• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Dan Umur Simpan Mangga (Mangifera Indica ) Cv Arumanis Dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci Dan Suhu Simpan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Dan Umur Simpan Mangga (Mangifera Indica ) Cv Arumanis Dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci Dan Suhu Simpan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA

(

Mangifera indica

) CV. ARUMANIS DAN GEDONG

DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN

ROZA YUNITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ROZA YUNITA. Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTOdan SURYO WIYONO.

Kendala utama yang dihadapi oleh produsen dan eksportir buah mangga di negara berkembang adalah rendahnya mutu visual akibat getah yang menempel pada permukaan kulit. Getah yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan luka bakar (sapburn) dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena mengandung komponen karbohidrat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan bahan pencuci yang cukup efektif untuk meningkatkan kualitas visual buah dan dapat menekan penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas bahan pencuci untuk meningkatkan kualitas visual manga, mencari suhu penyimpanan yang efektif untuk meningkatkan shelf life mangga Arumanis dan Gedong serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir antagonis dalam menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga Arumanis dan Gedong.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan pola split plot terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci [Tanpa dicuci; Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%); Bahan Pencuci + Fungisida 0. 025%; Bahan Pencuci + Khamir antagonis] dan suhu penyimpanan (12 °C, 15 °C, 18 °C dan suhu ruang).

Pencucian buah mangga dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas visual mangga, mengurangi persentase luka bakar pada permukaan kulit mangga, mencegah perkembangan bintik dendritik, mencegah dan menekan serangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah dan mampu meningkatkan umur simpan mangga Arumanis dan Gedong. Penyimpanan pada 12 °C dan 15°C efektif untuk meningkatkan shelf life mangga Arumanis dan Gedong dengan menekan laju perubahan tingkat kekerasan, susut bobot buah serta perubahan warna pada Gedong. Penggunaan khamir Cryptococcus albidus sangat efektif dalam menekan bahkan mencegah serangan penyakit pascapanen pada mangga Arumanis dan Gedong hingga akhir pengamatan (36 HSP).

(5)

SUMMARY

ROZA YUNITA. The Quality and Shelf life of Mango (Mangifera indica) cv. Arumanis and cv. Gedong Influenced of Washing Materials and Storage Temperature. Supervised by ROEDHY POERWANTOand SURYO WIYONO.

The principal constraint faced by mango producers and exporters in developing countries is the relatively low visual fruit quality resulting from the sap that adheres on the surface of the fruit peel. This sap stimulant sapburn injury and fungal disease.

Therefore, development of an effective washing materials that can improve the physical quality as well as inhibit fruit diseases on storage is important. The study aimed to evaluate the effectiveness of washing materials on the visual quality of mango and to determine the storage temperature to prolong the shelf life of Arumanis (Mangifera indica cv. Arumanis) and Gedong (Mangifera indica cv. Gedong) mango varieties.

In this study, a two-factor split-plot in completely randomized block design (CRBD) was used. Factor 1 referred to the use of washing mixture at the following treatment combinations: washing mixture (detergent 1% + slaked lime CaO 0.5%); washing mixture + fungicide 0.025%; washing mixture + yeast, and no washing as control). Factor 2 consisted of storage temperature level (12°C, 15°C, 18°C, and room temperature as control).

Combination of washing mixture (detergent 1% + slaked lime CaO 0.5%) added with fungicide or yeast, and stored at a low temperature level (12 °C and 15 °C) was effective to improve visual quality and prolong shelf life up to 24 days after harvest (DAH). The application of antagonistic yeast Cryptococcus albidus prevented the incidence of fungal diseases on the mango fruits up to the end of the observation (36 DAH).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. Penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA

(

Mangifera indica

) CV. ARUMANIS DAN GEDONG

DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015, dengan judul Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc dan Dr Ir Suryo Wiyono, MSc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2015 Nomor 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Februari 2015. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada keluarga tercinta, Surya Dinata, atas semangat, perhatian, dan doa terbaiknya, dosen, dan teknisi Laboratorium atas ilmu dan bantuan yang diberikan, petani mangga dan warga Desa Girinata yang telah turut membantu pelaksanaan penelitian, teman-teman Pascasarjana AGH 2012, AGH 2013, AGH 2014, Himmpas IPB, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan bantuan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Mangga Arumanis dan Gedong 3

Penanganan Pascapanen Mangga 4

Pencucian 5

Khamir Antagonis 6

Penyakit Pasca Panen 6

Penyimpanan Dingin 7

3 METODE 8

Waktu dan Tempat 8

Bahan 8

Alat 8

Prosedur Analisis Data 8

Prosedur Percobaan 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Perobaan Pendahuluan 14

Persentase Hilangnya Getah 14

Persentase Luka Bakar 16

Bintik Dendritik 17

Perkembangan Penyakit Antraknosa 18

Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (stem end rots) 21

Kekerasan 23

Susut Bobot 24

Perubahan Warna 26

Padatan Terlarut Total 27

Asam Tertitrasi Total (ATT) 29

Rasa dan Aroma 31

Daya Simpan 32

5 SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

(12)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni

khamir antagonis 14

2. Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar

pada buah mangga Arumanis dan Gedong 16

3. Perkembangan bintik dendritik pada manga Arumanis dan Gedong 18 4. Pengaruh suhu simpan dan bahan pencuci terhadap padatan terlarut

total mangga Arumanis 28

5. Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap padatan

terlarut total mangga Gedong 28

6. Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi

total mangga Arumanis 30

7. Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi

total mangga Gedong 30

8. Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap rasa dan aroma

pada buah mangga Arumanis dan Gedong 31

9. Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap daya simpan

buah mangga Arumanis dan Gedong 33

DAFTAR GAMBAR

1. Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian 15 2. Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong 15

3. Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong 17

4. Bintik dendritik pada mangga Arumanis dan Gedong 18 5. Pengaruh pengembangan bahan pencuci terhadap perkembangan

penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong selama

penyimpanan 19

6. Penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong 21 7. Perkembangan penyakit busuk pangkal pada mangga Arumanis dan

Gedong 22

8. Busuk pangkal buah pada mangga Arumanis dan Gedong 22 9. Kelunakan mangga Arumanis selama penyimpanan 24 10. Kelunakan mangga Gedong selama penyimpanan 24 11. Susut bobot mangga Arumanis selama penyimpanan 25 12. Susut bobot mangga Gedong selama penyimpanan 25 13. Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan 26 14. Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan 27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Formulir uji organoleptik mangga Arumanis dan Gedong 39 2. Data peringkat persentase getah (%) sebelum dan sesudah pencucian

(13)

3. Data peringkat luka bakar (%) pada mangga Arumanis dan

Gedong 40

4. Data peringkat bintik dendritik (%) pada mangga Arumanis dan

Gedong 40

5. Data peringkat penyakit antraknosa (%) pada mangga Arumanis 41 6. Interaksi penyakit antraknosa (%) pada mangga Gedong 42 7. Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga

Arumanis 43

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

εangga dikenal sebagai “The best loved tropical” merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat banyak disukai masyarakat, baik Indonesia maupun mancanegara karena mangga memiliki bentuk buah yang menarik, rasa daging buah yang enak. Buah mangga mengandung vitamin A dan vitamin C dengan kandungan nilai vitamin A delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan Apel sedangkan kandungan nilai vitamin C sembilan kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Apel. Buah mangga juga mengandung karotenoid dan senyawa antioksidan seperti Quercetin-3-galactoside, Quercetin-3-glucoside, Quercetin-3-arabinosde, gallic acid dan mangiferine C- glucoside ( Poerwanto 2015).

