• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK

B. Organ Perseroan dalam suatu Lembaga Perbankan

1. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)

RUPS merupakan organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan. RUPS adalah suatu organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang bersifat residual, yakni wewenang yang tidak dialokasikan kepada organ

perusahaan lainnya, yaitu direksi dan komisaris, yang dapat mengambil keputusan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu dan sesuai dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan.30

Kewenangan tersebut merupakan kewenangan eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada organ lain yang telah ditetapkan dalam UU PT dan anggaran dasar. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam UU PT akan ada selama UU PT belum. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan atau disetujui Menteri Kehakiman dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UU PT.31

Pasal 75 ayat (1) Undang-undang PT memberi batasan terhadap wewenang RUPS, yaitu sejauh yang tidak diberikan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat diuraikan lingkup wewenang RUPS sebagaimana dapat dilihat dalam Bab VI undang-undang PT yang mengatur tentang RUPS dan Bab VII yang mengatur tentang direksi dan komisaris, antara lain adalah sebagai berikut32

1. Pengangkatan direksi dan komisaris adalah menjadi wewenang RUPS, demikian juga dengan pemberhentian direksi dan komisaris.

:

2. RUPS mempunyai wewenang mengambil keputusan untuk mengubah anggaran dasar.

3. Wewenang RUPS juga dapat dilihat pada perbuatan penggabungan/merger dan akuisisi di antara perusahaan.

30

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 135.

31

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 78.

32

Walaupun rencana merger dan akuisisi merupakan pekerjaan direksi dan perseroan-perseroan yang bersangkutan, namun penggabungan dan akuisisi hanya dapat dilakukan jika disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan. Persetujuan itu adalah hak dan wewenang dari RUPS.

Hal ini berarti bahwa tidak perusahaan yang akan melakukan merger ataupun akuisisi dengan sah tanpa persetujuan dari RUPS masing-masing perusahaan tersebut.

4. RUPS berwenang membuat peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi. Tugas tersebut dapat dilimpahkan kepada komisaris jika ditentukan demikian dalam anggaran dasar.

5. RUPS berwenang mengangkat satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan dalam keadaan direksi tidak berwenang mewakili perseroan karena terjadi perselisihan/perkara antara direksi dengan perseroan atau terjadi pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan.

6. RUPS berwenang mengambil keputusan jika diminta oleh direksi untuk memberikan persetujuan guna mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian harta kekayaan perseroan.

7. RUPS mempunyai wewenang mengambil keputusan atas permohonan kepailitan perseroan yang akan dimajukan direksi kepada pengadilan negeri. 8. RUPS berwenang dan berhak meminta segala keterangan yang berkaitan

ini merupakan kewajiban bagi direksi atau komisaris untuk memberikan keterngan yang diperlukan oleh RUPS.

Pengertian mengenai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terlihat bahwa RUPS hanya memiliki kewenangan yang bersifat residual. Maksudnya adalah bahwa kepada direksi kewenangannya adalah untuk mengelola perseroan dan komisaris untuk mengawasinya, sedangkan untuk RUPS pada prinsipnya kewenangannya tidak ditentukan dengan terperinci, tetapi hanya kebagian sisa kewenangan yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris. Akan tetapi, karena RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dalam perseroan, maka keputusannya tidak dapat dibatalkan oleh siapapun, kecuali oleh pengadilan jika ada alasan untuk itu. Di samping itu, karena kekuasaannya tertinggi, maka di samping memiliki kekuasaan residual, undang-undang dan/atau anggaran dasar pereroan sering mensyaratkan persetujuan RUPS jika perusahaan ingin keputusan-keputusan yang penting.33 Pada pokoknya RUPS harus diselenggarakan di tempat perseroan berkedudukan, atau tempat-tempat lain sebagaimana dimungkinkan dalam Anggaran Dasar perseroan, selama dan sepanjang tempat tersebut masih beradadalam wilayah Negara Republik Indonesia.34

Pada prinsipnya ada 2 (dua) macam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yaitu:35

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan 2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa

33

Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 136.

34

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm. 79.

35

Berikut ini penjelasan bagi kedua macam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang wajib dilakukan oleh perseroan sekali dalam setahun, dilakukan paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dengan pokok pembicaraan adalah di sekitar perkembangan perusahaan yang telah terjadi selama setahun. Perkembangan perusahaan selama setahun tersebut disampaikan oleh direksi dengan laporan tahunan, uang harus ditandatangani oleh direksi dan komisaris, yang minimal memuat 6 (enam) hal sebagai berikut:

1) Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun dan penjelasannya.

2) Terhadap perusahaan dalam 1 (satu) grup, dibuat neraca konsolidasi dan neraca masing-masing perseroan.

