untuk
dipasarkan di pasar internasional.
Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah
perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas.
Keefektifan perlakuan dingin dalam mengendalikan lalat buah tergantung pada
rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Hal ini menjadi
kurang efektif karena beberapa buah terutama buah-buahan tropis tidak tahan
pada suhu udara yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama, sehingga
mengalami kerusakan dingin (chiling injury). Sedangkan metode iradiasi hingga
saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya
yang masih diragukan. Sementara metode fumigasi yang telah diterapkan secara
luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi
kesehatan manusia, selain itu juga beberapa bahan fumigasi dapat merusak
lapisan ozon.
Penggunaan metode perlakuan panas pada buah-buahan dan sayuran
sangat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beberapa metode
yang biasanya digunakan adalah hot water treatment (HWT), hot air treatment
(HAT), dan vapor heat treatment (VHT). Kelebihan metode VHT dibandingkan
metode perlakuan panas yang lainnya adalah dapat memperkecil resiko
kerusakan akibat panas, sehingga mencegah terjadinya penurunan mutu.
B. Tujuan
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses
disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengamati daur hidup lalat buah dan menentukan tingkat mortalitas
fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan.
(2) Mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu
buah mangga gedong gincu
(3) Menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Mangga
Mangga merupakan tanaman pendatang yang berasal dari India,
kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tinggi pohon mangga
dapat mencapai 15-20 m, dengan diameter tajuk 7-15 m. Faktor suhu,
kelembaban, air dan ketinggian tempat sangat mempengaruhi produktivitasnya.
Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga dapat hidup baik di dataran
rendah sampai ketinggian 500 dpl. Kemiringan tanah tidak boleh lebih dari 15º.
Tipe iklimnya kering, curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan tingkat penyinaran
50-80%. Kondisi bulan kering yang diperlukan mangga adalah 4-8 bulan/tahun.
Tanah yang cocok untuk budidaya mangga adalah tanah lempung berpasir dan
tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Derajat keasaman tanah (pH tanah)
ideal untuk tanaman mangga adalah 5,5-6,0 dan suhu udara optimum 25-27 oC. Suhu udara yang rendah dapat merangsang pembungaan namun tidak baik
untuk perkembangan buahnya (Sunarjono, 1998). Menurut Surachmat (1985),
mangga gedong gincu temasuk:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L.
Tanaman mangga berbuah bersamaan dengan musim kemarau.
Tanaman mangga akan berbunga 1-1,5 bulan sesudah kemarau dimulai dan
buah matang 3-4 bulan kemudian. Bila musim kemaraunya kering hasil produksi
akan lebih baik, sehingga daerah dengan musim kering yang panjang baik
digunakan untuk berkebun mangga. Untung (1999) mengemukakan bahwa
mangga arumanis dan manalagi merupakan kultivar mangga yang cocok tumbuh
pada kondisi kering. Sementara kultivar mangga yang tahan terhadap kondisi
Buah mangga berukuran relatif besar, bentuknya bulat sampai lonjong,
bijinya gepeng dibungkus oleh daging yang tebal dan lunak serta enak dimakan.
Mangga tersusun atas 11-18% kulit, 14-22% daging dan 60-75% biji (Verheij dan
Coronel, 1997). Produksi mangga antara 25-1000 buah per pohon tergantung
varietas, umur, tempat tumbuh, dan kondisi iklim. Umumnya tanaman mangga
dapat dipanen pada bulan September sampai Desember. Satuhu (1999)
menyatakan bahwa musim mangga di Indonesia pada bulan Agustus sampai
Desember untuk mangga arumanis, golek dan manalagi, sedangkan Juni dan
Juli untuk mangga gedong gincu.
B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu
Jenis mangga gedong ada dua macam yaitu mangga gedong biasa dan
mangga gedong gincu (Gambar 1). Mangga gedong biasa berbentuk bulat, letak
tangkai di tengah, pangkal buah miring, sedikit berlekuk, pucuk buah bulat dan
sedikit pecah. Berat rata-rata 300 g dan berukuran 9,4 cm x 7,4 cm x 6,1 cm.
Kulit buah tebal, halus, berlilin, bintik-bintik agak jarang dan berwarna putih
kehijauan. Warna daging buah masak kuning jingga. Daging buah tebal, kenyal,
berserat halus sekali, kandungan air banyak, beraroma harum dan khas, serta
[image:30.612.186.454.441.669.2]rasanya manis segar.