Pada tahun 2013, produksi mangga di Indonesia mencapai 2.192.928 ton dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Mangga juga merupakan salah satu buah-buahan tropis yang telah mampu menembus pasar dunia dengan pangsa pasar utama adalah Timur Tengah dan sebagian negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2013, Indonesia tercatat melakukan ekspor mangga dengan volume mencapai 1.089 ton dimana sekitar 42.43% volume ekspor tersebut ditujukan ke Negara Uni Emirat Arab, 28.35% ke Singapura, dan 7.55% ke Arab Saudi (Pusdatin 2014).

Menurut data FAO (2012) Indonesia termasuk lima negara dengan produksi mangga terbesar di dunia, akan tetapi volume ekspor mangga Indonesia masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah kualitas buah mangga yang masih rendah. Getah yang menempel pada permukaan kulit mangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas buah mangga di Indonesia. Umumnya, di Indonesia buah mangga tidak dicuci sebelum dipasarkan dan bahan pencuci mangga masih sulit ditemukan. Akibatnya buah mangga yang di pasarkan berpenampilan kotor, bergetah dan cepat busuk. Getah yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan luka bakar (sapburn) dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena mengandung komponen karbohidrat.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penurunan kualitas mangga akibat getah yaitu dengan cara pencucian. Hasil penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa penggunaan Ca(OH)2 dan detergen dapat membersihkan getah yang menempel pada permukaan kulit mangga (Amin et al. 2008; Holmberg et al. 2003). Namun penggunaan bahan pencuci ini belum mampu mencegah penyakit antraknosa dan busuk buah pasca panen, sehingga diperlukan satu upaya untuk mengembangkan bahan pencuci yang cukup efektif untuk menekan penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan.

Pengembangan bahan pencuci dapat dilakukan dengan menambahkan fungisida ke dalam larutan bahan pencuci. Hasil penelitian Syed et al. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan fungisida dengan merek dagang Nativo, Gemstar dan Carbendazim pada konsentrasi 1-3% ppm yang dikombinasikan dengan perlakuan panas pada suhu 50 0C dapat menekan pertumbuhan patogen penyebab busuk pangkal buah mangga pada saat pasca panen.

(16)

pengembangan suatu metode pengendalian penyakit pasca panen yang lebih efektif dan aman terhadap manusia dan lingkungan (Droby 2006; Robiglio et al. 2011). Salah satunya adalah dengan pengendalian hayati yang dilaporkan cukup efektif untuk mengendalikan penyakit pascapanen pada cabe dan mangga (Indratmi 2008; Kefialew & Ayalew 2009).

Khamir merupakan mikroorganisme yang potensial digunakan sebagai agen pengendali hayati (Robiglio et al. 2011). Khamir memiliki banyak kegunaan yaitu biasanya tidak menghasilkan spora alergenik atau mikotoksin seperti cendawan miselia (Droby & Chalut 1994). Tindakan pengendalian hayati dengan khamir memiliki sedikit resiko terhadap konsumen (Arras et al. 1999).

Beberapa tahun terakhir, khamir telah digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan penyakit-penyakit pascapanen. Perlakuan khamir Pichia anomala, P. guilliermondii, Lipomyces tetrasporus, dan Metschnikowia lunata pada buah jambu dapat menekan busuk buah yang disebabkan Botrvodiplodia theobromae (Hashem dan Alamri 2009). Cryptococcus albidus var aerius IPB1, C. edax 13, dan Rhodotorula glutinis 8, sangat potensial digunakan sebagai agen hayati dalam pengendalian Lasidiplodia theobromae Pat. pada buah mangga saat penyimpanan (Sugipriatini 2009).

Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu (Utama et al. 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk menentukan perlakuan yang dapat mempertahankan kualitas buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan.

Penyimpanan suhu rendah pada suhu 15 0C dapat menekan laju respirasi dan transpirasi pada buah manga sehingga dapat menghambat proses fisiologis seperti menunda pelunakan, perubahan warna, perubahan mutu, serta proses kimiawi lainnya (Amiarsi 2012). Hasil penelitian Paramita (2010) menujukkan bahwa penyimpanan pada suhu 10 0C, menunjukkan laju respirasi dan produksi etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20 0C dan 25 0

C. Hasil penelitian Ilmi (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah 16.1±1 °C dan 18.1±1 °C dapat menghambat perubahan susut bobot, kekerasan buah, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total pada buah mangga Gedong.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan khamir C. albidus ke dalam formulasi bahan pencuci efektif untuk menekan bahkan mencegah serangan penyakit pasca panen buah mangga Arumanis dan Gedong serta penyimpanan pada suhu 15 °C efektif untuk meningkatkan shelf life buah mangga Arumanis dan Gedong.

Tujuan Penelitian

(17)

3

untuk meningkatkan shelf life, serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir antagonis dalam menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga Arumanis dan Gedong.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat dipertimbangkan oleh para pengusaha mangga untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan buah mangga kultivar Gedong dan Arumanis.

2

TINJAUAN PUSTAKA

pasaran luar negeri selain manggis dan pisang.

Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 90 negara. Menurut data FAO (2012) lima negara dengan produksi mangga terbesar di dunia pada tahun 2010 sampai 2011 adalah India (~ 16.340.000 ton) diikuti oleh China (~ 4.350.000 ton), Thailand (~ 2.55 juta ton), Pakistan (1.78 juta ton), Meksiko (1.63 juta ton), Indonesia (~ 1.31 juta ton), Brasil (~ 1.19 juta ton) dan Bangladesh (~ 1.05 juta ton).

Indonesia memiliki dua varietas mangga yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu varietas Arumanis dan Gedong. Mangga Arumanis tersebar hampir di seluruh propinsi. Mangga Arumanis mempunyai keunggulan karena citarasanya yang khas dengan tekstur lembut, creamy dengan sedikit serat (Utama et al. 2011). Peluang untuk ekspor jenis mangga ini sangat tinggi karena jenis yang sama tidak dihasilkan oleh negara penghasil dan pengekspor mangga dunia yaitu India, Meksiko dan negara Amerika Latin lainnya.

Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya warna kulit dan daging buah yang kuning-orange, seratnya halus, kadar air dengan aroma yang harum dan khas, serta kandungan vitamin A tertinggi, cukup memikat konsumen (Amiarsi 2012). Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstick, serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit (Rizkia 2012).

(18)

kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah. Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan.

Penanganan Pascapanen Mangga

Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen dan diimbangi dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas (Budiastra dan Purwadaria 1993). Setyadjit dan Sjaifullah (1992) menyatakan kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat, misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit.

Kegiatan penanganan penanganan pascapanen mencakup rangkaian kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan dengan tujuan mempersiapkan dengan baik dan benar buah mangga yang akan didistribusikan untuk pemasarannya. Rangkaian kegiatan pascapanen meliputi pengumpulan buah mangga hasil panen, pengemasan dan pengangkutan buah mangga tersebut ke bangsal penanganan untuk dilakukan pra-pendinginan (precooling), pencucian, pemilihan dan pemilahan, perlakuan khusus, pengemasan, dan penyimpanan. Penerapan teknologi pascapanen pada setiap tahap atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam suatu tempat bangsal mulai dari penanganan awal bahan menjadi keharusan agar konsistensi mutu buah mangga dapat dijaga atau dipertahankan hingga ke tangan konsumen (Broto 2011).