3) Laporan tentang keadaan dan jalannya perusahaan dalam setahun serta hasil-hasil yang telah dicapai.

4) Kegiatan utama perusahaan dan perubahannya selama tahun buku. 5) Rincian masalah-masalah yang terjadi.

6) Nama, gaji dan tunjangan bagi semua anggota direksi dan komisaris Adalah tugas direksi untuk membuat RUPS tahunan dan menyusun laporan tahunan. Apabila direksi tidak melakukan tugasnya untuk memanggil RUPS tahunan, maka direksi selayaknya dibebankan tanggung jawab secara renteng jika

ada kerugian tertentu, meskipun undang-undang tidak dengan tegas-tegas mengaturnya.

b. Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) Luar Biasa

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa dapat dilakukan kapan saja bila diperlukan oleh perusahaan dengan mata acara yang juga sangat beraneka ragam, yakni terhadap kegiatan yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup RUPS tahunan. Pada prinsipnya, kegiatan perseroan yang memerlukan persetujuan dari RUPS luar biasa dari suatu perseroan terbatas adalah sebagai berikut:

1) Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana disebut dalam anggaran dasar perseroan.

2) Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana disebut dalam peraturan perundang-undangan yang baru.

3) Kegiatan-kegiatan yang dianggap penting bagi perseroan tersebut sebaiknya juga dilakukan dengan persetujuan RUPS, meskipun tidak diharuskan oleh anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dewan Komisaris

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.

Perseroan memiliki komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Berbeda dengan KUHD, maka dalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 perseroan diharuskan memiliki komisaris. Bahkan untuk perseroan:36

a. Yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat; b. Yang menerbitkan surat pengakuan utang;

c. Terbuka;

Diwajibkan mempunyai paling sedikit dua orang komisaris, karena menyangkut kepentingan masyarakat yang memerlukan pengawasan yang lebih besar.

Rincian tugas komisaris biasanya diatur di dalam anggaran dasar, antara lain sebagai berikut:

1. Mengawasi tindakan pengurusan dan pengelolaan perseroan yang dilakukan oleh direksi.

2. Memeriksa buku-buku, dokumen-dokumen, serta kekayaan perseroan,

3. Memberikan teguran-teguran, petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat kepada direksi.

4. Apabila ditemukan keteledoran direksi yang mengakibatkan perseroan menderita kerugian, komisaris dapat memberhentikan sementara direksi yang bersalah tersebut, untuk kemudian dilaporkan kepada RUPS untuk mendapatkan keputusan lebih lanjut. Pemberhentian ini sifatnya sementara dan segera dalam waktu 1 (satu) bulan komisaris harus mengadakan RUPS untuk memberikan keputusan lain, maka direksi akan ditempatkan kembali.

36

Jika RUPS tidak diadakan, maka keputusan komisaris batal dengan sendirinya.

Mengenai tanggung jawab komisaris dapat dibagi dalam: a. Tanggung jawab keluar terhadap pihak ketiga;

b. Tanggung jawab ke dalam terhadap perseroan.

Tanggung jawab keluar itu tidak sebesar tanggung jawab direksi, karena komisaris bertindak keluar berhubungan dengan pihak ketiga hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat istimewa, yaitu dalam hal komisaris dibutuhkan direksi sebagai saksi atau pemberi izin dalam hal direksi menurut anggaran dasar harus terlebih dahulu mendapat izin dari komisaris dalam perbuatan penguasaan (beschikking), misalnya menjual, menggadaikan, dan lain-lain.

Tanggung jawab ke dalam sama dengan direksi, pertanggungjawaban secara pribadi untuk seluruhnya. Bila ada 2 (dua) orang komisaris atau lebih, maka pertanggungjawaban itu bisa bersifat kolektif atau majelis. Jika komisaris ikut serta dalam pengurusan, biasanya ia lalu ikut memberikan pertanggungjawaban kepada RUPS bersama-sama dengan direksi.

Tanggung jawab komisaris tentunya terutama yang berkaitan dengan keikutsertaannya menandatangani neraca dan perhitungan laba rugi, yang berarti ia ikut menyetujui isi laporan pertanggungjawaban direksi tersebut. Jika komisaris tidak ikut serta dalam pengurusan, maka ia dapat diberi kuasa oleh RUPS untuk menerima dan mengesahkan perhitungan dan pertanggungjawaban atas nama perseroan. Demikian dapat disimpulkan dari Pasal 114 ayat (1) s/d (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang PT dan Pasal 108 Undang-Undang PT menjadi pijakan bagi Dewan Komisaris untuk memberikan nasihat kepada direksi dalam tugasnya mengurus perseroan. Dari kedua pasal tersebut jelas memperlihatkan kegiatan proaktif Dewan Komisaris untuk memberikan nasihat kepada Direksi, terlepas dari diminta atau tidaknya nasihat tersebut oleh direksi. Dalam pemberian nasihat kepada Direksi tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris wajib melakukannya dengan iktikad baik, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab dengan senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan kegiatan usaha perseroan (Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang PT).37