Bijinya besar berukuran 7,9 cm x 4,5 cm x 2,3 cm dan sebagian biji berserat
pendek (Satuhu, 1999). Buah mangga gedong gincu memiliki warna daging
merah kekuningan. Bentuk buah hampir bulat dengan panjang 10 cm dan
lebarnya 8 cm. Bobot buah rata-rata 200-250 g dan kulit tipis serta halus. Daging
buah tebal, berwarna kuning kemerahan, berserat, beraroma harum dan rasanya
manis (Satuhu, 1999).
Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga
gedong biasa ataupun mangga lainnya, karena mangga ini memiliki aroma lebih
tajam, kulit buah berwarna merah menyala (disukai konsumen luar negeri). Pada
Tabel 1 ditampilkan beberapa keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan
mangga arumanis.
Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga arumanis
Karakteristik buah Mangga gedong gincu Mangga arumanis
Bentuk buah Bulat Jorong berparuh sedikit
dan pucuk runcing Warna pangkal buah
Warna Pucuk buah
Merah keunguan Hijau kekuningan
Hijau kekuningan Hijau kebiruan
Aroma buah Harum menyengat kuat Harum
Rasa buah Manis Manis
Bobot buah 200-250 g 450 g
(Sumber: Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Keunggulan yang dimiliki gedong gincu menyebabkan mangga ini diminati
oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar
negeri. Rachmiyanti (2006) melaporkan harga jual mangga gedong gincu
berfluktuasi, dimana supply buah berlebih maka harga akan rendah, begitu pula
sebaliknya dimana supply buah sedikit maka harga jual tinggi. Harga jual
mangga gedong gincu di petani saat musim panen yaitu sekitar Rp 6.000/kg,
yang terjadi pada pertengahan bulan Desember, sedangkan harga jual petani
tertinggi pada bulan September – Oktober berkisar antara Rp 18.000-21.000/kg.
Pada kondisi supply stabil harga mangga berkisar antara Rp 9.500-13.000/kg
ditingkat petani.
Buah mangga mengandung nutrisi yang cukup tinggi sehingga baik untuk
dikonsumsi dengan komposisi nutrisi yang berbeda-beda tergantung varietasnya.
perubahan fisiko-kimia seperti yang tertera pada Tabel 2 sementara pada Tabel
[image:32.612.172.469.304.516.2]3 ditampilkan komposisi gizi beberapa varietas mangga.
Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga matang
Jenis mangga Kandungan
Gedong Arumanis Cengkir Total padatan terlarut (obrix) 16,0-7,8 14,8-16,6 13,0-15,0 Total asam (%) 0,12-0,49 0,22-0,56 0,26-0,88 Total gula (g/100g) 14,80 11,40 11,50
Zat pati (g/100g) 8,80 7,40 7,60
Vit. C (g/100g) 36,2-96,2 22,0-46,9 37,8-58,2
Kadar air (%) ±82,9 ±81,1 ±84,3
(Sumber: Sabari, 1989).
Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g
Jenis mangga Kandungan
Gedong Indramayu Arumanis
Energi (kal) 44 72 46
Protein (g) 0,7 0,8 0,4
Lemak (g) 0,2 0,2 0,2
Karbohidrat (g) 11,2 18,7 11,9
Kalsium (g) 13,0 13,0 15,0
Fosfor (mg) 10,0 10,0 9,0
Besi (mg) 0,2 1,9 0.2
Vit. A (RE) 2528 447 185
Vit. C (mg) 9,0 16,0 6,0
Vit. B1 (mg) 0,08 0,06 0,08
Air (g) 87,4 80,2 86,6
(Sumber: Direktorat Gizi, 1981).
C. Respirasi
Mangga masih melakukan proses respirasi dan transpirasi setelah dipetik
(Soesarsono, 1998). Proses respirasi dan transpirasi sepenuhnya tergantung
pada kandungan bahan dan kelembaban komoditas tersebut (Wills et al., 1981).
Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk
mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju
respirasi, semakin pendek umur simpan.
Respirasi memerlukan oksigen untuk pembakaran senyawa
H2O serta sejumlah energi (Winarno dan Aman, 1981). Selama proses respirasi
terjadi perubahan fisik, kimia, dan biologi misalnya proses pematangan,
pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging
buah dan pengurangan bobot. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah dan
sayuran akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
ditandai dengan hilangnya zat gizi dan faktor mutu buah tersebut. Respirasi
yang merupakan pembongkaran oksidatif bahan-bahan komplek, yang terdapat
di dalam sel menjadi molekul yang sederhana, disamping terbentuknya energi
dan juga dihasilkan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa
(Wills et al., 1981). Umumnya respirasi aerob pada buah tropis digambarkan
dengan reaksi berikut:
C6H12O6 + 6O2 Æ 6CO2 + 6H2O + 678kal
Ryall dan Pentzer (1982) menyatakan bahwa tiap buah yang berbeda
mempunyai kecepatan dan pola respirasi yang berbeda pula sesuai dengan jenis
dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Berdasarkan pola respirasinya, buah
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik.