Periode pascapanen dimulai dari produk dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi, atau diproses lebih lanjut. Sistem pasca panen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk yang dipanen (penampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanannya), memperpanjang masa simpan, serta masa pasar,atau dengan kata lain peran teknologi pascapanen adalah untuk mengurangi susut sebanyak mungkin selama periode antara panen dan konsumsi (Utama dan Antara 2013). Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi ( Mutiarawati 2007).

(19)

5

Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang menempel pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pencucian dapat dengan penyemprotan, perendaman dan pembilasan, penyekaan dengan kain basah, dan penyikatan. Air pencuci yang mengandung senyawa "pembersih" dalam jumlah tertentu diperlukan untuk memperkecil kemungkinan penularan mikroba patogen dari air ke buah mangga yang dicuci dari buah terinfeksi ke buah yang sehat (Broto 2003).

Getah mangga yang memiliki sifat asam pada kulit buah dapat menyebabkan kerusakan buah (Holmberg et al. 2003). Hal ini dapat diatasi dengan menajemen atau penanganan pasca panen melalui penculupan atau pencucian buah dengan cairan pencucian tertentu seperti senyawa yang bersifat basa. Maqbool dan Malik (2008) dalam penelitiannya menggunakan deterjen, 7 Tween-80, dan Ca(OH)2 untuk mengatasi getah pada buah mangga. Campuran Ca(OH)2 maupun surfaktan Tween-80 secara signifikan maupun mengurangi sapburn injury pada mangga cv. Samar Bahisht Chaunsa jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pencucian). Sebagian besar peubah fisiokimia (kecuali perubahan warna kulit dan kandungan gula) secara signifikan dipengaruhi oleh perlakuan pencucian.

Kalsium hidroksida biasa disebut dengan kapur tohor (quick lime). Kalsiun hidroksida dihasilkan dari reaksi kalsium oksida (CaO) dan air (H2O). Senyawa ini juga dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran antara larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) (Sukandarrumidi 1999). Kalsium hidroksida bersifat basa kuat dengan derajat kemasaman (pH) 12.4 yang mampu mereduksi asam dalam getah buah mangga dengan pH 4.3 (Robinson et al. 1993). Ca(OH)2 dapat mengurangi getah pada permukaan kulit buah dengan mencelupkan buah mangga pada larutan Ca(OH)2 tersebut, selain itu pemakaian Ca(OH)2 dapat menghilangkan getah yang melumuri permukaan kulit buah mangga (Amin et al. 2008).

Deterjen adalah campuran berabagai bahan yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Deterjen merupakan senyawa yang menyebabkan zat non polar dapat larut dalam air (Daintith 1994). Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan mengikat minyak dan mengangkat kotoran pada permukaan kain (Holmberg et al. 2003).

Daya detergensi mempengaruhi tingkat kesadahan air. Semakin tinggi tingkat kesadahan air, maka daya detergensi akan semakin menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya detergensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan fisik, temperatur pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis dan proses mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam system, serta jenis dan jumlah deterjen yang digunakan (Lynn 1993).

(20)

Khamir Antagonis

Pada awal tahun 1990 berbagai mikroba antagonis dilaporkan dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai patogen pada beberapa buah. Salah satu mikroba antagonis tersebut adalah khamir (Druvefors 2004). Jones dan Prusky (2002) melaporkan bahwa beberapa khamir antagonis juga telah dilaporkan efektif untuk menghambat patogen pascapanen pada beberapa buah-buahan dan dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati cendawan pascapanen penyebab busuk pada buah apel, grey dan blue mold yang disebabkan oleh Botrytis cinerea dan Penicillium italicum, dan pada buah jeruk (McLaughlin et al. 1990).

Debaromyces hansenii dilaporkan dapat mengendalikan busuk buah jeruk pascapanen (Wisniewski et al. 1991) dan beberapa spesies Cryptococcus sp, dapat digunakan untuk mengendalikan pembusukan pascapanen pada buah apel dan pir (Roberts 1990). Keberadaan mikroba antagonis baik secara alami maupun buatan dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit pascapanen (Wisniewski & Wilson 1992). Keuntungan dari penggunaan khamir antagonis, dapat diisolasi dari alam, bersifat non patogenik terhadap tanaman dan binatang termasuk manusia, mudah dibiakkan, dan reproduksinya cepat (Payne & Bruce 2001). Khamir juga memiliki banyak kegunaan, biasanya tidak menghasilkan spora alergik atau mikotoksin seperti cendawan miselial. Sel khamir juga mengandung vitamin, mineral, dan asam amino penting yang telah dimanfaatkan dalam makanan dan pakan (Hashem & Alamri 2009).

Mekanisme agens pengendali hayati dalam mengendalikan patogen target belum banyak diketahui (Janisiewicz & Korsten 2002). Khamir Debaryomyces sp. efektif menghambat perkembangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides, Debaryomyces sp. kerusakan hifa dan konidia patogen C. gloeosporioides. Penghambatan patogen C. gloeosporioides oleh Debaryomyces sp. terjadi melalui mekanisme kompetisi dan parasitisme (Indratmi 2008).

Pengujian secara in vitro dan in vivo menunjukkan C. albidus var aerius IPB1 efektif dalam penghambatan pertumbuhan patogen dan menekan penyakit busuk buah dengan mekanisme antibiosis. C. albidus var aerius IPB1, C. edax 13, dan R. glutinis 8 merupakan khamir potensial sebagai agen hayati dalam pengendalian L. theobromae Pat. pada buah mangga saat penyimpanan (Sugipriatini 2009). Hasil penelitian Fitriati et al. 2012 juga melaporkan bahwa Pichia anomala mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada buah alpukat dalam uji in vivo sebesar 75.76–100% pada konsentrasi 106–107 sel/ml, sedangkan Candida intermedia yang mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada buah avokad dalam uji in vivo sebesar 66.67–100% pada konsentrasi 106–107 sel/ml.

Penyakit Pasca Panen

Penyakit pasca panen pada buah tropis dan subtropis di Indonesia saat penting. karena iklim di Indonesia yang panas dan lembab. Teknik budi daya yang benar dan aplikasi fungisida setelah panen membantu menekan penyakit pasca panen. Kontrol suhu baik selama transportasi dan penyimpanan juga penting dalam menekan kehilangan pasca panen akibat penyakit (Widjanarko 2012).

(21)

7

penyimpanan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Faktor utama pengembangan proses infeksi penyakit pasca panen antara lain suhu dan kelembaban yang cukup tinggi. Selain itu pH komoditas juga menjadi faktor pembatas pengembangan infeksi pada komoditas pasca panen ( Widjanarko 2012).