Undang-Undang PT tidak mengelaborasi bentuk nasihat apa saja yang wajib diberikan Dewan Komisaris kepada Direksi, namun membaca bunyi Pasal 108 ayat (2) juncto Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang PT, dapat disimpulkan bahwa nasihat yang diberikan Dewan Komisaris tersebut haruslah terkait dengan atau berhubungan dengan kepentingan perseroan dan selaras dengan maksud dan tujuan perseroan. Pentingnya pelaksanaan pemberian nasihat dengan iktikad baik, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab oleh masing-masing anggota akan diterima oleh masing-masing anggota Dewan Komisaris tersebut apabila terbukti mereka bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya tersebut. Mengenai luas tanggung jawab pribadi anggota Dewan Komisaris tersebut, Undang-Undang PT menganut tanggung jawab yang terbatas di mana tanggung jawab pribadi anggota

37

Cornelius Simanjuntak, Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 78.

Dewan Komisaris dibatas sebatas tingkat kesalahan atau kelalaian anggota Dewan Komisaris tersebut.38

3. Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris, juga wajib mempunyai dewan pengawas syariah. Pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa ewan pengawas syariah wajib dibentuk di bank syariah dan bank konvensional yang memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud terdiri dari seorang ahli syariah atau lebih, yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.39

38

Ibid, hlm. 81.

39

Jamin Ginting, Op.Cit, hlm. 131.

Hal ini telah diatur dalam Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001, yaitu Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

Dewan Pengawas Syariah dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka:

a. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawas kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah islam;

b. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya; c. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam di lingkungan perusahaan

tersebut;

d. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilakukan oleh Biro Syariah.

Peranan utama dewan pengawas syariah adalah mengawasi jalannya lembaga keuangan syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Dewan pengawas syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa lembaga keuangan syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Tugas lain dewan pengawas syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari lembaga keuangan syariah yang diawasinya. Dewan Pengawas Syariah bersama komisaris dan direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan lembaga keuangan syariah.

4. Direksi

Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi perseroan

terbatas sangat penting. Sekalipun perseroan terbatas sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan terpisah dengan direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum, bahwa perseroan terbatas dianggap seakan-akan subyek hukum, sama seperti manusia.40

40

Try Widiyono, Op.Cit, hlm. 7.

Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, keberadaan direksi sangat dibutuhkan oleh perseroan. Tidak mungkin terdapat suatu perseroan tanpa adanya direksi.

Mengurus perseroan bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, agar perseroan tersebut terurus sesuai maksud didirikannya perseroan, maka untuk menjadi direksi perlu persyaratan dan keahlian. Pendelegasian wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola perseroan tersebut lazim disebut sebagai fiduciary duty.

Pengertian direksi sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar perseroan dan diangkat dalam rapat umum pemegang saham. Pejabat-pejabat lain dengan nama apapun tidak dapat disebut sebagai direksi perseroan, termasuk pengertian dan nama jabatan yang tercantum dalam corporate title. Dalam pengertian demikian, tanggung jawab direksi tidak dapat dialihkan kepada siapa pun. Apabila direksi mengalihkan sebagian kewenangannya kepada pejabat lain dalam melakukan tindakan hukum tertentu, maka tanggung jawab tersebut tetap melekat kepada direksi sebagai pihak yang memberikan kuasa.

Tindakan direksi dalam mengurus perseroan tidak hanya berdasarkan ketentuan yang ada pada UU PT dan atau anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Tindakan direksi harus juga memperhatikan ketentuan-ketentuan yang lebih khusus. Ketentuan khusus yang mengatur tindakan direksi tersebut tersebar diberbagai peraturan perundang-undangan. Tindakan dalam melakukan usaha tertentu, misalnya usaha asuransi, perbankan, dan pasar modal harus melihat ketentuan dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam melakukan tindakan tersebut berdasarkan peraturan itu.