Buah-buahan klimakterik menurut Pantastico (1986) adalah buah yang
mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak, kemudian mengalami
penurunan yang cepat. Demikian juga menurut Haard (1976), buah-buahan yang
mengalami kenaikan dalam respirasi digolongkan ke dalam buah-buahan
klimakterik. Klimakterik sedikit banyak berhubungan dengan perubahan flavour,
tekstur, warna yang erat hubungannya dengan kematangan buah. Biale dan
Young (1981) menambahkan bahwa peningkatan laju respirasi pada buah
klimakterik terjadi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik
tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan.
Buah mangga termasuk buah-buahan klimakterik sehingga walaupun
dipanen masih muda, akan matang dalam masa pemeraman. Untuk
menghasilkan buah dengan mutu yang baik, buah harus dipanen dengan tingkat
ketuaan yang cukup, buah yang dipetik sebelum umur petik optimal, setelah
matang akan mempunyai rasa buah yang hambar dan kurang enak serta warna
buah yang tidak menarik, tampak kusam dan tidak cerah. Menurut Krishnamurthy
(1973), respirasi buah mangga mencapai puncaknya 2-5 hari setelah pemanenan
pada saat buah masih keras dan berwarna hijau atau saat permulaan terjadinya
menurun. Laju respirasi buah mangga dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu,
praklimakterik, klimakterik, puncak klimakterik dan periode kelayuan atau
senescene. Menurut Phan et al. (1986) laju respirasi buah dan sayuran
dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi
respirasi adalah tinggkat perkembangan, ukuran produk, jenis jaringan dan
lapisan alamiah seperti lilin, ketebalan kulit dan sebagainya. Sementara faktor
luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas CO2 dan O2 yang
tersedia, zat-zat pengatur tumbuh, dan kerusakan yang ada pada buah.
D. Penanganan Pascapanen Mangga
Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut
dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan
pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen, diimbangi
dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas
(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Setyadjid dan Sjaifullah (1992) menyatakan
kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan
pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat
misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik,
pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang
[image:34.612.199.513.442.669.2]diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit.
Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor.
Panen
Sortasi dan pencucian
Pemutuan/grading
Pelilinan
Labeling & Pengemasan
Penyimpanan
Pematangan buatan
Tidak layak jual
Mutu I
1. Panen
Pemanenan merupakan kegiatan pascapanen untuk mengumpulkan buah
secepat mungkin dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat (Broto,
1993). Untuk menghasilkan mangga dengan mutu yang baik, pemanenan buah
mangga harus dilakukan pada saat yang tepat dan dengan cara yang baik dan
tepat. Tingkat ketuaan buah dapat didasarkan kepada umur buah, bentuk buah,
tangkai buah, lapisan lilin dan lentisel pada permukaan kulit buah. Umur buah
(Tabel 4) ditentukan dan dihitung mulai bunga mekar.
Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga
Varietas Umur petik (hari)
Gedong gincu 90-107
Arumanis 90-107 Golek 78-85 Manalagi 80-85
(Sumber: Satuhu, 1999).
Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengusahaan buah mangga
adalah sulitnya menentukan tingkat ketuaan buah mangga yang tepat untuk
dipetik (Haryati, 1991). Padahal pemanenan yang dilakukan akan mempengaruhi
mutu buah yang dihasilkan, sehingga tingkat ketuaan sewaktu panen merupakan
faktor terpenting yang mempengaruhi mutu buah mangga. Pemanenan biasanya
dilakukan secara manual dengan memanjat pohon mangga, atau menggunakan
galah yang diberi jaring diujungnya agar buah mangga tidak terhempas ke tanah.
Bila pemanenan buah menggunakan gunting, setidaknya 10 cm dari tangkai
harus dipertahankan. Dengan demikian getah yang sangat lekat dan mudah
mengalir pada buah mangga yang baru dipetik, tidak akan mengotori buah. Buah
mangga, khususnya varietas berwarna hijau di Indonesia, banyak sekali
mengalirkan lateks atau getah dari tangkai yang baru dipotong.