Pembusukan buah-buahan pascapanen berasal dari infeksi yang terjadi baik antara pembungaan dan pematangan buah, atau selama penanganan panen, dan penyimpanan (Droby 2006). Infeksi dapat terjadi sebelum panen (preharvest) dan tetap bertahan sampai buah menjadi tua sampai pascapanen dan selama penyimpanan. Namun, sebagian besar infeksi terjadi melalui luka yang ditimbulkan permukaan komoditas pada saat panen, pascapanen dan pada penanganan selanjutnya. Kerugian akibat infeksi ini dapat ditangani dengan menggunakan fungisida yang diaplikasikan di lapangan atau setelah panen (Droby 2006).

Penyimpanan Dingin

Penyimpanan adalah salah satu cara memperpanjang umur simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan nilai komoditas yang disimpan. Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktifitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air, dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya (Broto 2003).

Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C dan di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin (Rizkia 2012). Secara umum tujuan penyimpanan dingin adalah untuk membatasi kerusakan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan lain yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen (Broto 2003). Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan mengurangi kelayuan, menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin C, mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologis, serta mencegah perkecambahan spora dari beberapa jamur pada bahan yang disimpan.

Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga tergantung varietasnya. Umur simpan mangga pada umumnya terbatas untuk 14 - 21 hari pada suhu 10 -15 °C (Yahia 1998), 4-8 hari pada suhu kamar dan 2 sampai 3 minggu dalam penyimpanan dingin di 13 °C (Carrillo et al. 2000). Emongor (2015) menyatakan bahwa untuk memperpanjang umur simpan dan periode pemasaran buah harus disimpan pada 12 °C dengan RH 90-95% karena buah tidak akan mengalami chilling injury dan akan mengalami proses pematangan normal.

(22)

disimpan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Pengaturan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi metabolisme dan mengendalikan pematangan serta mengurangi kerusakan sehingga memperpanjang umur simpan (Paramita 2010). Penurunan suhu dapat meningkatkan umur simpan mangga dengan menurunkan laju respirasi dan produksi etilen (Emongor 2015).

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015 di Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tempat pengambilan buah mangga di Desa Girinata, Kecamatan Duku Puntang, Kabupaten Cirebon.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah buah mangga varietas Gedong dan Arumanis dengan tingkat kematangan 80%. Bahan lain yang digunakan yaitu deterjen (mengandung bahan aktif surfaktan 19.5 %), CaO, fungisida Amistar Top (mengandung bahan aktif azoksistrobin 200 g/l dan difenokonazol 125 g/l), khamir antagonis Cryptococcus albidus. Konsentrasi suspensi khamir yang digunakan adalah 5.8 ml/L air yang diperoleh dari stok indukan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas ukur, timbangan analitik, kamera, hand refractometer Atago DUE-PSH 14, show case, termometer min max, buret, glassware dan alat penunjang penelitian lainnya.

Prosedur Analisis Data

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola split plot, terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci sebagai subplot dan suhu penyimpanan sebagai main plot. Faktor aplikasi bahan pencuci terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu Tanpa dicuci; Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%); Bahan Pencuci + Fungisida 0.025%; Bahan Pencuci + Khamir antagonis. Faktor suhu penyimpanan terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu suhu penyimpanan 12 °C , 15 °C, 18 °C dan suhu ruang. Setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga terdapat 64 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri atas 1 sampel.

Analisis data

(23)

9

warna, rasa dan aroma buah mangga. Data parametrik di analisis ragam pada taraf 5%, apabila hasil menunujukkan pengaruh nyata perlakuan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Peubah yang diamati yaitu susut bobot, total asam tertitrasi, padatan total terlarut. Model linier aditif untuk rancangan ini adalah sebagai berikut:

Yijk= µ + αi + ik+ β j +(αβ)ij+ ijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada faktor aplikasi bahan pencuci ke-i dan suhu penyimpanan ke–j dan ulangan ke-k

μ = rataan umum

α i = pengaruh faktor aplikasi bahan pencuci ke i β j = pengaruh faktor suhu penyimpanan ke j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor aplikasi bahan pencuci dan suhu penyimpanan

ijk = galat dari anak petak (aplikasi bahan pencuci) i k = galat dari petak utama (suhu simpan)

Rumus uji kruskal wallis untuk peubah persentase getah yang menempel, persentase luka bakar akibat getah, persentase bintik dendritik, busuk pangkal buah, antranoksa, warna, rasa dan aroma buah manga. Model linier aditif untuk rancangan ini adalah sebagai berikut (Walpole 2005):

Keterangan :

H = Nilai Kruskal Wallis

Ri = jumlah peringkat dari perlakuan ke i (mean rank) Ni = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i

K = Banyaknya perlakuan (i = l,2,3...k)

n = Jumlah seluruh data penelitian (N = nl + n2 + n3 +...+ nk) Rumus uji Dunn

√(

)√( )

Keterangan:

 Jika ri - ri' pada = 0.05, maka H0 diterima. Hal ini menyatakan bahwa pasangan rata-rata rangking perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P > 0.05)

(24)

Prosedur Percobaan

Pemanenan

Buah mangga yang digunakan dalam penelitian ini dipanen dari kebun mangga di Desa Girinata Kecamatan Duku Puntang Kabupaten Cirebon. Tanaman mangga yang diambil buahnya merupakan tanaman yang berumur sekitar 13 tahun dan telah diberikan perawatan seperti pemupukan dan pemangkasan. Pemanenan buah mangga dilakukan pada pagi hari. Buah mangga dipanen dengan menggunakan galah yang pada bagian ujung dipasang keranjang penampung dan pisau. Indeks panen yang digunakan adalah warna buah hijau, bentuk lekukan bagian pangkal dan ujung hampir hilang, umur buah berkisar 90-100 hari setelah antesis (info dari petani) dan lentisel tersebar merata pada permukaan buah.

Sortasi dan Grading

Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak dan tidak layak digunakan untuk penelitian agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna, ukuran dan kematangannya sedangkan grading dilakukan untuk memperoleh buah yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat kecil). Sortasi yang dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual meliputi buah mangga utuh, padat. penampilan segar, bebas dari memar, layak konsumsi, bebas dari benda-benda asing yang tampak, bebas dari hama dan penyakit (BSN 2009).

Membuat Gambar Lokasi Getah

Penggambaran lokasi getah pada kulit mangga bertujuan untuk melihat tingkat kebersihan mangga dari getah dan kotoran yang menempel pada kulit mangga setelah proses pencucian dilakukan. Gambar lokasi getah pada buah mangga dibuat dengan cara mengikuti aliran getah yang keluar dari tangkai buah dengan menggunakan spidol permanen. Penggunaan spidol permanen bertujuan agar gambar lokasi getah pada kulit buah mangga tidak mudah memudar setelah pencucian dan memudahkan dalam pengamatan. Buah mangga yang telah digambar kemudian dipisahkan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan. Setelah itu dilakukan pengamatan awal terhadap persentase getah yang menempel dan persentase luka bakar akibat getah.

Aplikasi Pencucian

Mangga yang telah disortasi kemudian dicuci dengan bahan pencuci sesuai perlakuan. Mangga dicuci dengan mencelupkan dalam perlakuan bahan pencuci selama ± 5 menit sambil digosok dengan spon yang lembut. Getah yang menempel dan kotoran yang ada di permukaan kulit dibersihkan hingga bersih. Setelah ± 5 menit mangga diangkat dan dibilas dengan air bersih. Untuk aplikasi khamir antagonis, mangga dicuci terlebih dahulu dengan bahan pencuci detergen dan CaO, selanjutnya mangga dibilas dengan air bersih kemudian baru dicelupkan ke dalam khamir antagonis. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya lisis pada dinding sel khamir karena enzim yang terkandung di dalam bahan pencuci detergen. Mangga yang dicuci kemudian diamati kembali berapa persen hilangnya getah yang menempel pada permukaan kulit.