Undang-undang secara umum menyatakan bahwa suatu perseroan sekurang-kurangnya harus diurus oleh satu orang atau lebih anggota direksi, dengan pengecualian bagi perseroan yang bidang usahanya melakukan pengerahan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbatas terbuka harus memiliki sekurang-kurangnya dua orang anggota direksi.41

Eksistensi dan fungsi direksi bank pada dasarnya sama dengan eksistensi dan fungsi direksi perseroan terbatas. Namun demikian, secara khusus terdapat ketentuan-ketentuan lain yang melengkapi ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku pada direksi perseroan terbatas. Pengaturan mengenai direksi bank yang lebih khusus dibandingkan dengan pengaturan direksi pada jenis usaha lain sebenarnya telah memberikan gambaran bahwa lembaga perbankan telah disadari

41

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan bentuk usaha lainnya dan dengan demikian diperlukan adanya aturan yang berbeda juga.42

C. Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank Menurut

Undang-Undang Perbankan

PBI No. 11/1/PBI/2009 tentang bank umum, pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa bank wajib menugaskan salah seorang anggota direksi sebagai direktur kepatuhan dan diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang penugasan direktur kepatuhan (compliance director). Dalam UU PT tidak dikenal adanya direktur kepatuhan, UU PT hanya mengatur tentang direksi. Sedangkan tugas dari masing-masing direktur berdasarkan Pasal 92 ayat (5) UU PT dinyatakan bahwa dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Berarti masing-masing tugas anggota direksi, yaitu masing-masing direktur diatur dalam keputusan RUPS. Namun demikian, berdasarkan Pasal 92 ayat (5) UU PT dinyatakan bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS.

Oleh karena bank merupakan suatu badan usaha yang diharuskan berbentuk PT, namun karena kekhususan jenis usahanya. Maka, peraturan khusus mengenai pengangkatan direksi dan dewan komisaris. Pengangkatan dewan komisaris dan direksi bank menurut UU Perbankan diatur dalam Pasal 38, yang

42

menyatakan bahwa pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) dan Pasal 17. Bunyi Pasal 16 UU Perbankan, yaitu:

1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.

2. Untuk memperoleh izin usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:

a. Susunan organisasi dan kepengurusan; b. Permodalan;

c. Kepemilikan;

d. Keahlian di bidang perbankan; e. Kelayakan rencana kerja.

3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Penjelasan dari Pasal 16 ayat (2) ini menyatakan bahwa dalam hal memberikan izin usaha sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, Bank Indonesia selain memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud ayat ini, juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antar bank,

tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Bila kita telisik lagi pada Pasal 16 hanya terdapat 3 (tiga) pasal saja, sedangkan Pasal 17 telah dihapus. Inilah yang mengakibatkan pengangkatan dewan komisaris dan direksi bank pada UU Perbankan menimbulkan kepastian hukum yang tidak ada mengingat keberadaan pengurus sangatlah penting dalam perbankan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa pada Undang-Undang Perbankan tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana pengangkatan dewan komisaris dan direksi bank itu sendiri. Namun, karena Bank yang ada di Indonesia harus berbentuk Perseroan Terbatas dan sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum, maka pengangkatan dewan komisaris dan direksi mengikuti UU PT karena di dalam UU Perbankan tidak menjelaskan secara detail bagaimana pengangkatan dewan komisaris dan direksi bank.

BAB III

PERAN BANK INDONESEA DALAM PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK

A. Peraturan Bank Indonesia dalam Pengangkatan Dewan Komisaris dan

Direksi Bank

Peran serta Bank Indonesia untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.

Bank Indonesia memiliki tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tesebut, Pasal 8 UU BI, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3. Mengatur dan mengawasi bank.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Bank Indonesia mempunyai tugas dan wewenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang dimaksud, antara lain tetap

mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan bank, prinsip kehati-hatian operasional bank, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah Bank, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana bisnis Bank, serta kemampuan dan atau kepatutan pemilik, pengurus dan pejabat bank.

Sebagaimana yang telah dinyatakan pada pembahasan sebelumnya, bank sebagai badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, maka pada bank berlaku asas-asas umum yang berlaku dalam hukum perseroan ini oleh karena para pemilik dan pengurus bank justru berlindung pada asas-asas umum ini, antara lain asas “terbatas” pada perseroan terbatas. Dewan komisaris dan direksi bank yang berbentuk perseroan terbatas adalah dewan komisaris dan direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (6) dan pasal 1 ayat (5) UU PT. Dengan demikian, untuk pembahasan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi bank ini, tidak akan terlepas dari pembahasan direksi sebagaimana dimaksud dalam UU PT dan secara khusus, mendasarkan pada ketentuan yang berlaku pada lembaga perbankan.

Eksistensi dan fungsi dewan komisaris dan direksi bank pada dasarnya sama dengan eksistensi dan fungsi direksi perseroan terbatas. Namun demikian, secara khusus terdapat ketentuan lain yang melengkapi ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku pada dewan komisaris dan direksi perseroan terbatas. Pengaturan mengenai dewan komisaris dan direksi yang lebih khusus

Dokumen terkait