2. Sortasi dan Pencucian
Sortasi dan pemutuan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan
setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan. Tujuan
sortasi dalam pascapanen mangga adalah untuk memisahkan buah yang layak
dan tidak layak untuk dipasarkan. Disamping itu sortasi juga dilakukan untuk
Dengan demikian sortasi merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan
buah agar tetap bermutu baik hingga sampai ke tangan konsumen (Broto, 1993).
Setelah sortasi dilakukan buah mangga dicuci terlebih dahulu untuk
membersihkan kotoran dan sisa getah yang masih menempel pada permukaan
kulit buah. Pencucian biasanya dilakukan dengan meletakkan mangga pada
konveyor yang melewati semprotan air selama lebih kurang 20 menit. Pencucian
dilakukan dengan hati-hati agar getah terbuang dan tidak mengalir pada kulit
buah, bahkan pada mangga kensington pekerja harus menggunakan sarung
tangan agar getah tidak merusak kulit. Penambahan detergen atau cairan
pembersih seperti klorin biasanya sering dilakukan pada berbagai packing house.
3. Pemutuan
Pemutuan dilakukan untuk memisahkan produk berdasarkan mutu yaitu,
warna, bentuk, berat, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing
(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Mangga Gedong gincu dapat diklasifikasikan
berdasarkan beratnya. Mangga dikatakan besar jika beratnya > 250g, sedang
jika beratnya 200-250 g, kecil jika beratnya 150-199 g, dan sangat kecil jika
beratnya 100-149 g. Keseragaman kualitas dapat diperoleh dengan menerapkan
standar mutu produk. Menurut Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2004) standar
mutu yang berlaku sacara nasional adalah menurut Standar Nasional Indonesia,
SNI 01-3164-1992 (Tabel 5), dimana syarat mutu minimal dan tingkat toleransi
kriteria mutu mangga yang masih diperbolehkan untuk dipasarkan yaitu: (1) buah
mangga yang utuh, tidak terbelah atau terkelupas, (2) kekerasan buah cukup, (3)
penampakan segar, (4) keadaan baik, tidak busuk, layak dikonsumsi, (5) bersih
dan bebas dari benda asing, (6) bebas dari bercak atau noda hitam pada
permukaan kulit, (7) bebas dari tanda-tanda memar, (8) bebas dari kerusakan
yang disebabkan oleh hama penyakit, (9) bebas dari bau dan rasa asing, (10)
tingkat perkembangan buah cukup dan menjamin tercapainya proses
Tabel 5. Syarat mutu mangga
Karakteristik Mutu I Mutu II
Keseragaman varietas Seragam Seragam
Tingkat ketuaan Tua tapi tidak matang Tua agak matang
Kekerasan Keras Cukup keras
Keseragaman ukuran Seragam Kurang seragam
Mangga cacat, % maks 0 0
Kadar kotoran Bebas Bebas
Mangga busuk, % maks 0 0
Panjang tangkai, maks 1 cm 1 cm
(Sumber: SNI 01-3164-1992).
Beberapa syarat mutu yang harus dipenuhi oleh mangga untuk tujuan
ekspor (Tabel 6) adalah: permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang,
tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda ”scab”), bebas dari
luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan
bentuk normal. Beberapa syarat mutu tambahan untuk mangga yang akan
diekspor yaitu matang fisiologis, kolorisasi kuning 30-50%, tingkat kematangan
merata, berat dan ukuran seragam berdasarkan varietasnya.
Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong untuk ekspor
Karakteristik Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Mutu VI Permukaan
kulit
100% mulus
100% mulus
100% mulus
100% mulus
100% mulus
100% mulus
Persen cacat 0 0 0 0 0 0
Penyakit pascapanen
Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas
Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berat buah (g) > 350 g 300-349 275-299 250-274 225-249 200-224
(Sumber: Satuhu, 1999).
4. Pelilinan
Pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran befungsi
sebagai pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan
oksigen untuk respiras untuk menekan respirasi dan transpirasi sehingga
komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat
dipertahankan. Roosmani (1975) menyatakan bahwa konsentrasi emulsi lilin
Pemberian lapisan lilin cukup penting, khususnya bila terdapat luka-luka
atau goresan kecil pada permukaan buah. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat
ditutupi oleh lapisan lilin. Dalam pelilinan diupayakan agar pori-pori kulit buah
tidak tertutupi sama sekali untuk mencegah kondisi anaerob di dalam buah, yang
dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi sehingga mempercepat kebusukan
(Akamine et al., 1986).