Pengemasan, Transportasi, dan Penyimpanan

(25)

11

Mangga kemudian disimpan pada show chase pada suhu 12 °C, 15 °C, 18 °C dan mangga yang diperlakukan pada suhu ruang diletakkan diatas meja di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lama perjalanan yang ditempuh dari tempat pemanenan ke tempat penyimpanan di Laboratorium Pasca panen ± 8 jam.

Pengamatan Penelitian

Pengamatan buah mangga dilakukan di Lapang dan Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Berikut metode skoring yang digunakan pada beberapa parameter yang diamati:

Persentase Getah yang Menempel

Penilaian terhadap tingkat kebersihan buah mangga dari getah ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) melalui penentuan persentase getah yang menempel pada kulit buah sebelum dan sudah pencucian sebagai berikut:

0 = Tidak ada, 1 = 1 % kotoran, 2 = 1-3 % kotoran, 4 = 10-25 % kotoran, 5 = 25-100 % kotoran.

Persentase Luka Bakar Akibat Getah

Penilaian terhadap persentase luka bakar yang disebabkan oleh getah yang menempel pada permukaan kulit buah ditentukan dengan teknik skoring (Holmes et al. 2009) sebagai berikut:

0 = Tidak ada,

Bintik dendritik (dendritic spottings) adalah bintik hitam kecil dengan ujung-ujungnya tidak beraturan yang terdapat pada permukaan kulit buah. Bintik dendritik biasanya muncul pada buah yang telah matang. perkembangannya cukup lambat. dan tidak masuk kedalam daging. Penilaian terhadap Bintik dendritik

(26)

terserang antraknosa dapat menimbulkan kerusakan yang parah dan dapat menurunkan kualitas buah. Penilaian terhadap perkembangan penyakit Antraknosa ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor

Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (Stem end rots)

Busuk pangkal buah (stem end rots) merupakan busuk lunak berair yang terdapat pada pangkal buah, biasanya perkembangannya cukup cepat dimulai dari pangkal buah kemudian masuk kedalam daging buah. Penilaian terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut:

0 = Tidak ada.

Pengamatan kekerasan buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamatan kekerasan buah dilakukan dengan menekan buah dengan menggunakan jempol. Penekanan dilakukan pada ujung, tengah, dan pangkal buah serta dilakukan beberapa kali ulangan. Menurut Holmes et al. (2009) menyatakan bahwa skor pengamatan kekerasan buah yang dilakukan adalah :

1 = Hard (permukaan kulit buah tidak tertekan saat diberi tekanan).

2 = Rubbery (permukaan sedikit tertekan pada saat diberi tekanan pada buah). 3 = Sprung (daging buah tertekan sedalam 2-3 mm dengan tekanan ibu jari

yang kuat).

4 = Firm soft (daging buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang sedang). 5 = Soft (buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang lemah).

Rasa dan Aroma

Pengujian terhadap rasa dan aroma buah mangga digunakan uji hedonik. Pada uji ini digunakan 10 orang panelis semi terlatih. Dari uji tersebut diperoleh tingkat kesukaan atau skala hedonik. Skor penilaian uji rasa dan aroma:

1= sangat tidak suka 2= tidak suka 3= agak suka 4= suka

5= sangat suka

Perubahan Warna Kuning Buah Mangga Gedong

(27)

13

permukaan kulit buah mangga. Penilaian terhadap perubahan warna kuning ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut:

1= 0 - 10% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 2= 10 - 30% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 3= 30 - 50% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 4= 50 - 70% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 5= 70 - 90% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 6= 90 - 100% warna kuning yang terlihat pada buah mangga

Susut Bobot

Pengukuran susut dilakukan setiap tiga hari sekali dengan menggunakan timbangan analitik. Untuk menghitung susut bobot buah mangga digunakan persamaan berdasarkan metode AOAC (1980): mengacu pada AOAC (1980) yang digunakan sebagai parameter untuk mengukur kandungan asam yang terdapat dalam buah mangga. Kandungan ATT diukur dengan menghancurkan daging buah mangga sebanyak 25 g, kemudian daging buah yang telah hancur ditambahkan aquades dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator penolftalein tiga tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Kandungan ATT dihitung dengan rumus:

ATT (mg/100 g bahan) =

(28)

permukaan prisma refractometer dan menyesuaikan bacaan pada angka nol (0). kemudian dibersihkan dengan tissue lalu sampel diteteskan.

Daya Simpan Buah.

Daya simpan buah mangga ditentukan berdasarkan periode buah tetap terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan sehingga masih layak dikonsumsi. Pada saat buah mangga sudah mulai mengkerut, buah sudah mulai busuk dianggap akhir dari shel life mangga Arumanis dan Gedong.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk melihat ketahanan khamir dalam campuran CaO dan detergen. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa jumlah pertumbuhan koloni khamir antagonis lebih sedikit pada media yang mengandung campuran detergen dan CaO dibandingkan dengan jumlah koloni pada media yang mengandung campuran aquades dan khamir. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan enzim proteinase di dalam detergen yang menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel khamir antagonis. Oleh sebab itu, aplikasi khamir antagonis harus dilakukan secara terpisah dari detergen dan CaO pada saat proses pencucian dilakukan.

Tabel 1 Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni khamir antagonis

Perlakuan Rata-rata koloni khamir antagonis Detergen + CaO + khamir

antagonis 4.3

Akuades + khamir antagonis 199.89

Keterangan: data tidak dianalisis statistika

Persentase Hilangnya Getah

(29)

15

Gambar 1 Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian a. Sebelum pencucian Arumanis

b. Sesudah pencucian Arumanis

c. Sebelum pencucian Gedong

d.Sesudah pencucian Gedong

Gambar 2 Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong

Tanpa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci+

Fungisida

Bahan Pencuci+

Khamir antagonis

Tapa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci+

Fungisida

Bahan Pencuci+

(30)

Getah mangga secara alami memiliki sifat asam, mengandung minyak dan gula (O’Hare dan Prassad 1991). Getah yang bersifat asam dan banyak mengandung minyak akan menyebabkan permukaan kulit mangga menjadi lengket dan kotor. Selain itu, komponen utama dari fraksi minyak terpinolene yang terkandung dalam getah dapat menyebabkan luka bakar (sapburn). Kandungan gula dalam getah juga dapat mengundang cendawan penyebab beberapa penyakit pasca panen diantaranya adalah busuk pangkal buah dan antraknosa.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek yang merugikan dari getah yang menempel pada permukaan kulit mangga adalah dengan pencucian (Amin et al. 2008). Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pencuci yang bersifat basa seperti CaO, senyawa ini akan menetralisasi keasaman getah sebelum getah memasuki lentisel kulit buah mangga. Selain itu, penggunaan deterjen yang mengandung surfaktan mampu mengikat minyak dan mampu menurunkan tegangan permukaan (Holmberg et al. 2003) sehingga getah yang menempel pada permukaan kulit mangga dapat terlepas.

Persentase Luka Bakar

Secara umum, Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase luka bakar (sapburn injury) mangga yang dicuci secara signifikan nyata lebih rendah dibandingkan dengan tidak dicuci. Pada Arumanis persentase luka bakar hanya dipengaruhi oleh bahan pencuci saja, sedangkan untuk mangga Gedong persentase luka bakar dipengaruhi oleh bahan pencuci dan juga suhu penyimpanan.

Tabel 2 Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar pada buah mangga Arumanis dan Gedong

Perlakuan

Rata-rata skor luka bakar pada hari ke- Arumanis Gedong

Keterangan: Data yang ditampilkan adalah rata-rata skor, pengolahan statistik dilakukan

terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%

(31)

17

Amin et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan bahan pencuci Ca(OH)2 efektif untuk menurunkan tingkat kerusakan sapburn injury yang disebabkan oleh getah jika dibandingkan dengan Mango Wash. Hal ini disebabkan kerena Ca(OH)2 memiliki pH lebih tinggi (11.3) dibandingkan pH Mango Wash (9.7) sehingga kemampuannya lebih baik dalam menetralisir keasaman getah yang keluar dari pedicel.

Tingkat kerusakan sapburn injury juga akan meningkat seiring meningkatnya suhu (Amin et al. 2008). Hal ini sejalan dengan perrnyataan Barman et al. (2011) bahwa dengan meningkatnya suhu, maka laju transpirasi pada permukaan kulit buah mangga juga akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan konsentrasi air pada getah sehingga getah menjadi lebih pekat. Dengan berkurangnya kandungan air juga menyebabkan sel-sel akan lebih sensitif terhadap berbagai kerusakan yang disebabkan oleh getah.

a. Mangga Arumanis

b. Mangga Gedong

Gambar 3 Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong

Bintik Dendritik

Bintik dendritik (dendritic spottings) adalah bintik kecil berwarna hitam dengan ujung-ujungnya tidak beraturan yang terdapat pada permukaan kulit buah mangga. Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bintik dendritik mangga yang dicuci secara signifikan nyata lebih rendah dibandingkan dengan tidak dicuci. Pada Arumanis bintik dendritik dipengaruhi oleh bahan pencuci dan juga suhu penyimpanan, sedangkan untuk mangga Gedong bintik dendritik hanya dipengaruhi oleh bahan pencuci saja.

Bintik dendritik yang terjadi pada mangga biasanya muncul pada buah yang telah matang, perkembangannya cukup lambat, dan tidak masuk ke dalam daging buah (Holmes et al. 2009). Johnson (2008) menyatakan bahwa banyaknya bintik dendritik yang terdapat pada permukaan kulit buah mangga dapat

Tanpa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci+

Fungisida

Bahan Pencuci+

Khamir antagonis

Tanpa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci+

Fungisida

Bahan Pencuci+

(32)

mengakibatkan buah mangga kurang layak dipasarkan dan menyebabkan kerugian yang sangat tinggi di daerah Queensland utara pada tahun 2006-2007.

Tabel 3 Perkembangan bintik dendritik pada manga Arumanis dan Gedong

Perlakuan

Rata-rata skor bintik dendritik pada hari ke- Arumanis Gedong

Keterangan: Data yang ditampilkan adalah rata-rata skor. pengolahan statistik dilakukan terhadap

peringkat dengan uji Kruskal Wallis. dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang

diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%

a. Mangga Arumanis

b. Mangga Gedong

Gambar 4 Bintik dendritik pada mangga Arumanis dan Gedong

Perkembangan Penyakit Antraknosa

Antraknosa merupakan salah satu penyakit utama pasca panen yang dapat menyerang buah mangga pada saat penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran. Hasil penelitian pada Gambar 5 menunjukkan bahwa bahan pencucian nyata menurunkan tingkat serangan antraknosa, sedangkan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir mampu menekan bahkan mencegah terjadinya penyakit antraknosa selama penyimpanan.

Tanpa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci +

Khamir antagonis

Tanpa di cuci Detergen+CaO Bahan Pencuci +

Khamir antagonis

Bahan Pencuci+

Fungisida

Bahan Pencuci+

(33)

19

Terdapat interaksi antara perlakuan suhu simpan dan bahan pencucian terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Kombinasi suhu penyimpanan pada suhu ruang, 18 °C, 15 °C, 12 °C dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir mampu mencegah terjadinya serangan antraknosa selama penyimpanan buah mangga (36 HSP).

Gambar 5 Pengaruh pengembangan bahan pencuci terhadap perkembangan penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong selama

penyimpanan

Antraknosa adalah penyakit utama pascapanen yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Alemu et al. 2014). C. gloeosporioides dapat menyerang mangga yang belum matang di kebun. Spora yang berkecambah membentuk apresorium dan menembus kutikula tetapi hifa yang telah mencapai subkutikula menjadi quiescent dan tidak berkembang sampai buah dipanen dan matang (Nelson 2008).

Gejala serangan antraknosa pada saat pasca panen ditandai dengan bercak bewarna cokelat gelap, cekung dan berbentuk bulat yang terdapat pada permukaan

0.00 Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci+ Khamir

(34)

kulit, bercak akan semakin meluas dan memasuki daging buah jika tingkat serangan semakin parah (Alemu et al. 2014). Bercak bewarna cokelat akibat serangan C. gloeosporioides muncul karena cendawan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa kulit buah sehingga kulit buah terdisintegrasi dan lunak sehingga berubah warna menjadi coklat yang dapat meluas dan akhirnya membusuk. Proses pembusukan semakin cepat ketika buah mencapai kematangan puncak (Kotze 1978; Ippolito & Nigro 2000).

Penambahan bahan pencuci dengan Fungisida atau khamir sangat efektif untuk menekan bahkan mencegah terjadinya penyakit antraknosa selama penyimpanan. Hasil yang sama juga diperoleh pada peubah pangamatan perkembangan busuk pangkal buah (stem end rot). Hal ini diduga karena perlakuan bahan pencuci menyebabkan kondisi pertumbuhan kurang menguntungkan bagi patogen untuk tumbuh dan berkembang baik pada kondisi penyimpanan pada suhu rendah maupun pada suhu ruang. Penggunaan fungisida mengandung bahan aktif azoksistrobin dan difenokonozole memiliki efektivitas sangat baik dalam mengatasi serangan cendawan dengan cara mencegah terjadinya produksi spora cendawan dan menghambat metabolisme jamur. Mekanisme azoksistrobin untuk menghambat metabolisme cendawan adalah dengan menghambat respirasi cendawan pada mitokondria dengan mengikat Qo (Qo inhibitor) pada pusat sitokrom b dan memblok transfer elektron dari sitokrom b ke sitokrom c. Hal ini akan menganggu siklus energi cendawan karena produksi ATP terhenti. (Becker et al. 1981; Ammermann et al. 1992; Sauter et al. 1995).

(35)

21

a. Mangga Arumanis

b. Mangga Gedong

Gambar 6 Penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong

Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (stem end rots)

Penyakit busuk pangkal (stem end rots) pada mangga Arumanis dan Gedong meningkat seiring lamanya penyimpanan. Hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa bahan pencucian nyata menurunkan tingkat serangan busuk pangkal buah, sedangkan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah. Bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir antagonis mampu menekan dan mencegah terjadinya penyakit busuk pangkal buah selama penyimpanan (36 HSP).