Lapisan lilin yang digunakan umumnya menggunakan lilin lebah yang
dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%, dengan syarat lilin
tersebut tidak mempengaruhi bau dan flavor dari komoditas yang akan dilapisi,
mudah kering, tidak lengket, mudah diperoleh, tidak bersifat racun dan murah
harganya. Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah (hasil sekresi
dari lebah madu), karnauba (dari pohon palem) dan spermaceti (dari kepala ikan
paus). Akamine et al. (1986) menyatakan dalam pembuatan emulsi lilin tidak
boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air
tersebut dapat merusak emulsi lilin. Pemberian lilin dapat dilakukan dengan
teknik pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pelapisan lilin
sebaiknya dilakukan menggunakan mesin untuk menghasilkan pelapisan yang
merata.
Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertamakali dikenal sejak abad 12-13
oleh bangsa Cina. Pelapisan lilin pada saat itu tanpa memperhatikan adanya
efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu
tebal, mengakibatkan respirasi anaerob dan menghasilkan jeruk yang masam
dan busuk. Roosmani (1975) melakukan percobaan menggunakan mangga
indramayu, apel malang, jeruk siam dan tomat varietas money maker
menggunakan emulsi lilin yang mengandung 6, 8 dan 9 % solid untuk
mengetahui pengaruh pelilinan terhadap hortikultura di Indonesia (Tabel 7).
Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan
Daya simpan (hari) Jenis buah
Tanpa pelilinan Dengan pelilinan
Apel malang 12 30
Jeruk siam 10 21
Mangga indramayu 6 12
Tomat 20 50-60
Pada buah mangga pelilinan juga biasa diterapkan, berdasarkan SPO
mangga arumanis dijelaskan bahwa untuk membuat emulsi lilin standar 12 %
terlebih dahulu diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g
dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian
dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat,
triethanolamin dan air panas, larutan diblender kurang lebih dari 2-5 menit agar
tercampur dengan sempurna kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat
digunakan setelah proses pendinginan selesai dilaksanakan. Berdasarkan
pengetahuan ini dan sesuai dengan kemajuan teknologi maka pelilinan terhadap
berbagai komoditas hortikultura terus berkembang. Menurut Roosmani (1975)
emulsi lilin optimum untuk buah mangga adalah pada konsentrasi 6%.
5. Pengemasan
Pengemasan hortikultura adalah salah satu usaha untuk menempatkan
komoditas segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga
menjaga supaya mutunya tetap atau hanya mengalami penurunan mutu yang
masih dapat diterima oleh konsumen sampai akhir dengan nilai pasar yang tetap
tinggi. Tujuan pengemasan buah adalah: melindungi buah dari luka,
memudahkan dalam pengelolaan suhu, mencegah kehilangan air,
mempermudah dalam perlakuan khusus dan memberikan estetika yang menarik
bagi konsumen (Broto, 1993).
Pengemasan mempunyai peran yang cukup strategis dalam pemasaran
produk, baik dari segi menjaga kualitas produk, penanganan selama transportasi
maupun sebagai sebagai daya tarik bagi konsumen. Disamping itu pengemasan
berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk agar
mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus
berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu, bentuk warna
dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya.
Berdasarkan bahan yang digunakan, kemasan transportasi untuk mangga
umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak
karton. Kemasan konsumen umumnya dilakukan di tingkat pedagang eceran.
Seperti halnya pada apel dan pear, buah mangga dilakukan pengemasan
6. Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu produk
sehingga masa simpannya dapat diperpanjang. Selain untuk memperpanjang
daya guna mangga dan dalam keadaan tertentu dapat mempertahankan
mutunya, menghindari banjirnya produk mangga dipasaran, menjaga ketersedian
mangga sepanjang tahun sehingga dapat membantu pemasaran yang teratur
sehingga meningkatkan keuntungan produsen.
Penyimpanan dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan
metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan
dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan
karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Mangga yang
akan disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan
lainnya. Memar dan kerusakan mekanis bukan hanya menyebabkan bentuk dan
rupa produk menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi
organisme pembusuk untuk masuk dan merusak bahan. Sehingga produk
tersebut akan mengalami lebih banyak dan lebih cepat busuk, serta
menyebabkan kehilangan air. Buah yang memar akan mengalami penyusutan
empat kali lebih besar dari pada buah yang utuh.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penting dijaga agar suhu
ruang penyimpanan relatif tetap. Jika kelembaban rendah maka akan terjadi
pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses
pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban
nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada
beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban
sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat
dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban
yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap
pertumbuhan mikroba. Selain itu dibutukan sirkulasi udara yang cepat terutama
pada waktu bahan baru dimasukkan, untuk menghilangkan panas lapang.