Terdapat interaksi antara perlakuan suhu simpan dan bahan pencucian terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah. Kombinasi suhu penyimpanan pada suhu ruang, 18 °C, 15 °C, 12 °C dengan bahan pencuci yang ditambah fungisida atau khamir antagonis mampu menekan terjadinya serangan busuk pangkal buah selama proses penyimpanan pasca panen buah mangga.

Busuk pangkal buah (stem end rot) merupakan salah satu penyakit pasca panen yang sangat merugikan selama penyimpanan (Maqsood 2014). Menurut Johnson et al. (2012) infeksi yang disebabkan oleh L. theobromae menimbulkan gejala kebasahan yang meluas dari ujung tangkai buah menyebar menjari kemudian secara cepat menghitam dan menyatu membentuk bercak di sekeliling pangkal buah. Buah mangga dapat terinfeksi semenjak di lapangan akan tetapi L. theobromae tetap dorman sampai buah mulai matang (Johnson et al. 1992; Lonsdale 1993). Infeksi pada buah menyebabkan hancurnya jaringan bagian dalam sehingga daging buah lunak. Mula-mula bercak berwarna ungu kemudian cokelat tua dan akhirnya hitam (Sugipriatini 2009).

Detergen+CaO Tanpa di cuci

Tanpa di cuci Detergen+CaO

Bahan pencuci + Fungisida

Bahan pencuci + Khamir antagonis Bahan pencuci +

Fungisida

(36)

Gambar 7 Perkembangan penyakit busuk pangkal pada mangga Arumanis dan Gedong

a. Penyakit busuk pangkal buah pada Arumanis

b. Penyakit busuk pangkal buah pada Gedong

Gambar 8 Busuk pangkal buah pada mangga Arumanis dan Gedong

0.00

Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci+ Khamir

0.00

Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci + Khamir

(37)

23

Kekerasan

Pelunakan buah selama pemasakan diakibatkan oleh enzim pektinesterase, poligalakturonase, dan enzim lain yang mengurai senyawa penyusun dinding sel (Baloch dan Bibi 2012). Nilai kekerasan buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Hasil penelitian pada Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu yang 12 °C dan 15 °C mampu menekan laju perubahan kekerasan pada buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan sedangkan bahan pencuci tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada buah manga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan. Perubahan kekerasan buah mangga gendong yang disimpan pada masing-masing suhu yang berbeda semakin menurun seiring lamanya penyimpanan dan kenaikan terjadi lebih cepat pada ruang.

Penyusun dinding sel adalah selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Pada buah yang telah dipanen, akan terjadi pelunakkan dinding sel karena terjadi degradasi selulosa, hemiselulosa dan protopektin, Selulosa akan dipecah oleh enzim selulosa, hemiselulosa akan dipecah oleh enzim hemiselulase dan propektin akan dipecah oleh enzim protopektinase menjadi pektin yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam pektinat, asam pekat, dan kemudian asam galakturonat. Terjadinya degradasi hemiselulosa dan perubahan protopektin menjadi pektin yang larut menyebabkan terjadinya keempukan pada buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Suhu rendah mampu mempertahankan mutu kekerasan dengan baik karena pada suhu rendah, proses metabolisme dan aktivitas enzim dalam proses pemecahan pektin dan hemiselulosa menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Nurmawanti (2008) yang menyatakan bahwaperubahan kekerasan mangga cengkir Indramayu yang disimpan pada dua kondisi suhu yang berbeda semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Mangga yang disimpan pada suhu 15oC memiliki nilai kekerasan yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu ruang pada semua perlakuan pra-pendinginan atau tanpa pra-pendinginan.

(38)

Gambar 9 Kelunakan mangga Arumanis selama penyimpanan

Gambar 10 Kelunakan mangga Gedong selama penyimpanan

Susut Bobot

Susut bobot adalah kehilangan berat buah setelah buah dipanen. Susut bobot pada buah dengan kadar air sangat tinggi dan tekstur yang lunak akan segera tampak sesaat setelah buah dipetik dari pohonnya. Susut bobot merupakan dampak dari terjadinya transpirasi dan respirasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Hasil penelitian pada Gambar 11dan 12 menunjukkan bahwa penyimpanan buah mangga pada suhu rendah efektif untuk menekan susut bobot buah mangga Arumanis dan Gedong selama masa penyimpanan, sehingga tingkat kesegaran buah mangga bisa dipertahankan lebih lama.

(39)

25

Gambar 11 Susut bobot mangga Arumanis selama penyimpanan

Gambar 12 Susut bobot mangga Gedong selama penyimpanan

Penyimpanan suhu rendah adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan mangga karena suhu rendah dapat memperlambat penuaan melalui penundaan laju respirasi dan perubahan metabolik yang tidak diinginkan. Jika proses respirasi dan transpirasi dikurangi, maka susut bobot dapat diperkecil. Pada penyimpanan rendah, proses respirasi dan transpirasi buah dapat dikurangi, sehingga susut bobot buah akan berkurang juga.

Hal ini juga dikemukan oleh Rathore et al. (2007) bahwa penyimpanan mangga pada suhu rendah memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu tinggi karena dapat menghambat laju metabolisme di dalam buah. Menurut Mane (2009) dalam kondisi penyimpanan yang berbeda, kehilangan susut bobot tertinggi akan terjadi pada buah-buahan yang simpan pada suhu ruang. Hal ini mungkin disebabkan karena suhu rendah dapat memperlambat kegiatan metabolisme seperti respirasi dan transpirasi.

Menurut Okoth et al. (2013) menyatakan bahwa susut bobot disebabkan oleh adanya aktivitas biokimia seperti respirasi, transpirasi dan perubahan biologis lainnya yang terjadi dalam buah. Penurunan susut bobot pada buah mangga juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan ketebalan kulit buah selama pematangan.

(40)

Perubahan Warna

Selama proses penyimpanan buah mangga gedong akan mengalami perubahan warna yang diakibatkan oleh adanya pembongkaran klorofil sehingga semakin lama warna kulit mangga yang hijau akan semakin menguning selama masa simpan. Hasil penelitian pada Gambar 13menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 12 °C dan 15 °C mampu memperlambat laju perubahan warna pada buah mangga selama penyimpanan, sedangkan bahan pencuci tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna pada buah mangga selama penyimpanan.

Gambar 13 Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan

Perubahan warna sering dijadikan kriteria oleh konsumen untuk membedakan buah masak dan yang belum masak. Perubahan warna terjadi dengan berkurangnya atau hilangnya warna hijau karena terjadi degradasi struktur klorofil. Degradasi klorofil terjadi karena perubahan pH, perubahan enzim oksidatif dan adanya enzim khlorofilase. Dengan terdegradasinya warna hijau tersebut menyebabkan warna lain muncul karena warna ini sebelumnya tertutupi oleh warna hijau tersebut. Misalnya warna kuning (xanthofil) pada buah mangga, pada saat buah belum matang warna kuning tertutup oleh warna hijau dan baru muncul setelah warna hijau tersebut terdegradasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Menurut Poerwanto dan Susila (2014), setelah buah masak, klorofil terdegradasi, kloroplas mengambil peran kromoplas dengan memulai mensintesis pigmen kuning yakni karoten dan xantofil, menyebabkan kulit buah menjadi berwarna kuning.