Setelah panas lapangan dihilangkan dari bahan, maka kecepatan sirkulasi udara
tidak perlu terlalu besar. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang
panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.
Selama penyimpanan diperlukan suhu yang tepat karena ada
Buah-buahan tropika pada umumnya sensitif pada suhu dingin (Kays, 1991).
Chiling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum
yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan
warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal. Kays
(1991) menerangkan bahwa suhu chiling injury pada mangga adalah 10-13oC. Apandi (1984) menerangkan bahwa suhu 7-13 oC adalah suhu chiling injury
untuk penyimpanan mangga, sedangkan Broto (2003) menerangkan bahwa suhu
chiling injury untuk penyimpanan mangga adalah 5-20 oC dan untuk mencegah terjadinya chiling injury pada penyimpanan mangga gedong yang disimpan pada
suhu 10 oC, diperlukan adaptasi selama sehari pada suhu 15 oC.
USDA (1968) mempublikasikan kisaran suhu untuk penyimpanan mangga
adalah pada 13 oC selama 2-3 minggu. Satuhu (2000) menjelaskan bahwa mangga yang disimpan pada suhu 15-20 oC dapat bertahan selama 22 hari. Menurut Pantastico (1986), lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga
tergantung varietasnya, yaitu 2,5 hingga 6 minggu. Mangga arumanis dapat
simpan pada suhu kamar selama 14 hari (Yuniarti, 1980) dan selama 15 hari
pada suhu 15 oC (Sahirman et al., 1994); mangga indramayu dapat disimpan selama 36 hari pada suhu 10 oC (Hadi, 1987) dan mangga cengkir dapat disimpan selama 15 hari pada suhu 10 oC (Pratikno dan Sosrodihardjo, 1989). Ratule (1999) menyimpulkan bahwa suhu 10 oC adalah suhu optimum penyimpanan mangga arumanis yang terolah minimal berlapis edibel dengan
penyimpanan atmosfer terkontrol. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga
gedong dapat disimpan selama 4 minggu pada suhu 10 oC setelah sebelumnya dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15 oC selama sehari. Saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan mangga tersebut masih dapat matang
normal serta bermutu baik dalam waktu 2-3 hari pada suhu ruang (28-30oC). Sakai et al. (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan mangga dapat
dilakukan pada 4 variasi suhu yang berbeda yaitu: penyimpanan pada suhu
9-10oC, pematangan pada suhu 21-24 oC; penyimpanan pada suhu 7 oC, pematangan pada suhu kamar; penyimpanan pada suhu 15-17,8 oC, pematangan pada suhu 21-24oC dan penyimpanan dan pematangan pada suhu dibawah 26,1 oC. Umumnya penyimpanan pada suhu 12oC dengan RH 85-95% merupakan kondisi yang optimum untuk mangga (Kader , 1992).
Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan dengan plastik
memuaskan bila tanpa pendinginan. Penyimpanan dengan pengaturan
lingkungan atmosfir dimaksudkan untuk memberikan kondisi atmosfir disekitar
produk yang berbeda dengan kondisi atmosfir udara normal, biasanya dengan
meningkatkan kandungan karbondioksida dan atau menurunkan kandungan
oksigen. Kondisi atmosfir ini dapat menekan laju respirasi sehingga masa simpan
dapat diperpanjang.
Penyimpanan dengan teknik Modified Atmosphere Package (MAP)
adalah penyimpanan dengan cara pengemasan menggunakan plastik film yang
memiliki tingkat permeabilitas terhadap O2 dan CO2 tertentu sehingga
menghasilkan konsentrasi gas di dalam kemasan (O2 dan CO2) sesuai yang
direkomendasikan untuk produk yang dikemas (Tabel 8). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan antara lain adalah faktor
produk yang dikemas (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis
film plastik, ketebalan, luas permukaan, nilai permeabilitas) dan faktor lingkungan
(suhu dan kelembaban ruang penyimpan).
Pada Controlled Atmosphere Storage (CAS), komposisi gas di dalam
ruangan penyimpanan diatur secara terus-menerus dengan menambahkan atau
mengurangi gas-gas tertentu sehingga diperoleh komposisi sesuai yang
direkomendasikan untuk produk yang disimpan. Sedangkan pada “hypobaric
atmosphere”, penyimpanan produk dilakukan pada tekanan rendah sehingga
kandungan oksigen menjadi sangat terbatas.
Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan
Komposisi gas (%) Jenis buah simpan (Suhu o
C) O
2 CO2
Aplikasi secara komersial
Alpukat 5-13 2-5 3-10 Terbatas
Pisang 12-15 2-5 2-5 Dikomersialkan
Jeruk 5-10 5-10 0-5 Tak komersial
Mangga 10-15 3-5 5-10 Terbatas
Pepaya 8-13 2-5 5-10 Tak komersial
(Sumber: Kader , 1992).
7. Pematangan buatan
Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi
terjadwal, baik dalam mempercepat atau memperlambat proses pematangan
buah tersebut. Beberapa keuntungan dari proses pematangan buatan ini adalah,
warna yang seragam dan maksimal, memperkecil terjadinya pengeriputan karena
jangka waktu buah menjadi matang dan siap dipasarkan lebih singkat, sehingga
presentase kehilangan airnya lebih kecil, modal kembali lebih cepat karena pada
saat yang ditentukan petani atau pedagang bisa menjual buah matang dari pada
buah dibiarkan matang secara alami, memberikan keleluasaan pedagang besar
atau pengencer dalam menjual buah matang yang dinginkan pembeli,
mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih tinggi pada awal, akhir atau luar
musim mangga (Broto, 2003). Secara teoritik, pengontrolan pematangan buatan
dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat
tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada buah-buahan tersebut. Suhu
ruangan pematangan yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada
buah. Buah yang diperam pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging
buah rusak. Sedang pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.
Broto (2003) menyarankan suhu terbaik untuk proses pematangan adalah 21-25
o
C.
Metode lain untuk mengontrol pematangan adalah dengan memberikan
bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan (Tabel 9).
Sugiyono (1999) menerangkan bahan-bahan kimia yang mempercepat
pematangan misalnya karbit, gas etilen, gas asetilen dan daun-daun yang
banyak memproduksi etilen, misalnya daun gamal. Etilen adalah suatu senyawa
hidrokarbon tak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas, tak berwarna
dengan sedikit berbau manis, diproduksi secara alami sebagai hormon
pematangan pada beberapa buah seperti mangga, pisang, pepaya dan
sebagainya.
Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu pematangan
Varietas Bahan pemicu Takaran dan cara Hasil
Arumanis Karbit 0,6 g/kg buah Matang 3 hari lebih awal Cengkir Asetilen 500 ppm, 24 jam Matang 3 hari lebih awal Asetaldehida 5%, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal Asetilen 500 ppm, degreening Matang 2 hari lebih awal Etanol 10, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal Gedong
Etilen 50 ppm, degreening Matang 4 hari lebih awal
Dengan kelembaban tinggi, konsentrasi optimal untuk pematangan
mangga gedong menggunakan etilen, dan asetilen secara terus menerus pada
suhu kamar masing-masing sebesar 50 ppm dan 500 ppm. Sementara mangga
cengkir juga memerlukan 500 ppm asetilen. Seymor dan Tucker (1993)
menerangkan bahwa konsentrasi dan waktu pemberian etilen adalah khas untuk
setiap jenis buah. Penggunaan 100 ppm etilen selama 24-48 jam pada suhu 20
o
C untuk menyeragamkan masaknya mangga. Penggunaan gas asetilen dari
kalsium karbida juga dapat diaplikasikan pada ruangan tertutup selama 24 jam
dan suhu 20-25 oC dengan RH 90-95% serta konsentrasi gas 10-100 ppm
(0,001-0,01%) etilen dan 1000 ppm asetilen (Kader, 1992)
Buah mangga yang telah tua dapat masak pada suhu 21 - 240C dan kelembaban 85 - 90%. Pada proses masaknya buah khlorofil (warna hijau)
berkurang dan terjadi pembentukan antosianin dan karotenoida dalam kulit dan
daging. Etilen dapat digunakan untuk mempercepat dan lebih menyeragamkan
masaknya buah (100 ppm etilen selama 24 - 48 jam pada suhu 20 oC). Menjadikan buah masak dapat dilakukan di tempat pengangkutan bila waktu
transit kurang dari 5 hari atau di tempat penerimaan bila waktu transit lebih dari 5
hari.