Utama et al (2011) menyatakan bahwa laju perubahan warna pada suhu tinggi lebih cepat dibandingkan dengan kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Yadav et al (2013) bahwa perubahan warna kulit cv Kesar yang simpan pada suhu 9 oC lebih lambat dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 12 oC dan suhu ruang, hal Ini mungkin disebabkan disebabkan oleh melambatnya proses degradasi klorofil sehingga menyebabkan laju respirasi dan produksi etilen juga terhambat.

(41)

27

a. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu ruang

b. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 18 0C

c. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 15 0C

d. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 12 0C

Gambar 14 Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan

Padatan Terlarut Total

Pada buah-buahan yang telah dipanen, pati yang terdapat di dalamnya akan mengalami perombakan menjadi gula sederhana yang mengakibatkan buah menjadi lunak dan rasanya berubah manis (Widjanarko 2012).

(42)

ruang dan suhu 18 oC memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Tabel 4 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencuci terhadap padatan terlarut total mangga Arumanis

Perlakuan Padatan terlarut total(%) Arumanis pada hari ke-

12 HSP

Tabel 5 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap padatan terlarut total mangga Gedong

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Buah yang masak, mengalami akumulasi beberapa larutan dalam vakuola. Akumulasi padatan terlarut berhenti setelah buah dipanen karena akumulasi tergantung pada pasokan fotosintat dari daun (Poerwanto dan Susila 2014). Karbohidrat pada buah muda masih banyak dalam bentuk pati. Selama proses pemasakan buah, pati yang terdapat di dalam buah akan mengalami perombakan menjadi gula seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Santoso 2005).

Akibat pati dipecah, terjadi penurunan pati dan peningkatan sukrosa. Sukrosa yang terbentuk selanjutnya dipecah menjadi fruktosa dan glukosa. Sebagian glukosa yang terbentuk digunakan untuk sumber energi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan, sehingga padatan terlarut total dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis (Kitinoja dan Kader 2003).

(43)

29

Menurut Kittur et al.(2001) konversi ini juga merupakan salah satu indeks penting dari proses pematangan pada mangga dan buah klimakterik lainnya.

Hasil penelitian Wijewardane (2014) juga melaporkan bahwa kandungan TSS meningkat baik pada mangga var. Karuthacolomban yang disimpan pada suhu ruang maupun pada suhu rendah, akan tetapi laju peningkatan TSS pada suhu rendah lebih lambat jika dibandingkan dengan laju peningkatan TSS pada suhu ruang. Lambannya peningkatan PTT buah pada suhu rendah dibandingkan pada suhu ruang, menunjukkan bahwa terjadi penghambatan proses hidrolisis pati menjadi gula, dimana proses hidrolisis semakin meningkat seiring meningkatnya suhu simpan (Baloch dan Bibi 2012).

Asam Tertitrasi Total (ATT)

Selama pematangan, pada umumnya kadar asam organik turun akibat asam organik dalam cairan sel dipakai sebagai bahan baku energi selama siklus TCA (Widjanarko 2012). Hasil penelitian pada Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi penurunan TA pada semua perlakuan selama penyimpanan, kandungan TA lebih cepat menurun pada suhu ruang dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah.

Terdapat interaksi perlakuan bahan pencuci dengan suhu penyimpanan terhadap Asam tertitrasi total pada buah mangga Arumanis dan Gedong. Hasil penelitian pada Tabel menunjukkan bahwa kombinasi buah mangga Arumanis dan Gedong yang tidak dicuci maupun di cuci yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 18 °C memilki nilai ATT yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Kecenderungan penurunan TA selama periode penyimpanan mungkin disebabkan karena degradasi asam sitrat selama pematangan serta pemanfaatan lebih lanjut untuk proses metabolisme dalam buah. Terjadinya aktivitas metabolisme yang tinggi pada saat pematangan buah menyebabkan terjadinya penurunan kadar keasaman buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).

Hasil penelitian Do Chi et al. (2013) menyatakan bahwa TA mangga Cv Cat Hoa Loc lebih cepat menurun pada suhu 20-29 °C dibandingkan dengan suhu 8 °C dan 11 °C. Hasil yang sama juga diperoleh pada hasil penelitian Ezz dan Awad (2011) bahwa secara umum kandungan TA lebih tinggi pada suhu rendah. mangga cv Hindi- Besennara yang disimpan pada suhu 8 °C memiliki kandungan asam lebih tinggi dibandingkan dengan mangga yang simpan pada suhu 13 °C.

(44)

21 HSP 24 HSP

Suhu penyimpanan Suhu penyimpanan

Bahan Pencucian Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C

Tidak dicuci 0.16 d A 0.38 c A 0.67 b A 0.97 a A 0.12 b A 0.17 b A 0.38 a AB 0.45 a A

Detergen + CaO 0.12 c A 0.34 b A 0.76 a A 0.97 a A 0.12 b A 0.19 b A 0.45 a A 0.39 a A

Bahan pencuci + Fungisida 0.09 b A 0.18 b A 0.62 a A 0.52 a B 0.06 b A 0.10 b A 0.39 a A 0.22 a B Bahan pencuci + Khamir 0.13 c A 0.26 bc A 0.39 b B 0.69 a B 0.09 b A 0.14 b A 0.16 b C 0.35 a A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.a= horizontal (suhu penyimpanan) A= vertikal (bahan pencuci)

Tabel 7 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi total mangga Gedong

Perlakuan Asam tertitrasi total (%) Gedong pada hari ke-

24 HSP Suhu Penyimpanan

Bahan Pencucian Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C

Tidak dicuci 0.14 c A 0.29 b A 0.55 a A 0.39 b B

Detergen + CaO 0.18 c A 0.34 b A 0.50 a A 0.43 ab B

Bahan pencuci + fungisida 0.25 b A 0.25 b AB 0.58 a A 0.30 b B

Bahan pencuci + khamir 0.17 c A 0.12 c B 0.44 b A 0.75 a A

Gambar

Tabel  1 Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni khamir   antagonis
Gambar 1 Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian
Tabel  2 Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar pada     buah mangga Arumanis dan Gedong
Gambar 3 Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari seluruh data, yaitu 317 data, terhadap naskah pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tahun 2006 terdapat 2 data atau 0,63 %

Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa semua jenis FMA yang diaplikasikan menghasilkan infeksi akar yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol namun tidak terdapat

Faktor--faktor yang tidak cocok untuk mendukung manusia faktor yang tidak cocok untuk mendukung manusia Masalah.. Masalah--masalah yang biasa ditanggulangi atau diperbaiki oleh

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis pengembangan modul pembelajaran ekonomi berbasis guided inquiry untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MA NW

konflik batin yang dialami Enrico dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami yang akan dikaji dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra dan juga

PANITIA PENGADAAN BARANG DAN KEGIATAN BANTUAN SOSIAL BERPOLA HIBAH REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA DILINGKUNGAN BADAN PENANGGULANAGAN BENCANA DAERAHa. KABUPATEN

Bagi rekanan yang tidak ditetapkan sebagai pemenang, surat jaminan penawaran dapat diambil pada Sekretariat Panitia, dan atas partisipasinya diucapkan terima kasih. Pengadaan

Memeriksa kelengkapan alat dan bahan praktik serta mengembalikan secara tertib...