Selain itu pematangan juga dapat ditunda untuk memperpanjang masa
simpan buah, dilakukan dengan melakukan penyerapan etilen menggunakan
’ethylene absorber’. Pantastico (1986) menyatakan bahwa pengeluaran C2H4
secara paksa dengan menggunakan kemasan hampa udara menyebabkan
terhambatnya pematangan yang cukup lama. Hal ini membuktikan bahwa
penghisapan sebagian besar C2H4 dari dalam buah dapat mengurangi kadar
etilen tersebut sampai tingkat fisiologi tidak aktif. Scott et al. (1968)
mengembangkan bahan yang lebih praktis, yaitu kalium permanganat (KMnO4)
pada vermikulit untuk menyerap etilen. Menurut Abeles (1973), etilen dapat
dioksidasi dengan KMnO4 dan merubahnya menjadi bentuk etilen glikol dan
Mangan dioksida. KMnO4 bersifat tidak mudah menguap sehingga dapat
disimpan bersama buah tanpa menimbulkan kerusakan.
E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga
Lalat buah yang menyerang buah mangga di Indonesia termasuk ke
Lalat buah termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, sub
Ordo Cyclorrhapha dan famili Tephritidae (Trypetidae) (Borror, 1981). Di
Indonesia telah diketahui sekitar lima genus lalat buah dari sekitar 12 genus yang
ada, kelimanya adalah Anastrepha, Bactrocera, Ceratitis, Rhagolestis dan Dacus
(Nugroho, 1997). Pada beberapa jenis buah-buahan lalat buah dianggap sebagai
hama utama (White dan Elson, 1992). Mediteranian fruit fly (Ceratitis capitata),
Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis), Queensland fruit fly (Bactocera tryoni),
melon fly (Bactrocera curcubitae), codling moth (Cydia pomonella) adalah hama
yang sangat merugikan dan negara yang diketahui memiliki jenis-jenis hama ini
tidak diijinkan melakukan impor buah-buah yang menjadi inang hama ini ke
Jepang (Plant Protection Division, 1997).
Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis).
Oriental fruit fly adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di
Asia Timur dan pasifik dan menyerang bermacam-macam buah-buahan (Allwood
et al., 1999 di dalam Hou et al., 2006). Lalat ini juga dalam pengawasan yang
ketat oleh pemerintah sehubungan dengan besarnya kehilangan ekonomi yang
disebabkan oleh spesies ini di banyak negara, hal ini juga menjadi pembatas
utama dalam perdagangan dan perkembangan ekonomi (Aluja dan Liedo, 1993
di dalam Hou et al., 2006).
Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa
dan imago. Telur diletakkan di dalam atau di bawah kulit buah oleh lalat buah
betina, tempat peletakannya ditandai oleh cekungan/titik kecil berwarna gelap
pada komoditas yang terserang. Imago lalat buah meletakan telur antara 2-15
butir setiap periode. Setiap lalat betina mampu meletakan sekitar 800 butir telur
selama masa peletakan telur, telur tersebut akan menetas kira-kira dua hari
setelah diletakkan oleh induknya (Nugroho, 1997). Bahkan menurut Pena dan
Mohyuddin (1997) lalat betina Anastrepha fraterculus dapat meletakkan
sebanyak 200-400 telur dan B. Dorsalis sebanyak 1200-1500 telur. Telur
berwarna putih bening sampai kuning krem dan berubah menjadi lebih tua
mendekati saat menetas. Bentuk dan ukuran telur bervariasi, tergantung
spesiesnya. Pada umumnya telur berbentuk bulat panjang seperti pisang dengan
ujung meruncing. Panjang telur lalat buah sekitar 1,2 mm dengan lebar 0,2 mm
tergantung spesiesnya (White dan Elson-Haris, 1992).
Fase larva merupakan fase yang merusak karena aktivitasnya dalam
jaringan buah. Larva keluar dari telur yang diletakkan di dalam inang, daging
inang dikoyak oleh larva dengan menggunakan alat pada mulutnya yang berupa
kait tajam sambil mengeluarkan enzim perusak. Enzim tersebut berfungsi
melunakan daging inang sehingga mudah dihisap dan dicerna mengakibatkan
buah bewarna coklat dan tidak menarik serta terasa pahit atau bahkan rusak dan
hancur. Enzim tersebut juga mempercepat pembusukan dan pada tahap
selanjutnya mengeluarkan aroma kuat yang diduga berasal dari senyawa
alkohol. Setelah melewati masa instar tiga lalat buah meninggalkan inangnya,
dan dalam waktu yang tidak terlalu lama masuk ke dalam pori-pori tanah u